Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PENDIDIKAN INKLUSIF DAN SISTEM DUKUNGANNYA

Disusun Guna Memenuhi Mata Kuliah Pendidikan Matematika Inklusif Dosen Pengampu :
Dr. Drs. Sugiman, M.Si. dan Dr. Dra. Emi Pujiastuti, M.Pd.

Disusun Oleh :

1. Meriana Monalisa Panjaitan (4101420201)


2. Nada Aviza Karmelia (4101421032)
3. Isfi Rizqiyati (4101421067)
4. Gosanta Jalurisi (4101421090)
5. Hanun Fithriyatul Islam (4101421215)

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2024
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-
Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan sebaik-baiknya. Makalah
tentang Pendidikan Inklusif dan Sistem Dukungannya ini disusun sebagai salah satu syarat
dalam menyelesaikan tugas Mata Kuliah Pendidikan Matematika Inklusif.

Makalah berjudul “Pendidikan Inklusif dan Sistem Dukungannya” ini membahas


mengenai konsep pendidikan inklusif dan sistem dukungan penyelenggaraan pendidikan
inklusif sehingga pembaca diharapkan dapat memahami dan menguasai tentang konsep
pendidikan inklusif dan sistem dukungannya secara mendalam.

Kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dan kesalahan dalam penulisan
makalah ini. Oleh karena itu, kami menerima kritik dan saran sebagai masukan dalam
perbaikan dan penyempurnaan pada makalah berikutnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi semua
pihak. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih.

Semarang, 25 Februari 2024

Penulis
BAB I

PENDAHULUAN
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pendidikan Inklusif
UNESCO mengembangkan definisi pendidikan inklusif dalam Guidelines for
Inclusion: Ensuring Access to Education for All, bahwa: “Inklusi dipandang sebagai
suatu proses merespon keragaman kebutuhan semua peserta didik melalui
peningkatan partisipasi pembelajaran, budaya, dan masyarakat, serta mengurangi
pengecualian dalam dan dari pendidikan. Hal ini melibatkan perubahan dan
modifikasi dalam isi, pendekatan, struktur, dan strategi, dengan visi bersama yang
mencakup semua anak dari rentang usia yang tepat dan pentingnya tanggung jawab
dan pengaturan untuk mendidik semua anak” (UNESCO, 2005).

Pendidikan inklusif dalam Permendiknas No. 70 tahun 2009 didefinisikan


sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan kepada
semua peserta didik berkelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam lingkungan
pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya. Menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, inklusif berarti termasuk atau terhitung. Oleh karena
itu, pendidikan inklusif merujuk pada pendidikan yang melibatkan dan
mengikutsertakan seluruh individu tanpa memandang kondisi apapun yang
dimilikinya. Pendidikan inklusif sangat erat hubungannya dengan pendidikan
multikultural karena keduanya menekankan penerapan toleransi terhadap sesama.
Baik pendidikan inklusif maupun pendidikan multikultural, keduanya bertujuan untuk
mendorong penerimaan dan interaksi antar individu, meskipun terdapat perbedaan di
antara mereka. Namun, perbedaannya terletak pada fokusnya yaitu pendidikan
multikultural lebih menekankan perbedaan sosial budaya, sementara pendidikan
inklusif lebih memperhatikan perbedaan kondisi fisik dan mental individu.

Pendidikan inklusif adalah suatu filosofi pendidikan dan sosial. Dalam


pendidikan inklusif, semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan,
apapun perbedaan mereka. Pendidikan inklusif berarti bahwa semua anak, terlepas
dari kemampuan maupun ketidakmampuan mereka, jenis kelamin, status sosial-
ekonomi, suku, latar belakang budaya atau bahasa dan agama menyatu dalam
komunitas sekolah yang sama. Pendidikan inklusif merupakan pendekatan yang
memerhatikan cara mentransformasikan sistem pendidikan, sehingga dapat merespon
keanekaragaman peserta didik yang memungkinkan guru dan peserta didik merasa
nyaman dengan keanekaragaman tersebut, serta melihatnya lebih sebagai suatu
tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar dari pada melihatnya sebagai
suatu problem.

Selanjutnya, Sapon-Shevin (dalam 0'Neil, 1995), menyatakan bahwa


pendidikan inklusif sebagai sistem layanan pendidikan mempersyaratkan agar semua
anak berkelainan dilayani di sekolahsekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama
teman seusianya. Oleh karena itu, ditekankan adanya restrukturisasi sekolah, sehingga
menjadi komunitas yang mendukung pemenuhan kebutuhan khusus setiap peserta
didik. Artinya, dalam pendidikan inklusif tersedia sumber belajar yang kaya dan
mendapat dukungan dari semua pihak, yaitu: peserta didik, guru, orang tua, dan
masyarakat sekitarnya. Melalui pendidikan inklusif, peserta didik berkebutuhan
khusus dididik bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya (normal) untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya (Freiberg, 1995). Hal ini dilandasi oleh
kenyataan bahwa di dalam masyarakat terdapat anak normal dan anak berkelainan
yang tidak dapat dipisahkan sebagai suatu komunitas.

