Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PENDIDIKAN INKLUSI

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu: Dr. Nonoh Siti Aminah, M.Pd

Oleh:

Afifah Nur Hidayatullah (K2318005)

Lailatul Bilkisa Putri Martandang (K2320048)

Meidiana Syafitri (K2320051)

PRODI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Pendidikan Inklusi” ini
tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nonoh Siti Aminah, M.Pd selaku
dosen mata kuliah Pendidikan Inklusi yang telah membimbing dan menambah wawasan
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam bidang studi yang penulis
tekuni.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
menyelesaikan makalah ini. Penulis menyadari, makalah ini masih jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis harapkan guna membantu menyempurnakan
makalah ini.

Surakarta, 28 Maret 2022

Penulis
DAFTAR ISI

SAMPUL PENDIDIKAN INKLUSI......................................................................................1


KATA PENGANTAR..............................................................................................................2
DAFTAR ISI.............................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................4
A. Latar Belakang................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................4
C. Tujuan.............................................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN..........................................................................................................6
A. Filosofi, Tujuan, dan Manfaat Pendidikan Inklusif........................................................6
B. Prinsip dan Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus.............................................................................................................8
C. Mengidentifikasi Sekolah Inklusi dan Reguler...............................................................8
D. Mengidentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan Ciri-ciri yang Dimilikinya9
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN...............................................................................11
A. Kesimpulan...................................................................................................................11
B. Saran..............................................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................12
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan hak dasar setiap warga Negara Indonesia, tak


terkecuali mereka yang berkebutuhan khusus. Seperti halnya dalam Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 5 Ayat 1, bahwa setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Peran pemerintah dalam
penyelenggaraan pendidikan yang merata tentu sangat berpengaruh dan penting dalam
pengembangan pendidikan. Selama ini Anak Berkebutuhan khusus disediakan
fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis kekhususannya yang
disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Namun, Sekolah Luar Biasa (SLB) masih
menjadi tembok pemisah bagi anak-anak berkebutuhan khusus dengan anak-anak
pada umumnya, hal ini menghambat proses interaksi di antara mereka.

Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk pemerataan dan bentuk


perwujudan pendidikan tanpa diskriminasi dimana anak berkebutuhan khusus dan
anak-anak pada umumnya dapat memperoleh pendidikan yang sama. Pendidikan
inklusif menjadi alternatif pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang
mengalami keterbatasan fisik namun masih dapat mengikuti materi yang diajarkan di
sekolah-sekolah umum. Banyak diantara mereka yang bersekolah di sekolah umum
dapat mengikuti pembelajaran dan bahkan mampu mengalahkan anak-anak yang
tumbuh dengan fisik yang utuh dari materi yang diujikan kepada mereka. Dengan
bergabungnya mereka di sekolah reguler (non SLB) memberikan kesempatan bagi
mereka untuk dapat bersosialisasi dengan anak yang tumbuh dengan normal untuk
membantu perkembangan emosional anak tersebut agar tidak menjadi anak yang
minder, dan bahkan menganggap diri mereka sama dengan anak yang lain. Hal inilah
yang mendasari pendidikan inklusif diselenggarakan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana filosofi, tujuan, dan manfaat pendidikan inklusi?
2. Bagaimana prinsip dan landasan penyelenggaraan pendidikan inklusif peserta
didik berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana cara mengidentifikasi sekolah inklusi dan reguler?
4. Bagaimana cara mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan ciri-ciri
yang dimilikinya?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui filosofi, tujuan, dan manfaat pendidikan inklusi
2. Untuk mengetahui prinsip dan landasan penyelenggaraan pendidikan inklusif
peserta didik berkebutuhan khusus
3. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi sekolah inklusi dan reguler
4. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan
ciri-ciri yang dimilikinya
BAB II
PEMBAHASAN

A. Filosofi, Tujuan, dan Manfaat Pendidikan Inklusif

1. Filosofi Pendidikan Inklusi

Berbicara tentang filosofis pendidikan inklusif di Indonesia, tidak luput dari


filosofi bangsa Indonesia itu sendiri. Sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila,
kita dituntut untuk dapat menjunjung tinggi norma Bhinneka Tunggal Ika, baik
secara tekstual maupun kontekstual.

