Anda di halaman 1dari 7

Permasalahan Pokok Pendidikan ( DDIP )

A. Pengertian Permasalahan Pendidikan

Permasalahan pendidikan adalah perbedaan program-program pendidikan antara yang diharapkan


dengan kenyataan yang terlaksana dilapangan. Menurut ( TAP MPR RI No. II/MPR/1993 ), semakin
besar atau lebar perbedaan yang di cita-citakan dengan yang ternyata ditemui dilapangan, semakin
besar, rumit atau komplek permasalahan tersebut.

B. Jenis Permasalahan Pokok Pendidikan

1. Pemerataan Pendidikan

Masalah pemerataan pendidikan adalah persoalan bagaimana system pendidikan dapat


menyediakan kesempatan yang seluas-luasnya kepada seluruh warga negara untuk memperoleh
pendidikan, sehinggga pendidikan itu menjadi wahana bagi pembangunan sumber daya manusia
untuk menunjang pembangunan.

Pada masa awalnya, di tanah air kita pemerataan pendidikan telah dinyatakan di dalam Undang –
Undang No. 4 Tahun 1950 sebagai dasar-dasar pendidikan dengan pengajaran di sekolah. Pada Bab
XI, pasal 17 berbunyi :

“ Tiap-tiap warga negara RI mempunyai hak yang sama untuk diterima menjadi murid suatu sekolah
jika syarat-syarat yang ditetapkan untuk pendidikan dan pengajaran pada sekolah itu terpenuhi”

Selanjutnya dalam kaitannya dengan wajib belajar Bab VI, pasal 10 ayat 1, menyatakan :

“ Semua anak yang sudah berumur 6 tahun berhak dan yang berumur 8 tahun diwajibkan belajar
disekolah, sedikitnya 6 tahun lamanya”

Ayat 2 menyatakan :

“ Belajar di sekolah agama yang telah mendapat pengakuan dari menteri agama dianggap telah
memnuhi kewajiban belajar “.

Pemecahan masalah pemerataan pendidikan ditempuh dengan 2 cara, yaitu :

1. Cara Konvensional

a. Membangun gedung sekolah seperti SD Inpers atau ruangan belajar.

b. Menggunakan gedung sekolah untuk double shift ( pagi dan sore ).

2. Cara Inovatif

a. Sistem pamong atau inpact system ( pendidikan oleh masyarakat, orang tua, dan guru ). Sistem
tersebut dirintis di Solo dan diseminasikan ke beberapa provinsi.

b. SD kecil pada daerah terpencil

c. Sistem guru kunjung


d. SMP terbuka

e. Kejar paket A dan B

f. Belajar jarak jauh, seperti Universitas terbuka

Contohnya :

Seorang siswa tidak di terima atau tidak di izinkan untuk sekolah di luar daerah, hanya boleh sekolah
di sekitar daerah tersebut. Tetapi sekarang sudah diatasi oleh pemerintah siapapun dan dimanapun
setiap orang boleh sekolah asalkan dia mampu bersaing.

2. Kuantitas Pendidikan

Masalah kuantitas pendidikan merupakan masalah yang menyangkut banyak murid yang harus
ditampung di dalam system pendidikan atau sekolah. Masalah ini timbul karena calon murid yang
tidak tertampung di suatu sekolah, karena terbatasnya daya tampung. Kesempatan memperoleh
pendidikan masih terbatas pada tingkat Sekolah Dasar. Permasalahan ini mencuat terutama di SD
pada tahun-tahun lampau. Tapi saat ini masalah itu sudah bisa teratasi, apalagi dengan telah
banyaknya didirikan SD swasta yang dengan kata lain dapat mengatasi permasalahan kuantitas
pendidikan. Sisa permasalahan ini ada pada anak-anak yang tinggal di daerah terpencil.

Untuk mengatasi masalah kuantitas pendidikan itu perlu adanya perhatian yang lebih dari
pemerintah agar anak-anak yang tinggal di daerah terpencil ikut merasakan pendidikan. Upaya yang
dapat dilakukan pemerintah antara lain dengan membangun SD negeri di daerah-daerah yang msih
minim kuantitas pendidikannya, dan tentunya sekolah yang dibangun juga dilengkapi sarana dan
prasarana yang lengkap untuk menunjang proses belajar mengajar.

Contohnya :

Seorang anak tidak dapat melanjutkan pendidikan ke sekolah menegah atas karena keterbatasan
daya tampung sekolah dan sekolah ini hanya satu-satunya di daerah tersebut.

