Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

“Ruang Lingkup, Metode, dan Pembagian Filsafat”

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Kelompok Mata Kuliah Filsafat Pendidikan
Dosen Pengampu : Dra. Zuwirna M.Pd

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK 2

1. ASTY RAISHA AGMA (20004004)


2. DUWANITA SHELDIHA (20004010)
3. NAUFAL AZZUHDI (20004020)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN


UNIVERSITAS NEGERI PADANG
TAHUN AJARAN 2020/2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
kepada kita semua sehingga kami Kelompok 2 dapat menyelesaikan makalah filsafat
pendidikan mengenai “Ruang Lingkup, Metode, dan Pembagian Filsafat” dengan baik
dan tepat waktu.

Selanjutnya Shalawat beserta Salam kami Do’akan untuk Nabi Muhammad SAW
yang telah membawa umat manusia dari alam kebodohan sampai alam kecerdasan seperti
yang kita rasakan saat ini. Kami berterimakasih kepada dosen pengampu kami yaitu Ibu
Dra. Zuwirna, M.Pd. yang telah membimbing kami dalam mata kuliah filsafat
pendidikan.

Seterusnya kepada rekan-rekan Kelompok 2 yang bersama-sama dalam menyusun


makalah ini. Tujuan dari pembuatan makalah ini ialah sebagai pemenuhan tugas diskusi
kelompok 2. Pada makalah kali ini kami membahas mengenai “Ruang Lingkup, Metode,
dan Pembagian Filsafat”. Kami berharap melalui diskusi ini baik kami sebagai penulis
maupun pembaca dapat mengambil kesimpulan dan pembelajarannya melalui makalah
ini.

Terakhir, kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari rekan-rekan pembaca sangat kami
terima dengan senang hati agar kami dapat memperbaikinya pada masa yang akan
datang. Akhir kata, kami ucapkan terimakasih.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………………………………….………………………………i


KATA PENGANTAR……………………………………..………………………ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN…………………………………………………………..1
A. Latar Belakang Masalah………………………………………………………….1
B. Rumusan Masalah………………………………………………………………...1
C. Tujuan Pembahasan……………………………………………………………....1
BAB II PEMBAHASAN…………………………………………………………...2
A. Ruang Lingkup Filsafat……...……………………………………………....…...2
B. Metode Filsafat……………………………………………………...………..…..3
C. Pembagian Filsafat ……………………………………………………….. .……7
D. Perbedaan Filsafat Dengan Ilmu dan Agama……………………………….........8
BAB III PENUTUP………………………………………………………………..12
A.Kesimpulan………………………………………………………………………12
B.Saran……………………………………………………………………………..12
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………..13
iii

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang cara mendapatkannya melalui langkah-


langkah tertentu yang disebut logico hypotetico verifikasi. Logico hypotetico
verifikasi dimulai dengan mengajukan suatu permasalahan, menyusun kerangka teori,
merumuskan hipotesis, menguji hipotesis dan menarik kesimpulan (Mulyo, 2005:9).
Berkaitan dengan ilmu pengetahuan ini, filsafat ilmu turut andil sebagai cara
pemikirannya. Hal ini terkait dengan hakikat ilmu itu sendiri, proses mendapatkan ilmu
tersebut serta kegunaan ilmu dalam kehidupan sehari-harinya.
Oleh karena itu, pengetahuan tentang filsafat ilmu dianggap penting untuk mengetahui
hakikat filsafat dalam ilmu itu sendiri. Filsafat sebagai cara memperoleh ilmu kah?
Filsafat sebagai pedoman ilmu kah? Atau filsafat sebagai sudut pandang ilmu.
Dalam hal ini makalah ini bermaksud memberikan sumbangsih pengetahuan kepada
pembaca mengenai pengetahuan, ilmu, filsafat, filsafat ilmu pun segala yang
melingkupinya secara sederhana.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Ruang Lingkup Filsafat?
2. Bagaimana Metode Filsafat?
3. Bagaimana Pembagian Filsafat?
4. Bagaimana Perbedaan Filsafat Dengan Ilmu dan Agama?

