Anda di halaman 1dari 20

Makalah

Komponen Pendidikan Inklusi

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok pada Mata Kuliah Metodologi Penelitian

Dosen Pengampu:

Dr. IRAWAN, S.Pd.I., M.Pd.I.

Disusun Oleh:

Mulia Kurnia Cahya (2103020001)

Desti Aulia Putri (2103020015)

FAKULTAS AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM SYEKH YUSUF TANGERANG

Jl. Syekh Yusuf No.10, RT.001/RW.003. Babakan, Kec. Tangerang, Banten 1511
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr.wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga makalah yang berjudul “Komponen Pendidikan Inklusi” dapat
diselesaikan yang Alhamdulillah tepat waktu.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang penulis hadapi. Namun penulis
menyadari bahwa kelancaran dalam penulisan makalah ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan dan bimbingan dosen serta teman-teman, sehingga kendala-kendala yang penulis
hadapi teratasi.

Penulis sadar, penyusunan dan penulisan makalah ini masih banyak kekurangannya. Oleh
karena itu, kami sangat mengharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat positif, guna
penyusunan makalah yang lebih baik lagi di masa yang akan datang. Harapan kami, semoga
makalah yang sederhana ini dapat membri acuan pemikiran tersendiri bagi masyarakat
terlebih bagi mahasiswa sebagai tambahan ilmu dan informasi.

Wassalamualaikum wr.wb

Tangerang, 25 Febuari, 2022

(kelompok 3)

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................................ii

BAB I.........................................................................................................................................1

PENDAHULUAN.....................................................................................................................1

A. Latar Belakang................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...........................................................................................................2

C. Tujuan pembahasan.........................................................................................................2

BAB II.......................................................................................................................................3

PEMBAHASAN.......................................................................................................................3

A. Pengertian pendidikan inklusi.........................................................................................3

B. Visi Dan Misi Pendidikan Inklusi...................................................................................4

C. Komponen Pendukung Sistem Pendidikan Inklusi.........................................................4

1. Kurikulum....................................................................................................................4

2. Peserta Didik...............................................................................................................9

3. Pendidik atau guru.....................................................................................................10

4. Sarana dan prasarana.................................................................................................13

5. Proses Pembelajaran..................................................................................................14

BAB III....................................................................................................................................15

PENUTUP...............................................................................................................................15

KESIMPULAN....................................................................................................................15

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................16

ii
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan jumlah penduduk nomor empat
di dunia nuansa warna budaya yang unik dan khas telah menjadikannya sebagai
negeri pelangi yang plural. Sebagai bangsa yang besar dan nuansa budaya yang unik,
pendidikan memegang peran kunci dalam pembangunan bangsa, khususnya dalam
meningkatkan kesejahteraan yang berkeadilan untuk setiap warganya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pendidikan adalah proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan.
Pendidikan inklusif merupakan sistem penyelenggaraan pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada semua siswa yang memiliki kelainan dan memiliki
potensi kecerdasan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan dan
pembelajaran dalam satu lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan siswa
pada umumnya. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009
tentang pendidikan inklusif menjelaskan bahwa Anak Berkebutuhan Khsus (ABK)
juga berhak mendapatkan pendidikan yang sama dengan anak normal lainnya.
Penyelenggaran pendidikan inklusi memiliki 4 landasan, yaitu: ladasan filosofis,
landasan yuridis, ladasan pedagogis, dan landasan empiris. (Ryan et al., 2013)
Dalam proses pendidikan, sangat diperlukan adanya komponen-komponen
pendidikan. Komponen itu sendiri berarti bagian dari suatu sistem yang memiliki
peran dalam keseluruhan berlangsungnya suatu proses untuk mencapai sebuah tujuan.
Komponen pendidikan berarti bagian-bagian dari sistem proses pendidikan, yang
menentukan berhasil dan tidaknya atau ada dan tidaknya proses pendidikan.
Meskipun sudah banyak Sekolah Dasar yang ditunjuk sebagai sekolah inklusi,
tetapi dalam implementasinya masih banyak yang tidak sesuai dengan konsep-konsep
yang mendasar, bahkan tidak jarang ditemukan adanya kesalahan- kesalahan praktek
terutama terkait dengan aspek pemahaman, kebijakan internal sekolah, kurikulum,
serta tenaga kependidikan dan pembelajarannya. Penyelenggaraan pendidikan inklusif
memiliki komponen-komponen, di dalam komponen perencanaan sistem pendidikan

