Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PERSPEKTIF PENDIDIKAN DAN PEMBELAJARAN ANAK


TUNARUNGU
“Pembelajaran Bahasa Bagi Anak Hambatan Pendenganran”

Disusun Oleh

Kelompok 10:

1. Desma Dahliawaty 21003263


2. Rini Asih 21003316

Dosen Pembimbing:

Dra. HJ. ZULMIYETRI, M.Pd

PENDIDIKAN LUAR BIASA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini untuk memenuhi sebagaian tugas mata kuliah Perspektif Pendidikan
dan Pembelajaran Anak Tunarungu tentang “Metode Maternal Reflektif”.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam penyusunan makalah ini, terutama dosen pembimbing
dan teman-teman yang telah membantu penulis dalam penyusunan makalah,
sehingga dapat diselesaikan dengan baik.
Makalah ini masih memiliki kekurangan, penulis sangat mengharapkan kritik
dan saran yang membangun dalam upaya memperbaiki karya-karya penulis
selanjutnya. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Jambi, November 2021

Kelompok 10

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................................i


DAFTAR ISI..................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................1
PENDAHULUAN .............................................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah .........................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................................1
C. Tujuan ....................................................................................................................1
BAB II ...............................................................................................................................2
PEMBAHASAN ................................................................................................................2
A. Metode Maternal Reflektif sebagai Salah Satu Metode Pembelajaran Bahasa Bagi
Anak Hambatan Pendengaran ...............................................................................2
1. Pengertian Metode Maternal Reflektif ...............................................................2
2. Tujuan metode maternal reflektif (MMR) ..........................................................3
3. Ciri-ciri Metode Maternal Reflektif ....................................................................3
4. Faktor-faktor Metode Maternal Reflektif ...........................................................4
5. Prinsip-prinsip Metode Maternal Reflektif .........................................................4
6. Ciri-ciri Percakapan yang Baik...........................................................................5
7. Komponen-komponen Metode Maternal ............................................................6
8. Kegiatan pembelajaran melalui metode maternal reflektif (MMR) ....................7
B Praktek Pembelajaran Bahasa Bagi Anak Hambatan Pendengaran ........................9
BAB III ............................................................................................................................ 14
PENUTUP ....................................................................................................................... 14
A Kesimpulan ..........................................................................................................14
B Saran ....................................................................................................................14
DAFTAR RUJUKAN ...................................................................................................... 15

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Anak tunarungu mengalami hambatan dalam berbahasa dan bicara sebagai
akibat dari hambatan pendengaran yang dialaminya. Untuk meningkatkan
minat bicara anak tunarungu, harus kita sesuaikan dengan kondisinya. Anak
tunarungu usia tingkat dasar akan lebih mudah tercapai bila menggunakan
pendekatan yang sesuai serta dapat meningkatkan kemampuan anak dalam
berbicara. Strategi dan penggunaan metode yang sesuai dengan kondisi anak
merupakan stimulasi penting yang merangsang anak untuk ikut berperan aktif
di dalam percakapan.
Dalam makalah ini akan membahas tentang metode maternal reflektif
sebagai salah satu metode pembelajaran bahasa bagi anak hambatan
pendengaran.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana metode maternal reflektif sebagai salah satu metode
pembelajaran bahasa bagi anak hambatan pendengaran?
2. Bagaimana praktek pembelajaran bahasa bagi anak hambatan
pendengaran?

C. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk memenuhi sebagian tugas kelompok mata kuliah Perspektif
Pendidikan dan Pembelajran Anak Tunarungu.
2. Untuk mengetahui metode maternal reflektif sebagai salah satu metode
pembelajaran bahasa bagi anak hambatan pendengaran.
3. Untuk mengetahui praktek pembelajaran bahasa bagi anak hambatan
pendengaran.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Metode Maternal Reflektif sebagai Salah Satu Metode


Pembelajaran Bahasa Bagi Anak Hambatan Pendengaran
1. Pengertian Metode Maternal Reflektif

