Anda di halaman 1dari 24

KELOMPOK 3 KELAS A

0
PARADIGMA,
SEJARAH,
PROSES,
ASESMEN
PENDIDIKAN
INKLUSI
Disusun untuk memenuhi tugas
Pendidikan Inklusi
Nama Anggota Kelompok >

Afifah Nur H Lailatul Bilkisa Meidiana Syafitri


K2318005 K2320048 K2320051
ISI MATERI >
01_ 02_ 03_
PEMBUKAAN PENDAHULUAN PEMBAHASAN
Berisi kata pengantar Berisi Latar Belakang, Berisi pembahasan mengenai
Rumusan Masalah, Tujuan tujuan di bagian 02

04_ 05_
DAFTAR
PENUTUP Li
PUSTAKA
Berisi kesimpulan dan saran Berisi daftar pustaka yang
kami gunakan sebagai
referensi
OXY
GEN
01_
PEMBUKAA
N>>>
Berisi tentang kata pengantar

01
4
Kata Pengantar >>
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
C menyelesaikan tugas presentasi yang berjudul “Pendidikan Inklusi” ini tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari
peembuatan presentasi ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Nonoh Siti Aminah, M.Pd selaku dosen mata kuliah
Pendidikan Inklusi yang telah membimbing dan menambah wawasan sehingga dapat menambah pengetahuan dan
wawasan dalam bidang studi yang penulis tekuni.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan presentasi
ini. Penulis menyadari, presentasi ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran sangat penulis
harapkan guna membantu menyempurnakan presentasi ini.
OXY
GEN
02_
PENDAHULUA
N>>>
Berisi tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, dan
Tujuan

02
x
Latar Belakang >>
Anak berkebutuhan khusus diciptakan Tuhan di muka bumi tidak ada istilah produk gagal. Kecacatan
maupun kekurangan kognitif maupun fisik tidak akan mampu menghalangi seseorang untuk berprestasi
puncak. Sejatinya mereka juga memendam potensi diri yang luar biasa besar. Namun demikian, perlakuan
C
anak-anak berkebutuhan khusus dalam memperoleh pendidikan masih dimarjinalkan. Misalnya, banyak sekali
orang yang memiliki kemampuan berbeda secara fisik harus tersingkir dari dunia pendidikan maupun pekerjaan
(Asyhabuddin 2008:406). Hal yang sama juga diperlihatkan oleh Purwandari (2009), bahwa anak-anak
berkebutuhan khusus mendapatkan perlakuan yang berbeda dalam hal layanan pendidikan, karena mereka
dipandang memiliki hambatan dalam beberapa dimensi kehidupan, sehingga dalam layanan pendidikannya
harus terpisah dari anak-anak yang “normal” supaya proses pembelajaran tidak terganggu.
Identifikasi merupakan proses menemukenali anak berkebutuhan khusus dari lingkungan yang
heterogen untuk dicari karakteristik khusus. Pada proses ini petugas identifikasi yang berusaha mencari
kekurangan yang ada pada anak. Hal ini berarti dengan membandingkan kemampuan anak “normal” dengan
kemampuan anak yang diduga memiliki kebutuhan khusus. Apabila ada kesenjangan yang nyata terlihat, maka
anak dapat digolongkan pada anak berkebutuhan khusus. Selain itu, proses identifikasi juga berusaha
mengklasifikasikan anak pada kelompok tertentu berdasarkan pada jenis hambatan yang dimiliki oleh anak.
Sehingga data yang ditelusuri pada saat identifikasi ataupun asesmen merupakan data yang apa adanya dan
nyata dari anak.
0

Rumusan Masalah >>


1. Bagaimana sejarah dan paradigma
pendidikan ABK?
2. Bagaimana proses identifikasi pada peserta
didik berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana proses asesmen pada peserta
didik bekebutuhan khusus?
0

Tujuan >>
1. Untuk memahami sejarah dan paradigma
pendidikan ABK.
2. Untuk mengetahui proses identifikasi pada
peserta didik berkebutuhan khusus.
3. Untuk mengetahui proses asesmen pada
peserta didik berkebutuhan khusus.
OXY
GEN
03_
PEMBAHASA
N>>>
Berisi tentang pembahasan tujuan dari bagian 02