1
inklusif meliputi kurikulum, pendidik, peserta didik, proses pembelajaran dan sarana
prasarana.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusi?
2. Apa saja komponen dalam pendidikan inklusi?

C. Tujuan pembahasan
1. Untuk mengetahui Apa yang dimaksud dengan pendidikan inklusi
2. Untuk mengetahui Apa saja komponen dalam pendidikan inklusi

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian pendidikan inklusi


Inklusi merupakan suatu model pendidikan yang mulai memperoleh perhatian
dari berbagai negara, dalam upaya pemenuhan kebutuhan pendidikan bagi anak-
anak berkebutuhan khusus. Sapon-shevin dalam O'Neil (199411995),
mendefinisikan pendidikan inklusif sebagai suatu sistem layanan pendidikan
khusus yang mensyaratkan agar semua anak berkebutuhan khusus dilayani di
sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa bersama teman-teman seusianya.
Sedangkan sekolah inklusi menurut stainback, (1980) adalah sekolah yang
menampung semua murid di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program
pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap anak, serta
dukungan yang dapat diberikan guru untuk mencapai keberhasilan.
Pendidikan Inklusif adalah sistem layanan pendidikan yang mengatur agar
difabel dapat dilayani di sekolah terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman
seusianya. Tanpa harus dikhususkan kelasnya, siswa dapat belajar bersama
dengan aksesibilitas yang mendukung untuk semua siswa tanpa terkecuali difabel.
Inklusif dapat berarti bahwa tujuan pendidikan bagi peserta lembaga pendidikan
baik itu dari sekolah dasar sampai tingkat universitas yang memiliki hambatan
adalah keterlibatan yang sebenarnya dari setiap siswa dalam kehidupan sekolah
yang menyeluruh. Pendidikan inklusif dapat berarti penerimaan siswa atau
mahasiswa yang memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi
sosial dan konsep diri (visi-misi) sekolah atau universitas.
Pendidikan inklusif bertujuan untuk menyatukan atau menggabungkan
pendidikan reguler dengan pendidikan khusus ke dalam satu sistem lembaga
pendidikan yang dipersatukan untuk mempersatukan kebutuhan semua.
Pendidikan inklusif bukan sekedar metode atau pendekatan pendidikan melainkan
suatu bentuk implementasi filosofi yang mengakui kebhinekaan antar manusia
yang mengemban misi tunggal untuk membangun kehidupan bersama yang lebih
baik. Tujuan pendidikan inklusif adalah untuk menyatukan hak semua orang tanpa
terkecuali dalam memperoleh pendidikan.

3
Difabel hanyalah suatu bentuk kebhinekaan seperti halnya perbedaan suku,
ras, bahasa, budaya dan agama. Di dalam individu berkelainan pastilah dapat
ditemukan keunggulan-keunggulan tertentu, sebaliknya di dalam setiap individu-
individu pasti terdapat juga kecacatan tertentu, karena tidak ada makhluk yang
diciptakan sempurna. Hal ini diwujukan dalam sistem pendidikan inklusif yang
memungkinkan terjadinya pergaulan dan interaksi antar siswa yang beragam
sehingga mendorong sikap yang penuh toleransi dan saling menghargai.
Dari batasan tersebut, maka secara umum dapat dijelaskan, bahwa pendidikan
inklusif adalah suatu sistem layanan pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan
khusus di kelas normal bersama-sama dengan teman sebayanya. Penyelenggaraan
pendidikan inklusif menuntut pihak sekolah menyesuaikan sistem ataupun
program yang mencakup kurikulum, sistem pembelajaran dan evaluasi, tenaga
pendidik, dan sarana prasarana berdasarkan kebutuhan masisng-masing peserta
didik

