Pendidikan Tunanetra
Disusun oleh :
NIM : 200154604105
Offering : A7B/B10
Februari 2020
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang,
Saya panjatkan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada saya , sehingga saya bisa menyelesaikan makalah
mengenai Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus. Makalah ilmiah ini sudah selesai
saya susun dengan maksimal dengan bantuan pertolongan dari berbagai pihak
sehingga bisa memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu saya menyampaikan
terima kasih kepada semua pihak yang sudah ikut berkontribusi didalam pembuatan
makalah ini.
Terlepas dari semua itu, saya menyadari seutuhnya bahwa masih jauh dari kata
sempurna baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu,
saya terbuka untuk menerima segala masukan dan kritik yang bersifat membangun
dari pembaca sehingga saya dapat melakukan perbaikan makalah ini sehingga
menjadi makalah yang baik dan benar.
Akhir kata saya meminta semoga makalah ini bisa memberi manfaat ataupun
inpirasi pada pembaca.
Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak dengan gangguan penglihatan atau biasa disebut anak tunanetra adalah
individu yang indera penglihatannya (kedua – duanya) tidak bergfungsi sebagai
sebagaimana saluran penerima informasi dalam kegiatan sehari – hari seperti halnya
orang awas (Sutjihati Somantri, 1996).
Terdapat beberapa prinsip yang relatif berlaku umum yang dapat kita pakai
sebagai dasar dalam upaya pembelajaran, baik bagi siswa yang perlu meningkatkan
upaya belajarnya maupun bagi guru dalam upaya meningkatkan mengajarnya.
Prinsip-prinsip itu berkaitan dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan
langsung atau berpengalaman, pengulangan, tantangan, balikan dan penguatan,
serta perbedaan individual.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah diatas, maka tujuan dari penyusun
makalah tentang Pendidikan Tunanetra ini adalah :
1. Untuk mengetahui model pembelajaran yang dapat digunakan oleh Tunanetra
2. Untuk mengetahui metode pembelajaran bagi Tunanetra
3. Untuk mengetahui pendekatan apa saja yang dapat digunakan
4. Untuk mengetahui media pembelajaran apa saja yang bisa digunakan oleh
Tunanetra
5. Untuk prinsip apa yang harus diperhatikan dalam mendidik Tunanetra
D. Manfaat
• Bagi penulis : makalah ini sangat bermanfaat untuk menambah wawasan
tentang pembelajaran tunanetra, strategi belajar dari tunanetra, dan prinsip
tunanetra. Selain itu juga untuk melatih membuat makalah yang baik dan
benar.
• Bagi pembaca : dengan membaca makalah ini tentunya akan menambah
pengetahuan mereka mengenai topik yang dibicarakan dan diharapkan
nantinya mampu membagi pengetahuan mereka kepada orang lain.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Model Pembelajaran anak Tunanetra
Terdapat 2 model pembelajaran bagi anak tunanetra yang dapat digunakan
yaitu :
1) Bentuk Layanan Pendidikan Segregasi
Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah
dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui
sistem segregasi maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan
secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal.
Dengan kata lain anak berkebutuhan kusus diberikan layanan pendidikan pada pada
lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar
Biasa atau Sekolah Dasar Luar Bias, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah
Menengah Atas Luar Biasa. Ada empat bentuk pelayanan pendidikan dengan sistem
segregasi yaitu:
• Sekolah Luar Biasa (SLB)
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua.
Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan
sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan
diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah. Pada
awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai
dengan kelainan yang ada (satu kelainan saja) sehingga ada SLB untuk tuna
netra (SLB-A), SLB untuk tuna rungu (SLB-B), SLB untuk tuna grahita (SLB-C),
SLB untuk tuna daksa (SLB-D), dan SLB untuk tuna laras (SLB-E). Di setiap SLB
tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar dan tingkat lanjut. Sistem
pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi.
• Sekolah Luar Biasa Berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang
dilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB bersrama tinggal di
asrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan
sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan
tingkat lanjut, serta unit asrama. Pada SLB berasrama terdapat
kesinambungan program pembelajaran yang ada di sekolah dengan di asrama,
sehingga asrama merupakan empat pembinaan setelah anak di sekolah. Selain
itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai bagi peserta didik
yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.
• Kelas Jauh / Kelas Kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB
atau SDLB. Penyelenggaraan kelas jauh /kelas kunjung merupakan
kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta
pemerataan kesempatan belajar.
