Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH PENDIDIKAN INKLUSI

“KONSEP PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS”

Mata kuliah : Pendidikan Inklusi

Program Studi : Pendidikan Guru Sekolah Dasar

Semester : 4A

Dosen Pengampu : Dr. Sowiyah, DR., M.Pd.,

Dr. Ryzal Perdana, S.Pd., M.Pd

Disusun oleh

Kelompok 2

Andhara Hani Pramesty (2053053041)


Carolina Kartika Damayanti (2053053009)
Nurhidayati (2053053039)
Nyimas Ulfa Monalisa (1913053140)
Vinsecius Asto AP (2053053017)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

UNIVERSITAS LAMPUNG

2021/2022

Pendidikan Inklusi 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT. Yang Maha Esa atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah tentang “KONSEP PENDIDIKAN LAYANAN KHUSUS” dapat tersusun hingga
selesai. Dengan tujuan memenuhi tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi. Tidak lupa kami
juga mengucapkan banyak terimakasih atas bantuan dari pihak yang telah berkontribusi
dengan memberikan sumbangan baik materi maupun pikirannya.

Dan harapan kami semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan pengalaman bagi
para pembaca, Untuk kedepannya dapat memperbaiki bentuk maupun menambah isi makalah
agar menjadi lebih baik lagi.

Karena keterbatasan pengetahuan maupun pengalaman kami, kami yakin masih banyak
kekurangan dalam makalah ini, Oleh karena itu kami sangat mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan makalah ini.

Lampung, 20 Februari 2022

Penyusun

Pendidikan Inklusi 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 2

DAFTAR ISI 3

BAB I PENDAHULUAN 4

1.1 Latar Belakang 4


2.1 Rumusan Masalah 4
3.1 Tujuan Penulisan 4

BAB II PEMBAHASAN 5

2.1 Prinsip prinsip layanan pendidkan khusus 5

2.2 Pendekatan Layanan pendidikan khusus 6

2.3 Bentuk Layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus 7

2.4 Konsep pendidikan layanan khusus 9

BAB III PENUTUP 15

3.1 Kesimpulan 15

3.2 Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

Pendidikan Inklusi 3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, sosial, atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Pendidikan khusus adalah bagian terpadu dari system pendidikan nasional yang secara
khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau
mental atau kelainan perilaku. Lembaga pendidikan ABK adalah lembaga pendidikan
yang bertujuan membantu peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental,
perilaku dan sosial agar mampu mengembangkan sikap, pengetahuan dan
keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat dalam mengadakan
hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya dan alam sekitar serta dapat
mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja atau mengikuti pendidikan lanjutan.
Disamping itu, pada saat ini telah berkembang pula sekolah untuk anak autis
(Supriadi, 2003)

2.1 Rumusan Masalah

• Apa saja prinsip-prinsip layanan anak berkebutuhan khusus ?


• Apa saja pendekatan layanan pendidikan ?
• Apa saja layanan pendidikan anak berkelainan fisik ?
• Konsep Pendidikan Layanan khusus ?

3.1 Tujuan Masalah

• Mencari Tau Apa saja prinsip-prinsip layanan anak berkebutuhan khusus ?


• Mencari Tau Apa saja pendekatan layanan pendidikan ?
• Mencari Tau Apa saja layanan pendidikan anak berkelainan fisik ?
• Mencari Tau Konsep Pendidikan Layanan khusus ?

Pendidikan Inklusi 4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prinsip Prinsip layanan anak berkebutuhan khusus

Prinsip pendidikan untuk siswa berkebutuhan khusus meliputi dua hal, yaitu :

1. Most Restricted Environment (MRE). Pendidikan dilakukan di sekolah khusus,


dengan perlakuan khusus dan lingkungan yang sangat terbatas
2. Least Restricted Environment (LRE). Pendidikan dilakukan di sekolah umum /
inklusif dengan lingkungan tidak terbatas

Pendidikan Inklusif Menurut Frederickson dan Cline (2002) pada umumnya, apabila
ada siswa yang memiliki kesulitan khusus di sekolah maka anak-anak ini akan
disatukan dengan siswa yang memiliki kesulitan yang sama dalam satu sekolah. Hal
itu dilakukan karena cara ini memungkinkan anak tersebut untuk dapat memperoleh
fasilitas serta staf yang dapat melayani mereka sesuai dengan kebutuhan mereka
masing-masing. Menyatukan anak-anak dengan kebutuhan khusus ke dalam satu
kelompok tersendiri berarti memisahkan anak-anak tersebut dari anak-anak lain yang
seusianya. Hal itu dapat berakibat timbulnya label tertentu serta membatasi akses
terhadap kesempatan memperoleh pendidikan yang sangat penting.