Menurut Widyatmiko S. A. (2003) dalam Astutik (2010), pengertian


metode reflektif adalah suatu metode pengajaran bahasa yang mulai
banyak dikenal dan diterapkan di SLB-B di Indonesia. Metodenya adalah
metode percakapan reflektif atau metode maternal reflektif (MMR).
Kata maternal berarti ibu dan reflektif berarti memantulkan atau
meninjau kembali pengalaman bahasa anak tunarungu. Metode maternal
reflektif adalah metode pengajaran bahasa yang diangkat dari upaya
seorang ibu untuk mengajarkan bahasa pada anaknya yang belum
berbahasa sampai anak dapat menguasai bahasa, yang dilakukan seorang
ibu dengan kemampuannya merefleksikan kemampuan berbahasa.
Menurut Totok Bintoro (1998:6) Metode Maternal Reflektif (MMR)
adalah suatu metode menggunakan bahasa yang wajar baik dalam
percakapan maupun dalam karya tulis atau karangan, dapat berbahasa
secara lebih bebas dan supel, dapat menggunakan bahasa secara fleksibel
dengan pemilihan kata yang tepat menurut struktur yang benar.(Pujiwati,
2012)
Menurut Sunarto (2005) dalam Astutik (2010), MMR adalah suatu
pengajaran bahasa yang:
a. Mengikuti cara-cara bagimana anak mampu mendengar sampai pada
suatu penguasaan bahasa ibu.
b. Bertitik tolak pada minat dan kebutuhan komunikasi anak dan bukan
program tentang aturan bahasa yang perlu diajarkan.
c. Menyajikan bahasa yang sewajar mungkin pada anak, baik secara
ekspresif maupun reflektif.

2
d. Menuntut agar anak secara bertahap dapat menemukan sendiri aturan
atau bentuk bahasa melalui reflektif segala permasalahan bahasanya.
Dari beberapa pengertian di atas, secara garis besar MMR adalah:
a. Pengakuan terhadap hak kaum tunarungu agar dapat melakukan
komunikasi dengan sesama manusia sehingga memperoleh pengalaman
yang lebih lengkap tentang dunia.
b. Pengakuan terhadap hak kaum tunarungu agar dapat melakukan
komunikasi dengan sesama manusia melaui cara mereka yang khas.
c. Mencakup berbagai cara komunikasi yang dipilih sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan perorangan.
d. Suatu falsafah melalui komunikasi dan bukan suatu metode pengajaran.

2. Tujuan metode maternal reflektif (MMR)


Adapun tujuan metode maternal reflektif untuk penyampaian pembelajaran
sebagai berikut:
a. Belajar untuk bersikap spontan dalam mengungkapkan isi hati,
mengatakan keinginan, maksud keheranan, kegembiraan, kesedihan,
permintaan maaf, keingintahuan dan sebagainya.
b. Belajar untuk bersikap reaktif terhadap ungkapan isi hati lawan bicara,
menyanggah, membenarkan, menanyakan, menjawab dan menjawab
pertanyaan
c. Berlajar berempati, yaitu masuk ke dalam perasaan orang
lain.(Zulmiyetri, 2017)

3. Ciri-ciri Metode Maternal Reflektif


Secara singkat MMR adalah metode pengajaran yang bercirikan hal-hal sebagai
berikut:
a) Mengikuti cara-cara anak mendengar sampai pada penguasaan bahasa
ibu (mother tongue) dengan tekanan berlangsungnya percakapan
antara ibu dan anak sejak bayi.
b) Bertolak pada minat dan kebutuhan komunikasi anak dan bukan
kepada program pengajaran tentang aturan bahasa yang perlu di-drill
(tubian)

3
c) Menyajikan bahasa yang sewajar mungkin pada anak, baik secara
ekspresif maupun reseptif.
d) Menuntun anak secara bertahap mampu menemukan sendiri aturan
atau bentuk bahasa melalui refleksi terhadap segala pengalaman
berbahasanya (discovery learning)(Rois and Astina, 2018)