2. Sistem Dukungan Pelaksanaan Pendidikan Inklusif


Dalam mengimplementasikan PI, Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
(SPPI) memerlukan adanya sistem dukungan dalam upaya mempercepat pemenuhan
akses dan mutu pendidikan untuk semua (Educational for All). Sistem dukungan
tersebut diberikan secara eksternal dan internal. Berikut adalah beberapa komponen
sistem dukungan yang dapat dioptimalkan bagi SPPI:
1. Regulasi di pemerintahan.
Regulasi menjadi dasar penting dalam merumuskan kebijakan. Beberapa
regulasi yang terkait dengan penyelenggaraan pendidikan inklusif, diantaranya:
a) UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
b) UU No 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
c) PP No 13 Tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik
Penyandang Disabilitas.
d) Permendiknas Nomor 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta
Didik yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atau
Bakat Istimewa.
e) Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 719/P/2020 tentang
Pedoman Pelaksanaan Kurikulum pada Satuan Pendidikan dalam Kondisi
Khusus.
f) Peraturan Gubernur, Peraturan Walikota atau Bupati terkait dengan
penyelenggaraan pendidikan inklusif di daerah.
2. Unit Layanan Disabilitas (ULD)
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas, Unit Layanan Disabilitas (ULD) adalah bagian dari satu institusi atau
lembaga yang berfungsi sebagai penyedia layanan dan fasilitas untuk Penyandang
Disabilitas.

Fungsi ULD menurut pasal 42 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016


mengenai fungsi ULD untuk mendukung penyelenggaraan pendidikan inklusif
tingkat dasar dan menengah, antara lain:

a) meningkatkan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah


reguler dalam menangani peserta didik Penyandang Disabilitas;
b) menyediakan pendampingan kepada peserta didik Penyandang Disabilitas
untuk mendukung kelancaran proses pembelajaran;
c) mengembangkan program kompensatorik;
d) menyediakan media pembelajaran dan alat bantu yang diperlukan peserta
didik Penyandang Disabilitas;
e) melakukan deteksi dini dan intervensi dini bagi peserta didik dan calon
peserta didik Penyandang Disabilitas;
f) menyediakan data dan informasi tentang disabilitas;
g) menyediakan layanan konsultasi; dan
h) mengembangkan kerja sama dengan pihak atau lembaga lain dalam upaya
meningkatkan kualitas pendidikan peserta didik Penyandang Disabilitas.
3. Pusat Sumber atau Resource Centre (RC).
RC adalah sebuah lembaga yang didirikan untuk memberikan dukungan
kepada semua sekolah dimana sekolah mengalami kesulitan dalam memberikan
layanan pendidikan yang terbaik bagi peserta didik berkebutuhan khusus di
sekolahnya. RC merupakan lembaga yang berdiri sendiri yang memberi dukungan
terkait dengan permasalah pembelajaran yang dibuat guru dan terkait
permasalahan anak dan untuk mendukung sekolah-sekolah yang mengembangkan
pendidikan inklusif, maka selayaknya RC dihuni oleh beberapa tenaga ahli agar
fungsinya menjadi maksimal seperti guru yang berpengalaman, ortopedagog/guru
pendidikan khusus, terapis, psikolog dan dokter.
RC juga dapat diperankan oleh Sekolah Khusus (SKh) atau lebih dikenal
dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara periodik dan terprogram, guru-guru di
SKh berkolaborasi, mengunjungi SPPI guna memberi dukungan seperti
melakukan identifikasi, asesmen, bersama-sama guru membuat Program
Pembelajaran Individual (PPI), membuat rencanagan pembelajaran dan lain
sebagainya.
RC berfungsi sebagai pusat informasi dan inovasi di bidang pendidikan
khusus/pendidikan inklusif, sebagai koordinator dalam pelayanan pendidikan
inklusif, berfungsi memberikan dukungan kapada sekolahsekolah penyelenggara
pendidikan inklusif, dan berfungsi untuk mengembangkan inisitiaf dan keaktifan
dalam melaksanakan pendidikan inklusif.
4. Guru Pembimbing Khusus
Guru Pembimbing Khusus adalah guru yang memiliki kompetensi kualifikasi
S-1 Pendidikan Khusus/Pendidikan Luar Biasa. Kualifikasi pendidikan khusus
sesuai dengan tuntutan profesi yang berfungsi sebagai pendukung guru reguler
dalam memberikan pelayanan pendidikan khusus dan intervensi kompensatoris,
sesuai kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus di SPPI. Tugas pokok guru
pembimbing khusus antara lain sebagai berikut:
a. Membangun sistem koordinasi dan kolaborasi antar dan inter tenaga
pendidikan dan kependidikan, serta masyarakat.
b. Membangun jejaring kerja antar lembaga (antar jenjang pendidikan,
layanan kesehatan, dunia usaha, dll.) Membangun jejaring kerja antar
lembaga (antar jenjang pendidikan, layanan kesehatan, dunia usaha, dll.)
c. Menyusun instrumen asesmen akademik dan nonakademik bersama guru
kelas dan guru mata pelajaran.
d. Menyusun program pembelajaran individual bagi peserta didik
berkebutuhan khusus bersama guru kelas dan guru mata pelajaran.
e. Menyusun program layanan kompensatoris bagi peserta didik
berkebutuhan khusus.
f. Melaksanakan pendampingan dan/atau pembelajaran akademik bagi
peserta didik berkebutuhan khusus bersama-sama dengan guru kelas dan
guru mata pelajaran.
g. Memberikan bantuan layanan khusus bagi peserta didik berkebutuhan
khusus yang mengalami hambatan dalam mengikuti kegiatan pembelajaran
di kelas umum, berupa remidi ataupun pengayaan.
h. Melaksanakan pembelajaran khusus di ruang sumber bagi -peserta didik
yang membutuhkan.
i. Melaksanakan layanan kompesatoris sesuai dengan kebutuhan khusus
peserta didik.
j. Memberikan bimbingan secara berkesinambungan dan membuat catatan
khusus kepada peserta didik berkebutuhan khusus selama mengikuti
kegiatan pembelajaran, yang dapat dipahami jika terjadi pergantian guru.
k. Melaksanakan case conference (bedah kasus) bersama tenaga ahli, kepala
sekolah, guru, orang tua dan pihak-pihak terkait.

