diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah pengantar pendidikan
khusus yang diampu oleh
Disusun oleh:
Usep 2208879
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan Rahmat dan
HidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah filosofi dan terminasi
pendidikan khusus tanpa suatu halangan yang berarti. Tak lupa Shalawat serta Salam
tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad saw yang telah membawa
petunjuk hidup umat manusia.
Dalam pembuatan makalah, kami mendapat bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancar penyusunan makalah. Maka dari itu dengan segala
kerendahan hati kami mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.
Imas Diana Aprilia, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Pengantar Pendidikan
Inklusif, teman-teman mahasiswa serta pihak-pihak yang telah memberikan bantuan
sehingga makalah ini dapat terselesaikan.
Akhir kata semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi pembaca pada umumnya
dan kami khususnya. Kami menyadari bahwa dalam pembuatan makalah masih jauh
dari sempurna untuk itu kami menerima saran dan kritik yang bersifat membangun
demi perbaikan ke arah kesempurnaan.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
A. Pendahuluan ……………………………………………………………… 4
C. Pembahasan ……………………………………………..……….……… 17
D. Kesimpulan ……………………………………………………………… 23
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk
menjamin kelangsungan hidup yang bermartabat. Negara berkewajiban
memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas kepada seluruh warga
negara, termasuk para penyandang berbagai kemampuan (difabel) tanpa
terkecuali, sebagaimana diatur dalam Pasal 31 ayat (1) UUD 1945. Namun,
dalam implementasinya sistem pendidikan Indonesia belum mengakomodasi
keberagaman sepenuhnya, sehingga menyebabkan munculnya segmentasi
lembaga pendidikan yang berdasar pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan
perbedaan kemampuan baik fisik maupun mental yang dimiliki oleh anak.
Fragmentasi kelembagaan ini telah menghalangi individu untuk belajar
menghargai realitas keragaman dalam masyarakat. Dampak langsung
dirasakan oleh anak berkebutuhan khusus yang kerap tertinggal dalam bidang
pendidikan. Mengacu pada kebijakan yang telah ditetapkan Pasal 31(1) UUD
1945 dan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bab Pasal 5(1) menyatakan bahwa semua warga negara mempunyai
hak yang sama atas pendidikan yang bermutu. Warga negara dengan
disabilitas fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak
mendapatkan pendidikan khusus. Hal ini menunjukkan bahwa anak
penyandang disabilitas dan/atau anak dengan potensi kecerdasan atau bakat
khusus berhak atas kesempatan pendidikan yang sama dengan anak (normal)
lainnya.
Dalam rangka mewujudkan wajib belajar pendidikan dasar dan
mengatasi permasalahan pendidikan anak berkebutuhan khusus, pendidikan
yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus hingga saat ini cenderung
masih dikotak-kotakkan berdasarkan hambatan yang dimiliki oleh anak
tersebut. Pendidikan luar biasa yang diimplementasikan dalam sekolah luar
biasa dan pendidikan terpadu, dinilai masih belum memenuhi kebutuhan
pemerataan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, hingga muncul
pendidikan inklusif. Diyakini bahwa perhatian lebih harus diberikan kepada
anak berkebutuhan khusus untuk mencapai pendidikan dasar wajib dan
4
mengatasi masalah mendidik anak berkebutuhan khusus, baik yang terdaftar
di sekolah reguler tetapi tidak menerima layanan pendidikan khusus, atau anak
berkebutuhan khusus yang tidak mengenyam pendidikan sama sekali karena
tidak diterima di terdekat atau karena lokasi sekolah luar biasa jauh dari
tempat tinggalnya. Pendidikan inklusif mempertemukan anak berkebutuhan
khusus dengan anak lain (normal) untuk mencapai potensi maksimalnya
melalui pendidikan di sekolah terdekat. Tentu saja, sekolah terdekat harus
mempersiapkan segalanya.
Dengan semakin meningkatnya kepedulian dan kepekaan masyarakat
yang yang bertumpu pada hak asasi manusia (HAM), dimana anak
berkebutuhan khusus merupakan makhluk sosial yang memiliki potensi,
sehingga berpeluang untuk berkontribusi dan berperan secara optimal dalam
segala aspek kehidupan berbangsa, bernegara dan bermasyarakat mendasari
perlunya untuk mengetahui hal-hal esensial yang mendasari pendidikan
khusus di Indonesia agar dapat mengupayakan implementasi pendidikan
khusus yang dapat mencakup dan adil bagi seluruh anak berkebutuhan khusus
di Indonesia.
