DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH:
DESMA DAHLIAWATY
NIM 21003263
Penelitian pendidikan luar biasa dilakukan lagi oleh Edouard Segun pada tahun 1812
sampai 1880. Edouard lebih maju, karena dirinya berhasil mengembangkan program
pembelajaran yang menggunakan aktifitas sensoris dan motoris untuk belajar.
Edouard meyakinkan bahwa semua anak dapat belajar, sekalipun anak berkebutuhan
khusus. Edoard kemudian berhasil mendirikan Amerikan Association on Mental
Retardation.
Sejak adanya organisasi yang didikan oleh Edouard, para pionir pendidikan berusaha
untuk mengembangkan pendidikan luar biasa. Beberapa pionir pendidikan luar biasa
di dunia yang terlibat yaitu Jacob Rodrigues, Philippe Pinel, Thomas Gallaudet,
Samuel Gridley Howe,Dorothea Lynde Dix, Louis Braile, Francis Galton, Alfred
Binet, Maria Montessori, dan Lewis Terman. Pionor pendidikan bekerja sama untuk
membangun pendidikan luar biasa.
Sebagian berdasarkan urutan sejarah berdirinya SLB pertama untuk masing masing
kategori kecacatan, SLB-SLB itu dikelompokkan menjadi:
Eko (2006) mengemukakan bahwa dari jumlah keseluruhan 1.48 juta yang
dikategorikan berkelainan, 21.42% merupakan anak-anak usia sekolah. Meskipun
demikian, hanya 25% atau 79.061 anak yang sekarang ini berada di sekolah luar
biasa. Beberapa sekolah luar biasa yang mengakomodasi berbagai jenis kelainan
dibangun untuk menuntaskan wajib belajar 9 tahun.
a. Metode oral,
yaitu cara melatih anak tunarungu dapat berkomunikasi secara lisan (verbal)
dengan lingkungan orang mendengar. Dalam hal ini perlu partisipasi lingkungan
anak tunarungu untuk berbahasa secara verbal. Dalam hal ini Van Uden,
menyarankan diterapkannya prinsip cybernetik, yaitu prinsip yang menekankan
perlunya suatu pengontrolan diri. Setiap organ gerak bicara yang menimbulkan
bunyi , dirasakan dan diamati sehingga hal itu akan memberikan umpan balik
terhadap gerakannya yang akan menimbulkan bunyi selanjutnya.
b. Membaca ujaran.
Dalam dunia pendidikan membaca ujaran sering disebut juga dengan membaca
bibir (lip reading). Membaca ujaran yaitu suatu kegiatan yang mencakup
pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan bicara sewaktu dalam proses
bicara. Membaca ujaran mencakup pengertian atau pemberian makna pada apa
yang diucapkan lawan bicara di mana ekspresi muka dan pengetahuan bahasa turut
berperan. Ada beberapa kelemahan dalam menerapkan membaca ujaran, yaitu
1) tidak semua bunyi bahasa dapat terlihat pada bibir,
2) ada persamaan antara berbagai bentuk bunyi bahasa, misalnya bahasa bilabial
(p,b,m), dental (t,d,n) akan terlihat mempunyai bentuk yang sama pada bibir,
3) lawan bicara harus berhadapan dan tidak terlalu jauh,
4) pengucapan harus pelan dan lugas.
c. Metode manual.
Metode manual yaitu cara mengajar atau melatih anak tunarungu berkomunikasi
dengan isyarat atau ejaan jari. Bahasa manual atau bahasa isyarat mempunyai
unsur gesti atau gerakan tangan yang ditangkap melalui penglihatan atau suatu
bahasa yang menggunakan modalitas gesti-visual. Bahasa isyarat mempunyai
beberapa komponen, yaitu
d. Ejaan jari.
Ejaan jari adalah penunjang bahasa isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Ejaan
jari secara garis besar dapat dikelompokan dalam tiga jenis, yaitu
(1) ejaan jari dengan satu tangan (onehanded),
(2) ejaaan jari dengan kedua tangan (twohanded), dan
(3) ejaan jari campuran dengan menggunakan satu tangan atau dua tangan.
e. Komunikasi total.
Komunikasi total merupakan upaya perbaikan dalam mengajarkan komunikasi
bagi anak tunarungu. Istilah komunikasi total pertama hali dicetuskan oleh
Holcomb (1968) dan dikembangkan lebih lanjut oleh Denton (1970) dalam
Permanarian Somad dan Tatti Hernawati (1996). Komunikasi total merupakan
cara berkomunikasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua cara
komunikasi yaitu penggunaan sistem isyarat, ejaan jari, bicara, baca ujaran,
amplifikasi, gesti, pantomimik, menggambar dan menulis serta pemanfaatan sisa
pendengaran sesuai kebutuhan dan kemampuan seseorang.
a. Media Visual (Media yang utama), seperti gambar, grafik, bagan, diagram,
objek nyata, dan sesuatu benda (misalnya mata uang, tumbuhan), objek tiruan dari
objek benda.
c. Media Audio Visual seperti televisi (bagi yang masih memiliki sisa
pendengaran atau menggunakan alat bantu dengar (hearing aid).
1. Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama berfungsi sebagai tempat mengembangkan
kemampuan memanfaatkan sisa pendengaran dan/atau perasaan vibrasi untuk
menghayati bunyi dan rangsang getar di sekitarnya, serta mengembangkan
kemampuan berbahasa khususnya bahasa irama.
2. Sekolah yang melayani peserta didik SDLB dan/atau SMPLB tunarungu memiliki
minimum satu buah ruang Bina Persepsi bunyi dan Irama yang dapat menampung
satu rombongan belajar dengan luas minimum 30 m2.
3. Ruang Bina Persepsi Bunyi dan Irama dilengkapi dengan sarana-prasarana
pendukung.
Ruang keterampilan
alat bantu khusus yang dinilai sangat menunjang dalam proses belajar-mengajar bagi
anak tunarungu yaitu:
1. Audiometer
Audiometer adalah alat elektronik untuk mengukur taraf kehilangan pendengaran
seseorang. Melalui audimeter, kita dapat mengetahui kondisi pendengaran anak
tunarungu antara lain:
a. Apakah sisa pendengarannya difungsionalkan melalui konduksi tulang atau
konduksi udara
b. Berapa decibel anak tersebut kehilangan pendengarannya.
c. Telinga mana yang mengalami kehilangan pendengaran, apakah telinga
kanan, telinga kiri atau kedua-duanya, dan pada frekuensi berapa anak masih
dapat menerima suara.
2. Hearing aids
Alat bantu dengar (ABD) mempunyai tiga unsur utama yaitu: microphone,
amplifier, dan receiver. Dengan menggunakan alat bantu dengar anak tunarungu
dapat berlatih mendengar, baik secara individual maupun secara berkelompok.
Alat bantu dengar tersebut lebih tepat digunakan bagi anak tunarungu yang
mempunyai kelainan pendengaran konduktif. Begitu pula alat bantu dengar akan
lebih efektif jika sesuai dengan program pendidikan yang sistematis yang
diajarkan oleh guru-guru yang profesional yang mampu memadukan ilmu
pengetahuan anak luar biasa dengan pengetahuan audiologi, dan pathologi
bahasa.
3. Tape recorder
Tape recorder sangat berguna untuk mengontrol hasil ucapan yang telah
direkam, sehingga kita dapat mengikuti perkembangan bahasa lisan anak
tunarungu dari hari ke hari dan dari tahun ke tahun. Disamping itu, tape recorder
sangat membantu anak tunarungu ringan dalam menyadarkan akan kelainan
bicaranya, sehingga guru artikulasi lbih mudah membimbing mereka dalam
memperbaiki kemampuan bicara mereka. Tape recorder dapat pula digunakan
mengajar anak tunarungu yang belum bersekolah dalam mengenal dalam
menangani gelak-tawa, suara-suara hewan, perbedaan antara suara tangisan
dengan suara omelan, dan sebagainya.
4. Spatel
Spatel merupakan alat bantu untuk membetulkan posisi organ bicara. Dengan
menggunakan spatel, kita dapat membetulkan posisi lidah anak tunarungu,
sehingga mereka dapat bicara dengan lancar.
5. Audiovisual
Alat bantu audiovisual berupa film, video tape, dan televisi. Penggunaan
audiovisual tersebut sangat bermanfaat bagi anak tunarungu, karena mereka
dapat memperhatikan ssuatu yang ditampilkan seakalipun dalam kemampuan
mendengar yang terbatas. Sebagai contoh, penayangan film-film pendidikan,
film ilmiah populer karikatur, dan siaran berita di televisi dengan bahasa isyarat.
6. Cermin
Cermin digunakan sebagai alat bantu bagi anak tunarungu dalam belajar
mengucapkan sesuatu dengan artikulasi yang baik. Disamping itu anak
tunarungu dapat menyamakan ucapannya melalui cermin dengan apa yang
diucapkan oleh guru atau Arttikulator (Speech therapist). Dengan menggunakan
cermin, artikulator dapat mengontrol gerakan-gerakan yang tidak tepat dari anak
tunarungu, sehingga mereka menjadi sadar dalam mengucapkan konsonan,
vokal, kata-kata atau kalimat secara benar.