Anda di halaman 1dari 12

JURNAL PARADIGMA PENDIDIKAN KHUSUS

Dosen Pengampu : Dr. Herry Widyastono, M.Pd


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Paradigma Pendidikan Khusus dan
Layanan Khusus
Tema: Penempatan Anak Berkebutuhan Khusus

Disusun oleh :
Dewi Kurniati (S041908006)

PROGRAM PASCASARJANA PENDIDIKAN LUAR BIASA


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
Kajian Sistem Pendidikan Khusus di Lima Negara : Indonesia, Norwegia,
Malaysia, Belanda, Thailand

Dewi Kurniati, Herry Widyastono


Universitas Sebelas Maret
Dewikurniati1442@gmail.com

ABSTRAK
Artikel ini membahas tentang perbandingan pendidikan khusus di lima
negara. Dua negara berada di benua Eropa, dan tiga negara lainnya
berada di benua Asia. Artikel ini menjelaskan mengenai bentuk-
bentuk pendidikan khusus yang ada pada masing-masing negara.
Kelima negara memiliki sistem yang berbeda-beda mengenai
kebijakan pendidikan khusus. Kesamaan yang ditemukan dari setiap
negara adalah semua negara telah menerapkan sistem pendidikan
inklusi.
Kata Kunci: Pendidikan Khusus, Indonesia, Norwegia, Malaysia,
Belanda, Thailand