4. Faktor-faktor Metode Maternal Reflektif


Menurut Soedjito (1992: 31), faktor-faktornya adalah:
a. Percakapan
b. Berkomunikasi sedini mungkin.
c. Melatih keterarahwajahan/keterarahsuaraan.
d. Memanfaatkan segala situasi yang dapat mengajak anak
mengungkapkan isi hati.
e. Menggunakan semua media komunikasi yang ekspresif dan represif.
Menurut Totok Bintoro (2008: 5) dalam Astutik (2010), faktor-faktor
MMR antara lain:
a. Verbal, terdiri dari: oral/lisan, tulisan, dan membaca ujaran.
b. Non verbal, terdiri dari: gesture, mimik, dan isyarat (isyarat
baku/isyarat ilmiah).
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa factor-faktor
metode maternal reflektif adalah anak tunarungu di didik untuk selalu
menggunakan bahasa oral, yang dilakukan dengan adanya percakapan di
mana saja, kapan saja, latihan bahasa yang berlangsung secara rutin dan
dapat digunakan sebagai upaya dalam pengembangan pendidikan
berbahasa bagi anak tunarungu agar kemampuan dan ketrampilan
bahasanya lebih meningkat.

5. Prinsip-prinsip Metode Maternal Reflektif


Menurut A Van Uden yang dikutip oleh Maria Susila Yuwati, (2000:
10-11) metode maternal reflektif dalam garis besarnya mencakup beberapa
langkah, yaitu :

4
1. Percakapan yang sewajarnya dengan menggunakan “metode tangkap”
dan “peran ganda” seperti yang dilakukan oleh ibu terhadap anaknya
yang masih bayi. Semua bentuk bahasa dalam percakapan
mempergunakan kalimat berita, kalimat Tanya, kalimat seru, ungkapan
sehari-hari, unsure perasaan dan lain-lain.
2. Hal yang penting dalam ungkapan anak dilatih diucapkan “seritmis”
mungkin, ini sangat membantu ingatan anak dan pemahama “struktur
fase”.
3. Anak tuna sangat miskin fungsi ingatannya, maka pelajaran membaca
dan menulis tidak dapat diabaikan.
4. Pelajaran refleksi bahasa hanya mungkin bila diberikan banyak latihan
membaca dan percakapan
Menurut Rahmat Jatun (2007: 7) dalam Astutik (2010), prinsip-prinsip
MMR, yaitu:
a. Secara reseptif maupun secara ekspresif.
b. Memperkembangkan penguasaan bahasa secar global intuitif menuju
penguasaan yang bersifat analitik dan sintetik, baik secara lisan maupun
tulisan.

6. Ciri-ciri Percakapan yang Baik


Menurut Widyatmiko (2003: 9) dalam Astutik (2010), cirri-ciri
percakapan yang baik adalah:
a. Saling berhadapan.
b. Posisi wajah sama tinggi.
c. Tidah perlu bicara terlalu keras.
d. Disertai isyarat atau abjad jari.
e. Memperhatiakan pemenggalan kalimat.
f. Bicara di tempat yang terang.

5
7. Komponen-komponen Metode Maternal
Menurut Maria Susila Yuwati (2000: 12), komponen MMR, adalah:
a. Wicara
Setiap anak tunarungu harus diberi kesempatan untuk
mengembangkan bicaranya. Dalam mengembangkan kemampuan
bicara anak tunarungu diperlukan peran orangtua dan guru untuk
member latiahan bicara secara intensif.
b. Membaca Ujaran
Kemampuan membaca ujaran harus dikemabangkan sedini mungkin
pada anak tunarungu, yaitu dengan selalu berkomunikasi melalui bicara
maupun isyarat secara simultan (bersamaan).
c. Membaca dan Menulis
Sejak kecil anak harus diajarkan lambang tulisan, misalnya dalam
kombinasi gambar atau situasi yang dialami agar kemampuan membaca
dan menulis anak dapat berkembang dengan baik.
d. Sistem Isyarat Bahasa Indonesia
SIBI adalah alat komunikasi berupa gerakan-gerakan tangan yang
disusun secara sistematis dan berfungsi mewakili bahasa Indonesia,
berdasarkan kosakata dasar bahasa Indonesia yang berlaku pada saat
ini.
e. Sistem Ejaan Jari
Ejaan jari Indonesia dibentuk dengan tangan atau posisi jari tertentu
untuk menggambarkan huruf-huruf abjad, tanda baca, dan kosa kata
bahasa lisan yang memiliki isyarat.
f. Mendengar
Kemampuan yang masih dimiliki anak tunarungu dalam menangkap
dan mengahayati bunyi harus dimanfaatkan seoptimal mungkin, dengan
memberikan bina persepsi bunyi dan irama sehingga anak dapat
mengembangkan kemampuan berbahasanya.