3. Kualitas Pendidikan

Hal ini berhubungan dengan kualitas guru yang rendah, srana belajar yang kurang memadai, dan
tidak meratanya jumlah lulusan tiap jenjang pendidikan. Guru-guru tentunya punya harapan
terpendam yang tidak dapat mereka sampaikan kepada siswanya. Banyak orang yang menjadi guru
karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Kecuali guru – guru lama yang sudah
mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar murid, mereka memiliki
pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan. Sarana pembelajaran juga turut
menjadi faktor semakin terpuruknya pendidikan, terutama bagi penduduk di daerah terbelakang.

Namun, bagi penduduk di daerah terbelakang tersebut, yang terpenting adalah ilmu terapan yang
benar-benar dipakai untuk hidup dan kerja. Ada banyak masalah yang menyebabkan mereka tidak
belajar secara normal seperti kebanyakan siswa pada umumnya antara lain kondisi sekolah yang
memprihatinkan.

Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan, khususnya di Indonesia yaitu :
a. Faktor internal

Meliputi jajaran pendidikan seperti departemen pendidikan nasional, dinas pendidikan daerah dan
juga sekolah.

b. Faktor eksternal

Masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari adanya pendidikan yaitu
sebagai objek dari pendidikan.

Beberapa masalah yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan :

1. Rendahnya kualitas sarana fisik

2. Rendahnya kualitas guru

3. Rendahnya kesejahteraan guru

4. Rendahnya prestasi siswa

5. Kurangnya pemerataan kesempatan pendidikan

6. Mahalnya biaya pendidikan

Upaya pemecahan masalah kualitas pendidikan dapat ditempuh dengan cara :

1. Seleksi yang ketat terhadap calon yang akan masuk sekolah lanjutan atau tempat kerja.

2. Pelatihan dan pengembangan kemampuan tenaga kependidikan melalui latihan, penataran,


seminar dan lain-lain.

3. Peyempurnaan dan pemantapan kurikulum agar tidak mudah mengalami perubahan

4. Pembangunan sarana dan prasarana yang dapat mendukung kegiatan belajar

5. Penggunaan alat peraga, buku paket dan laboratorium secara tepat gun.

6. Pemantapan peraturan dalam berbagai ujian, baik itu ujian sekolah atau ujian kenegaraan.

7. Pengawasan dan penelitian proses pendidikan oleh pemilik ke tiap sekolah.

Contohnya :

Di suatu sekolah terpencil yang masih kekurangan sarana dan prasarana sehingga proses belajar
mengajar tidak maksimal, seperti di sekolah tersebut tidak ada alat praktek seperti mikroskop
padahal dalam materi pembelajaran mereka ada. Tentu ini akan mempengaruhi kualitas pendidikan.

4. Efesiensi Pendidikan

Pendidikan dikatakan efesiensi bila penayagunaan sumberdaya yang ada (waktu,tenaga,biaya) tepat
sasaran. Kadar efesiensi itu tergantung pada pemberdayaan sumberdaya tersebut.

Bila yang terjadi misalnya tidak hemat (boros) waktu, biaya tenaga tidak berfungsi secara optimal
maka kadar efesinsi rendah (tidak/kurang efesien).
Analisa seperti ini dapat diarahkan pada unsur-unsur terkecil dari ketiga kriteria tersebut. Misalnya
apakah waktu yang digunakan sesuai dengan jadwal/rencana, apakah guru mengajar atau dosen
memberi kuliah minimal sama dengan jam wajib belajar setara dengan pegawai negeri.

Jika peserta didik sebenarnya memiliki potensi yang memadai tetapi mereka tidak naik kelas, putus
sekolah, tidak lulus berarti ada masalah dalam efesiensi pendidikan. Masalah efesiensi pendidikan
juga terjadi di perguruan tinggi. Masalah tersebut dapat diketahui dari adanya kegagalan seorang
mahasiswa.

Permasalahan Efesiensi pendidikan dapat dipecahkan melalui pendekatan teknologi pendidikan


seperti :

1. Berorientasi pada peserta

Prinsip berorientasi pada peserta didik berarti bahwa dalam pembelajaran hendaknya memusatkan
perhatian pada peserta didik dengan memperhatikan karakteristik, minat, potensi dari peserta didik.

2. Pemanfaatan sumber belajar

Pemanfaatan sumber belajar berarti dalam pembelajaran peserta didik hendaknya dapat
memanfaatkan sumber belajar untuk mengakses pengetahuan dan keterampilan yang
dibutuhkannya.

Contohnya :

Guru mengajar seharusnya 3x dalam seminggu dan ternyata guru tersebut hanya masuk 2x dalam
seminggu.