Selanjutnya, pada tahun 1975, kongres Amerika melahirkan undang-undang yang


disebut sebagai Individuals with Disabilities Education Act (IDEA). Undang-undang
tersebut mengamanatkan untuk memberikan persamaan pendidikan bagi anak-anak
berkebutuhan khusus, termasuk didalamnya dengan memberikan rencana pendidikan
secara individual (individualized education plan / IEP) serta memberikan pendidikan
dalam lingkungan yang paling tidak membatasi atau least restrictive environment atau
LRE (Santrock, 2001). Berdasarkan undang-undang tersebut muncul satu terobosan
baru dalam dunia pendidikan yang disebut dengan pendidikan inklusif.

Pendidikan inklusif merupakan pendidikan yang diberikan kepada siswa dengan


kebutuhan khusus secara penuh dalam kelas reguler. Pada awalnya inklusif disebut
sebagai mainstreaming namun kini istilah mainstreaming berarti memberikan
pendidikan bagi siswa dengan kebutuhan khusus pada kelas khusus kemudian pada
kelas reguler (Idol dalam Santrock, 2001). Pendidikan inklusif ini merupakan bentuk
dari aplikasi konsep LRE. Selain definisi yang telah diberikan di atas, dapat kita lihat

Pendidikan Inklusi 5
pula definisi lain tentang pendidikan inklusif. Stainback dan Stainback (dalam
Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004a) mengemukakan bahwa sekolah inklusif
adalah sekolah yang menampung semua siswa di kelas yang sama. Selanjutnya Staub
dan Peck (dalam Direktorat Pendidikan Luar Biasa, 2004a) menjelaskan bahwa dalam
Pendidikan inklusif anak-anak dengan kelainan tingkat ringan, sedang, dan berat
ditempatkan secara penuh dalam kelas reguler.

2.3 Pendekatan Layanan pendidikan

Secara umum dikenal 2 pendekatan yang sering dilakukan dalam memberikan layanan
pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu: pendekatan
kelompok/klasikal dan pendekatan individual.

1.Pendekatan Kelompok adalah pendekatan yang dilakukan secara kelompok.


Pendekatan ini memiliki kelebihan dalam hal waktu, tenaga, dan biaya. Disamping
kelebihan juga ada kelemahannya yaitu kurang efektif dalam proses pembelajarannya.

2. Pendekatan individual yang dilakukan secara individu. Pendekatan ini memiliki


kelebihan dalam hal waktu, tenaga dan biaya.

3. Pendekatan remidial bertujuan untuk membantu anak berkebutuhan khusus dalam


upaya mencapai kompetensi yang ditentukan dengan lebih menekankan pada
hambatan atau kekurangan yang ada pada anak berkebutuhan khusus.

4. Pendekatan remidial didasarkan pada bagian-bagian sub kompetensi yang belum di


capai oleh anak. Pendekatan ini dapat melatih dan mendorong anak untuk menutup
kekurangan yang ada pada dirinya dengan memperhatikan kemampuan yang
dimilikinya.Sedangkan pendekatan ekseleratif bertujuan untuk mendorong anak
berkebutuhan khusus yang memiliki bakat untuk lebih khusus lagi menguasai
kompetensinya yang ditetapkan berdasarkan asesmen kemampuan anak.Pendekatan
akseleratif juga lebih bersifat individual.

Pendidikan Inklusi 6
2.3 Layanan Pendidikan Anak Berkelainan Fisik

➢ Sekolah Khusus.

Penyelenggaraan sekolah khusus ini pada awalnya diselenggarakan sesuai dengan


satu kelainan saja, sehingga dikenal dengan SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB
untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa
(SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E).