PENDAHULUAN
Pendidikan khusus mempunyai lingkup yang sangat luas. Tidak ada
batasan seperti halnya mendidik siswa dengan ketunaan berat, gifted dan
pendidikan mainstreaming bagi anak dengan ketunaan ringan. Untuk mengatasi
semua keberagaman tersebut, pendidikan khusus bertanggung jawab atas segala
hal termasuk masalah dan isu yang terkait dengan pendidikan khusus. Terdapat
banyak isu dan praktik tentang lingkup pendidikan khusus yang mencakup semua
tingkat ketunaaan, hal itu masih banyak didiskusikan di pendidikan khusus.
Diskusi dalam pendidikan khusus bukan hanya dalam aspek ketunaan
siswa, akan tetapi masih banyak diskusi yang membahas terkait paradigma atau
pandangan penempatan anak berkebutuhan khusus dalam pelayananan pendidikan
khusus. Dengan adanya paradigma tersebut, terkadang membuat pemahaman
maupun pelayanan yang dilakukan oleh orang tua, pendidik, sekolah dan
pemerintah kurang optimal untuk mengakomodasi ketunaan yang dimiliki oleh
anak. Karena tujuan dari pendidikan khusus tidak hanya dalam aspek pendidikan
akademik, namun mencakup seluruh aspek kehidupannya, seperti aspek ekonomi,
pekerjaan, sosial, dan lain-lain.
Perlu diketahui setiap individu yang ada membutuhkan pendidikan dan
pelayanan, tidak membedakan antara siswa reguler dengan siswa berkebutuhan
khusus untuk menemukan dan mengembangkan potensi yang dimiliki sehingga
dapat menjalani kehidupan sehari-hari dan berkontribusi untuk masyarakat.
Dengan diinginkannya perkembangan anak berkebutuhan khusus yang optimal,
perlu adanya pelayanan dan pendidikan yang terbaik untuk setiap individu, namun
belum adanya definisi yang paten dari kata terbaik tersebut. Dalam artikel ini akan
membahas pandangan-pandangan terkait program dan penempatan untuk siswa
berkebutuhan khusus di beberapa negara di benua Asia dan Eropa.
Sistem Pendidikan Khusus di Negara Indonesia
Layanan pendidikan khusus di Indonesia sangat beragam macamnya,
diantaranya yaitu:
1. SEKOLAH SEGREGASI
Menurut Direktorat PLB (2004) dalam Sulthon (2013) mengatakan
bahwa pendidikan segregasi adalah pendidikan yang dilakukan secara terpisah
baik dari segi kurikulum, penyelenggaraan dan tenaga pendidiknya, pendidikan
segregasi dalam praksisnya berbentuk sekolah luar biasa dan sekolah dasar luar
biasa dan sekolah terpadu. Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang khusus
memberikan layanan pendidikan pada satu jenis kecacatan tertentu seperti
SLB-A untuk anak tunanetra, SLB-B khusus anak tunarungu dan sebagainya.
Sedang Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) adalah sekolah yang didirikan
pemerintah dalam rangka penuntasan wajib belajar bagi anak usia 7-12 tahun
berada di tiap kabupaten untuk menangani beberapa kecacatan. Jadi SDLB
dapat menangani anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa dan
tunalaras dalam satu satu sekolah. Sekolah terpadu adalah sekolah umum yang
menerima anak berkelainan dengan kurikulum sama dengan anak normal
seperti anak tuna netra bersekolah di SMU umum. Dalam Lestari (2010)
bentuk-bentuk sekolah dalam sistem pendidikan segregasi adalah sebagai
berikut:
a. Sekolah Luar Biasa
b. Sekolah Dasar Luar Biasa
c. Kelas Jauh/Kelas Kunjung
d. Sekolah Berasrama
e. Hospital School
2. SEKOLAH INTEGRASI
Dwidjosumarto (1996) mengungkapkan bahwa sistem pendidikan
integrasi adalah system pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak
luar biasa belajar bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum.
Sedangkan SA. Bratanata (1974) memberikan istilah pendidikan integrasi
yaitu pendidikan bagi anak berkelainan yang diterima bersama-sama anak
normal, dan diselenggarakan di sekolah biasa. Bentuk penyelenggaraan
pendidikan ini telah banyak dinikmati terutama oleh anak tunanetra yang
mampu dan sanggup berkompetisi dengan anak-anak normal”.
Selanjutnya Mulyono Abdurahman (1996) mengemukakan bahwa
“pendidikan integrasi paling sedikit harus memenuhi 4 (empat) kriteria, yaitu:
a. Mengintegrasikan peserta didik luar biasa (penyandang ketunaan maupun
yang memiliki keunggulan) dengan peserta didik normal dalam suatu
lingkungan belajar, mencakup suatu komitmen dari integrasi lokasi hingga
integrasi penuh;
b. Mengintegrasikan dan mengoptimalkan pengembangan potensi yang
mencakup kognitif, afektif, psikomotor dan interaktif;
c. Mengintegrasikan hakikat manusia sebagai makhluk sosial ke dalam suatu
bentuk strategi pembelajaran;
d. Mengintegrasikan apa yang dipelajari peserta didik saat ini dengan tugas
yang harus diemban di masa mendatang. Banyak sekolah yang mempunyai
kelas khusus mempunyai program khusus untuk mendorong interaksi antara
siswa dengan dan tanpa kebutuhan pendidikan khusus. Misalnya, pada
beberapa sekolah, anak-anak menghabiskan pagi harinya pada kelas khusus
dan siangnya pada kelas regular. Para guru dan asisten dari kelas khusus
biasa mendukung penempatan pada kelas khusus. Peluang-peluang bagi
interaksi tersebut, berdasarkan atas prinsip normalisasi. Jauh mungkin untuk
terjadi apabila anak tersebut diintegrasikan pada sekolah reguler.
Jenis-jenis sekolah integrasi yang ada di Indonesia adalah sebagai
berikut:
a. Integrasi Lokasi Fisik (Kelas Khusus)
Dalam model sekolah integrasi lokasi fisik, anak berkebutuhan
khusus mendapat pelayanan khusus dalam kelas/sekolah khusus dengan
kurikulum PLB, lokasi gedung berada dalam satu areal dengan sekolah
umum yang kemudian akan memberikan kontak antara ABK dan anak
normal secara alami.
b. Integrasi dalam Aspek Sosial (Kelas Biasa dengan Bimbingan Khusus)
Anak berkebutuhan khusus dilibatkan dalam kegiatan tertentu
seperti bermain, olahraga, bernyanyi, makan, rekreasi, dll. Tetapi kurikulum
yang digunakan sebagian menggunakan kurikulum SLB, sebagian
menggunakan kurikulum sekolah umum
c. Integrasi Fungsional atau Integrasi Penuh (Kelas Biasa)
Anak berkebutuhan khusus dan anak normal mengarah pada
aktivitas bersama dalam seluruh kegiatan atau proses belajar mengajar, akan
tetapi dalam hal-hal tertentu anak berkebutuhan khusus mendapat
bimbingan apabila mendapat kesulitan yang berkaitan dengan ketunaannya.
3. SEKOLAH INKLUSI
Menurut Sapon-Shevin (Oneil, 1995) dalam Sulthon (2013)
menyatakan bahwa pendidikan inklusi sebagai sistem layanan pendidikan yang
mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dapat dilayani di sekolah-
sekolah terdekat, di kelas regular bersamasama teman seusianya. Sedang
Stainback dan Stainback (1990) dalam Sulthon (2013) mengemukakan sekolah
inklusi adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama.
Sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi
sesuai dengan kemampuan dan kebutuhan. Setiap murid mendapatkan bantuan
dan dukungan yang diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Sehingga
dapat diartikan sekolah Inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi
dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam
program yang sama. Inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial anak, pada
keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, dan pada institusi-
institusi kemasyarakatan lainnya.
Inklusi memang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus.
Namun, secara luas inklusif juga berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa
terkecuali, seperti:
a. anak yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar
yang digunakan di dalam kelas.
b. anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak
berprestasi dengan baik.
c. anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda.
d. anak yang terinfeksi HIV atau AIDS, dan
e. anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah. (Lestari, 2010)
Jenis-jenis pendidikan inklusi menurut Vaughn, Bos dan Scunmn
(2000) dalam Sulthon (2013)
a. Kelas Reguler (Inklusi Penuh)
b. Kelas Reguler dengan Cluster
c. Kelas Reguler dengan Pull Out
d. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Out
e. Kelas Khusus dengan Berbagai Pengintegrasian
f. Kelas Khusus Penuh