B. Visi Dan Misi Pendidikan Inklusi


1. Visi pendidikan inklusif
Sesuai dengan komitmen Dakar (2000) visi pendidikan inklusif adalah
aktualisasi pendidikan untuk semua (education for alt), yang baik dan bermutu
2. Misi Pendidikan lnklusif, antara lain:
a. Menyelenggarakan pendidikan yang bermutu dan demokratis bagi semua
anak, terutama anak-anak berkebutuhan khusus
b. Menciptakan sistem layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
masing-masing individu peserta didik
c. Menyelenggarakan sekolah-sekolah penyelenggara pendidikan inklusif di
setiap daerah
d. Melibatkan berbagai kompenen pemerintah, masyarakat dan orangtua
dalam pelaksanaan program pendidikan inklusif
e. Meningkatkan kompetensi guru, dan sarana-prasarana yang diperlukan
secara langsung daram penyelenggaraan pendidikan inklusif.

C. Komponen Pendukung Sistem Pendidikan Inklusi


1. Kurikulum
Kurikulum memiliki kedudukan yang sangat strategis, karena
kurikulum disusun untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Melalui kurikulum

4
Sumber Daya Manusia dapat diarahkan untuk mencapai kemajuan pendidikan.
Oleh karena itu, kurikulum harus terus dikembangkan sesuai dengan tahap
perkembangan peserta didik, kebutuhan pembangunan nasional, serta
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Adapun kurikulum yang diterapkan pada satuan pendidikan yang
menyelenggarakan pendidikan inklusif tetap menggunakan kurikulum nasional
untuk satuan pendidikan yang bersangkutan, misalnya Kurikulum Taman
Kanak-Kanak, sekolah Dasar, Sekolah Menengah dan seterusnya. Hanya saja
GBPP diperlukan format yang lebih sederhana.
Dalam Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang System
Pendidikan Nasional (UUSPN) pada Pasal 1 butir 19 disebutkan: Bahwa
kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,
dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu.
Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, pemerintah dalam hal
ini Departemen Pendidikan Nasional telah menetapkan Standar Isi dan Standar
Kompetensi lulusan, yang meliputi Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi
Dasar (KD). Untuk pengembangan kurikulum selanjutnya diserahkan pada
satuan pendidikan masing-masing yang nantinya dikenal sebagai Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan. Substansi pengembangan kurikulum yang lebih
rinci dilakukan berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan, Standar Kelompok
Mata Pelajaran, dan Standar Kompetensi Mata Pelajaran. Kurikulum ini
dikembangkan di tingkat satuan pendidikan dengan mengingat kondisi daerah
dan kondisi kemampuan peserta didik.
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai
tujuan, isi, dan bahan pelajaran, serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu. Kurikulum berisi seperangkat rencana dan pengaturan tentang
kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan pendidikan nasional dan
cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan
sekolah.(Sukardari, 2019)
Secara umum menurut Budiyanto dalam bukunya Pengantar
Pendidikan Inklusif Berbasis Budaya Lokal, kerangka pendidikan inklusif