Adapun kaitan antara filosofi Indonesia dan pendidikan inklusif adalah


landasan negara menuntut kita untuk dapat mengemban tugas sebagai khalifah
Tuhan dalam bidang pendidikan inklusif. Sebagai sesama makhluk di dunia,
manusia harus saling menolong, mendorong, dan memberi motivasi agar semua
potensi kemanusiaan yang ada pada diri setiap peserta didik, termasuk anak
berkebutuhan khusus (ABK). Hal ini dilakukan agar ABK dapat mengembangkan
potensinya dengan optimal dan mampu meningkatkan kualitas kemandiriannya.
Suasana tolong menolong seperti yang dikemukakan di atas dapat diciptakan
melalui suasana belajar dan kerjasama yang silih asah, silih asih, dan silih asuh
(saling mencerdaskan, saling mencinta, dan saling tenggang rasa).

Filosofi Bhinneka Tunggal Ika mengajak kita untuk meyakini bahwa di dalam
diri manusia bersemayam potensi kemanusiaan yang bila dikembangkan melalui
pendidikan yang baik dan benar dapat berkembang tak terbatas. Perlu diyakini pula
bahwa potensi itu pun ada pada diri setiap ABK. Karena, seperti halnya ras, suku,
dan agama di tanah Indonesia, keterbatasan pada ABK maupun keunggulan pada
anak normal pada umumnya memiliki kedudukan yang sejajar.

Sekolah inklusif dimulai dengan filosofi bahwa semua anak dapat belajar dan
tergabung dalam sekolah dan kehidupan komunitas umum. Pendidikan inklusif
merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak special need
yang secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca dalam
konferensi dunia tentang pendidikan berkelainan bulan Juni 1994, bahwa prinsip
mendasar pendidikan inklusi adalah selama memungkinkan, semua anak
seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan
yang mungkin ada (Ermawati, 2008).

2. Tujuan Pendidikan Inklusi

Menurut Mohammad Takdir Ilahi, tujuan pendidikan inklusi ada dua macam,
yakni:

a. Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada semua peserta didik yang


memiliki kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau memiliki potensi
kecerdasan dan bakat istimewa untuk memperoleh pendidikan yang bermutu sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya.

b. Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman,


dan tidak diskriminatif bagi semua peserta didik.

3. Manfaat 

Manfaat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah:

a. Dalam pendidikan dasar maupun menengah, ditemukan bahwa prestasi


akademis siswa pada sekolah inklusif sama dengan atau lebih baik dari pada
siswa yang berada di sekolah yang tidak menerapkan prinsip inklusi (Baker,
Wang, & Walbreg, 1994).
b. Adanya penerapan belajar co-teaching, siswa yang memiliki ketidakmampuan
tertentu dan siswa yang lambat dalam menyerap informasi mengalami
peningkatan dalam keterampilan sosial dan semua siswa mengalami
peningkatan harga diri dalam kaitan dengan kemampuan dan kecerdasan
mereka.
c. Siswa yang memiliki ketidakmampuan tertentu mengalami peningkatan harga
diri atau kepercayaan diri semata-mata hanya karena belajar di sekolah reguler
daripada sekolah luar biasa.
d. Siswa yang tidak memiliki ketidakmampuan tertentu mengalami pertumbuhan
dalam pemahaman sosial dan memiliki pemahaman dan penerimaan yang lebih
besar terhadap siswa yang memiliki ketidakmampuan tertentu karena mereka
mengalami program inklusif (Freeman & Alkin, 2000).
B. Prinsip dan Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif Peserta
Didik Berkebutuhan Khusus
Budiyanto (2012: 13) mengemukakan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan
inklusif terdapat beberapa prinsip, yaitu: 
1. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu, pemerintah mempunyai tanggung
jawab untuk menyusun strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh
layanan pendidikan dan peningkatan mutu. Pendidikan inklusif merupakan salah
satu strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan karena
lembaga pendidikan inklusi bisa menampung semua anak yang belum terjangkau
oleh layanan pendidikan lainnya. Pendidikan inklusif juga merupakan strategi
peningkatan mutu, karena model pembelajaran inklusif menggunakan metodologi
pembelajaran bervariasi yang bisa menyentuh pada semua anak dan menghargai
perbedaan. 
2. Prinsip kebutuhan individual, setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan
yang berbeda-beda oleh karena itu pendidikan harus diusahakan untuk
menyesuaikan dengan kondisi anak. 
3. Prinsip kebermaknaan, pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga
komunitas kelas yang ramah, menerima keanekaragaman dan menghargai
perbedaan. 
4. Prinsip keberlanjutan, pendidikan inklusif diselenggarakan secara berlanjut pada
semua jenjang pendidikan. 
5. Prinsip keterlibatan, penyelenggaraan pendidikan inklusif harus melibatkan
seluruh komponen pendidikan terkait.