C. TUJUAN
1. Mengetahui Ruang Lingkup Filsafat
2. Mengetahui Metode Filsafat
3. Mengetahui Pembagian Filsafat
4. Mengetahui Perbedaan Filsafat Dengan Ilmu dan Agama

BAB II
PEMBAHASAN

A. RUANG LINGKUP FILSAFAT

Filsafat merupakan induk dari segala ilmu yang mencakup ilmu-ilmu khusus.Dalam
perkembangannya ilmu-ilmu khusus itu memisahkan diri dari induknya yakni filsafat.
Dalam sejarah ilmu, ilmu khusus yang pertama kali memisahkan diri dari filsafat adalah
matematika yaitu pada zaman  Renaissance (abad XVI.M) yang kemudian diikuti  oleh
ilmu-ilmu lainnya.
Filsafat sebagai induk ilmu-ilmu lainnya masih terasa pengaruhnya.Setelah ilmu filsafat
ditinggalkan oleh ilmu-ilmu lainnya,ternyata filsafat tidak mati tetapi hidup dengan corak
tersendiri yakni sebagai ilmu yang memecahkan masalah yang tidak terpecahkan oleh
ilmu-ilmu khusus.
Adapun menurut pendapat para ahli tentang ruang lingkup filsafat :
1. Tentang hal mengerti, syarat-syaratnya dan metode-metodenya.
2. Tentang ada dan tidak ada.
3. Tentang alam, dunia dan seisinya.
4. Menentukan apa yang baik dan apa yang buruk.
5. Hakikat manusia dan hubungannya dengan sesama makhluk lainnya.
6. Tuhan tidak dikecualikan.

Ruang lingkup fisafat adalah segala sesuatu lapangan pemikiran manusia yang amat
luas (komprehensif).Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar-benar ada (nyata),baik
material konkrit maupun material abstrak (tidak terlihat).Jadi obyek filsafat itu tidak
terbatas.(Noor Syam,1988:22).SS.
2
B. METODE FILSAFAT
Metode filsafat adalah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu berdasarkan objek
formal yang ditentukan menurut suatu pendapat dan pemikiran khas untuk berfilsafat
Metode filsafat terus berubah dan berkembang seiring dengan perkembangan filsafatnya
itu sendiri. Meskipun disebut perkembangan, bukan berarti penemuan terbaru adalah
metode yang terbaik. Nyatanya, dalam dunia filsafat yang spekulatif, tidak ada metode
terbaik. Yang ada adalah metode tepat guna untuk suatu kebutuhan filsafat tertentu atau
kembali kepada efektifitas filosofnya sendiri dalam menggunakan metode tersebut.
Berikut ini adalah beberapa metode filsafat berdasarkan urutan kronologi sejarah
zamannya.
1. Metode Kritis

Plato dan Sokrates adalah filosof yang menggunakan dan mengembangkan metode ini.
Metode kritis bersifat analisa istilah dan pendapat, kemudian disistematiskan dalam
hermeneutika yang menjelaskan keyakinan dan berbagai pertentangannya. Caranya adalah
dengan bertanya, membedakan, membersihkan, menyisihkan dan menolak suatu
keyakinan. Dengan begitu, akhirnya akan ditemukan keyakinan yang terbaik di antaranya.
Keyakinan atau filsafat terbaik inilah yang dikatakan hakikat sesuatu yang lebih baik.

2. Metode Filsafat Intuitif

Metode yang dikembangkan oleh Bergson dan Plotinus ini sering dikatakan tidak
bertumpu pada intelek dan rasionalisasi manusia, tetapi tidak bersifat anti-intelektual.
Manusia terkadang harus mengambil jarak dan berjauhan dengan logika, serta
menyerahkan diri pada kemurnian kenyataan dan Bukan berarti pula bahwa logika harus
dibungkam dan rasio ditinggalkan. Tetapi metode ini mengajak kita berpikir dalam
semangat untuk bisa menganalisis suatu keyakinan tanpa terjerat oleh rasio dan logika.
Agak sulit untuk dibayangkan namun akan mengalir ketika dicoba dilakukan.
3