5
rambu-rambu yang harus diperhatikan dalam pengembangan kurikulum agar
dapat dipergunakan bagi semua peserta didik, khususnya bagi anak
berkebutuhan khusus sesuai dengan pernyataan Salamanca adalah sebagai
berikut:
a. Kurikulum disesuaikan dengan kebutuhan anak, bukan sebaliknya.
Oleh karena itu sekolah memberikan kesempatan kurikuler yang
disesuaikan dengan anak yang memiliki bermacam-macam
kemampuan dan minat.
b. Anak penyandang berkebutuhan khusus memperoleh dukungan
pembelajaran tambahan dalam konteks kurikulum regular, bukan
kurikulum yang berbeda. Prinsip yang dijadikan pedoman dapat
memberikan bantuan dan dukungan tambahan bagi anak yang
memerlukannya.
c. Perolehan pengetahuan bukan sekedar masalah pembelajaran formal
dan teoritis. Pendidikan berisi hal-hal yang menimbulkan kesanggupan
untuk mencapai standar yang lebih tinggi dan memenuhi kebutuhan
individu demi memungkinkannya berpartisipasi secara penuh dalam
pembangunan. Pengajaran dihubungkan dengan hal-hal yang praktis
agar mereka lebih termotivasi.
a) Jenis kurikulum
Kurikulum yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusi pada dasarnya adalah kurikulum standar nasional yang
berlaku di sekolah umum. Namun demikian, karena ragam
hambatan yang dialami peserta didik berkelainan sangat
bervariasi, mulai dari sifatnya yang ringan, sedang sampai yang
berat, maka dalam implementasinya, kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang sesuai dengan standar nasional perlu
dilakukan modifikasi (penyelarasan) sedemikian rupa sehingga
sesuai dengan kebutuhan peserta didik.
Modifikasi (penyelarasan) kurikulum dapat dilakukan
oleh tim pengembang kurikulum di sekolah. Tim pengembang
kurikulum sekolah terdiri atas kepala sekolah, guru kelas, guru
mata pelajaran, guru pendidikan khusus, konselor, psikolog,
dan ahli lain yang terkait.

6
b) Tujuan Pengembangan Kurikulum
Tujuan pengembangan kurikulum dalam pendidikan
inklusi, antara lain adalah:
1) Membantu peserta didik dalam mengembangkan potensi
dan mengatasi hambatan belajar yang dialami siswa
semaksimal mungkin dalam setting inklusi.
2) Membantu guru dan orangtua dalam mengembangkan
program pendidikan bagi peserta didik berkebutuhan
khusus, baik yang diselenggarakan di sekolah, di luar
sekolah maupun di rumah.
3) Menjadi pedoman bagi sekolah, dan masyarakat dalam
mengembangkan, menilai, dan menyempurnakan program
pendidikan inklusi.
c) Model Pengembangan Kurikulum Inklusi
1) Model Duplikasi
Duplikasi artinya meniru atau menggandakan. Meniru
berarti membuat sesuatu menjadi sama atau serupa. Model
kurikulum duplikasi berarti mengembangkan atau
memberlakukan kurikulum untuk siswa berkebutuhan
khusus secara sama atau serupa dengan kurikulum yang
digunakan untuk siswa pada umumnya (reguler). Jadi,
model duplikasi adalah cara dalam pengembangan
kurikulum, bagi siswa-siswa berkebutuhan khusus dengan
menggunakan kurikulum yang sama seperti yang dipakai
oleh anak-anak pada umumnya.
Model duplikasi dapat diterapkan pada empat
komponen utama kurikulum, yaitu tujuan, isi, proses, dan
evaluasi. Misalnya pada model kurikulum tingkat satuan
pendidikan yang sesuai standar nasional, peserta didik yang
berkelainan mnegikuti kurikulum satuan pendidikan seperti
teman-teman lainnya di dalam kelas yang sama. Program
layanan khususnya lebih diarahkan kepada proses
pembimbingan belajar, motivasi, dan ketekunan belajarnya.
2) Model Modifikasi