Sistem Pendidikan Khusus di Negara Norwegia


Di Norwegia hanya ada satu bentuk pelayanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus, yaitu bentuk layanan inklusif. Anakberkebutuhan khsus
bersekolah di sekolah reguler yang ada pada setiap kotamadya. Setiap layanan
yang dibutuhkan oleh siswa akan dipenuhi oleh berbagai pihak yang
bersangkutan. Jenjang sekolah dan bentuk pelayanan yang ada pada pendidikan di
Norwegia adalah sebagai berikut:
1. Tingkat SD dan SMP
Pada pendidikan berkebutuhan khusus, siswa berhak atas sekolah yang
disesuaikan secara khusus. Tambahan penyesuaian ini ditanggung oleh
pemerintah. Pendidikan berkebutuhan khusus dapat melibatkan skema yang
berkaitan dengan perkembangan dan metode kerja, modifikasi dari kurikulum,
guru dengan kualifikasi khusus, atau adaptasi organisasi.
Siswa yang berhak mendapatkan pendidikan khusus memiliki rencana
pendidikan individu (Individualized Educational Program/IEP) yang
dikembangkan sesuai dengan hasil dan saran yang diberikan oleh layanan
pendidikan-psikologis (PPT). IEP dapat mencakup pemetaan pendidikan,
konten (target pencapaian dan tujuan pembelajaran), metode (tugas, alat bantu
pembelajaran/materi, dan penilaian) dan organisasi (lingkungan belajar dan
staf). Rencana tersebut dievaluasi setahun sekali dalam laporan tahunan. IEP
seharusnya hanya berlaku tidak lebih dari 3 tahun, dan harus diganti jika sudah
berusia 3 tahun.
Menurut Undang-Undang Pendidikan, pendidikan kebutuhan khusus
harus disediakan di dalam kelas atau kelompok inti sejauh dimungkinkan dan
sesuai. Pendidikan kebutuhan khusus dapat diberikan dalam kelas/kelompok
inti, dalam kelompok yang terpisah, atau sendirian. Murid yang menerima
pendidikan kebutuhan khusus juga dapat berafiliasi dengan kelompok selain
kelas mereka, atau mereka dapat menerima pengajaran di lingkungan belajar
alternatif lain.
Pada tahun ajaran 2018-2019, 7,8% (49.755) dari semua siswa di
sekolah dasar dan menengah pertama memiliki keputusan administratif tentang
pendidikan khusus. Dari murid-murid ini:
 43% mendapatkan pendidikan khusus terutama yang terintegrasi dalam
kelas biasa.
 13% mendapatkan pendidikan khusus secara individual.
 36% mendapatkan pendidikan khusus dalam kelompok dengan anggota 2-5
anak.
 8% mendapatkan pendidikan khusus dalam kelompok lebih dari 6.
2. Sekolah Menengah Atas
Di Negara Norwegia, dalam sekolah menengah atas (kelas 11-13)
adalah sekolah kejuruan. Pelatihan kejuruan adalah bagian integral dari sistem
pendidikan menengah atas yang ada di Norwegia. Siswa dapat mengakses
penyediaan kebutuhan khusus dalam program studi biasa, dalam program studi
alternatif atau adaptasi di sekolah, atau dalam pelatihan di tempat kerja. Selain
hak istimewa untuk program studi tertentu, ABK dengan disabilitas parah
sangat diperhatikan, ABK yang memiliki hak untuk pendidikan menggunakan
bahasa isyarat juga dipenuhi, serta ABK dapat diberikan waktu ekstra untuk
menyelesaikan studi. Murid-murid yang diberikan waktu ekstra, memiliki hak
untuk memperpanjang dua tahun pendidikan menengah atas dan pelatihan
ketika ini diperlukan untuk mencapai tujuan akademik atau kejuruan masing-
masing.
Murid yang menerima pendidikan kebutuhan khusus di sekolah
menengah atas dibagi dalam dua kelompok ketika menerima ijazah. Satu
kelompok terdiri dari siswa yang bertujuan untuk mendapatkan kualifikasi
penuh dan ijazah biasa. Kelompok lain menerima pendidikan kebutuhan
khusus dengan tujuan memperoleh kualifikasi tingkat yang lebih rendah atau
kualifikasi dasar yang direncanakan. Undang-Undang Pendidikan mengacu
pada kualifikasi dasar sebagai segala bentuk pendidikan atau pelatihan yang
tidak mengarah pada sertifikasi penerimaan universitas atau perguruan tinggi
penuh atau kualifikasi kejuruan penuh. Kualifikasi dasar didokumentasikan
dalam bentuk sertifikat pelatihan dan dapat direncanakan atau tidak
direncanakan.
Kualifikasi dasar adalah kualifikasi pada tingkat yang lebih rendah
daripada kualifikasi kejuruan penuh atau sertifikasi penerimaan universitas dan
perguruan tinggi. Calon murid atau pelatihan menerima pelatihan yang berbasis
di sekitar mata pelajaran itu, atau bagian dari mata pelajaran, yang dia dapat
kuasai. Beberapa murid membuat perubahan yang signifikan dari kurikulum
dalam semua atau sebagian besar mata pelajaran, sedangkan untuk yang lain itu
adalah kasus penyimpangan kecil dari kurikulum biasa.