Di setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem
pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Terdapat satu jenis anak
berkebutuhan khusus yakni Autis/Autism Spectrum Disorder (ASD) yang menjadi
perhatian dalam sistem sendidikan khusus sehingga sekrang ada SLB Autis.
Regulasi yang memayungi sekolah khusus ini adalah UU RI Nomor 2 Tahun 1989
dan PPNo.72 Tahun 1991, dalam pasal 4 PP No.72 Tahun 1991 satuan pendidikan
luar biasa terdiri dari:

a. Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal 6 tahun.

b. Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3 tahun.

c. Sekolah Menengah Luar Biasa (SMALB) minimal 3 tahun.

Di samping satuan pendidikan di atas, pasal 6 PP No.72 Tahun 1991, juga


dimungkinkan penyelenggaraaan Taman Kanak-Kanak Luar Biasa (TKLB) dengan
lama pendidikan satu sampai tiga tahun.

2. Sekolah Luar Biasa Berasrama

Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang dilengkapi
dengan fasilitas asrama. Peserta didik SLB berasrama tinggal di asrama. Pengelolaan
asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut
ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama.
Bentuk satuan pendidikannya pun juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada
SLB-A untuk tuna netra, SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita
(SLB-C), SLB untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E), serta
SLB AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.

Pendidikan Inklusi 7
Pada SLB berasrama terdapat kesinambungan program pembelajaran yang ada di
sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah
anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah yang sesuai
bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas fasilitas antar
jemput.
3. Sekolah Luar Biasa dengan Kelas Jauh

Kelas jauh adalah lembaga yang disediakan untuk memberi layanan pendidikan bagi
anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB. Penyelenggaraan
kelas jauh merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib
belajar serta pemerataan kesempatan belajar.

Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok tanah air, sedangkan sekolah-
sekolah yang khusus mendidik mereka masih sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh
karena itu, dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab SLB
terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut berasal dari guru SLB- SLB
di dekatnya. Dengan kata lain, kelas jauh tersebut sebagai afiliansi dari SLB terdekat
sebagai sekolah induk.

4. Sekolah Luar Biasa dengan Guru Kunjung

Berbeda halnya dengan kelas jauh, kelas kunjung adalah suatu layanan terhadap ABK
yang tidak siap mengikuti proses pembelajaran di SLB terdekat. Jadi, guru berfungsi
sebagai guru kunjung (itenerant teacher) yang datang ke rumah-rumah ABK untuk
melayani mereka belajar. Kegiatan admistrasinya dilaksanakan di SLB terdekat
tersebut. Kelebihan dari sistem layanan segregasi ini adalah.

Anak merasa senasib, sehingga dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri,
dan membangkitkan semangat menyongsong kehidupan di hari-hari mendatang,

Anak lebih mudah beradaptasi dengan temannya yang sama-sama mengalami


hambatan, Anak termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang
senasib di sekolahnya, dan anak lebih mudah bersosialisasi tanpa dibayangi rasa takut
bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri.

Pendidikan Inklusi 8
2.4 Konsep layanan anak berkebutuhan khusus

Sudah bukan rahasia umum lagi bahwa di tengah-tengah kita, ada sebagian anak yang
memiliki kondisi yang berbeda dari anak pada umumnya. Bahwa ada yang terlahir ke
dunia ini dengan kondisi di bawah ataupun di atas kondisi anak-anak pada umumnya.
Sebagian orang menyebutnya dengan anak dengan keterbatasan, anak berkebutuhan
khusus, ataupun ada juga yang menyebutnya anak cacat. Semua sebutan itu ditujukan
untuk membuat pembeda, bahwa mereka tidak sama.

Ada banyak istilah untuk menyebut anak-anak berkebutuhan khusus ini. Di


masyarakat, sebutan untuk anak-anak berkebutuhan khusus beragam, dari mulai anak
cacat, anak dengan keterbatasan, anak yang berbeda, dan banyak lagi.

Heward dan Orlansky (1984) memilih untuk menyebutnya dengan anak luar biasa
(exceptional children). Anak luar biasa adalah istilah inklusi yang merujuk pada anak-
anak yang menunjukan perilaku yang berbeda dari anak pada umumnya, bisa saja di
bawah atau di atas kondisi normal, untuk itu program pendidikan spesial ditujukan.
Istilah anak luar biasa juga termasuk kepada anak yang memiliki intelektual bawaan
lahir dan bisa juga untuk anak-anak dengan keterbelakangan.[1] Pengertian anak luar
biasa menurut Heward dan Orlansky terdengar lebih manusiawi dan
merepresentasikan semua perbedaan dari anak berkebutuhan khusus dari anak pada
umumnya.