7
Modifikasi berarti merubah untuk disesuaikan. Dalam
kaitan dengan kurikulum untuk siswa berkebutuhan khusus,
maka model modifikasi berarti cara pengembangan
kurikulum dengan memodifikasi kurikulum umum yang
diberlakukan untuk siswa-siswa reguler dirubah untuk
disesuaikan dengan kemampuan siswa berkebutuhan
khusus. Siswa berkebutuhan khusus menjalani kurikulum
yang sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Modifikasi dapat diberlakukan pada empat komponen
utama pembelajaran yaitu tujuan, materi, proses, dan
evaluasi. Misalnya pada model kurikulum akomodatif.
Model kurikulum akomodatif adalah kurikulum yang
dimodifikasi sesuai anak berkebutuhan khusus. Modifikasi
dapat dilakukan pada strategi pembelajaran, jenis penilaian,
maupun pada program tambahan lainnya dengan tetap
mengacu pada kebutuhan siswa.
3) Model Substitusi
Substitusi berarti mengganti. Dalam kaitan dengan
model kurikulum, maka substitusi berarti mengganti
sesuatu yang ada dalam kurikulum umum dengan sesuatu
yang lain. Penggantian dilakukan karena hal tersebut tidak
mungkin diberlakukan kepada siswa berkebutuhan khusus,
tetapi masih bisa diganti dengan hal lain yang kurang lebih
sepadan (memiliki nilai yang kurang lebih sama). Model
substitusi bisa terjadi dalam hal tujuan pembelajaran,
materi, proses atau evaluasi.
4) Model Omisi
Omisi berarti menghilangkan. Dalam kaitan dengan
model kurikulum, omisi berarti upaya untuk menghilangkan
sesuatu (bagian atau keseluruhan) dari kurikulum umum,
karena hal tersebut tidak mungkin diberikan kepada siswa
berkebutuhan khusus. Dengan kata lain, omisi berarti
sesuatu yang ada dalam kurikulum umum tidak
disampaikan atau diberikan kepada siswa berkebutuhan

8
khusus karena sifatnya terlalu sulit atau tidak sesuai dengan
kondisi anak berkebutuhan khusus. Bedanya dengan
substitusi adalah jika dalam substitusi ada materi pengganti
yang sepadan, sedangkan dalam model omisi tidak ada
materi pengganti.

2. Peserta Didik
Sekolah yang menyelenggarakan pendidikan inklusi memiliki peserta
didik yang berbeda dengan sekolah lain pada umumnya. Ada tiga hal yng
perlu dibahas sekilas tentang peserta didik sekolah inklusi, yaitu: pengertian
peserta didik berkebutuhan khusus dan/ atau memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa; karakteristik dan kebutuhan khusus peserta didik; dan tingkat
kecerdasan.
a. Pengertian Peserta Didik Berkebutuhan Khusus
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses
pertumbuhan/ perkembangannya secara signifikan mengalami
kelainan/penyimpangan (phisik, mental-intelektual, sosial, emosional)
dibanding dengan anak-anak lain seusianya sehingga mereka
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Jika peserta didik yang
mengalami kelainan atau penyimpangan yang tidak signifikan dan
telah dapat dikoreksi dengan alat bantu tidak memerlukan pendidikan
khusus, peserta didik tersebut tidak termasuk peserta didik yang
berkebutuhan khusus. Untuk keperluan pendidikan inklusif, peserta
didik berkebutuhan khusus atau yang memiliki kelainan dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
1) Tunanetra
2) Tunarungu
3) Tunawicara
4) Tunagrahita
5) Tunadaksa
6) Tunalaras
7) Berkesulitan belajar spesifik
8) Lamban belajar
9) Autistik

9
10) Gangguan motorik
11) Korban penyalahgunaan narkoba
12) Anak dengan penyakit kronis
13) Gabungan dari dua atau lebih jenis kelainan seperti disebut di atas.
14) Peserta didik yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
(peserta didik dengan kecerdasan luar biasa, peserta didik dengan
kreativitas luar biasa, peserta didik dengan bakat seni dan/atau
olahraga luar biasa, dan/atau gabungan dari dua atau lebih jenis-
jenis kelebihan di atas).
b. Hambatan-hambatan peserta didik berkebutuhan khusus
Setiap peserta didik berkebutuhan khusus memiliki hambatan
tertentu yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Perbedaan
hambatan-hambatan tersebut juga menggambarkan adanya perbedaan
kebutuhan layanan pendidikan bagi setiap peserta didik, baik yang
berkaitan dengan kemampuan/ kesanggupan maupun ketidakmampuan
peserta didik secara individual. Model Pendidikan Inklusi dalam
Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus Untuk keperluan
pengembangan pengajaran pendidikan inklusi, kebutuhan khusus
peserta didik perlu dilakukan asesmen dan identifikasi keunggulan dan
hambatan-hambatannya serta kebutuhan khusus peserta didik.