• Sekolah Dasar Luar Biasa
Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan
khusus, pemerintah mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar
Biasa (SDLB). Di SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai
kelainan yang dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tuna netra,
tuna rungu, tuna grahita, dan tuna daksa. Kurikulum yang digunakan di SDLB
adalah kurikululum yang digunakan di SLB untuk tingkat dasar yang
disesuaikan dengan kekhususannya. Kegiatan belajat dilakukan secara
individual, kelompok dan klasikal sesuai dengan ketunaan masing-
masing.pendekatan yang dipakai juga lebih ke pendekatan individualisasi.
2) Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu / Integrasi
Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-
sama dengan anak normal belajar dalam satu atap. Sistem pendidikan integrasi
disebut juga sistem pendidikan terpadu yakni sistem pendidikan yang membawa
anak berkebutuhan khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal.
Keterpaduan tersebut dapat bersifat menyeluruh, sebagian, keterpaduan dalam
rangka sosialisasi. Ada 3 bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986), ketiga bentuk tersebut adalah:
• Bentuk Kelas Biasa
Dalam bentuk keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas
biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh karena itu,
sangat diharapkan adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru
bidang studi semaksimal mungkin dengan memeperhatikan petunjuk-
petunjuk khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas
biasa. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut dengan keterpaduan
penuh.
• Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus, belajar di kelas biasa
dengan menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus
untuk mata pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak
berkebutuhan khusus bersama dengan anak noormal. Pelayanan khusus
tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus
(GPK) dengan menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan yang
sesuai. Untuk keperluan teersebut di ruang bimbingan khusus dilengkai
dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan dan bimbingan khusus.
Misalnya untuk anak tuna netra, di ruang bimbingan khusus disediakan alat
tulis braille, peralatan orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini
sering disebut juga keterpaduan sebagian.
• Bentuk Kelas Khusus
Dalam keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan
sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah
umum yang melaksanakan program pendidikan tepadu. Keterpaduan ini
disebut juga dengan keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang
bersifat sosialisasi.
a. Pendekatan Saintifik
Pendekatan saintifik adalah proses pembelajaran yang dirancang sedemikian
rupa agar peserta didik secara aktif mengkonstruk konsep, hukum dan prinsip
melalui tahapan–tahapan mengamati (untuk mengidentifikasi atau menemukan
masalah), merumuskan masalah, mengajukan atau merumuskan hipotesis,
mengumpulkan data dengan berbagai teknik, menganalisa data, menarik kesimpulan
dan mengkomunikasikan konsep, hukum atau prinsip yang ditemukan. Kegiatan
pendekatan saintifik meliputi,
• Menyajikan objek secara nyata
• Merumuskan pertanyaan objek yang diamati
• Melakukan percobaan secara kolaboratif
• Mempresentasikan hasil presentasi
b. Pendekatan Tematik
Pendekatan tematik merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang
menyatukan berbagai rangkaian pengalaman belajar, sehingga terjadi saling
berhubungan antara satu dengan yang lainnya, dan berpusat pada sebuah pokok
persoalan. Pembelajaran dalam pendekatan tematik meliputi,
• Tema : Analisis, SKL, KI, KD, Indikator.