Jumlah lulusan Pendidikan Khusus masih terbatas, sehingga guru pembimbing


khusus diperankan oleh guru kelas, guru mata pelajaran, atau guru bimbingan
konseling. Guru pembimbing khusus ini sebagai tugas tambahan, 6 jp. Guru
kelas ,guru mata pelajaran, atau guru bimbingan konseling diberikan penguatan
atau peningkatan komptensinya terkait dengan PI melalui pelatihan-pelatihan yang
diberikan baik dari Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan kota,
Perguruan Tinggi, Pusat Pengeembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga
Kependidikan Taman Kanak-kanak dan Pendidikan Luar Biasa (P4TK TKPLB).

5. Sarana dan Prasarana.


Dalam hal penyiapan sarana pendukung ruang di lingkungan sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif meliputi peralatan pendidikan, media
pendidikan serta perabot/meubelair ruang dengan standar peralatan dan media
pendidikan yang ada pada SLB menyesuaikan ergonomis peserta didik.

Pelaksanaan pendidikan inklusif membutuhkan peran dan tanggung jawab


berbagai stakeholder yang terlibat, baik secara langsung maupun tidak, pihak-pihak
tersebut, antara lain: pemerintah, masyarakat, guru, dan orang tua. Stakeholder yang
dimaksud tersebut, antara lain: pemerintah, masyarakat, satuan pendidikan, dan orang
tua.
A. Peran Pemerintah
Pemerintah, baik pusat maupun daerah mempunyai kewajiban menyediakan
akomodasi yang layak di bidang pendidikan melalui penyediaan dukungan
anggaran dan/atau bantuan pendanaan, penyediaan sarana dan prasarana,
penyiapan dan penyediaan pendidik dan tenaga kependidikan, dan penyediaan
kurikulum. Kewajiban lain dari pemerintah, baik pusat maupun daerah adalah
menyediakan akomodasi yang layak serta meningkatkan keterampilan dan
kompetensi guru pada satuan pendidikan umum tentang pendidikan inklusif yang
diselenggarakan di tingkat kecamatan, kabupaten/kota, ataupun provinsi.
B. Peran Masyarakat
1) Masyarakat dalam hal ini dunia usaha dan dunia industri (DUDI), lembaga
swadaya masyarakat (LSM), organisasi profesi, dan lainnya dapat memberikan
kontribusi bagi keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusif, antara lain:
mitra pemerintah dalam mendukung terlaksananya pendidikan inklusif.
2) Memperluas akses pendidikan dan pekerjaan bagi peserta didik berkebutuhan
khusus, seperti membuka peluang kerja dan usaha serta melatih keterampilan
mereka.
3) Membangun dan mengembangkan kesadaran akan hak anak untuk
memperoleh pendidikan.
4) Melakukan kontrol sosial terhadap kebijakan pemerintah.
C. Peran Orang Tua
Partisipasi orang tua dalam proses pengambilan keputusan pendidikan bagi anak
sangat penting dan memegang kunci keberhasilan anak. Hal terpenting yang dapat
dilakukan orang tua adalah terlibat dan berperan aktif sebagai anggota tim
Program Pendidikan Individual (PPI) yang menentukan jalur peserta didik. Tim
IPP bertugas membuat keputusan pendidikan bagi peserta didik, dan menangani
masalah, seperti kelayakan, evaluasi, pengembangan program, dan penempatan
PDBK dalam pendidikan inklusif. Orang tua juga dapat mendukung kebijakan