Saat ini sedang terjadi proses transformasi pemikiran dari konsep
pendidikan khusus (special education) ke konsep pendidikan kebutuhan
khusus (special needs education). Terdapat perbedaan orientasi antara
pendidikan khusus dengan pendidikan kebutuhan khusus. Konsep pendidikan
kebutuhan khusus saat ini dipandang sebagai sebuah pemikiran yang bersifat
holistik, anak dipandang sebagai individu yang utuh, setiap anak memiliki
hambatan untuk berkembang dan hambatan dalam belajar yang bervariasi.
Oleh karena itu menurut paham ini pembelajaran seharusnya berpusat pada
anak untuk membantu menghilangkan hambatan belajar dan hambatan
perkembangan, sehingga kebutuhan belajar setiap anak dapat dipenuhi.
Konsep yang sangat ideal seperti itu mendapat respon positif dari semua
kalangan, ada usaha-usaha para praktisi pendidikan di lapangan mulai
mencoba mempraktekan prinsip-prinsip pendidikan yang dapat
mengakomodasi kebutuhan setiap anak. Namun demikian konsep tentang
pendidikan kebutuhan khusus dan inklusi harus secara terus menerus
diperkenalkan kepada para pendidik dan calon pendidik, agar pemahaman
tentang pendidikan inklusif semakin dipahami dan dan diterima.
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka penulis
merumuskan permasalah-permasalahan yang dikaji dalam makalah ini sebagai
berikut: “Bagaimana filosofi dan terminasi pendidikan khusus di Indonesia?”
C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui filosofi pendidikan khusus di Indonesia
2. Mengetahui terminasi pendidikan khusus di Indonesia
6
BAB II
KAJIAN TEORI
7
1. Ketuhanan Yang Maha Esa
a. Bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama antara
pemeluk agama dengan penganut kepercayaan yang berbeda-beda
terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
c. Membina kerukunan hidup di antara sesama umat beragama dan
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa kepada orang lain.
2. Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
a. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan kewajiban asasi setiap
manusia, tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan,
jenis kelamin, kedudukan sosial,warna kulit dan sebagainya.
c. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
d. Mengembangkan sikap saling tenggang rasa dan tepa selira..
e. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
f. Menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
3. Persatuan Indonesia
a. Mampu menempatkan persatuan, kesatuan, serta kepentingan dan
keselamatan bangsa dannegara sebagai kepentingan bersama di atas
kepentingan pribadi dan golongan.
b. Mengembangkan persatuan Indonesia atas dasar Bhinneka Tunggal Ika.
c. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa.
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam
Permusyawaratan/Perwakilan
a. Sebagai warga Negara dan warga masyarakat, setiap manusia Indonesia
mempunyai kedudukan, hak dan kewajiban yang sama.
b. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh semangat
kekeluargaan.
5. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia
8
a. Mengembangkan perbuatan yang luhur, yang mencerminkan sikap dan
suasana kekeluargaan dan kegotongroyongan.
b. Mengembangkan sikap adil terhadap sesama.
9
9. 2001: Flagship PUS tentang Pendidikan dan Ketunaan
Pada deklarasi tersebut ditegaskan bahwa:“ Setiap orang mempunyai hak atas
pendidikan.” Namun, anak dan orang dewasa penyandang ketunaan sering kali
direnggut dari haknya yang fundamental ini. Hal ini sering didasarkan atas asumsi
bahwa penyandang ketunaan tidak dipandang sebagai umat manusia yang utuh,
maka pengecualian pun diberlakukan dalam hal hak universalnya. Dengan
melakukan lobi-lobby, kelompok penyandang ketunaan memastikan bahwa
instrumen-instrumen hak asasi manusia PBB berikutnya menyebutkan secara
spesifik orang penyandang ketunaan, dan menekankan bahwa SEMUA
penyandang ketunaan, tanpa memandang tingkat keparahannya, memiliki hak atas
pendidikan.