• Jaringan tema : Pemetaan
• Pembelajaran : Silabus dan RPP
D. Media Pembelajaran
Keterbatasan anak tunanetra untuk mengakses pengalaman visual, anak
tunanetra pada umumnya mengalami gangguan orientasi dan mobilitas, baik
sebagian maupun secara keseluruhan. Untuk itu, mereka memerlukan latihan
pengembangan orientasi dan mobilitas untuk dapat mengenali lingkungannya
(Efendi, 2009). Untuk kepentingan tersebut peralatan pendukung yang diperlukan,
antara lain: (1) Tongkat panjang (terbuat dari allumunium), (2) Tongkat Lipat (terbuat
dari allumunium), (3) Tongkat elektrik (tongkat yang dilengkapi dengan sensor
bunyi), (4) Bola bunyi (bola sepak yang mengeluarkan bunyi bila digelindingkan), (5)
Helm pelindung kepala yang difungsikan sebagai alat pengaman kepala dari
benturan. Khusus penderita tunanetra kategori ringan (low vision), untuk membantu
memperjelas penglihatannya dapat digunakan alat bantu, sebagai berikut : (1)
Magnifier Lens Set (alat bantu penglihatan bagi low vision bentuk hand and standing
berbagai ukuran), (2) CCTV (Closed Circuit Television/alat bantu baca untuk anak low
vision berupa TV monitor), (3) View Scan (alat bantu baca untuk anak low vision
berupa scaner), (4) Televisi (TV monitor), (5) Prism monocular (alat bantu melihat
jauh). Untuk melatih kepekaan pendengaran anak tunanetra dalam mengikuti
pelajaran dapat digunakan alat-alat bantu pendengaran, antara lain: (1) Tape
Recorder (alat rekam/tampil suara), (2) Alat Musik Pukul (alat-alat musik jenis
pukul/perkusi), (3) Alat Musik Tiup (alat-alat musik jenis tiup). Sedangkan untuk
mengembangkan kemampuan fisik-motorik untuk anak tunanetra, perangkat latihan
yang dapat digunakan diantaranya: (1) Papan catur khusus tunanetra (papan catur
dangan permukaan tidak sama untuk kotak hitam dan putih, sehingga buah catur
tidak mudah bergeser), (2) Kartu Bridge tunanetra yang dilengkapi huruf Braille, (3)
Bola sepak yang dapat menimbulkan bunyi, (4) Papan titiam keseimbangan untuk
melatih keseimbangan, (5) Power Rider (alat untuk melatih kecekatan motorik), (6)
Static Bycicle (sepeda diam tidak dapat melaju).
Efek dari kelainan penglihatan mengakibatkan kesulitan dalam menguasai
kemampuan membaca, menulis, berhitung. Untuk membantu menguasai
kemampuan membaca, menulis, dan berhitung pada mereka dapat dilakukan dengan
bantuan alat-alat, sebagai berikut : (1) Peta Timbul (peta tiga dimensi bentuk relief),
(2) Abacus (alat bantu berhitung), (3) Penggaris Braille (penggaris dengan skala ukur
bentuk relief), (4) Blokies (sejumlah dadu dengan simbol Braille dengan papan
berkotak), (5) Papan Baca (alat untuk melatih membaca), (6) Meteran Braille (alat
untuk mengukur panjang/lebar dengan skala ukur dengan simbol Braille), (7) Kompas
Braille (pengukur posisi arah angin dengan tanda Braille), (8) Kompas bicara
(penunjuk arah angin dengan suara), (9) Talking Watch (jam-tangan elektronik yang
dapat mengeluarkan suara), (10) Gelas Rasa (gelas untuk mengukur tingkat
sensitifitas rasa), (11) Botol Aroma (botol berisi cairan untuk mengukur tingkat
sensitifitas bau), (12) Braille Kit (perlengkapan pengenalan huruf dan angka Braille),
(13) Mesin tik Braille (mesin tik dengan huruf Braille), (14) Kamus bicara (kamus yang
dapat mengeluarkan suara berbentuk CD), (15) Jam tangan Braille (jam tangan
dengan huruf Braile), (16) Puzzle Ball (puzle bentuk potongan bola/lingkaran), (17)
Model Anatomi (Model anatomi tiga dimensi dan dapat dirakit), (18) Globe Timbul
(bola dunia tiga dimensi), (19) Bentuk–bentuk Geometri (puzle bentuk potongan
geometris/peraturan), (20) Collor Sorting Box (alat untuk melatih ketajaman
penglihatan melalui diskriminasi warna).
Prasarana pendidikan untuk peserta didik tunanetra diperlukan ruang untuk
melaksanakan kegiatan Asesmen, Konsultasi, Orientasi dan Mobilitas, Remedial
Teaching, Latihan Menulis Braille, Latihan Mendengar, Latihan Fisik, Keterampilan,
dan penyimpanan alat.
1. Prinsip Totalitas
Prinsip totalitas adalah asas keutuhan di dalam memberikan layanan
pendidikan bagi anak tunanetra. Hasil pendidikan hendaknya merupakan
pengetahuan dan atau keterampilan yang utuh atau lengkap, materinya tidak
terpisah satu utuh atau lengkap, materinya tidak terpisah satu dari yang lain. Dengan
demikian akan memberikan bekal yang utuh dan lengkap kepada anak-anak
tunanetra untuk hidup secara wajar di dalam masyarakat dan memperoleh
penghidupan layak.