C. Mengidentifikasi Sekolah Inklusi dan Reguler


Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang–
Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan
bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak berkebutuhan khusus
untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Ini menunjukkan bahwa anak
berkebutuhan khusus berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak
lainnya (reguler) dalam pendidikan. Selama ini, layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui tiga macam lembaga
pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan
Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga pendidikan khusus tertua, menampung
anak dengan jenis kelainan yang sama sehingga ada SLB untuk anak dengan
hambatan penglihatan (Tunanetra), SLB untuk anak dengan hambatan pendengaran
(Tunarungu), SLB untuk anak dengan hambatan berpikir/kecerdasan (Tunagrahita),
SLB untuk anak hambatan (fisik dan motorik (Tunadaksa), SLB untuk anak dengan
hambatan emosi dan perilaku (Tunalaras), dan SLB untuk anak dengan hambatan
majemuk (Tunaganda). Sedangkan SLB menampung berbagai jenis anak
berkebutuhan khusus. 
Sekolah umum atau biasa juga disebut sekolah reguler adalah pendidikan
tingkat dasar maupun menengah yang berfokus pada perluasan pengetahuan bagi
peserta didik untuk melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Sekolah ini bisa
berbentuk SD (sekolah dasar), SMP (sekolah menengah pertama) dan SMA (sekolah
menengah atas). Pada sekolah ini umumnya tidak terdapat program khusus di
dalamnya.
Secara sederhana pengertian sekolah reguler adalah sekolah umum, tidak ada
program-program khusus di dalamnya. Secara umum pembelajarannya dimulai pagi
hari sampai siang hari. Yaitu mulai jam 07:00 – 12:30 WIB.

D. Mengidentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Berdasarkan Ciri-ciri


yang Dimilikinya
Menurut Munawir Yusuf (Budiyanto, 2012: 35) secara umum tujuan
identifikasi adalah untuk menghimpun informasi yang lengkap mengenai kondisi anak
dalam rangka penyusunan program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan
khususnya sehingga anak tersebut terhindar dari problema belajar. Adanya identifikasi
dapat digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi yang berhubungan dengan
kondisi anak sehingga dapat mengetahui jenis kebutuhan anak. Agar identifikasi dapat
menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan objektif, hendaknya identifikasi
dilakukan oleh orang yang terdekat dengan anak seperti orang tua, sanak saudara atau
gurunya yang selalu berhubungan dengan anak.
Dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, guru diperlukan
pengetahuan tentang berbagai jenis dan tingkat kelainan anak, di antaranya adalah
kelainan fisik, mental, intelektual, sosial dan emosi. Masing- masing memiliki ciri dan
tanda-tanda khusus atau karakteristik yang dapat digunakan oleh guru untuk
mengidentifikasi anak dengan kebutuhan pendidikan khusus. Pelaksanaan identifikasi
anak berkebutuhan khusus terdapat daftar pernyataan yang berisi gejala-gejala yang
nampak pada anak untuk setiap jenis kelainan. Dengan mengamati anak yang
mengalami gejala tersebut, guru dapat menentukan anak yang membutuhkan layanan
khusus. Alat ini sifatnya masih sederhana, sebatas melihat gejala yang nampak.
Sedangkan untuk mendiagnosis yang secara menyeluruh dan mendalam, dibutuhkan
tenaga profesional yang berwenang, seperti dokter anak dan psikolog. Jika sekolah
tidak tersedia tenaga profesional maka dengan alat identifikasi guru, tenaga
pendidikan dan orang tua dapat melakukan identifikasi. 
Habibi (2018: 153) mengatakan bahwa identifikasi adalah kegiatan mengenal
atau menandai suatu yang dimaknai sebagai proses penjaringan atau proses
menemukan kasus, yaitu menemukan anak yang mempunyai kelainan/ masalah, atau
profesi pendeteksi dini terhadap anak usia dini dengan tujuan untuk mengetahui
kebutuhan anak dan kondisi kesehatan, baik fisik, psikolog, ataupun sosial.
Identifikasi dapat diketahui kondisi seorang anak, apakah pertumbuhan dan
perkembangan mengalami penyimpangan atau tidak. Jika mengalami
kelainan/penyimpangan, dapat diketahui apakah anak tergolong (1) tunanetra, (2)
tunarungu, (3) tunagrahita, (4) tunadaksa, (5) tunalaras, (6) lambat belajar, (7) autis,
(8) ADHD, (9) Anak kesulitan belajar spesifik, (10) Anak gangguan komunikasi, (11)
Gifted.
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