Prinsip penting lainnya yang dinyatakan oleh komite monitoring adalah bahwa
“Kesemuahak itu tak dapat dipisahkan dan saling berhubungan”. Secara singkat,
ini berarti bahwa meskipun menyediakan pendidikan di sekolah luar biasa untuk
anak penyandang ketunaan itu memenuhi haknya atas pendidikan, tetapi ini dapat
melanggar haknya untuk diperlakukan secara non-diskriminatif, dihargai
pendapatnya dan hak untuk tetap berada di dalam lingkungan keluarga dan
masyarakatnya.
10
3. Deklarasi Dunia Jomtien tentang Pendidikan untuk Semua
11
tidak mendapatkan kasih sayang dan kontak sosial yang bermakna, keberadaan
penyandang cacat tidak diakui oleh masyarakatnya. Di masa lalu, ketidaktahuan
orang tua dan masyarakat mengenai hakekat dan penyebab kecacatan
menimbulkan rasa takut dan perasaan bersalah, sehingga berkembang
macam-macam kepercayaan dan takhayul. Anak berkebutuhan khusus sering
disembunyikan oleh orang tuanya, karena dianggap sebagai aib keluarga.
Peradaban manusia terus berkembang, pemahaman dan pengetahuan barus
mengajarkan kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yang sama untuk
hidup. Pandangan seperti inilah yang berhasil menyelamatkan kehidupan
anak-anak penyandang cacat. Menyelamatkan hidup anak-anak penyandang cacat
menjadi penting karena dipandang sebagai simbol dari sebuah peradaban yang
lebih maju dari sari suatu bangsa, meskipun anak-anak penyandang cacat
memerlukan perhatian ekstra (Miriam, 2001). Keberadaan anak berkebutuhan
khusus mulai dianggap, dan oleh sebab itu mulai berdiri sekolah-sekolah khusus,
rumah-rumah perawatan, dan panti sosial yang secara khusus mendidik dan
merawat anak berkebutuhan khusus.
12
dengan Special Education (di Indonesia diterjemahkan menjadi Pendidikan Luar
Biasa atau Pendidikan Khusus), yang melahirkan sistem sekolah segregasi
(Sekolah Luar Biasa). Di dalam konsep special education (PLB/Pendidikan
Khusus) dan dalam sistem pendidikan segregasi, anak penyandang cacat dilihat
dari aspek karakteristik kecacatannya (labeling), sebagai dasar dalam memberikan
layanan pendidikan, sehingga setiap kecacatan harus diberikan layanan
pendidikan yang khusus yang berbeda dari kecacatan lainnya (dalam prakteknya
terdapat sekolah khusus/Sekolah Luar Biasa untuk anak tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, dan tunadaksa).
13
penyandang cacat), khususnya anak perempuan, anak-anak dalam keadaan sulit
dan mereka yang termasuk minoritas etnik, mempunyai akses dan menyelesaikan
pendidikan dasar yang bebas dan wajib dengan kualitas baik.’ Deklarasi
Internasional Bukittinggi tahun 2005, antara lain juga menghasilkan pernyataan
yang sama, antara lain ‘penyelenggaraan dan pengembangan pendidikan inklusif
ditunjang kerjasama yang sinergis dan produktif antara pemerintah, institusi
pendidikan, institusi terkait, dunia usaha dan industri, orangtua serta masyarakat.
1. Pendidikan Segregasi
14
Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan dimana anak
berkebutuhan khusus terpisah dari sistem pendidikan anak pada umumnya.
Penyelenggaraan sistem pendidikan segregasi dilaksanakan secara khusus dan
terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak pada umumnya.
2. Pendidikan Integrasi
Sistem pendidikan integrasi di sekolah merupakan kemajuan yang baik, tetapi
tidak mudah. Sistem pendidikan integrasi merujuk pada bersekolahnya
seorang anak berkebutuhan khusus pada sekolah regular. Dapat diartikan pada
proses memindahkan seorang siswa pada lingkungan yang tidak terlalu
terpisah. Seorang anak berkebutuhan khusus yang bersekolah pada sekolah
regular, tetapi berada pada unit atau kelas khusus. Meskipun siswa tersebut
berada pada kelas khusus, jelas bahwa apabila kelas tersebut pada sekolah
regular, peluang untuk berinteraksi dengan warga sekolah secara umum jauh
lebih besar dari pada anak yang berada pada sekolah khusus yang terpisah.