Sistem Pendidikan Khusus di Negara Malaysia


Malaysia menggunakan sistem pendidikan berpusat dan Kementerian
Pelajaran (Kementerian Pendidikan) bertanggungjawab terhadap pembangunan
dan pengurusan pendidikan formal untuk setiap anak-anak termasuk individu
dengan kebutuhan khusus (dalam bahasa Malaysia disebut sebagi individu
berkeperluan khas atau kurang upaya). Dalam Akta Pendidikan (1996) konsep
ketidakupayaan (disabled) adalah menangani siswa yang mempunyai masalah
penglihatan, pendengaran dan masalah pembelajaran.
Anak berkebutuhan khusus yang juga murid pendidikan khas di Malaysia
dapat memperoleh pendidikan berdasarkan empat jenis program pendidikan yang
disediakan oleh kementrian, yaitu :
1. Sekolah Khas/ Sekolah Luar Biasa
Setiap sekolah khas atau SLB di Malaysia hanya fokus terhadap satu
jenis hambatan/ pemasalahan saja, yaitu masalah penglihatan (ATN), masalah
pendengaran (ATR) dan masalah belajar.
2. Program Pendidikan Khas Integrasi
Program pendidikan khas integrasi (PPKI), merupakan program
pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan khusus yang belajar di kelas yang
terpisah dari anak reguler disatu sekolah yang sama.
3. Program Pendidikan Khas Integrasi dengan Pendekatan Inklusif
Program pendidikan khas integrasi dengan pendekatan inklusif
merupakan program yang diperuntukan bagi anak berkebutuhan khusus yang
berada di program pendidikan khas integrasi yang dapat dipindah ke kelas
reguler di sekolah tersebut.
4. Program Pendidikan Inklusif
Program pendidikan yang diperuntukan untuk anak berkebutuhan
khusus yang tidak memiliki permasalahan kognitif atau memiliki permasalahan
kognitif yang ringan. Program pendidikan inklusif dapat pula diperuntukan
bagi anak berkebutuhan khusus bukan murid pendidikan khas. Terdapat dua
jenis program inklusi yang dapat diberikan, yaitu:
a. Inklusi penuh
Pada prograam inklusi penuh, anak berkebutuhan khusus mengikuti
semua pembelajaran di kelas reguler berdasarkan kurikulum kebangsaan
tanpa modifikasi dan/ atau kurikulum kebangsaan yang telah disesuaikaan
dengan anak berkebutuhan khusus.
b. Inklusi sebagian
Pada program inklusi sebagian, anak berkebutuhan khusus hanya
belajar bersama dengan anak reguler di mata pelajaran tertentu saja
mengikuti kemampuan, potensi dan bakat anak.
Program pendidikan inklusif di Malaysia masih terbatas dan hanya
terdapat di beberapa sekolah saja. Selain penempatan anak berkebutuhan khusus
yang telah dijelaskan, terdapat beberapa 4 jenis anak berkebutuhan khusus yang
bersekolah di sekolah reguler atau mengikuti program terpadu yaitu anak
tunadaksa, autis, ADHD, dyslexia dan anak yang mengalami permasalahan 3M
(membaca, menulis dan menghitung).