6
8. Kegiatan pembelajaran melalui metode maternal reflektif (MMR)
Secara garis besar, kegiatan-kegiatan pembelajaran bahasa melalui metode
maternal reflektif adalah sebagai berikut:
a. Percakapan dari hati ke hati (perdati)
Percakapan adalah pertukaran gagasan anatara dua orang atau lebih.
Perdati adalah percakapan yang bersifat spontan dan fleksibel untuk
mengembangkan empati anak. Dalam kegiatan percakapan dikelas,
setiap anak dilatih untuk memperhatikan isi hati lawan bicara, saling
terbuka, tanpa rasa takut dan curiga. Materi percakapan dalam perdati
merupakan hal-hal yang bersifat konkret, berasal dari pengalaman
bersama. Misalnya, permainan, makanan, alat tulis, binatang dan
sebagainya.
Percakapan dari hati ke hati di dalam kegiatan belajar mengajar akan
berjalan lancar atau tidak sangat ditentukan oleh ketrampilan guru
dalam menggunakan metode tangkap dan peran ganda. Percakapan dari
hati ke hati masih dibedakan atas dua macam percakapan, yaitu :
(1) Percakapan dari hati ke hati bebas
Percakapan yang berlangsung sangat spontan, antara anak dan orang tua,
guru, teman dan sebagainya mengenai hal-hal menarik yang sedang
dialaminya. Percakapan bebas ini dapat terjadi di mana saja, kapan saja dan
tentang apa saja. Biasanya masih menggunakan percakapan dari hati ke
hati bebas menunjukkan bahwa kemampuan membaca anak masih pada
taraf membaca ideovisual.
(2) Percakapan dari hari ke hati melanjutkan informasi
Percakapan yang berlangsung sangat spontan antara anak dengan
orang tua, guru, teman dan sebagainya mengenai pengalaman pribadi
yang menarik, ada berita yang sangat hangat dan mendesak, penting
dengan maksud mendapat tanggapan/pendapat, yang keluar dari hati
si lawan bicara sehingga ada penukaran fikiran yang hidup. Adapun
kelas-kelas yang sudah mampu berperdati melanjutkan informasi
menunjukkan bahwa kemampuan membaca anak pada taraf

7
membaca reseptif atau sekurang-kurangnya sudah pada taraf
membaca transisi.
b. Membaca ideovisual
Ideovisual berasal dari dua kata, idea berarti gagasan atau pikiran dan
visual berarti ditangkap lewat indera penglihatan. Membaca ideovisual
adalah membaca pikiran atau gagasan yang telah ditunagkan dalam
bentuk tulisan atau grafis sehingga dapat ditangkap secara visual.
Dalam kegiatan membaca ideovisual belum ada tuntutan anak untuk
dapat membaca huruf, kata atau kalimat, tetapi hanya perlu memahami
isi tulisan secara global. Anak menebak isi tulisan berdasarkan
pemahamannya sendiri. Isi tulisan merupakan isi pemikiran anak, maka
anak tidak akan mengalami kesulitan untuk mengatakan kembali isi
pikirannya dengan membaca tulisan.
c. Membaca reseptif
Reseptif artinya menerima ide dan pengalaman baru dengan meresapi
isi bacaan. Isi bacaan reseptif pada umumnya menceritakan pengalaman
orang lain dan belum pernah dialami oleh anak, sehingga anak
dibimbing untuk memahami isi bacaan tanpa bantuan orang lain.
Menurut A. van Uden membaca reseptif disebut visio-idea-reading
yang artinya memperoleh ide baru lewat lambang tulisan yang bersifat
visual. Membaca reseptif merupakan lanjutan dari membaca permulaan.
A. van Uden menyebut membaca permulaan dengan istilah ideovisual
yang kegiatannya adalah membaca hasil perdati yang ditungakan dalam
bentuk tulisan maupun grafis.
d. Refleksi
Ketunarunguan menyebabkan anak kesulitan untuk menguasai bahasa
sebagaimana anak berpendengaran normal. Anak berpendengaran
normal secara otomatis mencapai penguasaan struktur-struktur bahasa,
namun hal itu sulit dicapai anak tunarungu. Anak tunarungu kesulitan
untuk menemukan struktur bahasa dengan sendirinya, maka diperlukan
usaha untuk menyadarkan anak tunarungu terhadap bahasanya

