Keruwetan antara PAUD dan TK Pendidikan untuk anak usia dini adalah salah
satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke
arah pertumbuhan dan perkembangan fisik anak (koordinasi motorik halus dan kasar),
kecerdasan (daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio
emosional (sikap dan perilaku serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan
keunikan dan tahap-tahap perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini (2 s/d 4 tahun).
Masalah klasik yang kerap muncul di setiap diskusi tentang PAUD, yaitu masalah
pembatasan pendidikan formal dan nonformal antara PGTK dan PAUD, yang pada
prakteknya hingga kini masih dianggap tidak memiliki pembatasan yang jelas. TK
(pendidikan formal), mencakup usia 4 s/d 6 tahun. Sedangkan PAUD (pendidikan
nonformal) pun menyediakan konsepnya untuk anak usia 2 s/d 6 tahun. Masalah ini
kembali mengemuka di sesi dialog interaktif dalam acara Pelatihan Capacity Building
dan Rakor HIMPAUDI (Himpunan pendidik dan Tenaga Kependidikan Indonesia)
tanggal 26 s/d 28 Januari 2007, yang dihadiri tak kurang dari 30 orang pimpinan cabang
HIMPAUDI dari berbagai daerah di Indonesia. Antara lain dari Yogya, Jakarta, Bandung,
Banten, hingga Flores.
Dari beberapa masalah yang disampaikan pada acara Pelatihan Capacity Building
dan Rakor HIMPAUDI pada akhir Januari lalu, antara lain adalah masalah tentang mutu
tenaga pendidik PAUD yang masih disangsikan. Masih banyak tenaga pendidik yang
dianggap ‘jadi-jadian’ karena back ground pendidikan yang tidak sesuai dengan
kebutuhan PAUD. Walaupun banyak sarjana yang menjadi tenaga pendidiknya, tetapi
PAUD terkesan menjadi tempat “batu loncatan” bagi para lulusan perguruan tinggi.
Dengan kata lain, mereka sama sekali tidak menguasai paedagogi dan andragogi.