Sistem Pendidikan Khusus di Negara Belanda


Sejak tahun 1998 negara Belanda menempatkan anak berkebutuhan
khusus dalam beberapa kelas. Penempatan tersebut setelah berlakunya undang-
undang tentang Expertise Centres (Pusat Pakar) pada tahun 1998 dan mulai
berlaku atau berdampak nyata pada tahun 2003. Terdapat perbedaan pengertian
Pendidikan Khusus dan Pendidikan Dasar Khusus. Pendidikan dasar khusus
adalah untuk anak-anak yang tidak berkembang secara optimal dalam pendidikan
utama. Ini menyangkut masalah yang lebih ringan daripada masalah yang harus
dihadapi siswa dalam pendidikan khusus.
Di Belanda, ada peningkatan yang berkelanjutan antara pendidikan
terpisah (sekolah khusus) dan sekolah inklusif penuh. Ada banyak sekolah umum
dengan murid dengan kebutuhan pendidikan khusus di kelas reguler dan sekolah
umum dengan kelas khusus untuk anak-anak dengan kebutuhan khusus di
sekolah. Beberapa sekolah umum berspesialisasi dalam kelompok sasaran
tertentu. Pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus mencangkup berbagai bentuk
yaitu :
1. Pendidikan Khusus (Speciaal Onderwijs)
Sekolah pendidikan khusus adalah untuk siswa dengan cacat fisik,
sensorik atau mental dan untuk siswa dengan masalah psikologis atau perilaku.
Untuk siswa ini ada sekolah yang dibagi menjadi empat kelompok:
a) Cluster 1 :Sekolah untuk siswa tunanetra atau siswa tunanetra (siswa
tunanetra);
b) Cluster 2: Sekolah untuk siswa tuna rungu, siswa tuna rungu, siswa dengan
kesulitan bicara parah, dan siswa dengan masalah komunikasi;
c) Cluster 3: Sekolah untuk siswa dengan cacat fisik dan / atau intelektual,
siswa dengan kesulitan belajar dan siswa dengan cacat jangka panjang,
siswa dengan epilepsi dan siswa dengan berbagai cacat yang sangat sulit
untuk dipelajari;
d) Cluster 4 :Sekolah untuk siswa dengan masalah perilaku serius dan / atau
masalah kejiwaan.
2. Pendidikan Dasar Khusus (Speciaal Basisonderwijs)
Sekolah untuk pendidikan dasar khusus (SBO) tidak termasuk dalam
pendidikan khusus, tetapi di bawah pendidikan reguler. Undang-Undang Pusat
Keahlian Khusus (WEC) berlaku untuk sekolah-sekolah untuk pendidikan
khusus. Undang-Undang Pendidikan Dasar berlaku untuk sekolah-sekolah
untuk pendidikan dasar khusus. Sekolah dasar khusus diperuntukkan bagi
siswa dengan masalah belajar, perilaku dan / atau pengasuhan dan karena itu
tidak dapat dikelola didalam sekolah dasar biasa. Siswa-siswa tersebut pergi ke
sekolah dasar khusus.
3. Pendidikan Praktis
Untuk siswa yang belum mendapatkan diploma di VMBO, atau
dengan bantuan ekstra panjang, ada pelatihan praktis. Bentuk pendidikan
khusus ini mempersiapkan siswa untuk mendapat tempat di pasar tenaga kerja.
4. Inklusi
Pendidikan inklusif di Belanda disebut "Pendidikan Tepat Guna". Ini
adalah nama untuk cara baru mengajar anak-anak yang membutuhkan
dukungan ekstra dan secara terorganisir. Karena pendidikannya yang sesuai,
lebih banyak anak yang dapat mengikuti, meskipun dengan dukungan
tambahan, tapi tetap dalam pendidikan reguler.
Adanya undang-undang baru tentang “Pendidikan Tepat Guna”. Tujuan
undang-undang baru ini adalah agar semua anak, termasuk anak-anak yang
membutuhkan dukungan ekstra di ruang kelas, mendapatkan tempat pendidikan
yang sesuai. Inti dari pendidikan tetap sama: untuk menantang setiap anak untuk
mendapatkan yang terbaik dari diri mereka sendiri. Titik awal untuk pendidikan
yang tepat: jika, anak itu bisa bersekolah di sekolah biasa, jika tidak, ia pergi ke
pendidikan khusus.