03
y
Isi Pembahasan >>

Sejarah dan Paradigma Asesmen Peserta Didik


Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Berkebutuhan Khusus

Proses Identifikasi
Peserta Didik
Li
Berkebutuhan Khusus
Sejarah dan Paradigma Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus >>
Pendidikan khusus tumbuh dari satu kesadaran awal bahwa beberapa anak membutuhkan sejenis pendidikan yang berbeda dari
pendidikan tipikal atau biasa agar dapat mencapai potensi mereka. Akar dari kesadaran ini dapat ditelusuri di Eropa pada tahun 1700-an
ketika para pionir tertentu mulai membuat upaya-upaya terpisah untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus. Pengenalan yang
perlahan-lahan terhadap pendidikan khusus sebagai sebuah profesi yang membutuhkan keahlian telah merangsang perkembangan
bidang ini. Sehingga organisasi-organisasi profesi dan kelompok-kelompok pendukung mulai didirikan dan menjadi kekuatan yang
dahsyat di belakang banyaknya perubahan yang mengakar dan memberikan kekuatan munculnya layanan-layanan pendidikan khusus.
(Delphie, 2006).
Sejarah perkembangan inklusif di dunia pada mulanya diprakarsai dan diawali dari negara-negara Scandinavia (Denmark,
Norwegia, Swedia). Di Amerika Serikat pada tahun 1960-an oleh Presiden Kennedy mengirimkan pakar pakar Pendidikan Luar biasa ke
Scandinavia untuk mempelajari mainstreaming dan Least restrictive environment, yang ternyata cocok untuk diterapkan di Amerika
Serikat. Selanjutnya di Inggris dalam Ed.Act. 1991 mulai memperkenalkan adanya konsep pendidikan inklusif dengan ditandai adanya
pergeseran model pendidikan untuk anak kebutuhan khusus dari segregatif ke intergratif. Tuntutan penyelenggaraan pendidikan inklusif 0
di dunia semakin nyata terutama sejak diadakannya konvensi dunia tentang hak anak pada tahun 1989 dan konferensi dunia tentang
pendidikan tahun 1991 di Bangkok yang menghasilkan deklarasi “Education for All.‟
Sejarah dan Paradigma Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus >>
Untuk memperjuangkan hak-hak anak dengan hambatan belajar, pada tahun 2005 diadakan simposium internasional di
Bukittinggi dengan menghasilkan Rekomendasi Bukittinggi yang isinya antara lain menekankan perlunya terus dikembangkan program
pendidikan inklusif sebagai salah satu cara menjamin bahwa semua anak benar-benar memperoleh pendidikan dan pemeliharaan yang
berkualitas dan layak. Berdasarkan perkembangan sejarah pendidikan inklusif dunia tersebut, maka Pemerintah Republik Indonesia
sejak awal tahun 2000 mengembangkan program pendidikan inklusif. Program ini merupakan kelanjutan program pendidikan terpadu
yang sesungguhnya pernah diluncurkan di Indonesia pada tahun 1980-an, tetapi kemudian kurang berkembang, dan baru mulai tahun
2000 dimunculkan kembali dengan mengikuti kecenderungan dunia, menggunakan konsep pendidikan inklusif. ( Herawati, 2016)
0
Sejarah dan Paradigma Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus >>
Terselenggaranya pendidikan inklusif memerlukan adanya perangkat-perangkat pendidikan yang sesuai dengan filosofi
pendidikan inklusif itu sendiri. Perangkat tersebut diantara sekolah dituntut untuk menjadi sebuah sekolah yang ramah (welcome), guru
yang ramah, pembelajaran yang mengakomodir perbedaan setiap individu. Untuk mengimplementasikan perangkat pendidikan inklusif
tersebut perlu adanya penyesuaian terhadap SDM, sarana pembelajaran, media pembelajaran, kurikulum, penataan lingkungan kelas dan
interaksi sosial antar anak dalam kelas.
Pada intinya implikasi penting dari perubahan paradigma tersebut adalah pengakuan dan penghargaan akan adanya keragaman dan
perbedaan kebutuhan individu. Prinsip pendidikan yang disesuaikan dalam sekolah inklusif menyebabkan adanya tuntutan yang besar
terhadap guru reguler maupun pendidik khusus. Hal ini dimaksudkan menuntut adanya pergeseran dalam paradigma proses belajar dan
mengajar. Pada Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945) tercantum cita-cita bangsa, salah satunya adalah ikut mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan UUD 1945 pasal 31 ayat 1 menyatakan “Tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”. Undang Undang
nomor 4 tahun 1997 pasal 5 menyebutkan “setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan
dan penghidupan”. Paradigma baru pendidikan inklusif adalah merujuk pada kebutuhan belajar bagi semua peserta didik dengan suatu 0
fokus spesifik pada mereka yang rentan terhadap marjinalisasi atau pemisahan. Pendapat ini mengisyaratkan melalui pendidikan inklusif
berarti sekolah harus menciptakan dan membangun pendidikan yang berkualitas dan mengakomodasi semua anak tanpa memandang
kondisi fisik, sosial, intelektual, bahasa dan kondisi lainnya.
Proses Identifikasi Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus >>
C Budyartati (2016: 44-45) memaparkan bahwa untuk mengetahui informasi anak mengalami kelainan/
penyimpangan (fisik, intelektual, sosial, dan emosional) dalam pertumbuhan perkembangan dibandingkan dengan anak-
anak lain seusianya (anak-anak normal), yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk menyusun program pembelajaran
