Semester : 4A
Disusun oleh
Kelompok 2
UNIVERSITAS LAMPUNG
2021/2022
Pendidikan Inklusi 1
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah tentang “KONSEP PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS” dapat tersusun hingga
selesai. Dengan tujuan memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi. Tidak lupa kami
juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.
Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.
Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
Pendidikan Inklusi 2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR 2
DAFTAR ISI 3
BAB I PENDAHULUAN 4
BAB II PEMBAHASAN 5
3.1 Kesimpulan 15
3.2 Saran 15
DAFTAR PUSTAKA 16
Pendidikan Inklusi 3
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan Inklusi 4
BAB II
PEMBAHASAN
Prinsip pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus meliputi dua hal, yaitu :
Pendidikan Inklusif Menurut Frederickson dan Cline (2002) pada umumnya, apabila
ada siswa yang memiliki kesulitan khusus di sekolah maka anak-anak ini akan
disatukan dengan siswa yang memiliki kesulitan yang sama dalam satu sekolah. Hal
itu dilakukan karena cara ini memungkinkan anak tersebut untuk dapat memperoleh
fasilitas serta staf yang dapat melayani mereka sesuai dengan kebutuhan mereka
masing-masing. Menyatukan anak-anak dengan kebutuhan khusus ke dalam satu
kelompok tersendiri berarti memisahkan anak-anak tersebut dari anak-anak lain yang
seusianya. Hal itu dapat berakibat timbulnya label tertentu serta membatasi akses
terhadap kesempatan memperoleh pendidikan yang sangat penting.
Pendidikan Inklusi 5
pula definisi lain tentang pendidikan inklusif. Stainback dan Stainback (dalam
Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004a) mengemukakan bahwa sekolah inklusif
adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Selanjutnya Staub
dan Peck (dalam Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004a) menjelaskan bahwa dalam
Pendidikan inklusif anak-anak dengan kelainan tingkat ringan, sedang, dan berat
ditempatkan secara penuh dalam kelas reguler.
Secara umum dikenal 2 pendekatan yang sering dilakukan dalam memberikan layanan
pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu: pendekatan
kelompok/klasikal dan pendekatan individual.
Pendidikan Inklusi 6
2.3 Layanan Pendidikan Anak Berkelainan Fisik
➢ Sekolah Khusus.
Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem
pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Terdapat satu jenis anak
berkebutuhan khusus yakni Autis/Autism Spectrum Disorder (ASD) yang menjadi
perhatian dalam sistem sendidikan khusus sehingga sekrang ada SLB Autis.
Regulasi yang memayungi sekolah khusus ini adalah UU RI Nomor 2 Tahun 1989
dan PPNo.72 Tahun 1991, dalam pasal 4 PP No.72 Tahun 1991 satuan pendidikan
luar biasa terdiri dari:
a. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6 tahun.
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi
dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal di asrama. Pengelolaan
asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut
ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama.
Bentuk satuan pendidikannya pun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada
SLB-A untuk tuna netra, SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita
(SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E), serta
SLB AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.
Pendidikan Inklusi 7
Pada SLB berasrama terdapat kesinambungan program pembelajaran yang ada di
sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah
anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai
bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar
jemput.
3. Sekolah Luar Biasa dengan Kelas Jauh
Kelas jauh adalah lembaga yang disediakan untuk memberi layanan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan
kelas jauh merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib
belajar serta pemerataan kesempatan belajar.
Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-
sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh
karena itu, dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB
terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB- SLB
di dekatnya. Dengan kata lain, kelas jauh tersebut sebagai afiliansi dari SLB terdekat
sebagai sekolah induk.
Berbeda halnya dengan kelas jauh, kelas kunjung adalah suatu layanan terhadap ABK
yang tidak siap mengikuti proses pembelajaran di SLB terdekat. Jadi, guru berfungsi
sebagai guru kunjung (itenerant teacher) yang datang ke rumah-rumah ABK untuk
melayani mereka belajar. Kegiatan admistrasinya dilaksanakan di SLB terdekat
tersebut. Kelebihan dari sistem layanan segregasi ini adalah.
Anak merasa senasib, sehingga dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri,
dan membangkitkan semangat menyongsong kehidupan di hari-hari mendatang,
Pendidikan Inklusi 8
2.4 Konsep layanan anak berkebutuhan khusus
Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa di tengah-tengah kita, ada sebagian anak yang
memiliki kondisi yang berbeda dari anak pada umumnya. Bahwa ada yang terlahir ke
dunia ini dengan kondisi di bawah ataupun di atas kondisi anak-anak pada umumnya.
Sebagian orang menyebutnya dengan anak dengan keterbatasan, anak berkebutuhan
khusus, ataupun ada juga yang menyebutnya anak cacat. Semua sebutan itu ditujukan
untuk membuat pembeda, bahwa mereka tidak sama.