Semua orang sadar bahwa anak-anak dengan kondisi tersebut, yang dapat kita sebut
dengan anak berkebutuhan khusus, juga memiliki hak untuk mengejar
kebahagiaannya sendiri. Sebagaimana disebutkan dalam deklarasi kemerdekaan
Amerika Serikat yang menyatakan bahwa setiap individu memiliki hak untuk
kehidupan, kemerdekaan, dan mengejar kebahagiaannya sendiri. Kesadaran inillah
yang mendorong adanya gerakan untuk menuntut kesamaan hak terhadap orang-orang
berkebutuhan khusus.

Pendidikan Inklusi 9
Namun yang menjadi pertanyaan di sini, bagaimanakah seharusnya perlakuan
persamaan tersebut dilakukan? Apakah adil bagi orang berkebutuhan khusus untuk
diperlakukan secara sama dengan orang normal lainnya dalam pendidikan, pekerjaan,
ekonomi, dan banyak aspek lainnya? Mengingat segala keterbatasan yang mereka
miliki. Ataukah justru tidak adil bagi mereka jika diberikan perlakuan khusus atas
segala keterbatasannya? Upaya terbaik apa yang dapat kita lakukan untuk dapat
membekali anak-anak berkebutuhan khusus agar dapat bertahan hidup dengan usaha
mereka sendiri di tengah-tengah masyarakat?

Layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK), lazim juga disebut pendidikan
luar biasa, ataupun special education. Lahirnya layanan pendidikan ABK ini dilatar
belakangi oleh kesadaran akan hak memperoleh pendidikan sebagai hak asasi
manusia. Dalam upaya melindungi hak anak secara formal dan legal, dibentuklah
United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF) pada tahun
1946, yang merupakan badan internasional yang melindungi hak anak.

Ada dua momentum penting dalam sejarah perumusan hak asasi manusia, yaitu apa
yang dikenal dengan deklarasai universal tentang hak asasi manusia yang
diproklamirkan oleh PBB pada tahun 1959, dan menyusul pada tahun 1989
diselenggarakan Konvensi PBB tentang Hak Asasi Anak yang dikenal dengan nama
United Nations Convention on the Rights of the Child. Kedua momentum penting
tersebut menyumbangkan perubahan besar dalam perlakuan manusia terhadap sesama
manusia, dan pandangan terhadap anak-anak.

Salah satu dimensi penting dan berarti yang menjadi keputusan dalam konvensi
tersebut adalah “anak tidak dipahami sebagai objek dan pribadi pasif yang harus
dilindungi, tetapi anak didudukkan secara proporsional sebagai warga negara yang
berada dalam proses perkembangan (citizenship in development)”. Konvensi tersebut
juga mengakui tentang hak kebebasan dan kewajiban untuk memperoleh pendidikan
dasar dan kebutuhan untuk memperoleh pendidikan pada tingkat sekolah menengah
sebagai suatu kewajiban dan diperoleh secara bebas untuk semua.

Pendidikan Inklusi 10
Salah satu hal yang spesifik juga disepakati bahwa perkembangan kepribadian anak,
bakat khusus, serta kemampuan mental dan fisik perlu mendapat perhatian dan
pelayanan yang maksimal agar potensi anak berkembang secara optimal (fullest
potentional), dan juga hak-hak bagi anak yang memiliki keterbatasan perlu mendapat
pelayanan secara optimal sesuai dengan kebutuhan anak. Dari sinilah istilah layanan
pendidikan ABK lahir.

Istilah pelayanan pendidikan anak yang berkebutuhan khusus digunakan dalam upaya
menjelaskan tentan program dan pelayanan yang berlaku dalam penyelenggaraan
sistem pendidikan bagi anak-anak yang mengalami kesulitan keterbatasan dalam
mengikuti program pendidikan dengan berbagai alasan dan membutuhkan bantuan
khusus (termasuk keterbatasan fisik dan belajar serta kebutuhan sosial). Menurut
UNESCO (2005), anak yang memerlukan pendidikan khusus adalah anak yang
mengalami kesulitan dalam mengikuti program pembelajaran reguler sebagai akibat
dari keterbatasan yang dimiliki anak atau ketidakberuntungan karena masalah sosial,
emosional, dan perilaku. Anak yang demikian membutuhkan bantuan khusus.

