Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu : Dra. Zuwirna M.Pd
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 2
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua sehingga kami Kelompok 2 dapat menyelesaikan makalah filsafat
pendidikan mengenai “Ruang Lingkup, Metode, dan Pembagian Filsafat” dengan baik
dan tepat waktu.
Selanjutnya Shalawat beserta Salam kami Do’akan untuk Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan sampai alam kecerdasan seperti
yang kita rasakan saat ini. Kami berterimakasih kepada dosen pengampu kami yaitu Ibu
Dra. Zuwirna, M.Pd. yang telah membimbing kami dalam mata kuliah filsafat
pendidikan.
Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat kami
terima dengan senang hati agar kami dapat memperbaikinya pada masa yang akan
datang. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih.
ii
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Ruang Lingkup Filsafat?
2. Bagaimana Metode Filsafat?
3. Bagaimana Pembagian Filsafat?
4. Bagaimana Perbedaan Filsafat Dengan Ilmu dan Agama?
C. TUJUAN
1. Mengetahui Ruang Lingkup Filsafat
2. Mengetahui Metode Filsafat
3. Mengetahui Pembagian Filsafat
4. Mengetahui Perbedaan Filsafat Dengan Ilmu dan Agama
BAB II
PEMBAHASAN
Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus.Dalam
perkembangannya ilmu-ilmu khusus itu memisahkan diri dari induknya yakni filsafat.
Dalam sejarah ilmu, ilmu khusus yang pertama kali memisahkan diri dari filsafat adalah
matematika yaitu pada zaman Renaissance (abad XVI.M) yang kemudian diikuti oleh
ilmu-ilmu lainnya.
Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu lainnya masih terasa pengaruhnya.Setelah ilmu filsafat
ditinggalkan oleh ilmu-ilmu lainnya,ternyata filsafat tidak mati tetapi hidup dengan corak
tersendiri yakni sebagai ilmu yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh
ilmu-ilmu khusus.
Adapun menurut pendapat para ahli tentang ruang lingkup filsafat :
1. Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.
2. Tentang ada dan tidak ada.
3. Tentang alam, dunia dan seisinya.
4. Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
5. Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk lainnya.
6. Tuhan tidak dikecualikan.
Ruang lingkup fisafat adalah segala sesuatu lapangan pemikiran manusia yang amat
luas (komprehensif).Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata),baik
material konkrit maupun material abstrak (tidak terlihat).Jadi obyek filsafat itu tidak
terbatas.(Noor Syam,1988:22).SS.
2
B. METODE FILSAFAT
Metode filsafat adalah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu berdasarkan objek
formal yang ditentukan menurut suatu pendapat dan pemikiran khas untuk berfilsafat
Metode filsafat terus berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan filsafatnya
itu sendiri. Meskipun disebut perkembangan, bukan berarti penemuan terbaru adalah
metode yang terbaik. Nyatanya, dalam dunia filsafat yang spekulatif, tidak ada metode
terbaik. Yang ada adalah metode tepat guna untuk suatu kebutuhan filsafat tertentu atau
kembali kepada efektifitas filosofnya sendiri dalam menggunakan metode tersebut.
Berikut ini adalah beberapa metode filsafat berdasarkan urutan kronologi sejarah
zamannya.
1. Metode Kritis
Plato dan Sokrates adalah filosof yang menggunakan dan mengembangkan metode ini.
Metode kritis bersifat analisa istilah dan pendapat, kemudian disistematiskan dalam
hermeneutika yang menjelaskan keyakinan dan berbagai pertentangannya. Caranya adalah
dengan bertanya, membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak suatu
keyakinan. Dengan begitu, akhirnya akan ditemukan keyakinan yang terbaik di antaranya.
Keyakinan atau filsafat terbaik inilah yang dikatakan hakikat sesuatu yang lebih baik.
Metode yang dikembangkan oleh Bergson dan Plotinus ini sering dikatakan tidak
bertumpu pada intelek dan rasionalisasi manusia, tetapi tidak bersifat anti-intelektual.
Manusia terkadang harus mengambil jarak dan berjauhan dengan logika, serta
menyerahkan diri pada kemurnian kenyataan dan Bukan berarti pula bahwa logika harus
dibungkam dan rasio ditinggalkan. Tetapi metode ini mengajak kita berpikir dalam
semangat untuk bisa menganalisis suatu keyakinan tanpa terjerat oleh rasio dan logika.
Agak sulit untuk dibayangkan namun akan mengalir ketika dicoba dilakukan.