3. Metode Skolastik

Metode ini berkembang pada Abad Pertengahan. Thomas Aquinas (1225-1247)


merupakan salah satu penganjurnya. Pada masa Klasik, Aristoteles juga dikatakan sebagai
pengguna metode  ini. Sesuai dengan namanya, metode skolastik menunjukkan kaitan yang
erat dengan metode mengajar. Seseorang (biasanya seorang guru/senior) akan
membacakan atau mengutarakan suatu pokok bahasan filsafat. Kemudian pokok bahasan
tersebut akan diberi penafsiran dan komentar oleh filsuf lain. Agar topik dipahami, semua
istilah, ide dan kenyataan dirumuskan, dibedakan dan diuji dari segala sisi.

4. Metode Filsafat Matematis

Descartes menyebut metode ini dengan sebutan “metode analistis”. Menurut Descartes
ada keteraturan dan ketersusunan alami dalam kenyataan yang berhubungan dengan
pengertian manusia. Ketersusunan alam ini dapat diungkapkan dengan cara penemuan (via
inventionis). Penemuan itu ditemukan dengan cara melakukan empiris rasional, atau
mencari hal nyata yang telah dialami oleh seseorang. Metode ini mengintegrasikan segala
kelebihan logika, analisa geometris dan aljabar dan menghindari kelemahannya.

5. Metode Empiris-Eksperimental

Para penganut empiris sangat dipengaruhi oleh sistem dan metode Descartes, terutama
dalam menekankan data kesadaran dan pengalaman individual yang tidak dapat diragukan
lagi. Bagi mereka, pengalaman (empeiria) adalah sumber pengetahuan yang lebih
dipercaya ketimbang rasio. David Hume (1711-1776) adalah penyusun filsafat Empirisme
ini dan menjadi antitesa terhadap Rasionalisme. Perbedaan utama metode ini dari metode
dekrates adalah metode ini juga membutuhkan eksperimen yang ketat guna mendapatkan
bukti kebenaran empiris yang sejati.
4

6. Metode Transendental

Metode ini juga sering disebut dengan metode neo-skolastik. Immanuel Kant (1724-
1804) merupakan pelopor metode ini. Pemikiran Kant merupakan titik-tolak periode baru
bagi filsafat Barat. Ia mendamaikan dua aliran yang berseberangan: rasionalisme dan
empirisme.

7. Metode Dialektis

Tokoh terkenal metode ini adalah Hegel, hingga terkadang metode ini disebut dengan
‘Hegelian Method’. Nama lengkapnya adalah George Willhelm Friedrich Hegel (1770-
1831). Langkah awal metode ini ialah pengiyaan dengan mengambil konsep atau
pengertian yang lazim diterima dan jelas. Kemudian membuat suatu anti tesis atau
bantahan dari konsep atau pengertian yang lazim tersebut. Setelah itu diambil kesimpulan
dari keduanya dan dibentuklah suatu sintesis dari keduanya. Pada akhirnya sintesis tersebut
akan menemui anti tesis lainnya, untuk kemudian disintesiskan kembali untuk
mendapatkan hahikat yang lebih baik lagi.

8. Metode Fenomenologis

Fenomena yang dimaksud disini bukanlah fenomena alamiah yang dapat dicerap dengan
observasi empiris seperti fenomena alam. Fenomena disini merupakan makna aslinya yang
berasal dari bahasa Yunani: phainomai, artinya adalah “yang terlihat”. Jadi fenomena
adalah data sejauh disadari dan sejauh masuk dalam pemahaman. Metode fenomenologi
dilakukan dengan melakukan tiga reduksi (ephoc) terhadap objek, yaitu:

a. Mereduksi suatu objek formal dari berbagai hal tambahan yang tidak substansial.
b. Mereduksi objek dengan menyisihkan unsur-unsur subjektif seperti perasaan,
keinginan dan pandangan. Pencarian objek murni tersebut disebut dengan reduksi
eidetic.