3. Pendidik atau guru


Pendidik atau guru dalam pengertian yang sederhana adalah orang
yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik. Dalam pengertian
lain, guru adalah orang yang bertanggung jawab mencerdaskan kehidupan
anak didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan kehidupan anak
didik. Pribadi susila yang cakap adalah yang diharapkan ada pada diri setiap
anak didik. Tidak ada seorang guru pun yang mengaharapkan anak didiknya
menjadi sampah masyarakat.
Untuk membangun kekuatan peserta didik, guru harus bekerja secara
kooperatif dan kolaboratif dengan guru-guru pendidikan khusus, dan murid-
murid tidak harus terisolasi dari teman-temannya. Guru memiliki tanggung
jawab untuk mengarahkan perkembangan murid, individual, serta kebutuhan
pembelajaran dengan keterbatasan. Guru-guru yang efektif mengembangkan

10
hubungan kerja yang baik dengan orang tua murid. 1 Guru berkedudukan
sebagai tenaga profesional pada jenjang pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan pada usia dini pada jalur pendidikan formal yang
dibuktikan dengan sertifikat pendidik. Dalam dunia pendidikan guru memiliki
peran yakni anatara lain:
a. Guru sebagai Demonstrator
Melalui peranannya sebagai demonstrator, lecturer, atau
pengajar, guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau materi
pelajaran yang akan diajarkannya serta senantiasa mengembangkannya
dalam arti meningkatkan kemampuannya dalam hal ilmu yang
dimilikinya karena hal ini akan sangat menentukan hasil belajar yang
akan dicapai oleh siswa.
b. Guru sebagai Pengelola Kelas
Dalam peranannya sebagai pengelola kelas (learning manager),
guru hendaknya mampu mengelola kelas sebagai lingkungan belajar
serta merupakan aspek dari lingkungan sekolah yang perlu
diorganisasi. Lingkungan ini diatur dan diawasi agar kegiatan-kegiatan
belajar terarah kepada tujuan-tujuan pendidikan.
c. Guru sebagai Mediator dan Fasilitator
Sebagai mediator guru hendaknya memiliki pengetahuan dan
pemahaman yang cukup tentang media pendidikan karena media
pendidikan merupakan alat komunikasi untuk lebih mengefektifkan
proses belajar mengajar.
Sebagai fasilitator guru hendaknya mampu mengusahakan
sumber belajar yang berguna serta dapat menunjang pencapaian tujuan
dan proses belajar mengajar, baik yang berupa narasumber, buku teks,
majalah, ataupun surat kabar.
d. Guru sebagai Evaluator
Sebagai evaluator, guru berperan untuk mengumpulkan data
atau informasi tentang keberhaasilan pembelajaran yang telah
dilakukan. Terdapat dua fungsi dalam memerankan perannya sebagai
evaluator. Pertama, untuk menentukan keberhasilan siswa dalam