3
3. Metode Skolastik
Descartes menyebut metode ini dengan sebutan “metode analistis”. Menurut Descartes
ada keteraturan dan ketersusunan alami dalam kenyataan yang berhubungan dengan
pengertian manusia. Ketersusunan alam ini dapat diungkapkan dengan cara penemuan (via
inventionis). Penemuan itu ditemukan dengan cara melakukan empiris rasional, atau
mencari hal nyata yang telah dialami oleh seseorang. Metode ini mengintegrasikan segala
kelebihan logika, analisa geometris dan aljabar dan menghindari kelemahannya.
5. Metode Empiris-Eksperimental
Para penganut empiris sangat dipengaruhi oleh sistem dan metode Descartes, terutama
dalam menekankan data kesadaran dan pengalaman individual yang tidak dapat diragukan
lagi. Bagi mereka, pengalaman (empeiria) adalah sumber pengetahuan yang lebih
dipercaya ketimbang rasio. David Hume (1711-1776) adalah penyusun filsafat Empirisme
ini dan menjadi antitesa terhadap Rasionalisme. Perbedaan utama metode ini dari metode
dekrates adalah metode ini juga membutuhkan eksperimen yang ketat guna mendapatkan
bukti kebenaran empiris yang sejati.
4
6. Metode Transendental
Metode ini juga sering disebut dengan metode neo-skolastik. Immanuel Kant (1724-
1804) merupakan pelopor metode ini. Pemikiran Kant merupakan titik-tolak periode baru
bagi filsafat Barat. Ia mendamaikan dua aliran yang berseberangan: rasionalisme dan
empirisme.
7. Metode Dialektis
Tokoh terkenal metode ini adalah Hegel, hingga terkadang metode ini disebut dengan
‘Hegelian Method’. Nama lengkapnya adalah George Willhelm Friedrich Hegel (1770-
1831). Langkah awal metode ini ialah pengiyaan dengan mengambil konsep atau
pengertian yang lazim diterima dan jelas. Kemudian membuat suatu anti tesis atau
bantahan dari konsep atau pengertian yang lazim tersebut. Setelah itu diambil kesimpulan
dari keduanya dan dibentuklah suatu sintesis dari keduanya. Pada akhirnya sintesis tersebut
akan menemui anti tesis lainnya, untuk kemudian disintesiskan kembali untuk
mendapatkan hahikat yang lebih baik lagi.
8. Metode Fenomenologis
Fenomena yang dimaksud disini bukanlah fenomena alamiah yang dapat dicerap dengan
observasi empiris seperti fenomena alam. Fenomena disini merupakan makna aslinya yang
berasal dari bahasa Yunani: phainomai, artinya adalah “yang terlihat”. Jadi fenomena
adalah data sejauh disadari dan sejauh masuk dalam pemahaman. Metode fenomenologi
dilakukan dengan melakukan tiga reduksi (ephoc) terhadap objek, yaitu:
a. Mereduksi suatu objek formal dari berbagai hal tambahan yang tidak substansial.
b. Mereduksi objek dengan menyisihkan unsur-unsur subjektif seperti perasaan,
keinginan dan pandangan. Pencarian objek murni tersebut disebut dengan reduksi
eidetic.
5
c. Reduksi ketiga bukan lagi mengenai objek atau fenomena, tetapi merupakan wende
zum subjekt (mengarah ke subjek), dan mengenai terjadinya penampakan diri sendiri.
Dasar-dasar dalam kesadaran yang membentuk suatu subjek disisihkan.
Intinya metode ini melihat sesuatu dengan objektif tanpa melihat sisi subjektifnya
seperti kepentingan, perasaan, atau tekanan sosial. Bayangkan bagaimana rasa penasaran
seorang anak kecil yang belum mengerti apa-apa ketika menemukan hal baru. Ia akan
mengobservasinya dan melakukan apapun untuk secara tidak sadar mempelajari dan
mengenalnya, termasuk meremas dan menendang kucing liar yang ia temukan di halaman
belakang rumah. Metode ini dipopulerkan oleh Edmund Husserl (1859-1938).
Pada dasarnya dalam analisa eksistensi itu, de facto mereka memakai fenomenologi
yang otentik, dengan observasi dan analisa teliti. Setiap ungkapan, baik awam maupun
ilmiah, berakar pada suatu pengalaman langsung yang bersifat pra-reflektif dan pra-ilmiah.
Melalui analisa ungkapan pengalaman terbatas itulah, justru dapat ditemukan kembali
pengalaman yang lebih fundamental.
6
C. PEMBAGIAN FILSAFAT
Harry Hamersma membagi cabang-cabang filsafat menjadi empat, yakni:
a. Filsafat tentang pengetahuan:
a. Epistemologi
b. Logika
c. Kritik Ilmu
4. Sejarah filsafat
Di samping itu, masih menurut Hamersma, ada cabang-cabang filsafat khusus, antara
lain: filsafat seni, filsafat kebudayaan, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, filsafat bahasa,
filsafat hukum, filsafat agama, filsafat sosial, dan filsafat politik.