Heward dan Orlansky (1984) memilih untuk menyebutnya dengan anak luar biasa
(exceptional children). Anak luar biasa adalah istilah inklusi yang merujuk pada anak-
anak yang menunjukan perilaku yang berbeda dari anak pada umumnya, bisa saja di
bawah atau di atas kondisi normal, untuk itu program pendidikan spesial ditujukan.
Istilah anak luar biasa juga termasuk kepada anak yang memiliki intelektual bawaan
lahir dan bisa juga untuk anak-anak dengan keterbelakangan.[1] Pengertian anak luar
biasa menurut Heward dan Orlansky terdengar lebih manusiawi dan
merepresentasikan semua perbedaan dari anak berkebutuhan khusus dari anak pada
umumnya.
Semua orang sadar bahwa anak-anak dengan kondisi tersebut, yang dapat kita sebut
dengan anak berkebutuhan khusus, juga memiliki hak untuk mengejar
kebahagiaannya sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam deklarasi kemerdekaan
Amerika Serikat yang menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak untuk
kehidupan, kemerdekaan, dan mengejar kebahagiaannya sendiri. Kesadaran inillah
yang mendorong adanya gerakan untuk menuntut kesamaan hak terhadap orang-orang
berkebutuhan khusus.
Pendidikan Inklusi 9
Namun yang menjadi pertanyaan di sini, bagaimanakah seharusnya perlakuan
persamaan tersebut dilakukan? Apakah adil bagi orang berkebutuhan khusus untuk
diperlakukan secara sama dengan orang normal lainnya dalam pendidikan, pekerjaan,
ekonomi, dan banyak aspek lainnya? Mengingat segala keterbatasan yang mereka
miliki. Ataukah justru tidak adil bagi mereka jika diberikan perlakuan khusus atas
segala keterbatasannya? Upaya terbaik apa yang dapat kita lakukan untuk dapat
membekali anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat bertahan hidup dengan usaha
mereka sendiri di tengah-tengah masyarakat?
Layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK), lazim juga disebut pendidikan
luar biasa, ataupun special education. Lahirnya layanan pendidikan ABK ini dilatar
belakangi oleh kesadaran akan hak memperoleh pendidikan sebagai hak asasi
manusia. Dalam upaya melindungi hak anak secara formal dan legal, dibentuklah
United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) pada tahun
1946, yang merupakan badan internasional yang melindungi hak anak.
Ada dua momentum penting dalam sejarah perumusan hak asasi manusia, yaitu apa
yang dikenal dengan deklarasai universal tentang hak asasi manusia yang
diproklamirkan oleh PBB pada tahun 1959, dan menyusul pada tahun 1989
diselenggarakan Konvensi PBB tentang Hak Asasi Anak yang dikenal dengan nama
United Nations Convention on the Rights of the Child. Kedua momentum penting
tersebut menyumbangkan perubahan besar dalam perlakuan manusia terhadap sesama
manusia, dan pandangan terhadap anak-anak.
Salah satu dimensi penting dan berarti yang menjadi keputusan dalam konvensi
tersebut adalah “anak tidak dipahami sebagai objek dan pribadi pasif yang harus
dilindungi, tetapi anak didudukkan secara proporsional sebagai warga negara yang
berada dalam proses perkembangan (citizenship in development)”. Konvensi tersebut
juga mengakui tentang hak kebebasan dan kewajiban untuk memperoleh pendidikan
dasar dan kebutuhan untuk memperoleh pendidikan pada tingkat sekolah menengah
sebagai suatu kewajiban dan diperoleh secara bebas untuk semua.
Pendidikan Inklusi 10
Salah satu hal yang spesifik juga disepakati bahwa perkembangan kepribadian anak,
bakat khusus, serta kemampuan mental dan fisik perlu mendapat perhatian dan
pelayanan yang maksimal agar potensi anak berkembang secara optimal (fullest
potentional), dan juga hak-hak bagi anak yang memiliki keterbatasan perlu mendapat
pelayanan secara optimal sesuai dengan kebutuhan anak. Dari sinilah istilah layanan
pendidikan ABK lahir.
Istilah pelayanan pendidikan anak yang berkebutuhan khusus digunakan dalam upaya
menjelaskan tentan program dan pelayanan yang berlaku dalam penyelenggaraan
sistem pendidikan bagi anak-anak yang mengalami kesulitan keterbatasan dalam
mengikuti program pendidikan dengan berbagai alasan dan membutuhkan bantuan
khusus (termasuk keterbatasan fisik dan belajar serta kebutuhan sosial). Menurut
UNESCO (2005), anak yang memerlukan pendidikan khusus adalah anak yang
mengalami kesulitan dalam mengikuti program pembelajaran reguler sebagai akibat
dari keterbatasan yang dimiliki anak atau ketidakberuntungan karena masalah sosial,
emosional, dan perilaku. Anak yang demikian membutuhkan bantuan khusus.