5. Efektivitas Pendidikan

Pendidikan dikatakan efektif ( ideal ) ialah apabila hasil yang dicapai sesuai dengan rencana atau
program yang dibuat sebelumnya ( tepat guna ). Bila rencana mengajar yang dibuat oleh guru atau
silabus yang dibuat dosen sebelum mengajar atau memberi kuliah terlaksana secara utuh dengan
sempura, maka pelaksanaan perkuliahan tersebut dikatakan efektif.

Sempurna meliputi semua komponen perencanaan seperti tujuan, materi/bahan, strategi dan
evaluasi. Dikatakan kurang efektif bila komponen-komponen rencana tidak terlaksana dengan
sempurna, misalnya tujuan tidak tercapai semua, materi tidak tersajikan semua, strategi belajar
mengajar tidak tepat, evaluasi tidak dilakukan sesuai rencana.

Masalah efektivitas pendidikan juga berkenaan dengan rasio antara tujuan pendidikan dengan hasil
pendidikan, artinya sejauh mana tingkat kesesuaian antara apa yang diharapkan dengan apa yang
dihasilkan, baik dalam hal kuantitas maupun kualitas. Pendidikan merupakan proses yang bersifat
teleologis, yaitu diarahkan pada tujuan tertentu, yaitu berupa kualifikasi iedeal. Jika peserta didik
telah menyelesaikan pendidikannya namun belum menunjukkan kemampuan karakteristik sesuai
dengan kualifikasi yang diharapkan berarti adalah masalah efektivitas pendidikan.

Pendidikan yang efektif adalah suatu pendidikan yang memungkinkan peserta didik untuk dapat
belajar dengan mudah, menyenangkan dan dapat tercapai tujuan sesuai dengan yang diharapkan.
Dengan demikian pendidikan baik guru maupun dosen dituntut untuk dapat meningkatkan
keefektifan pembelajaran agar materi pembelajaran yang diajarkan tersebut dapat berguna. Untuk
meningkatkan efektivitas pendidikan, yaitu dengan menentukan tujuan pembelajaran yang ingin
dicapai sebelum kegiatan pembelajaran dilakukan.

Contohnya :

Guru mengajarkan materi pembelajaran dengan trik atau teknik tertentu dalam mengelola kelas
agar pembelajaran dapat berjalan se efektif mungkin. Agar penyampaian materi dapat di serap oleh
peserta didik.

6. Relevansi Pendidikan

Pendidikan dikatakan relevan ( sesuai ) ialah bila sistem pendidikan dapat menghasilkan ouput
( keluaran ) yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan kesesuaian ( relevansi ) tersebut meliputi
kuantitas ( jumlah ) ataupun kualitas ( mutu ) output tersebut.

Masalah relevansi merupakan masalah yang berhubungan dengan relevansi ( kesesuaian ) antara
pemilikan pengetahuan, keterampilan dan sikap lulusan suatu sekolah dengan kebutuhan
masyarakat ( kebutuhan tenaga kerja ). Pendidikan dikatakan tidak atau kurang relevan ialah bila
tingkat kesesuaian tersebut tidak ada atau kurang.

Masalah relevansi terlihat dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu yang tidak siap
secara kemampuan kognitif dan teknikal untuk melanjutkan ke satuan pendidikan diatasnya.

Masalah relevansi juga dapat diketahui dari banyaknya lulusan dari satuan pendidikan tertentu, yaitu
sekolah kejuruan dan pendidikan tinggi yang belum atau bahkan tidak siap untuk bekerja. Selain itu
juga dapat kita lihat dengan pertumbuhan pengangguran yang semakin meningkat di indonesia. Kita
sering menemui lulusan SLTA yang mengganggur, bahkan tak jarang pula kita lihat sarjana – sarjana
yang menganggur. Contoh lain seperti adanya kasus perusahaan – perusahaan yang masih harus
mengeluarkan dana untuk pendidikan atau pelatihan bagi calon karyawannya, karena mereka dinilai
belum memiliki keterampilan kerja seperti yang diharapkan.

Adanya ketidakserasian antara hasil pendidikan dan kebutuhan dunia kerja ini disebabkan kurikulum
yang kurang fungsional terhadap keterampilan yang dibutuhkan ketika peserta didik memasuki
dunia kerja.

Permasalahan relevansi pendidikan dapat dipecahkan melalui cara-cara sebagai berikut :

1. Perluasan dan pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan yang bermutu tinggi agar
tercipta manusia yang berkualitas tinggi sehingga meningkatkan relevansi pendidikan dengan
kebutuhan dunia usaha dan industri.

