Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

MODEL PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS (ABK)

Tugas Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Grup : PG A2

Dosen Pengampuh

Emelda Thesalonika S.Pd.,M.Pd

Disusun Oleh:

Kelompok 12
1. Welfha Situngkir ( 1801010071)
2. Theo Affany Dhea Purba ( 1801010095)
3. Sontia Sihombing (1801010107)

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS HKBP NOMMENSEN

PEMATANGSIANTAR

2021
Kata Pengantar

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas kasih dan
rahmatnya kami masih bisa menyelesaikan tugas ini “Model Pendidikan ABK”. Dan juga ucapan
terimakasih kepada orang tua dan orang lain yang terlibat dalam pembuatan tugas makalah ini,
karena tanpa adanya mereka yang memberikan semangat dan dukungan kami mungkin tidak bisa
menyelesaikan tugas ini.

Dengan segala kerendahan hati, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dan mendukung dalam penulisan makalah ini, khususnya kepada Dosen
Mata Kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Ibu Emelda Thesalonika S.Pd.,M.Pd dan
juga kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
kritik dan saran yang membangun dari semua pihak penyempurnaan tugas makalah ini, sangat
kami harapkan semoga tugas makalah ini memberi manfaat serta memberikan informasi yang
berguna bagi kita semua yang membutuhkan.

Pematangsiantar, Juli 2021

Penulis

i
Daftar Isi

Kata pengantar.....................................................................................................................i

Daftar Isi..............................................................................................................................ii

BAB I Pendahuluan.............................................................................................................1

A. Latar Belakang.........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah....................................................................................................2
C. Tujuan .....................................................................................................................2

BAB II Pembahasan............................................................................................................3

A. Konsep Layanan ABK.............................................................................................3


B. Prinsi-prinsip layanan ABK.....................................................................................3
C. Pendekatan layanan pendidikan...............................................................................4
D. Layanan pendidikan anak berkelaninan fisik..........................................................5
E. Model layanan pendidikan ABK.............................................................................6

BAB III Penutup..................................................................................................................15

A. Kesimpulan..............................................................................................................15

Daftar Pustaka......................................................................................................................16

ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sangatlah penting, baik itu pendidikan bagi anak normal maupun
pendidikan bagi anak dengan berkebutuhan khusus. Khususnya dalam pembahasan
makalah ini kelompok akan membahas materi mengenai Layana Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus yaitu Prinsip-prinsip layanan ABK, Pendekatan Layanan, dan
Layanan Pendidikan Anak Berkelainan Fisik. Oleh karena itu setiap orang wajib
mendapatkan layanan pendidikan tanpa terkecuali seperti yang telah diatur dalam
UUPasal 32 tentang pendidikan dan pelayanan khusus Ayat (1) Pendidikan  khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karenakelainan fisik, emosional, mental,  sosial,  dan/atau
memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru yang digunakan dan
merupakan terjemahan dari child with specials needs yang telah digunakan secara luas di
dunia internasional. Penggunaan istilah anak berkebutuhan khusus membawa
konsekuensi cara pandang yang berbeda dengan istilah anak luar biasa yang pernah
diergunakan dan mungkin masih digunakan. Jika pada istilah luar biasa lebih menitik
beratkan pada kondisi (fisik, mental, emosi-sosial) anak, maka pada berkebutuhan khusus
lebih pada kebutuhan anak untuk mencapai prestasi sesuai dengan prestesinya.
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara pendidikan memerlukan
layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Anak
berkebutuhan khusus ini memiliki apa yang disebut dengan hambatan belajar dan
hambatan perkembangan (barier to learning and development). Oleh sebab itu mereka
memerlukan layanan pendidikan yang sesuai dengan hamabatan belajar dan hambatan
perkembang yang dialami oleh masing-masing anak.
Secara umum rentangan anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu:
(a) anak yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, akibat dari kecacatan
tertentu (anak penyandang cacat), seperti anak yang tidak bisa melihat (atunanetra), tidak
bisa mendengar (tunarungu), anak yang mengalami cerebral palsy. Dan (b) anak
berkebutuhan khusus yang bersifat temporer.

1
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep layanan bagi Anak Berkebutuhan Khusus?
2. Apa saja prinsip-prinsip layanan Anak Berkebutuhan Khusus?
3. Apa saja pendekatan layanan Pendidikan?
4. Apa layanan Pendidikan anak berkelainan fisik?
5. Bagaimana model layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui konsep layanan bagi Anak Berkebutuhan Khusus
2. Untuk mengetahui prinsip-prinsip layanan Anak Berkebutuhan Khusus
3. Untuk mengetahui pendekatan layanan Pendidikan
4. Untuk mengetahui layanan Pendidikan anak berkelaninan fisik
5. Untuk mengetahui model layanan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Layanan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai keunikan tersendiri
yang ditunjukkan oleh jenis dan karakteristiknya yang berbeda dengan anak-anak normal
pada umumnya.dengan kondisi seperti itu tentunya dalam memberikan layanan
pendidikan anak berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Oleh sebab itu
sebagai guru atau pendidik perlu memiliki beberapa pengetahuan dan pemahaman
mengenai cara memberikan layanan yang sesuai agar anak-anak yang kurang beruntung
ini memperoleh pendidikan secara optimal.
Layanan pendidikan merupakan satu kajian penting untuk memenuhi kebutuhan
anak-anak mengenai cara memberikan layanan yang baik, maka akan dapat dilakukan
secara optimal.
Dalam beberapa terminologi, Istilah layanan diartikan sebagai (1) cara melayani;
(2) usaha melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang); (3)
kemudahan yang dibe berkebutuhan khusus (ABK), yang memiliki keunikan tersendiri
dalam jenis dan karakteristiknya, dan membedakan mereka dari anak-anak normal pada
umumnya.Keadaan inilah yang menuntut adanya penyesuaian dalam pemberian layanan
pendidikan yang dibutuhkan.Keragaman yang terjadi, memang terkadang menyulitkan
guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan yang sesuai. Namun apabila guru telah
memiliki pengetahuan dan pemahaman rikan sehubungan dengan jual beli jasa atau
barang.
B. Prinsip-prinsip Layanan Anak Berkebutuhan Khusus
Ada dua prinsip layanan bagi anak berkebutuhan khusus yang perlu diperhatikan
oleh para guru atau pendidik, yaitu prinsip umum dan khusus.
1. Prinsip umum :
1) Pemberian layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus harus didasarkan pada
pemberian kesempatan kepada seluruh anak yang berkebutuhan khusus dari
berbagai tingkatan, ragam, dan jenis kecacatan yang ada.
2) Sebelum memberikan layanan kepada anak berkebutuhan khusus, guru atau
pendidik harus dapat mengungkap atau memahami terlebih dahulu kemampuan