Diceritakan oleh Heward dan Orlasky (1984) bahwa bertahun-tahun yang lalu,makna
special dalam special education sangat erat kaitannya dengan anak cacat dan kata
special dimaknai dengan pemisahan “separate”. Di masa-masa awal, pendidikan
khusus ditujukan untuk sekolah terpisah yang dikhususkan untuk anak yang buta, tuli,
ataupun memiliki keterbelakangan mental. Sama halnya dengan upaya pemisahan
anak-anak nakal ataupun anak yang memiliki
Prestasi belajar yang kurang baik dalam satu kelas khusus. Tren di dunia pendidikan
saat itu adalah untuk mengelompokan anak-anak dengan masalah yang serupa dalam
kelas yang sama.[2]
Pendidikan Inklusi 11
ini lebih sedikit dari kelas umum. Mengingat jumlah anaknya lebih sedikit, maka
pembelajaran dalam kelas ini menjadi lebih individual dan khusus. Dengan konsep
ini, anak berkebutuhan khusus ditempatkan dalam ruangan yang memungkinkan anak
mendapatkan perlakuan khusus yang diatur dan direncanakan untuk individual.
Aktifitas anak di dalamnya akan memungkinkan mereka untuk meningkatkan
kemampuan mereka dengan lebih baik dibanding di kelasnya sebelumnya.
Tujuannya pada saat itu adalah, bahwa anak-anak berkebutuhan khusus yang
dikelompokan dalam kelas/sekolah yang terpisah dapat mendapatkan penanganan dari
guru dan metode penanganan yang khusus pula. Atas dasar tujuan tersebut, maka
menjadi hal yang lumrah untuk memisahkan anak berkebutuhan khusus dari anak
normal di kelas. Namun, tanpa disadari, upaya pemisahan ini memiliki dampak besar,
bukan hanya sesederhana memisahkan anak berkebutuhan khusus dalam
kelas/sekolah yang khusus namun berdampak menjadi upaya pemisahan orang
berkebutuhan khusus dari orang-orang normal dalam lingkungan masyarakat.
Perkembangan pendidikan ABK dipengaruhi oleh Public Law 94-142, the Education
for All Handicapped Children Act. Peraturan ini dikeluarkan oleh kongres amerika
pada 1975, namun baru dapat diimplementasikan pada 1980. Goodman dalam Heward
dan Orlansky (1984) menyebutkan bahwa peraturan ini dapat dikatakan sebagai
peraturan yang memberikan dampak paling besar dalam sejaran pendidikan.
Pendidikan Inklusi 12
Peraturan ini juga yang mengatur bahwa anak berkebutuhan khusus dapat belajar
dalam lingkungan belajar dengan sedikit batasan, atau disebut least restrictive
environment (LRE). Lingkungan belajar dengan sedikit batasan memungkinkan anak
berkebutuhan khusus untuk dipertemukan dan dekat dengan anak-anak normal pada
umumnya di sekolah reguler (iklusi).
Level 4. Regular classroom and resource room. Siswa menerima program yang
direncanakan di bawah program guru di kelas reguler, sebagai tambahan siswa akan
melewatkan separuh waktunya dalam ruangan dengan staf dan perlengkapan khusus.
Anak-anak pada level 1 sampai 4 mendatangi kelas reguler bersama dengan teman-
teman yang tidak memiliki kelainan. Dukungan bantuan diberikan oleh guru khusus
Pendidikan Inklusi 13
yang memberikan konsultasi kepada guru kelas reguler. Anak-anak di level 5
membutuhkan penempatan secara full time di kelas spesial, bergabung dengan anak-
anak luar biasa sepanjang hari. Model layanan pendidikan ABK iklusi ini sejalan
dengan teori pijakan dari Vygotsky. Prinsip dasar dari teori Vygotsky bahwa anak
melakukan proses membangun berbagai pengetahuannya tidak terlepas dari pengaruh
sosial dimana anak berada. Vygotsky percaya bahwa proses kognitif anak
berkembang optimal ketika di sekolah yaitu saat anak berinteraksi dengan teman dan
guru. Oleh karena itu, upaya terbaik agar ABK dapat bertahan hidup dengan
kemampuan sendiri di masyarakat adalah dengan dibaurkan dengan kelas regular.
Pendidikan Inklusi 14
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai keunikan tersendiri yang
ditunjukkan oleh jenis dan karakteristiknya yang berbeda dengan anak-anak normal
pada umumnya.dengan kondisi seperti itu tentunya dalam memberikan layanan
pendidikan anak berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Oleh sebab itu
sebagai guru atau pendidik perlu memiliki beberapa pengetahuan dan pemahaman
mengenai cara memberikan layanan yang sesuai agar anak-anak yang kurang
beruntung ini memperoleh pendidikan secara optimal.
3.2 Saran
Pendidikan Inklusi 15
DAFTAR PUSTAKA
William Heward & Michael Orlansky, Exceptional Children, (Ohio: Charles E. Merril
Publishing Company, 1984), h. 4
http://dedimahgunaguna.blogspot.com/2013/03/pendekatan-layanan-pendidikan-
anak.html
Pendidikan Inklusi 16