Diceritakan oleh Heward dan Orlasky (1984) bahwa bertahun-tahun yang lalu,makna
special dalam special education sangat erat kaitannya dengan anak cacat dan kata
special dimaknai dengan pemisahan “separate”. Di masa-masa awal, pendidikan
khusus ditujukan untuk sekolah terpisah yang dikhususkan untuk anak yang buta, tuli,
ataupun memiliki keterbelakangan mental. Sama halnya dengan upaya pemisahan
anak-anak nakal ataupun anak yang memiliki

Prestasi belajar yang kurang baik dalam satu kelas khusus. Tren di dunia pendidikan
saat itu adalah untuk mengelompokan anak-anak dengan masalah yang serupa dalam
kelas yang sama.[2]

Sekolah merasa perlu adanya penanganan khusus untuk anak-anak berkebutuhan


khusus dengan memisahkannya di kelas khusus. Umumnya, jumlah anak dalam kelas

Pendidikan Inklusi 11
ini lebih sedikit dari kelas umum. Mengingat jumlah anaknya lebih sedikit, maka
pembelajaran dalam kelas ini menjadi lebih individual dan khusus. Dengan konsep
ini, anak berkebutuhan khusus ditempatkan dalam ruangan yang memungkinkan anak
mendapatkan perlakuan khusus yang diatur dan direncanakan untuk individual.
Aktifitas anak di dalamnya akan memungkinkan mereka untuk meningkatkan
kemampuan mereka dengan lebih baik dibanding di kelasnya sebelumnya.

Tujuannya pada saat itu adalah, bahwa anak-anak berkebutuhan khusus yang
dikelompokan dalam kelas/sekolah yang terpisah dapat mendapatkan penanganan dari
guru dan metode penanganan yang khusus pula. Atas dasar tujuan tersebut, maka
menjadi hal yang lumrah untuk memisahkan anak berkebutuhan khusus dari anak
normal di kelas. Namun, tanpa disadari, upaya pemisahan ini memiliki dampak besar,
bukan hanya sesederhana memisahkan anak berkebutuhan khusus dalam
kelas/sekolah yang khusus namun berdampak menjadi upaya pemisahan orang
berkebutuhan khusus dari orang-orang normal dalam lingkungan masyarakat.

Hasil penelitian-penelitian dari para profesional ini yang kemudian menghasilkan


perubahan besar terhadap layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus di Amerika,
sehingga pada tahun 1975 dikeluarkan peraturan (Public Law 94-142) yang membawa
perubahan mendasar dalam dunia pendidikan anak berkebutuhan khusus sampai saat
ini.

Perkembangan pendidikan ABK dipengaruhi oleh Public Law 94-142, the Education
for All Handicapped Children Act. Peraturan ini dikeluarkan oleh kongres amerika
pada 1975, namun baru dapat diimplementasikan pada 1980. Goodman dalam Heward
dan Orlansky (1984) menyebutkan bahwa peraturan ini dapat dikatakan sebagai
peraturan yang memberikan dampak paling besar dalam sejaran pendidikan.

Pendidikan Inklusi 12
Peraturan ini juga yang mengatur bahwa anak berkebutuhan khusus dapat belajar
dalam lingkungan belajar dengan sedikit batasan, atau disebut least restrictive
environment (LRE). Lingkungan belajar dengan sedikit batasan memungkinkan anak
berkebutuhan khusus untuk dipertemukan dan dekat dengan anak-anak normal pada
umumnya di sekolah reguler (iklusi).

Perubahan paradigma masyarakat dalam memandang orang dengan kebutuhan khusus


mendorong sekolah untuk memberikan layanan yang total “a continuum of services”.
Layanan continuum adalah pilihan-pilihan jangkauan penempatan yang dapat
diberikan untuk melayani anak secara tepat. Layanan continuum ini dapat dilihat
dalam bentuk piramida, dengan bagian paling bawah merupakan layanan dengan
batasan paling sedikit (kelas reguler) dan paling atas adalah yang memiliki batasan
paling banyak (fasilitas sekolah khusus). Piramid ini dapat dilihat pada gambar
berikut :

Level 5. Full-time special class. Siswa menerima program yang direncanakan di


bawah arahan dari guru kelas khusus.