5
c. Reduksi ketiga bukan lagi mengenai objek atau fenomena, tetapi merupakan wende
zum subjekt (mengarah ke subjek), dan mengenai terjadinya penampakan diri sendiri.
Dasar-dasar dalam kesadaran yang membentuk suatu subjek disisihkan.

Intinya metode ini melihat sesuatu dengan objektif tanpa melihat sisi subjektifnya
seperti kepentingan, perasaan, atau tekanan sosial. Bayangkan bagaimana rasa penasaran
seorang anak kecil yang belum mengerti apa-apa ketika menemukan hal baru. Ia akan
mengobservasinya dan melakukan apapun untuk secara tidak sadar mempelajari dan
mengenalnya, termasuk meremas dan menendang kucing liar yang ia temukan di halaman
belakang rumah. Metode ini dipopulerkan oleh Edmund Husserl (1859-1938).

9. Metode Filsafat Eksistensialisme

Tokoh-tokoh terkemuka Eksistensialisme adalah Heidegger, Sartre, Jaspers, Marcel dan


Merleau-Point. Para tokoh eksistensialis tidak menyetujui tekanan Husserl pada sikap
objektif. Bagi kalangan eksistensialis, subjektifitas manusialah yang pertama-tama
dianalisa. Karena bisa jadi sebetulnya sesuatu yang dianggap “ada” (exist) itu tidak dapat
“mengada” tanpa ada konteks pembentuk disekitarnya: perasaan manusia, interaktifitas
individu dalam suatu kelompok dan kepentingan tertentu. Beberapa sifat eksistensialis
ialah:

a. Subjektivitas individualis yang unik, bukan objek dan bukan umum.


b. Keterbukaan terhadap manusia dan dunia lain: internasionalitas dan praksis bukan
teori saja.
c. Pengalaman afektif dalam hubungan dengan dunia, bukan observasi.
d. Kesejarahan dan kebebasan, bukan essensi yang tetap.
e. Segi tragis dan kegagalan.

Pada dasarnya dalam analisa eksistensi itu, de facto mereka memakai fenomenologi
yang otentik, dengan observasi dan analisa teliti. Setiap ungkapan, baik awam maupun
ilmiah, berakar pada suatu pengalaman langsung yang bersifat pra-reflektif dan pra-ilmiah.
Melalui analisa ungkapan pengalaman terbatas itulah, justru dapat ditemukan kembali
pengalaman yang lebih fundamental.

6
C. PEMBAGIAN FILSAFAT
Harry Hamersma membagi cabang-cabang filsafat menjadi empat, yakni:
a. Filsafat tentang pengetahuan:
a. Epistemologi
b. Logika
c. Kritik Ilmu

2. Filsafat tentang kenyataan menyeluruh:


a. Metafisika umum (ontologi)
b. Metafisika khusus
a) teologi metafisika
b) anthropologi
c) kosmologi

3. Filsafat tentang tindakan:


a. Etika
b. Estetika

4. Sejarah filsafat
Di samping itu, masih menurut Hamersma, ada cabang-cabang filsafat khusus, antara
lain: filsafat seni, filsafat kebudayaan, filsafat pendidikan, filsafat sejarah, filsafat bahasa,
filsafat hukum, filsafat agama, filsafat sosial, dan filsafat politik.

Menurut The Liang Gie, filsafat dibagi menjadi:

1. Metafisika (filsafat tentang hal ada)


2. Epistemologi (teori pengetahuan)
3. Metodologi (teori tentang metode)
4. Logika (teori tentang penyimpulan)

7
5. Etika (filsafat tentang pertimbangan moral)
6. Estetika (filsafat tentang keindahan)
7. Sejarah filsafat

Berdasarkan pembagian cabang filsafat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa


tampak demikian luas bidang penelaahan filsafat itu. Padahal, cabang-cabang tersebut
masih dapat diperinci lagi menjadi ranting-ranting, dan sebagiannya bahkan berkembang
menjadi bidang filsafat yang berpengaruh. Hal ini kembali kepada ciri filsafat bahwa ia
bersifat umum, universal dan ultimate (tertinggi). Jadi, ilmu apa pun difinalkan dengan
pembahasan fundamen filosofis dari ilmu dan disiplin itu. Setelah Anda mengenal dan
menguasai ilmu hukum, contohnya, akhirnya Anda diperkenalkan dengan filsafat hukum.