Konsep pendidikan integrasi memiliki penafsiran yang bermacam-macam
antara lain:
● Menempatkan anak dengan disabilitas dengan anak pada umumnya secara
penuh
15
● Pendidikan yang berupaya mengoptimalkan perkembangan kognisi, emosi,
jasmani, intuisi
● Mengintegrasikan pendidikan anak autis dengan pendidikan pada
umumnya
● Mengintegrasikan apa yang dipelajari disekolah dengan tugas masa depan
● Mengintegrasikan manusia sebagai makhluk individual sekaligus makhluk
sosial
3. Pendidikan Inklusif
Sistem pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha
mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan
yang dapat menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam
pendidikan. Sistem pendidikan inklusi merupakan perubahan praktis yang
memberi peluang anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda
bisa berhasil dalam belajar.
Sistem pendidikan inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi
dan mengintegrasikan siswa reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam
program yang sama, dari satu jalan untuk menyiapkan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus adalah pentingnya pendidikan Inklusif. Pendidikan
inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang
terkandung di mana akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian
anak berkebutuhan khusus akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai,
dilindungi, disayangi, bahagia dan bertanggung jawab. Inklusi terjadi pada
semua lingkungan sosial anak, pada keluarga, pada kelompok teman sebaya,
pada sekolah, dan pada institusi-institusi kemasyarakatan lainnya.
16
BAB III
PEMBAHASAN
Dari beberapa hal pada landasan filosofis pendidikan inklusi, secara garis
besar bahwa pendidikan inklusi yang berdasarkan pada landasan filosofis
pendidikan inklusi adalah pancasila dan bhineka tunggal yang di jadikan
pedomana yang dipusatkan dalam pendidikan inklusi yang berlandaskan pada
filosofis ini.
17
psikologi, ilmu pendidikan, bimbingan dan konseling maupun ilmu-ilmu sosial.
Pendidikan khusus sebagai disiplin ilmu merupakan bidang yang kompleks karena
bersifat multidisipliner. Wilayah kajiannya sangat jelas yaitu hambatan belajar,
hambatan perkembangan, dan kebutuhan khusus pendidikan, baik yang sifatnya
temporer maupun permanen. ‘Area of congruence’ disiplin ilmu pendidikan
khusus mencakup tiga aspek meliputi: (1) interaction and communication
impairment, (2) behavior and social – emotional impairment, (3) perceptual motor
impairment. Area ini dapat terjadi pada setiap jenis anak berkebutuhan khusus,
seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar,
anak cerdas dan berbakat istimewa, maupun jenis kelainan yang lain.
18
Pernyataan Salamanca dan Kerangka Aksi tentang Pendidikan Kebutuhan
Khusus(1994).Hingga saat ini masih merupakan dokumen internasional utama
tentang prinsip- prinsip dan praktek Pendidikan Inklusif. Dokumen ini
mengemukakan beberapa prinsip dasar inklusi yang fundamental. Beberapa
konsep inti Inklusi meliputi:
a. Anak-anak memiliki keberagaman yang luas dalam karakteristik dan
kebutuhannya.
b. Perbedaan itu normal adanya.
c. Sekolah perlu mengakomodasi semua anak
d. Anak penyandang ketunaan seyogyanya bersekolah di lingkungan sekitar
tempat tinggalnya.
e. Partisipasi masyarakat itu sangat penting bagi inklusi.
f. Pengajaran yang terpusat pada diri anak merupakan inti dari inklusi
g. Kurikulum yang fleksibel seyogyanya disesuaikan dengan anak, bukan
kebalikannya.
h. Inklusi memerlukan sumber-sumber dan dukungan yang tepat.
i. Inklusi itu penting bagi harga diri manusia dan pelaksanaan hak asasi manusia
secara penuh.
j. Sekolah inklusif memberikan manfaat untuk SEMUA anak karena membantu
menciptakan masyarakat yang inklusif.
k. Inklusi meningkatkan efisiensi dan efektivitas biaya pendidikan.