8
Refleksi merupakan latihan yang direncanakan oleh guru setelah
kegiatan perdati dan percami untuk menyadarkan adanya segala aspek
kebahasaan khususnya struktur kalimat dalam perdati dan percami.
Proses penyadaran ini disebut latihan refleksi. Penulis menyimpulkan
bahwa refleksi adalah kegiatan yang disusun oleh guru untuk
menyadarkan anak tunarungu mengenai aspek bahasa terutama struktur
kalimat.
e. Percakapan linguistik (percali)
Percakapan lingusitik merupakan kegiatan refleksi terhadap kebahasaan
yang telah digunakan dengan mempercakapkan hasil bacaan yang telah
dipelajari. Percakapan linguistik disebut dengan percakapan tata bahasa
reflektif. Percakapan ini bertujuan agar anak tunarungu semakin
berkembang dalam penguasaan bahasa terutama terhadap struktur-
struktur bahasa secara pasif

B Praktek Pembelajaran Bahasa Bagi Anak Hambatan Pendengaran


Menurut Sadjaah, pelaksanaan praktek pembelajaran bahasa bagi anak
tunarungu dapat dilakukan dengan upaya-upaya sebagai berikut:
1. Upaya Keterarahwajahan
Keterarahwajahan adalah suatu keinginan untuk menatap wajah orang
lain dengan mengajaknay bicara, dengan maksud untuk mengadakan
kontak dengan orang-orang di luar dirinya. (Abdurrachman, 1996: 25)
dalam Sadjaah (2005: 220).
Contoh praktek latihan yang diberikan adalah:
a. Dengan mengajak anak bermain “ciluk, ba”.
Pelaksanaannya dengan cara berhadapan dengan anak secara
langsung. Melakukannya harus semanis mungkin agar:
1) Anak melihat muka guru dengan sungguh-sungguh.
2) Kemudian guru menutup muka dengan kedua telapak tangan (tidak
terlalu lama), dan secara tiba-tiba telapak tangan guru dibuka dengan
mengucapkan “ba” dengan suara keras.

9
3) Agar anak merasa senang dengan permainan ini, secara bergantian
guru meminta anak untuk melakukannya walaupun masih harus
dibantu.
b. Permaian dengan pussel
1) Tunjukkan bentuk pussel secara utuh kepada anak dan katakan
bahwa nama benda itu adalah pussel.
2) Lalu anak diminta untuk melepaskan potongan-potongan pussel
tersebut.
3) Guru mengambil salah satu potongan pussel dan didekatkan ke arah
wajah guru agar anak menatapnya, dan katakan nama potongan
pussel tersebut.
4) Apabila anak sudah mau menatap wajah dan memperhatikan ucapan
guru, maka potongan pussel diberikan untuk dipasang pada
tempatnya.
Dengan permainan yang dilakukan, diharapkan agar anak dapat
mengarahakan tatapannya dan memperhatiakan serta meniru pola
gerakan dari ujaran guru.hal tersebut dipersiapkan agar anak dapat
membaca ujaran dengan baik.
2. Upaya Mengeluarkan Bunyi Bahasa
Melalui latihan pembentukan suara diharapkan anak akan mampu
menggunakan suara secara wajar saat berbicara, dan pelaksanaan
latihan dapat dilaksanakan secara formal maupun nonformal, juga bisa
dilaksanakan oleh guru, guru bina bicara, atau pihak keluarga/orangtua.
Contoh: menyadarkan anak untuk bersuara:
a. Guru menunjukkan gambar-gambar kepada anak sambil
menyebutkan nama gambar yang dimaksud, misalnya “bola”.
b. Anak diminta untuk menirukan dan merasakan getaran suara pada
dada guru sewaktu mengucapkan kata “bola”.
c. Anak menirukan suara guru sambil merasakan dadanya sendiri agar
anak merasakan getaran suaranya.