Meskipun demikian, tidak berarti bahwa filsafat harus diajarkan paling akhir, karena
mengenal dan menyadari permasalahan fisolofis dari ilmu yang sedang Anda pelajari,
membuat Anda lebih siap, lebih ingin tahu dan lebih terarah membahasa materi yang Anda
terima. Manfaat lain adalah filsafat membimbing Anda menjadi pengkaji dan ilmuwan
yang kritis dan inovatif, bukan saja dalam mengkaji ilmu yang sedang Anda tekuni, tetapi
juga dalam mengarungi kehidupan dan menghadapi permasalahan.

D. PERBEDAAN FILSAFAT DENGAN ILMU DAN AGAMA


1. Hubungan Filsafat dengan Ilmu

Meskipun secara historis antara ilmu dan filsafat pernah merupakan suatu kesatuan,
namun dalam perkembangannya mengalami divergensi, dimana dominasi ilmu lebih kuat
mempengaruhi pemikiran manusia, kondisi ini mendorong pada upaya untuk
memposisikan ke duanya secara tepat sesuai dengan batas wilayahnya masing-masing,
bukan untuk mengisolasinya melainkan untuk lebih jernih melihat hubungan keduanya
dalam konteks lebih memahami khazanah intelektual manusia

8
Harold H. Titus mengakui kesulitan untuk menyatakan secara tegas dan ringkas
mengenai hubungan antara ilmu dan filsafat, karena terdapat persamaan sekaligus
perbedaan antara ilmu dan filsafat, di samping di kalangan ilmuwan sendiri terdapat
perbedaan pandangan dalam hal sifat dan keterbatasan ilmu, demikian juga di kalangan
filsuf terdapat perbedaan pandangan dalam memberikan makna dan tugas filsafat.

Adapun persamaan (lebih tepatnya persesuaian) antara ilmu dan filsafat adalah
bahwa keduanya menggunakan berpikir reflektif dalam upaya menghadapi/memahami
fakta-fakta dunia dan kehidupan, terhadap hal-hal tersebut baik filsafat maupun ilmu
bersikap kritis, berpikiran terbuka serta sangat fokus pada kebenaran, di samping
perhatiannya pada pengetahuan yang terorganisir dan sistematis.

Sementara itu perbedaan filsafat dengan ilmu lebih berkaitan dengan titik tekan,
dimana ilmu mengkaji bidang yang terbatas, ilmu lebih bersifat analitis dan deskriptif
dalam pendekatannya, ilmu menggunakan observasi, eksperimen dan klasifikasi data
pengalaman indra serta berupaya untuk menemukan hukum-hukum atas gejala-gejala
tersebut, sedangkan filsafat berupaya mengkaji pengalaman secara menyeluruh sehingga
lebih bersifat inklusif dan mencakup hal-hal umum dalam berbagai bidang pengalaman
manusia, filsafat lebih bersifat sintetis dan kalaupun analitis maka analisanya memasuki
dimensi kehidupan secara menyeluruh dan utuh, filsafat lebih tertarik pada pertanyaan
kenapa dan bagaimana dalam mempertanyakan masalah hubungan antara fakta khusus
dengan skema masalah yang lebih luas, filsafat juga mengkaji hubungan antara temuan-
temuan ilmu dengan klaim agama, moral serta seni.

Dengan memperhatikan ungkapan di atas nampak bahwa filsafat mempunyai


batasan yang lebih luas dan menyeluruh ketimbang ilmu, ini berarti bahwa apa yang
sudah tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat berupaya mencari jawabannya, bahkan
ilmu itu sendiri bisa dipertanyakan atau dijadikan objek kajian filsafat (Filsafat Ilmu),
namun demikian filsafat dan ilmu mempunyai kesamaan dalam menghadapi objek
kajiannya yakni berpikir reflektif dan sistematis, meski dengan titik tekan pendekatan
yang berbeda.