Pendidikan Inklusif tidak hanya menyangkut inklusi penyandang ketunaan.
Sebagaimana ditekankan dalam dokumen Jomtien, terdapat banyak kelompok
yang rentan akan eksklusi dari pendidikan, dan inklusi pada esensinya adalah
menciptakan system yang dapat mengakomodasi semua orang. Namun, demi
alasan historis dan alasan lainnya (dibahas kemudian), inklusi penyandang
ketunaan telah memberikan tantangan tertentu dan kesempatan untuk kebijakan
dan praktik sistem pendidikan umum. Dokumen-dokumen selanjutnya yang
spesifik mengenai penyandang ketunaan setelah dokumen Jomtien lebih jauh
mengklarifikasi apa yang dimaksud dengan hak penyandang ketunaan atas
pendidikan dalam prakteknya.
19
dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa
satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan
peserta didik. Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak
tunarungu), SLB/C (untuk anak tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa),
SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain. Satuan pendidikan khusus (SLB)
terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Sebagai satuan
pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah dari sistem
pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan kependidikan,
sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan evaluasinya.
20
dalam rangka sosialisasi. Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian,
jumlah anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10% dari jumlah
siswa keseluruhan. Selain itu dalam satu kelas hanya satu jenis kelainan. Hal ini
untuk menjaga beban guru kelas tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus
melayani berbagai macam kelainan
21
Sistem pendidikan integrasi yang dinilai belum mengimplementasikan
kesetaraan pendidikan bahkan cenderung dianggap sebagai kegagalan
memunculkan sistem pendidikan yang dianggap dapat mencakup kebutuhan serta
menjunjung nilai kesetaraan, yaitu pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif adalah
sistem layanan pendidikan yang mengatur agar siswa dapat dilayani di sekolah
terdekat, di kelas reguler bersama-sama teman seusianya. Tanpa harus
dikhususkan kelasnya, siswa dapat belajar bersama dengan aksesibilitas yang
mendukung untuk semua siswa tanpa terkecuali difabel. Pendidikan inklusif
bertujuan untuk menyatukan atau menggabungkan pendidikan reguler dengan
pendidikan khusus ke dalam satu sistem lembaga pendidikan yang dipersatukan
untuk mempertemukan kebutuhan semua. Pendidikan inklusif bukan sekedar
metode atau pendekatan pendidikan melainkan suatu bentuk implementasi filosofi
yang mengakui kebhinekaan antar manusia yang mengemban misi tunggal untuk
membangun kehidupan bersama yang lebih baik. Tujuan pendidikan inklusif
adalah untuk menyatukan hak semua orang tanpa terkecuali dalam memperoleh
pendidikan.
22
BAB IV
KESIMPULAN
Fokus perhatian pendidikan luar biasa lebih diarahkan kepada label kecacatan,
dan layanan pendidikan didasarkan pada kategori kecacatan. Konsekuensi dari
konsep pendidikan luar biasa melahirkan bentuk layanan pendidikan bagi
anak-anak penyandang cacat bersifat segregasi dan integrasi. Sementara itu istilah
pendidikan khusus bukan istilah baru sebagai pengganti istilah pendidikan khusus,
tetapi merupakan perluasan konsep pendidikan luar biasa. Fokus perhatian
pendidikan khusus diarahkan pada perbedaan individu dalam perkembangan dan
hambatan belajar. Oleh karena itu layanan pendidikan anak anak seperti itu tidak
harus selalu di sekolah khusus, tetapi dapat dilayani di sekolah biasa sepanjang
hambatan belajarnya dan kebutuhannya dapat dilayani. Dengan perkembangan
cara pandang baru berdampak positif terhadap layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus. Dengan adanya sistem pendidikan segregasi, integrasi, dan
inklusi, para anak berkebutuhan khusus dapat menentukan alternatif yang tepat
untuk mendapatkan haknya dalam memperoleh pendidikan.
23
DAFTAR PUSTAKA
Rigmalia, Dr. Dante, M.PD dan Lismainar, S.Psi, M.Pd., Psikolog. 2019. Prosedur
Layanan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) pada Sekolah
Penyelenggara Pendidikan Inklusif. Cetakan I : Juli 2019. Jawa Tengah:
CV. Intishar Publishing.
24