10
d. Apabila peniruan ucapan masih sulit dilakukan anak, maka anak
diminta untuk mengulang melafalkan vokal dengan bersuara.
e. Cara lain adalah, dengan merasakan getaran pada leher/dada, seperti:
mengucapkan kata “bobobo…, momomo…, dsb.
Contoh: latihan membentuk suara formal
a. Guru menyiapkan suatu percakapan pada pertemuan, kemudian guru
mengambil satu kata, misalnya “sepatu” sebagai bahan latihan,
kemudian diambil suku kata, misalnya “pa”.
b. Anak disuruh mengulang ucapan/rabanan suku kata “pa” tersebut,
walaupun suaranya masih lemah.
c. Guru melatih pernapasan anak dengan meniup lilin dengan kuat
sehingga lilin padam.
d. Anak disuruh meniup lilin dengan napas yang panjang dan lilin tidak
padam.
e. Kemudian guru menyuruh kembali agar anak mengulangi rabanan
dengan lebih keras. Proses latihan ini dapat dilakukan sampai anak
dapat mengeluarkan suara dengan wajar.
3. Upaya Motorik Mulut
a. Latiahan meniup
1) Dilakukan dengan atau tanpa membulatkan pipi dan bisa dengan
bibir yang dibulatkan sedikit. Contohnya sewaktu meniup lilin.
2) Meniupi sebuah gulungan kertas tipis (apabila anak bisa setengah
gulungan kertas, nilainya=1 dan apabila bisa meniup seluruhnya,
maka diberi nilai=2).
3) Meniup sembarangan dengan hentakan napas panjang.
4) Latiahan meniup lewat hidung, mampukah anak membuang ingus
tanpa dibantu.
5) Membuang ingus dengan sapu tangan, apakah anak mampu
melakukannya.

11
b. Gerakan bibir-bibir
1) Membuka dan menutup bibir.
2) Membundarkan bibir dan menarik bibir ke kiri dan ke kanan.
3) Meniup dan memoncongkan mulut
4) Gerakan bibir dengan sedikit mulut terbuka, seperti pada “U”.
5) Gerakan bibir seperti mengucapkan “I” dan boleh juga dengan
bibir tertutup.
6) Gerakan bibir untuk mengucapkan “a, i, u, e, o”.
7) Membuat bunyi “rrrrrrr” dengan bibir.
8) Membuat bunyi “mmmmm”dengan bibir secara lancar.
9) Membuat bunyi “papapapapa”, dsb.
c. Gerakan rahang
1) Melakukan gerakan membuka dan menutup mulut.
2) Mulut dibuka dan rahang digerakkan dari kiri ke kanan.
3) Menguap dengan bibir terbuka dan bibir tertutup.
4) Menguyak dengan bibir tertutup, dsb.
d. Gerakan lidah
1) Mulut terbuka kemudian lidah keluar masuk mulut.
2) Menjilat bibir atas dan bibir bawah.
3) Ujung lidah ditekan pada gigi atas dan gigi bawah.
4) Membuat lidah menjadi lebar dan sempit, dsb.
e. Gerakan langit-langit lembut (velum)
1) Gerakan menguap dengan mulut terbuka.
2) Meniup dengan kuat.
4. Upaya Latihan Pernapasan
Untuk dapat berbicara baik dan benar, diperlukan pengaturan
pernapsan yang benar pula. Menurut para ahli, pernapasan anak
tunarungu kurang baik. Volume udara untuk kepentingan bicara
berbanding 1:10, dikatakan bahwa anak tunarungu tidak terbiasa
berbicara sehingga pernapasan yang baik untuk berbicara tidak