2. Peningkatan kemampuan akademik, profesionalisme dan jaminan keejahteraan tenaga


kependidikan sehingga mampu berfungsi secara optimal, terutama dalam peningkatan pendidikan
watak dan budi pekerti agar dapat menunjukkan apa yang pernah ia dapatkan selama menempuh
pendidikan.
3. Melakukan pembaruan sistem pendidikan, termasuk kurikulum. Seperti menyusun kurikulum
yang mengacu pada standar nasional yang berlaku secara nasional dan lokal sesuai dengan
kepentingan setempat.

Contohnya :

Banyaknya lulusan SMK maupun Sarjana yang masih menganggur karena tidak dapat atau tidak
mampu maupun tidak siap untuk bekerja.

7. Tenaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan

Identifikasi masalah sumber daya pendidik dan tenaga kependidikan antara lain :

a. Pendidik bukan berasal dari lulusan yang sesuai. Maksudnya terkadang terdapat tenaga
pendidik yang mengajar tidak sesuai dengan jurusannya. Contoh : pendidik yang merupakan lulusan
matematika mengajar bahasa indonesia. Hal ini secara tidak langsung akan menjadi masalah
pendidikan di Indonesia.

b. Padahal dalam PP No. 19 Tahun 2005 tentang standar pendidik dan tenaga kependidikan pasal
28 ayat 2, dijelaskan bahwa pendidik harus sesuai dengan ijazah dan sertifikat keahlian yang relevan
dengan perundang-undangan yang berlaku.

c. Pendidik kurang menguasai dari 4 komponen yang harus dimiliki oleh pendidik maupun tenaga
kependidikan sehingga hal ini menyebabkan adanya masalah kualitas pendidik dan tenaga
kependidikan yang kurang baik.

d. Pendidik terkadang menjadikan mengajar hanya untuk menggurkan kewajiban sebagai


pendidik, sehingga dia mengajar secara tidak maksimal. Hal ini tidak sesuai dengan PP No. 19 Tahum
2005 pasal 28 ayat 3 yang seharusnya pendidik memiliki kompetensi profesional, yang
mengharuskan pendidik wajib bertanggung jawab dengan tugas dan pembinaan terhadap peserta
didik.

e. Pendidik belum sepenuhnya dapat memnuhi harapan masyarakat. Fenomena itu di tandai dari
rendahnya mutu lulusan, penyelesaian masalah pendidikan yang tidak tuntas, bahkan lebih
berorientasi proyek. Akibatnya, sering kali pendidikan mengecewakan masyarakat. Maka terus
mempertanyakan relevansi pendidikan dengan kebutuhan masyarakat dalam dinamika kehidupan
ekonomi, politik, sosial, dan budaya.

f. Pendidik mengajar tidak sesuai silabus sehingga target dari tujuan pembelajaran tidak
sepenuhnya tercapai.

g. Masih banyak pendidik yang belum memenuhi ketentuan sesuai dengan PP No. 19 Tahun 2005
seperti pengajar di tingkat SD/MI minimal berijazah S1/D4.

h. Tenaga kependidikan biasanya berasal dari tenaga pendidik yang merangkap tugas menjadi
tenaga kependidikan seperti guru merangkap menjadi tenaga administrasi atau tenaga
keperpustakaan.

Pemecahan masalah pendidik dan tenaga kependidikan


a. Masalah pendidik

1. Pendidikan profesi guru

Ini adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan citra profesionalan seorang guru.
Diharapkan sebelum calon guru memegang jabatan mereka sudah benar-benar profesional dalam
bidangnya melalui PPG ini.

2. Meningkatkan status sosial ekonomi

Adanya upaya pemerintah dengan mengesahkan UU No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen. Di
mana guru dan dosen berhak menerima pengahasilan di atas kebutuhan minimum.

3. Menanamkan karakter kuat dan cerdas

Karakter kuat dan cerdas terdapat dalam pribadi guru sejati yang mampu mendidik dengan hati.

b. Masalah tenaga kependidikan

Tenaga kependidikan juga sangat berpengaruh kepada proses pendidikan oleh karena itu
pemerintah harus memberikan penghargaan bagi tenaga kependidikan yang berprestasi dan juga
penghasilan yang seimbang.

Contohnya :

Guru di daerah terpencil yang masih belum memiliki ijazah s1 dan sudah mengajar di sekolah dasar,
dan juga tenaga kependidikan yang berprofesi rangkap sebagai kepala sekolah dan guru akuntansi.

Anda mungkin juga menyukai