Sistem Pendidikan Khusus di Negara Thailand


Ada 2 jenis sekolah untuk anak berkebutuhan khusus di Thailand, yaitu:
sekolah integrasi untuk anak yang memiliki hambatan ringan dan sekolah khusus
(SLB) untuk anak yang memiliki hambatan berat dan ganda. Jumlah siswa
berkebutuhan khusus di sekolah reguler di Thailand meningkat secara substansial
dari sekitar 60.000 pada 2012 menjadi sekitar 25.000 pada 2015. Dari 427
Sekolah Metropolitan Bangkok, 310 sekolah reguler dan 127 sekolah integrasi. Ini
adalah kebijakan Administrasi Metropolitan Bangkok bahwa sekolah
mengakomodasi semua anak di daerah tersebut. Namun, dalam praktiknya, 310
sekolah reguler dapat merujuk siswa dengan disabilitas ke salah satu sekolah
integrasi terdekat jika sekolah tersebut menemukan diri mereka tidak
diperlengkapi untuk mengakomodasi siswa dengan disabilitas, khususnya siswa
dengan disabilitas yang signifikan (Vibulpatanavong, 2017).
Sebagian besar sekolah umum reguler di Thailand yang menerima anak-
anak berkebutuhan khusus disebut sekolah 'integrasi' daripada sekolah inklusif.
Integrasi sekolah bervariasi dalam cara mengakomodasi siswa berkebutuhan
khusus. Di sebagian besar sekolah integrasi, siswa berkebutuhan khusus
mengikuti salah satu program berikut:
1. Ruang kelas khusus penuh waktu.
2. Ruang kelas reguler untuk sebagian dari hari dan ruang kelas khusus untuk
bagian dari hari.
3. Ruang kelas reguler penuh waktu. (Sukbunpant, 2016)
Guru pendidikan khusus (GPK) memiliki tanggung jawab dalam
mempersiapkan siswa berkebutuhan khusus untuk ruang kelas reguler dan untuk
bekerja sama dengan guru reguler dalam membimbing siswa berkebutuhan khusus
ke ruang kelas reguler. Namun, beberapa siswa berkebutuhan khusus di sekolah
reguler di Thailand menghadiri ruang kelas khusus penuh waktu di seluruh
sekolah dan hanya berpartisipasi dengan siswa reguler dalam kegiatan ekstra
kurikuler dan olahraga (Vibulpatanavong, 2017).
Terkadang dalam pelaksanaannya siswa berkebutuhan khusus di ruang
kelas reguler di Thailand mungkin “hanya mewakili inklusi fisik dan mungkin
tidak mewakili pendidikan yang sesuai untuk siswa tersebut”. Selain itu, "adaptasi
dan modifikasi untuk siswa berkebutuhan khusus di ruang kelas reguler tidak
umum di Thailand", maka diadakan pelatihan guru reguler tentang kurikulum dan
adaptasi pengajaran untuk meningkatkan keterlibatan semua siswa di ruang kelas
reguler (Vibulpatanavong, 2017).
Walaupun tampaknya Thailand telah membuat kemajuan besar dalam
menyediakan akses ke pendidikan di sekolah reguler bagi siswa berkebutuhan
khusus, kini saatnya negara bergerak maju untuk fokus pada kualitas pendidikan
yang diterima anak-anak penyandang disabilitas di sekolah reguler .
Departemen Pendidikan oleh Biro Pendidikan Khusus Administrator
telah melakukan tanggung jawab untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus dan
siswa yang kurang beruntung. Ada 43 sekolah khusus di Thailand, 19 sekolah
adalah sekolah untuk siswa dengan disabilitas intelektual, 20 sekolah untuk siswa
tunarungu, 2 sekolah untuk siswa dengan fisik tunanetra dan 2 sekolah untuk
siswa tunanetra. Angka-angka anak berkebutuhan khusus di sekolah khusus,
totalnya adalah 12.992 siswa, dari 6.449 siswa dinyatakan mengalami gangguan
intelektual. Selain itu, 63 pusat provinsi dan 13 pusat regional tentang pendidikan
khusus juga menyediakan layanan bagi anak berkebutuhan khusus, termasuk
informasi mengenai anak berkebutuhan khusus, pendidikan dan rehabilitasi.
Semua sekolah khusus dan pusat-pusat pendidikan bekerja sama dalam menjaga
informasi di setiap provinsi. Semenjak tersedianya layanan pendidikan khusus
untuk anak berkebutuhan khusus, kurikulum di semua sekolah harus disesuaikan
dengan kemampuan anak-anak berkebutuhan khusus (Sawangsri, 2012).

Kesimpulan
Secara umum, kelima negara yang dipaparkan di atas telah memberikan
pelayanan pendidikan khusus yang baik bagi anak berkebutuhan khusus yang ada
pada masing-masing negara. Negara telah menyiapkan sistem-sistem pendidikan
yang memungkinkan anak berkebutuhan khusus dapat ikut mendapatkan hak
pendidikan seperti anak normal pada umumnya. Berdasarkan beberapa penjabaran
yang telah dibahas, negara-negara di Asia seperti Indonesia, Malaysia dan
Thailand masih didominasi dengan pendidikan segregasi yang memisahkan anak
berkebutuhan khusus pada sekolah khusus. Akan tetapi negara-negara ini juga
sudah menggunakan sistem pendidikan yang inklusif, yaitu menggabungkan anak-
anak berkebutuhan khusus di sekolah reguler dengan menyesuaian pembeljaaran
dan penilaian yang diadaptasikan. Sedangkan negara-negara di Eropa, seperti
negara Norwegia dan negara Belanda telah meninggalkan sistem segregasi sejak
beberapa tahun yang lalu. Mereka menganggap bahwa pendidikan di sekolah
reguler dnegan beberapa penyesuaian khusus akan lebih meningkatkan
kemampuan anak berkebutuhan khusus. Akan tetapi di negara-negara eropa ini
juga masih mengadakan sekolah khusus atau sekolah segregasi. Biasanya yang
ebrsekolah adalah anak-anak berkebutuhan khusus yang tergolong berat.

DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Mulyono. (1996). Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar.


Jakarta : Dirjen Dikti.
Akta Pendidikan Malaysia. Diakses pada hari Selasa 25 November 2019 dari
https://www.scribd.com/document/318136988/Akta-Pendidikan-1996
Dwidjosumarto. (1996). Psikologi ABK. Jakarta : Depdikbud.
Fakhri, dkk. (2018). Kurikulum Malaysia. Diakses pada hari Rabu 29 November
2019 dari https://www.academia.edu/36132057/Kurikulum_malaysia
Lestari, Yuni. (2010). Pendidikan Segregatif, Integratif dan Inklusif. Diakses pada
hari Minggu 20 Oktober 2019 dari http://lukman coroners.blogspot.com/
2010/04/disusun-oleh-nouval-neni-kurnianingsih.ht ml.
Norwegian Directorate of Health Rehabilitation and Rare Disorders Department.
(2013). Children and young people with disabilities – what rights does
the family have? Diunduh di https://helsenorge.no/SiteCollection
Documents/Children%20and%20young%20people%20with%20disabiliti
es%20-%20what%20rights%20does%20the%20family%20have.pdf
diakses pada tanggal 8 Desember 2019.
Norwegian Ministry of Education and Research. (2007). Education – From
Kindergarten to Adult Education. Diunduh di https://www.udir.no/global
assets/upload/brosjyrer/5/education_in_norway.pdf diakses pada tanggal 8
Desember 2019.
Sukbunpant, Sasipin. (2016). The comparison of special education between
Thailand and the United States: Inclusion and support for children with
autism spectrum disorder. Diakses pada hari Senin 23 Desember 2019 dari
https://www.researchgate.net/publication/271329022_The_comparison_of
_special_education_between_Thailand_and_the_United_States_Inclusion_
and_support_for_children_with_autism_spectrum_disorder
Sulthon. (2013). Mengenal Pendidikan Multikultural bagi Anak Berkebutuhan
Khusus dengan Model Inklusi dalam Pendidikan Islam. Jurnal ADDIN
Vol. 7 No. 1, Februari 2013.
The Dutch Inspectorate of Education. (2014). The State of Education in the
Netherlands. Diakses pada hari Senin 23 Desember 2019 dari
https://english.onderwijsinspectie.nl/binaries/onderwijsinspectie_eng/docu
ments/annual-reports/2014/09/11/the-state-of-education-in-the-netherlands
-2012-2013/the-state-of-education-in-the-netherlands-2012-2013.pdf
Vibulpatanavong, Kanokporn. (2017). Inclusive Education in Thailand,
Department of Curriculum and Instruction Srinakharinwirot University
Bangkok. Diakses pada hari Senin 23 Desember 2019 dari
https://download.atlantis-press.com/article/25889734.pdf
__________. (2016). Inklusive Education In Netherland. Diakses pada hari Senin
23 Desember 2019 dari https://www.goprince.eu/wp-content/uploads/
2016/11/INCLUSIVE-EDUCATION-IN-THE-NETHERLANDS.pdf
__________. Konsep, Sejarah dan Filosofis Pendidikan Integrasi. Diakses pada
hari Sabtu 19 Oktober 2019 dari http://file.upi.edu/Direktori/FIP/
JUR._PEND._LUAR_BIASA/195707041981031-MUH
DAR_MAHMUD/Makalah/Konsep%2C_Sejarah_dan_filosofi_Pend_Inte
grasi.pdf.
__________. Kelebihan, Kekurangan dan Perbedaan antara Sistem Pendidikan
Segregasi, Integrasi dan Inklusi. Diakses pada hari Sabtu 19 Oktober 2019
dari http://kumpulanmateriplb.blogspot.com/ 2017/03/kelebihansistem-
pendidikan-segregasi.html.
Bukti Submission

Anda mungkin juga menyukai