sekolah, termasuk penyediaan GPK serta sarana prasarana yang aksesibel.
D. Peran Satuan Pendidikan
Dalam sistem inklusif, guru pendidikan luar biasa, guru pendidikan umum, dan
tenaga kependidikan lainnya bekerja sama dan berkolaborasi untuk memenuhi
kebutuhan peserta didik, mendukung pembelajaran maupun partisipasi semua
peserta didik. Kegiatan tersebut dimonitoring dan dievaluasi oleh pengawas
sekolah/Madrasah untuk memastikan peningkatan mutu satuan pendidikan.
Peran terpenting dalam keberhasilan penyelenggaraan sekolah inklusif terletak pada
beberapa pihak berikut.
1. Kepala Satuan Pendidikan
Partisipasi aktif kepala satuan pendidikan adalah salah satu prediktor penting
keberhasilan dalam menerapkan perubahan, meningkatkan layanan, atau
menetapkan kebijakan pelaksanaan akomodasi yang layak (fleksibilitas kurikulum
serta sarana/prasarana). Kepala sekolah berperan penting dalam memfasilitasi
perubahan sistemik dan memimpin sekolah untuk mengadopsi sikap dan praktik
baru. Agar pelaksanaan pendidikan inklusif menunjukkan manfaat yang positif,
lingkungan belajar dan proses pembelajaran harus dibangun dengan hati-hati
untuk memberikan kesempatan belajar yang luar biasa bagi semua peserta didik.
Kepala sekolah bekerja sama dengan SLB/ satuan pendidikan khusus atau pihak
lain terkait yang berada dalam satu wilayah terdekat.
2. Guru Pembimbing Khusus dan Guru Umum
Setiap guru harus saling menghormati dan berpikiran terbuka terhadap filosofi
inklusif, serta dukungan administratif dan pengetahuan yang baik tentang
bagaimana memenuhi kebutuhan peserta didik berkebutuhan khusus. Keterlibatan
dan kolaborasi keduanya sangat penting untuk keberhasilan akomodasi yang
layak, seperti desain kurikulum yang sesuai, proses pembelajaran di kelas, dan
penilaian dalam pembelajaran. Guru Pembimbing Khusus (GPK) adalah guru
yang ditugaskan untuk mendampingi peserta didik berkebutuhan khusus di
sekolah, baik yang berasal dari satuan pendidikan tersebut maupun dari sekolah
luar biasa terdekat. Guru umum terdiri atas: guru kelas, guru mata pelajaran, dan
guru BK.
3. Teman Sebaya
Lingkungan belajar yang inklusif memberi banyak kesempatan kepada peserta
didik umum dan peserta didik berkebutuhan khusus untuk menjalin hubungan
dengan teman sebaya, baik dalam hubungan dalam proses pembelajaran maupun
pertemanan. Hubungan seperti itu membentuk awal persahabatan yang menjadi
sumber penting dukungan emosional. Teman sebaya menjadi hal yang paling
berkontribusi bagi keberhasilan pelaksanaan pendidikan inklusif bagi semua
peserta didik.
4. OSIS (Organisasi Siswa Intra Sekolah)
Keberadaan organisasi di satuan pendidikan wajib melibatkan dan
mengikutsertakan PDBK dalam setiap acara ataupun kegiatan yang diadakan di
satuan pendidikan. Partisipasi disesuaikan dengan kemampuan dan kondisi
PDBK. Keberadaan mereka bukan hanya menjadi peserta kegiatan, namun juga
dapat menjadi panitia atau penyelenggara kegiatan dengan pembagian tugas yang
telah disesuaikan dengan kapasitas kemampuan PDBK.

Anda mungkin juga menyukai