7
5. Etika (filsafat tentang pertimbangan moral)
6. Estetika (filsafat tentang keindahan)
7. Sejarah filsafat
Meskipun demikian, tidak berarti bahwa filsafat harus diajarkan paling akhir, karena
mengenal dan menyadari permasalahan fisolofis dari ilmu yang sedang Anda pelajari,
membuat Anda lebih siap, lebih ingin tahu dan lebih terarah membahasa materi yang Anda
terima. Manfaat lain adalah filsafat membimbing Anda menjadi pengkaji dan ilmuwan
yang kritis dan inovatif, bukan saja dalam mengkaji ilmu yang sedang Anda tekuni, tetapi
juga dalam mengarungi kehidupan dan menghadapi permasalahan.
Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan,
namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat
mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk
memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing,
bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya
dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual manusia
8
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas
mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus
perbedaan antara ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri terdapat
perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, demikian juga di kalangan
filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.
Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah
bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami
fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu
bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat fokus pada kebenaran, di samping
perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis.
Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan,
dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif
dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data
pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala
tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga
lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman
manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki
dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan
kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus
dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-
temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni.
9
Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat
dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa
dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan
jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya
bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba, Pengetahuan ilmu lapangannya segala
sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen); batasnya sampai kepada yang
tidak atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang
dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya
ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di luar alam,
yang disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan
bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari
sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri-sendiri.
Sebagian ahli memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam memikirkan berbagai
hal yang mencakup alam, manusia bahkan Tuhan yang disembah oleh manusia. Dalam
konteks ini, terdapat hal-hal tertentu yang cenderung memiliki kesamaan antara agama
dan filsafat. Tidak mengherankan dalam khazanah Islam, dianggap seseorang yang
mampu dalam hal pemikiran melebihi manusia kebanyakan, dianggap sebagai Nabi. Lalu,
sebagian yang lain, karena kemampuan seorang Nabi terutama dalam mengucapkan
ungkapan-ungkapan bijaksana adakalanya juga dikatakan sebagai filosof. Untuk itu,
Logika yang ada dalam Islam memiliki corak tersendiri dibandingkan logika Barat yang
bebas nilai-nilai keagamaan.
Filsafat, sebagai sebuah metode berpikir yang sistematis merupakan salah satu
pendekatan tersendiri dalam memahami kebenaran. Dalam konteks keagamaan,
pemikiran tentang berbagai hal dan urusan. Karenanya dalam filsafat juga dibicarakan
bagaimana keberadaan Tuhan, dan juga persoalan kenabian, kedudukan dan fungsi akal
dan wahyu, penciptaan manusia serta ibadah yang dilakukan oleh manusia.
10
Secara lebih jelas, hal ini dapat dilihat pada uraian tentang objek filsafat, yaitu
antara lain sebagai berikut:
3. Agama adalah kebenaran yang bersumber dari wahyu Tuhan mengenai berbagai hal
kehidupan manusia dengna lingkungannya.
B. SARAN
Pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu apabila ada
kesalahan dalam penyampaian kami sebagai anggota kelompok 2 mohon kritikan dan saran
yang dapat membangun dari dosen pengampu dan rekan-rekan supaya kami bisa lebih baik
lagi, dan untuk menambah pengetahuan kami tentunya. Makalah ini digunakan sebagai salah
satu sumber pembelajaran dan semoga bermanfaat bagi kita semua.
12
DAFTAR PUSTAKA
Blogspot.com (2015, 17 juni) Ruang lingkup, metode, dan pembagian filsafat, diakses pada
tanggal 26 februari 2021 dari, https://yunifirwinda.blogspot.com/2015/06/ruang-lingkupmetode-
dan-pembagian.html
Lubis, Nur A. F. (2015). Pengantar Filsafat Umum. Perdana Publishing. Jl. Sosro No. 16-A
Medan 20224.
Ritaudin, Muhammad S. (2015). Mengenal Filsafat dan Karakteristiknya | Kalam: Jurnal Studi
Agama dan Pemikiran Islam Vol. 9, No. 1. IAIN Raden Intan Lampung.
Tamrin, Abu (2019). Relasi Ilmu, Filsafat dan Agama dalam Dimensi Filsafat Ilmu | Salam:
Jurnal Sosial & Budaya Syar’i Vol. 6, No. 1. FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Wahid, Abdul (2012). Korelasi Agama, Filsafat dan Ilmu | Jurnal Substantia, Vol. 14, No. 2.
Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry.
13