sesuai keadaan dan kebutuhan, kemudian akan dilakukan assessment yang hasilnya dijadikan dasar untuk penyusunan
program pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusi dan dalam upaya menanggulangi problem belajar pada anak, kegiatan
identifikasi anak berkebutuhan khusus dilakukan untuk lima keperluan, yaitu sebagai berikut:
1) Penjaringan (screening)
Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat identifikasi anak berkebutuhan khusus. Identifikasi
berfungsi menandai anak-anak yang menunjukkan gelaja-gejala seperti: sering sakit-sakitan, mudah mengantuk di dalam
kelas, sulit berkonsentrasi, lamban dalam menerima pelajaran, prestasi belajar selalu di bawah rata-rata kelas, ataupun
kesulitan untuk dibaca. Proses tersebut dapat membantu mengetahui anak-anak yang mengalami kelainan/
penyimpangan tertentu sehingga tergolong anak berkebutuhan khusus.
Dengan identifikasi, guru orang tua, ataupun tenaga professional terkait, dapat dilakukan kegiatan penjaringan secara
baik dan hasilnya dapat digunakan untuk penanganan lebih lanjut.
Proses Identifikasi Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus >>
C 2) Pengalihtanganan (referal)
Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga profesional lain untuk membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan disebut
proses pengalihtanganan (referal). Jika tenaga professional tidak tersedia, maka dapat dibantu ke tenaga lain yang ada seperti Guru
Pembimbing Khusus (Guru PLB). Gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan selanjutnya anak-anak yang teridentifikasi
dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok. Pertama, anak yang perlu dirujuk ke ahli lain (tenaga professional) untuk
memperoleh pemeriksaan labih lanjut, misalnya: psikolog, dokter, orthopedagog (ahli PLB), dan terapih, kemudianditangani oleh
guru. Kedua, anak yang tidak perlu dirujuk ke ahli lain dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk layanan
pembelajaran yang sesuai.
3) Klasifikasi
Kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan anak yang telah dirujuk ketenaga profesional benar-benar memerlukan
penanganan lebih lanjut atau langsung dapat diberi pelayanan pendidikan khusus. Setelah dilakukan pemeriksaan oleh tenaga
profesional akan ditemukan masalah yang perlu ditangani lebih lanjut, misalnya: pengobatan, terapi, atau latihan-latihan khusus,
sehingga guru akan berkomunikasi kepada orang tua siswa.
Guru tidak mengobati atau memberi terapi sendiri tetapi memfasilitasi dan meneruskan kepada orang tua tentang kondisi anak.
Guru hanya memberikan pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi anak. Jika tidak ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat
bahwa anak memerlukan penanganan lebih lanjut, anak dapat dikembalikan ke kelas untuk mendapatkan pelayanan pendidikan
khusus di kelas reguler.
Proses Identifikasi Peserta Didik Berkebutuhan
Khusus >>
C 4) Perencanaan Pembelajaran
Identifikasi bertujuan untuk keperluan penyusunan program pengajaran (PPI) yang didasarkan pada hasil pemeriksaan para ahli
yang telah diklasifikasi sesuai dengan kebutuhan khususmasing-masing anak. Setiap jenis dan tingkat kelainan anak berkebutuhan
khusus memerlukan program pembelajaran yang berbeda antara satu dengan yang lain.
5) Pemantauan kemajuan belajar anak
Kemajuan belajar dipantau untuk mengetahui apakah program pembelajaran yang diberikan berhasil atau tidak. Dalam kurun
waktu tertentu, anak yang tidak mengalami kemajuan yang signifikasi, perlu ditinjau kembali beberapa aspek yang berkaitan,
misalnya: diagnosis yang telah dibuat tepat atau tidak, program pembelajaran individual (PPI), bimbingan belajar khusus yang
dibuat sesuai atau tidak, serta metode pembelajaran yang digunakan sesuai atau tidak.
Asesmen Peserta Didik Berkebutuhan 0
Khusus >>
Asesmen merupakan kegiatan profesional yang dilakukan secara khusus menentukan diagnosa dari gangguan atau kelainan
yang dialami seseorang. Menurut Lenner (1988 ) asesmen didefinisikan sebagai proses pengumpulan informasi tentang seseorang
anak yang akan digunakan untuk membuat pertimbangan dan keputusan yang berhubungan dengan keadaan anak. Dalam konteks
pendidikan , Hargrove dan Poteet ( 1984 ) menempatkan asesmen sebagai salah satu dari tiga aktivitas penting di bidang
pendidikan bahkan mengawali dari aktifitas yang lain, ialah (1) asesmen (2) diagnostik (3) preskriptif. Dengan demikian maka
asesmen dilakukan untuk menegakkan diagnosis, dan berdasarkan diagnosis tersebut dilakukan langkah berikutnya ialah
preskrepsi, yakni perencanaan program pendidikan.
Hasil dari asesmen dapat membantu membuat keputusan tentang pemecahan permasalahan pada pembelajaran. Dijelaskan
lebih jauh bahwa hasil asesmen akan menjadi bahan yang penting untuk merencanakan pendidikan yang sesuai bagi mereka.
Disinilah fungsi asesmen bagi anak khususnya dibidang pendidikan. Tujuan utama dari suatu asesmen dalam pendidikan adalah
untuk memperoleh informasi yang relevan dalam pembuatan keputusan dalam rangka pemilihan tujuan dan sasaran pembelajaran,
strategi pembelajaran,dan program penempatan yang tepat.
OXY
GEN
04_
PENUTUP
>>>
Berisi tentang kesimpulan dan saran