9
Dengan demikian, Ilmu mengkaji hal-hal yang bersifat empiris dan dapat
dibuktikan, filsafat mencoba mencari jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa
dijawab oleh Ilmu dan jawabannya bersifat spekulatif, sedangkan Agama merupakan
jawaban terhadap masalah-masalah yang tidak bisa dijawab oleh filsafat dan jawabannya
bersifat mutlak/dogmatis. Menurut Sidi Gazalba, Pengetahuan ilmu lapangannya segala
sesuatu yang dapat diteliti (riset dan/atau eksperimen); batasnya sampai kepada yang
tidak atau belum dapat dilakukan penelitian. Pengetahuan filsafat : segala sesuatu yang
dapat dipikirkan oleh budi (rasio) manusia yang alami (bersifat alam) dan nisbi; batasnya
ialah batas alam namun demikian ia juga mencoba memikirkan sesuatu yang di luar alam,
yang disebut oleh agama “Tuhan”. Sementara itu Oemar Amin Hoesin mengatakan
bahwa ilmu memberikan kepada kita pengetahuan, dan filsafat memberikan hikmat. Dari
sini nampak jelas bahwa ilmu dan filsafat mempunyai wilayah kajiannya sendiri-sendiri.

2. Hubungan Filsafat dengan Agama

Sebagian ahli memiliki kemampuan yang sangat tinggi dalam memikirkan berbagai
hal yang mencakup alam, manusia bahkan Tuhan yang disembah oleh manusia. Dalam
konteks ini, terdapat hal-hal tertentu yang cenderung memiliki kesamaan antara agama
dan filsafat. Tidak mengherankan dalam khazanah Islam, dianggap seseorang yang
mampu dalam hal pemikiran melebihi manusia kebanyakan, dianggap sebagai Nabi. Lalu,
sebagian yang lain, karena kemampuan seorang Nabi terutama dalam mengucapkan
ungkapan-ungkapan bijaksana adakalanya juga dikatakan sebagai filosof. Untuk itu,
Logika yang ada dalam Islam memiliki corak tersendiri dibandingkan logika Barat yang
bebas nilai-nilai keagamaan.

Filsafat, sebagai sebuah metode berpikir yang sistematis merupakan salah satu
pendekatan tersendiri dalam memahami kebenaran. Dalam konteks keagamaan,
pemikiran tentang berbagai hal dan urusan. Karenanya dalam filsafat juga dibicarakan
bagaimana keberadaan Tuhan, dan juga persoalan kenabian, kedudukan dan fungsi akal
dan wahyu, penciptaan manusia serta ibadah yang dilakukan oleh manusia.

10
Secara lebih jelas, hal ini dapat dilihat pada uraian tentang objek filsafat, yaitu
antara lain sebagai berikut:

 Dari apakah benda-benda dapat berubah menjadi lainnya, seperti perubahan


oksigen dan hidrogen menjadi air?
 Apakah zaman itu yang menjadi ukuran gerakan dan ukuran wujud semua
perkara?
 Apakah bedanya makhluk hidup dengan makhluk yang tidak hidup?
 Apakah ciri-ciri khas makhluk hidup itu?
 Apa jiwa itu, jiwa itu ada, apakah jiwa manusia itu abadi atau musnah?
 Dan masih ada pertanyaan-pertanyaan yang lain.