1
Forrest W. Parkay dan Beverly Hardcastle Stanford. Menjadi Seorang Guru. (Jakarta: Indeks, 2008). Hal. 408 –
413

11
mencapai tujuan yang telah ditentukan atau menentukan keberhasilan
siswa dalam menyerap materi kurikulum. Kedua, untuk menentukan
siswa dalam menyerap materi kurikulum. Ketiga
]
kegiatan yang telah diprogramkan.
Secara umum pada kelas inklusif di sekolah dasar terdiri dari
guru kelas, guru mata pelajaran dan guru pembimbing khusus (GPK).
a. Guru kelas
Guru kelas adalah pendidik atau pengajar pada suatu kelas
tertentu di sekolah dasar yang sesuai dengan kualifikasi yang
dipersyaratkan, bertanggung jawab pada pengelolaan pembelajaran
dan administrasi kelasnya. Kelas yang dipegang tidak menetap.
Tiap tahun dapat berubah-ubah sesuai dengan kondisi sekolah.
Tugas guru kelas antara lain sebagai berikut.
1. Menciptakan iklim belajar yang kondusif sehingga anak-anak
merasa nyaman belajar di kelas/sekolah.
2. Menyusun dan melaksanakan asesmen pada semua anak untuk
mengetahui kemampuan dan kebutuhannya.
3. Menyusun Program Pembelajaran Individual (PPI) bersama-
sama dengan guru pembimbing khusus (GPK). Melaksanakan
kegiatan belajar-mengajar dan mengadakan penilaian untuk
semua mata pelajaran (kecuali Pendidikan Agama dan
Pendidikan Jasmani dan Kesehatan) yang menjadi tanggung
jawabnya.
4. Memberikan program remidi pengajaran (remedial teaching),
pengayaan/ percepatan bagi peserta didik yang membutuhkan.
5. Melaksanakan administrasi kelas sesuai dengan bidang
tugasnya.
b. Guru mata pelajaran
Guru mata pelajaran yaitu guru yang mengajar pada mata
pelajaran tertentu sesuai dengan kualifikasi yang dipersyaratkan. Di
sekolah biasanya guru mata pelajaran pendidikan agama Islam
serta jasmani dan kesehatan dipegang oleh guru mata pelajaran,

12
selain itu dipegang oleh guru kelas. Tugas guru mata pelajaran
antara lain sebagai berikut.
1. Menciptakan iklimbelajaryangkondusifsehingga anak-anak
merasa nyaman belajar di kelas/sekolah.
2. Menyusun dan melaksanakan asesmen pada semua anak
untuk mengetahui kemampuan dan kebutuhannya
3. Menyusun program pembelajaran individual (PPI) bersama-
sama dengan guru pembimbing khusus (GPK).
4. Melaksanakan kegiatan belajar-mengajar dan mengadakan
penilaian kegiatan belajar mengajar untuk mata pelajaran
yang menjadi tanggung jawabnya.
5. Memberikan program Perbaikan (remedial teaching),
pengayaan/percepatan bagi peserta didik yang
membutuhkan
c. Guru pembimbing khusus
Guru pembimbing khusus adalah guru yang mempunyai latar
belakang pendidikan luar biasa atau yang pernah mendapat
pelatihan khusus terkait dengan pendidikan luar biasa. Tugas Guru
Pembimbing Khusus:
1. Menyusun instrumen asesmen pendidikan bersama-sama
dengan guru kelas dan guru mata pelajaran.
2. Membangun sistem koordinasi antara guru, pihak sekolah
dan orang tua peserta didik.
3. Melaksanakan pendampingan anak berkelainan pada
kegiatan pembelajaran bersama-sama dengan guru
kelas/guru mata pelajaran.
4. Memberikan bantuan layanan khusus bagi peserta didik
berkelainan yang mengalami hambatan dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran di kelas umum, remidi ataupun
pengayaan.
5. Memberikan bantuan (berbagi pengalaman) pada guru
kelas/guru mata pelajaran agar mereka dapat memberikan
pelayanan pendidikan kepada peserta didik yang
berkelainan.(Schwarz et al., 2014)
13
4. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana merupakan salah satu komponen penting dalam
penyelenggaraan pendidikan. Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif
sarana prasarana yang dibutuhkan akan lebih bervariasi, karena siswa
berkebutuhan khusus juga memerlukan beberapa sarana prasarana khusus
penunjang proses pembelajaran, yang menyesuaikan dengan jenis kebutuhan
khusus siswa. Sekolah inklusif harus menyediakan sarana dan prasarana yang
menunjang bagi siswa berkebutuhan khusus. Misalnya: buku-buku pelajaran
dalam bentuk braille, buku audio atau talking-books untuk siswa tunanetra,
dan peralatan khusus yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan siswa
berkebutuhan khusus.
Sarana dan prasarana pendidikan dalam pembelajaran memiliki fungsi
sebagai alat bantu untuk menjelaskan pesan yang disampaikan guru. Sarana
dan prasarana pendidikan juga berfungsi sebagai alat pembelajaran individual
di mana kedudukan sarana dan prasarana pendidikan sepenuhnya melayani
kebutuhan belajar siswa.