12
dilatihkan sejak kecil. Dengan demikian pernapasan anak tunarungu
harus terlatih.
5. Upaya Belajar Bahasa
Pelaksanaan belajar bahasa dengan anak tunarungu bisa dilakukan
oleh orangtua, contohnya:
a. Anak ingin minum dan kemudian anak menunjukkan tangannya
pada botol susunya dan ibu meresponnya secara verbal
mengucapkan “mau minum ya?”. Oleh karena itu, bahasa verbal
lebih dahulu dimiliki anak sebelum bahasa tulisan.
b. Apabila ibu sedang melihat gerak babbling anak dikala ibu
memperlihatkan mainannya dan anak merespon dengan gembira
maka dalam kesempatan ini ibu bertutur “ini boneka”. Situasi ini
dapat melatih daya ingatan anak.
c. Apabila anak sudah senang meniru ucapan ibu, maka kesempatan
itu harus dikembangkan dan dikondisikan. Anak harus dibimbing
untuk mengucapkan kata-kata yang lebih banyak lagi.

13
BAB III
PENUTUP

A Kesimpulan
Metode maternal reflektif adalah:
1. Pengakuan terhadap hak kaum tunarungu agar dapat melakukan
komunikasi dengan sesama manusia sehingga memperoleh pengalaman
yang lebih lengkap tentang dunia.
2. Pengakuan terhadap hak kaum tunarungu agar dapat melakukan
komunikasi dengan sesama manusia melaui cara mereka yang khas.
3. Mencakup berbagai cara komunikasi yang dipilih sesuai dengan
kemampuan dan kebutuhan perorangan.
4. Suatu falsafah melalui komunikasi dan bukan suatu metode pengajaran.
Praktek pembelajaran bahasa bagi anak hambatan pendengaran dapat
dilakukan oleh orangtua di rumah maupun guru anak tunarungu tersebut di
sekolah.

B Saran
Demikianlah makalah ini penulis selesaikan sebagai salah satu tugas
kelompok mata kuliah “Perspektif Pendidikan dan Pembelajaran Anak
Tunarungu”. Namun, penulis menyadari terdapat kekurangan dalam
penyusunan makalah ini. Maka dari itu, penulis mengharapkan kepada
pembaca, pendengar, maupun dosen pembimbing, untuk turut serta dalam
memberikan kritik yang membangun agar kedepannya menjadi lebih baik.

14
DAFTAR RUJUKAN

Pujiwati, S.- (2012) „Meningkatkan Pemahaman Kosakata Benda Anak


Tunarungu Melalui Metode Maternal Reflektif Di Kelas D II B Di Sdlbn
Tarantang Lima Puluh Kota‟, Jurnal Penelitian Pendidikan Khusus, 1(1).
doi: https://doi.org/10.24036/jupe7860.64.
Rois, A. and Astina, C. (2018) „Implementasi Metode Maternal Reflektif Dalam
Pembelajaran Bahasa Arab Bagi Anak Tuna Rungu Di Slb Purwosari
Kudus‟, Jurnal Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat UNSIQ,
5(3), pp. 372–387. doi: 10.32699/ppkm.v5i3.486.
Zulmiyetri, Z. (2017) „Metoda Maternal Reflektif (MMR) untuk Meningkatkan
Kemampuan Bahasa Lisan Anak Tunarungu‟, Jurnal Konseling dan
Pendidikan, 5(2), p. 62. doi: 10.29210/117500.
Astutik, Endang Puji. 2010. Metode Maternal Reflektif untuk Meningkatkan
Kemampuan Berbicara Anak Tunarungu Kelas 3 SLB-B Widya Bhakti
Semarang Tahun Ajaran 2009/2010. Skripsi. Tidak diterbitkan. Surakarta:
Universitas Sebelas Maret.
Maria Susila Yuwati. 2000. Penguasaan Bahasa Anak Tunarungu. Jakarta:
Yayasan Santi Rama.
Sadjaah, Edja. 2005. Pendidikan Bahasa Bagi Anak Gangguan Pendengaran
dalam Keluarga. Jakarta: Depdiknas Ditjen Dikti Direktorat Pembinaan
Pendidikan Tenaga Kependidikan dan Ketenagaan Perguruan Tinggi.

15

Anda mungkin juga menyukai