Pengungkapan pertanyaan-pertanyaan di atas, dalam Islam merupakan sesuatu yang


dapat menjadikan pemikir tersebut menjadi yakin akan keberadaan Tuhan. Dan semakin
berkeinginan untuk menjadikan hidupnya lebih bermakna. Filsafat memasuki lapangan-
lapangan ilmu keislaman dan mempengaruhi pembatasan-pembatasannya. Penyelidikan
terhadap keilmuan meliputi kegiatan filsafat dalam dunia Islam. Dengan demikian filsafat
Islam secara khusus memisahkan diri sebagai ilmu yang mandiri. Walaupun hasil juga
ditemukan keidentikan dengan pemandangan orang Yunani (Aristoteles) dalam masalah
teori tentang pembagian filsafat oleh filsuf-filsuf Islam. Para ulama Islam memikirkan
sesuatu dengan jalan filsafat. Ada yang lebih berani dan lebih bebas daripada pemikiran-
pemikiran mereka yang biasa dikenal dengan nama filsuf-filsuf Islam. Di mana perlu
diketahui bahwa pembahasan ilmu Kalam dan Tasawuf banyak terdapat pikiran dan teori-
teori yang tidak kalah teliti daripada filsuf-filsuf Islam.
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Ruang lingkup filsafat adalah segala sesuatu lapangan pikiran manusia yang amat
luas. Segala sesuatu yang mungkin ada dan benar, benar ada (nyata), baik material
konkrit maupuan nonmaterial abstrak (tidak terlihat). Jadi obyek filsafat itu tidak terbatas.
Objek pemikiran filsafat yaitu dalam ruang lingkup yang menjangkau permasalhan
kehidupan mausia, alam semesta dan alam sekitarnya adalah juga objek pemikiran filsafat
pendidikan. Keberadaan filsafat berbeda dengan ilmu. Ilmu ingin mengetahuai sebab dan
akibat dari sesuatu, sementara filsafat tidak terikat pada satu ketentuan dan tidak mau
terkurung hanya pada ruang dan waktu dalam pembahasan dan penyelidikan tentang
hakikat sesuatu yang menjadi objek dan materi bahasannya. Sedangkan agama
merupakan wujud kebenaran dan keselamatan manusia untuk hidup di dunia dan akhir.
Dapat dikatakan bahwa perbedaan filsafat dengan ilmu dan agama yaitu sbb :
1. Filsafat adalah pengetahuan tentang non empirik dan nonekspirmental diperoleh
manusia melalui usaha
2. Ilmu adalah kumpulan pengetahuan mengenai suatu kenyataan yang tersusun sistematis
dari usaha manusia yang dilakukan dengan penyelidikan, pengamatan, dan percobaan

3. Agama adalah kebenaran yang bersumber dari wahyu Tuhan mengenai berbagai hal
kehidupan manusia dengna lingkungannya.

B. SARAN
Pembuatan makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena itu apabila ada
kesalahan dalam penyampaian kami sebagai anggota kelompok 2 mohon kritikan dan saran
yang dapat membangun dari dosen pengampu dan rekan-rekan supaya kami bisa lebih baik
lagi, dan untuk menambah pengetahuan kami tentunya. Makalah ini digunakan sebagai salah
satu sumber pembelajaran dan semoga bermanfaat bagi kita semua.
12
DAFTAR PUSTAKA

Blogspot.com (2015, 17 juni) Ruang lingkup, metode, dan pembagian filsafat, diakses pada
tanggal 26 februari 2021 dari, https://yunifirwinda.blogspot.com/2015/06/ruang-lingkupmetode-
dan-pembagian.html

Lestari, Indah S. (2019). Pembagian Cabang Ilmu Filsafat.


https://www.kompasiana.com/indah98930/5d960d24097f361bba4d8734/pembagian-cabang-
ilmu-filsafat Kompasiana.com.

Lubis, Nur A. F. (2015). Pengantar Filsafat Umum. Perdana Publishing. Jl. Sosro No. 16-A
Medan 20224.

Ritaudin, Muhammad S. (2015). Mengenal Filsafat dan Karakteristiknya | Kalam: Jurnal Studi
Agama dan Pemikiran Islam Vol. 9, No. 1. IAIN Raden Intan Lampung.

Tamrin, Abu (2019). Relasi Ilmu, Filsafat dan Agama dalam Dimensi Filsafat Ilmu | Salam:
Jurnal Sosial & Budaya Syar’i Vol. 6, No. 1. FSH UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Wahid, Abdul (2012). Korelasi Agama, Filsafat dan Ilmu | Jurnal Substantia, Vol. 14, No. 2.
Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry.

13

Anda mungkin juga menyukai