5. Proses Pembelajaran
a. Proses pembelajaran belum dilaksanakan dalam bentuk team teaching,
tidak dilakukan secara terkoordinasi.
b. Guru cenderung masih mengalami kesulitan dalam meru-musakan
flexible curriculum, pembuatan IEP, dan dalam menentukan tujuan,
materi, dan metode pembelajaran.
c. Masih terjadi kesalahan praktik bahwa target kurikulum ABK sama
dengan siswa lainnya serta anggapan bahwa siswa cacat tidak memiliki
kemampuan yang cukup untuk menguasai materi belajar.
d. Karena keterbatasan fasilitas sekolah, pelaksanaan pembel-ajaran
belum menggunakan media, resource, dan lingkungan yang beragam
sesuai kebutuhan anak.
e. Belum adanya panduan yang jelas tentang sistem penilaian. Sistem
penilaian belum menggunakan pendekatan yang fleksibel dan beragam.
f. Masih terdapat persepsi bahwa sistem penilaian hasil belajar ABK
sama dengan anak normal lainnya, sehingga berkembang anggapan
bahwa mereka tidak menunjukkan kemajuan belajar yang berarti.

14
15
BAB III

PENUTUP
KESIMPULAN

16
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Yuli Riski. “Peran Guru Pendamping ABK Dalam Program Pendidikan Inklusi
(Studi pada Guru Pendamping ABK (Anak Berkebutuhan Khusus) di SD Budi
Mulia Seturan KAbupaten Sleman Provinsi D.I Yogyakarta)”.Skripsi.
(Yogyakarta: Fakultas Dakwah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2011)
Budiyanto. Supena Asep. Sujarwanto. Yusuf, Munawir. Modul Pelatihan Pendidikan
Inklusi. 2010. Jakarta: Kementerian Pendidikan Nasional
Hadis, Abdul. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik. 2006. Bandung:
Alfabeta.
Jefrey S. Nevid, Spencer A. Rathus, Beverly Grene, Psikologi Abnormal. 2003. Jakarta:
Erlangga
Kustawan, Dedy. Pendidikan Inklusif & Upaya Implementasinya. 2012. Jakarta Timur:
PT Luxima Metro Media
Parkay, Forrest W. Stanford, Beverly Hardcastle. Menjadi Seorang Guru. 2008. Jakarta:
Indeks
Rusman. Model-model Pembelajaran: mengembangkan profesionalisme guru. 2010.
Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Ryan, Cooper, & Tauer. (2013). 済無 No Title No Title No Title. Paper Knowledge .
Toward a Media History of Documents, 19101241017, 12–26.

Schwarz, P., Body, J. J., Cáp, J., Hofbauer, L. C., Farouk, M., Gessl, A., Kuhn, J. M.,
Marcocci, C., Mattin, C., Muñoz Torres, M., Payer, J., Van De Ven, A.,
Yavropoulou, M., Selby, P., & )2014( .‫ ح‬,‫اطمی‬RR‫ف‬. No Title ‫ذایی‬RR‫واد غ‬RR‫یمی م‬RR‫ش‬.
European Journal of Endocrinology, 171(6), 727–735.
https://eje.bioscientifica.com/view/journals/eje/171/6/727.xml

Sukardari, D. D. H. (2019). Model Pendidikan Inklusi Dalam Pembelajaran Anak


Berkebutuhan Khusus. In Kanwa Publisher.
https://ejournal.umpri.ac.id/index.php/JGP/article/view/1326

17

Anda mungkin juga menyukai