a. Filosofis pendidikan inklusif di Indonesia, tidak luput dari filosofi bangsa Indonesia
yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang meyakini bahwa di dalam diri manusia bersemayam
potensi kemanusiaan yang dapat berkembang tak terbatas dan potensi itu pun ada
pada diri setiap ABK dimana semua siswa termasuk abk mendapat kesempatan untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu. 
b. Penyelenggaraan pendidikan inklusif terdapat beberapa prinsip : prinsip pemerataan
dan peningkatan mutu, prinsip kebutuhan individual, prinsip kebermaknaan, prinsip
keberlanjutan, dan prinsip keterlibatan. 
c. Layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui
tiga macam lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar
Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. Untuk sekolah umum berbentuk SD
(sekolah dasar), SMP (sekolah menengah pertama) dan SMA (sekolah menengah
atas). Pada sekolah ini umumnya tidak terdapat program khusus di dalamnya.
d. Identifikasi dapat diketahui kondisi seorang anak, apakah pertumbuhan dan
perkembangan mengalami penyimpangan atau tidak. Jika mengalami
kelainan/penyimpangan, dapat diketahui apakah anak tergolong (1) tunanetra, (2)
tunarungu, (3) tunagrahita, (4) tunadaksa, (5) tunalaras, (6) lambat belajar, (7) autis,
(8) ADHD, (9) Anak kesulitan belajar spesifik, (10) Anak gangguan komunikasi, (11)
Gifted

B. Saran
Pentingnya penerapan pendidikan inklusif di sekolah-sekolah reguler pada
masing-masing daerah, agar anak berkebutuhan khusus yang belum bersekolah dapat
mencicipi indahnya pendidikan di negeri ini. Begitu juga kepada sekolah-sekolah
yang telah menyelenggarakan pendidikan inklusif hendaknya jangan putus asa dengan
birokrasi yang ada, akan tetapi tetap berkoordinasi dengan Direktorat Pendidikan
Khusus dan Layanan Khusus Pusat agar pendidikan anak berkebutuhan khusus tetap
terlaksana sebagaimana mestinya. Peran pendidik juga sangat penting untuk
melakukan tugas-tugasnya terutama peran yang dilakukan guru pendamping.
Pendidikan inklusif hadir sebagai wadah peserta didik yang beragam untuk
mewujudkan pendidikan untuk semua (Education for All).

DAFTAR PUSTAKA

Arum, Wahyu Sri Ambar. 2005. Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan Implikasinya Bagi
Penyiapan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Depdiknas.

Baker, E., Wang, M. & Walbreg, H. 1994. The Effects of Inclusion on Learning.
Educational Leadership, 52(4): 33-35.

Darma, Indah Permata, & Binahayati Rusyidi. 2015. Pelaksanaan Sekolah Inklusi Di
Indonesia. Prosiding Ks: Riset & Pkm, 2 (2): 147 - 300.

Ermawati. 2008. Mengenal Lebih Jauh Sekolah Inklusif. Bandung: PT. Refika Aditama. 

Fatinah, Lisfatul. 2012. Filosofi Pendidikan Inklusif Berkeadilan.


https://www.kartunet.com/filosofi-pendidikan-inklusif-berkeadilan-1010/ Diakses
pada 23 Maret 2022.

Freeman, S. & Alkin, M. 2000. Academic and Social Attainments of Children with
Mental Retardation in General Education and Special Education Settings. Remedial
and Special Education, 2 (1): 3-18.

Hafiz, Abdul. (2017). Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Inklusif Di Indonesia.


Jurnal As-Salam, 1(3): 9-15.

Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Pendidikan Inklusif . Jogjakarta: Ar Ruzz Media

Anda mungkin juga menyukai