04
z
Kesimpulan >>
● Pendidikan khusus tumbuh dari satu kesadaran awal bahwa beberapa anak membutuhkan sejenis 0
pendidikan yang berbeda dari pendidikan tipikal atau biasa agar dapat mencapai potensi mereka.
Implikasi penting dari perubahan paradigma tersebut adalah pengakuan dan penghargaan akan
adanya keragaman dan perbedaan kebutuhan individu.
● Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada menemukan
(secara kasar) apakah seorang anak tegolong anak berkebutuhann khusus atau bukan.Identifkasi akan
dilanjutkan dengan asesment, yang hasilnya akan dijadikan dasar untuk penyusunan progam
pembelajaran sesuai dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
● Tujuan utama dari suatu asesmen dalam pendidikan adalah untuk memperoleh informasi yang
relevan dalam pembuatan keputusan dalam rangka pemilihan tujuan dan sasaran pembelajaran,
strategi pembelajaran,dan program penempatan yang tepat.
0
Saran >>
Perlunya mendukung pendidikan bagi mereka yang merupakan anak berkebutuhan khusus. Anak
berkebutuhan khusus memiliki banyak potensi yang bisa dikembangkan. Jika dilihat secara teori
mungkin mereka tidak bisa dibandingkan dengan anak normal lainnya tetapi dengan dilihat secara
potensi anak berkebutuhan khusus sangat perlu diperhatikan. Disisi lain, pendidikan inklusi bagi
anak berkebutuhn khusus sangat memiliki peran penting dalam dukungan yang di berikan kepada
anak berkebutuhan khusus agar bisa mengembangkan bakat dan kelebihan mereka dalam dunia
pendidikan.
OXY
GEN
05_
DAFTAR
PUSTAKA >>>
Berisi daftar referensi yang kami gunakan

05
v
Daftar Referensi >>
1. Budyartati. (2016). Problematika Pembelajaran Di Sekolah Dasar. Magetan: CV AE Media Grafika.
2. Cahya, LS. (2013). Adakah ABK Di Kelasku. Yogyakarta: Relasi Inti Media.
3. Delphie, Bandi. (2006). Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama.
4. Fauzan, Habib Nur, dkk. (2021). Sejarah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Abk) Menuju
Inklusi. Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sosial, vol. 3, no. 3.
5. Habibi, M. (2018). Analisis Kebutuhan Anak Usia Dini. Yogyakarta: CV Budi Utama.
6. Hargove, Linda J & Poteet, James A. (1984), Assesment in Special Education, The Education
Evaluation, New Jersey, Prentice Hall, Inc.
7. Herawati, N. I., (2016). Pendidikan Inklusif. EduHumaniora | Jurnal Pendidikan Dasar Kampus Cibiru,
vol.2,no.1.
8. Lerner, Janet,W. (1989) Learning Disabilities, Teories, Diagnosis, and teaching Strategies, USA:
Houghton Mifflin Company.
ATOM
S
ATOM
S Terima Kasih <<
Apabila ingin bertanya, silakan sebutkan nama dan
NIM

Li

Anda mungkin juga menyukai