Level 4. Regular classroom and resource room. Siswa menerima program yang
direncanakan di bawah program guru di kelas reguler, sebagai tambahan siswa akan
melewatkan separuh waktunya dalam ruangan dengan staf dan perlengkapan khusus.

Level 3. Regular classroom with supplementary instruction and services. Siswa


menerima program yang direncanakan di bawah arahan guru di kelas reguler; sebagai
tambahan siswa akan mendapatkan pembelajaran tambahan atau layanan dari spesialis
di sekolah.

Level 2. Regular classroom with consultans to teacher. Siswa menerima program


yang direncanakan di bawah arahan guru kelas reguler yang didukung oleh konsultan
di dalam kelas dari spesialis.

Level 1. Regular classroom. Siswa menerima program yang direncanakan di bawah


arahan guru kelas reguler tanpa pendampingan.

Anak-anak pada level 1 sampai 4 mendatangi kelas reguler bersama dengan teman-
teman yang tidak memiliki kelainan. Dukungan bantuan diberikan oleh guru khusus

Pendidikan Inklusi 13
yang memberikan konsultasi kepada guru kelas reguler. Anak-anak di level 5
membutuhkan penempatan secara full time di kelas spesial, bergabung dengan anak-
anak luar biasa sepanjang hari. Model layanan pendidikan ABK iklusi ini sejalan
dengan teori pijakan dari Vygotsky. Prinsip dasar dari teori Vygotsky bahwa anak
melakukan proses membangun berbagai pengetahuannya tidak terlepas dari pengaruh
sosial dimana anak berada. Vygotsky percaya bahwa proses kognitif anak
berkembang optimal ketika di sekolah yaitu saat anak berinteraksi dengan teman dan
guru. Oleh karena itu, upaya terbaik agar ABK dapat bertahan hidup dengan
kemampuan sendiri di masyarakat adalah dengan dibaurkan dengan kelas regular.

Pendidikan Inklusi 14
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai keunikan tersendiri yang
ditunjukkan oleh jenis dan karakteristiknya yang berbeda dengan anak-anak normal
pada umumnya.dengan kondisi seperti itu tentunya dalam memberikan layanan
pendidikan anak berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Oleh sebab itu
sebagai guru atau pendidik perlu memiliki beberapa pengetahuan dan pemahaman
mengenai cara memberikan layanan yang sesuai agar anak-anak yang kurang
beruntung ini memperoleh pendidikan secara optimal.

3.2 Saran

Dalam memberikan layanan pendidikan pada anak berkebutuhan Khusus diperlukan


berbagai layanan pendidikan dengan pendekatan khusus dan strategi khusus yang
harus guru atau pendidik atau calon guru ketahui dan pahami dengan baik.

Pendidikan Inklusi 15
DAFTAR PUSTAKA

Prinsip Pendidikan dan Pengajaran Untuk Anak Berkebutuhan Khusus - Psikologi


Multitalent

William Heward & Michael Orlansky, Exceptional Children, (Ohio: Charles E. Merril
Publishing Company, 1984), h. 4

[2] Op.Cit, Heward & Orlansky, h. 16

[3] Ibid, Heward & Orlansky, h. 48

Bentuk Layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus | Mikirbae.com

Dra.Yuliane, M. Pd.2010. Bahan Ajar Pendidikan Anak Berkebutuhan


Khusus.Pontianak :2010

http://dedimahgunaguna.blogspot.com/2013/03/pendekatan-layanan-pendidikan-
anak.html

Hallahan, Daniel P. and Kauffman, James M. (1986).Exceptional Children: Intro-

duction to Special Education, Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall;

Mirza, Dewi. (2007). Pelayanan Pendidikan bagi Anak Tunanetra.(Online). Tersedia:


http://digilib.sunan_ampel.ac.id/go.php?id=jiptain-gdl-s1-2007-de-wimirza-
922#publisher#publisher;

Abudin, PGSD. 2010. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus


Blogspot; [tersedia]http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-

Rahardja, Djadja. (2006). Pendidikan Luar Biasa Introduction to Special Education.

Pendidikan Inklusi 16

Anda mungkin juga menyukai