3
fisik dan psikologis dari masing-masing anak. Hal ini sangat penting agar guru
atau pendidik dalam memberikan layanan sesuai dengan tingkat kemampuan yang
dimiliki olehmasing-masing anak berkebutuhan khusus.
3) Guru atau pendidik dalam memberikan layanan harus mengacu pada program
yang dinamis, yaitu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada perserta
didik. Dengan demikian guru dituntut selalu mengkaji teori-teori pendidikan yang
berkembang setiap saat.
2. Prinsip Khusus :
1) Prinsip totalitas
Artinya adalah keseluruhan atau keututhan.Dalam prinsip ini guru dalam
mengajar suatu konsep harus secara keseluruhan.Maksudnya adalah dalam
mengenalkan konsep sedapat mungkin melibatkan seluruh indera, sedangkan
keutuhan dimaksudkan bahwa konsep yang dikenalkan harus utuh, tidak
sepotong-sepotong.
2) Prinsip keperagaan
Prinsip ini sangat dibutuhkan untuk menjelaskan konsep baru.Dalam
menggunakan prinsip ini sangat berkaitan erat dengan tipe-tipe belajar anak agar
dalam mengetrapkan prinsip keperagaan mengena.
3) Prinsip berkesinambungan
Prinsip ini sangat dibutuhkan untuk anak tunanetra dalam mempelajari konsep.
Oleh sebab itu guru dalam memberikan pelajaran untuk berkesinambungan
antarra matapelajaran yang satu dengan yang lain.
4) Prinsip aktivitas
Prinsip ini sangat penting artinya dalam belajar mengajar, yaitu anak memberikan
respon terhadap stimulus yang diberikan oleh guru.Tugas guru membantu anak
dalam kegiatan belajar mengajar supaya aktif tidak hanya menjadi pendengar saja.
5) Prinsip individual
Prinsip ini artinya adalah dalam proses pembelajaran dilaksanakan dengan
memperhatikan perbedaan individu anak, bakat dan kemampuan masing-masing
anak.
C. Pendekatan Layanan Pendidikan

4
Secara umum dikenal 2 pendekatan yang sering dilakukan dalam memberikan
layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu: pendekatan
kelompok/klasikal dan pendekatan individual.
1. Pendekatan Kelompok adalah pendekatan yang dilakukan secara kelompok.
Pendekatan ini memiliki kelebihan dalam hal waktu, tenaga, dan biaya. Disamping
kelebihan juga ada kelemahannya yaitu kurang efektif dalam proses
pembelajarannya.
2. Pendekatan individual yang dilakukan secara individu. Pendekatan ini memiliki
kelebihan dalam hal waktu, tenaga dan biaya.
D. Layanan Pendidikan Anak Berkelainan Fisik
Secara umum anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik
membutuhkan layanan pendidikan dengan pendekatan dan strategi khusus, yang dapat
dikemukakan sebagai berikut.
1. Anak Tuna Netra
Pengertian tuna netra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat
melihat (KBBI, 1989: 971) Strategi khusus dan isi layanan pendidikan bagi anak tuna
netra menurut Hardman (dalam Suparno, 2008), meliputi 3 hal, yaitu sebagai berikut.
1) Mobility training and daily living skill, yaitu latihan untuk berjalan dan orientasi
tempat dan ruang dengan berbagai sarana yang diperlukan serta latihan
keterampilan kehidupan keseharian yang berkaitan dengan pemahaman uang,
belanja, mencuci, memasak, kebersihan diri, dan membersihkan ruangan.
2) Tradisional curriculum content area, yaitu orientasi dan mobilitas, keterampilan
berbahasa termasuk ekspresinya dan keterampilan berhitung.
3) Communication media, yaitu penguasaan braille dalam komunikasi.
2. Anak Tunarungu
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak Tunarungu adalah terletak pada
pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Adda beberapa cara mengembangkan
kemampuan komunikasi anak tunarungu, yaitu:
a. Metode Oral

5
Cara melatih anak tunarungu supaya dapat berkomunikasi secara lisan (verbal)
dengan normal.Dalam hal ini perlu partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk
berbahasa secara verbal.
b. Membaca Ujaran
Kegiatan yang mencangkup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan
bicaranya sewaktu dalam proses berbicara. Membaca ujaran memiliki kelamah
antara lain; tidak semua bunyi bahasa dapat terlihat pada bibir, ada persamaan
antara berbagai bunyi bentuk bahasa, lawan bicara harus berhadapan dan tidak
terlalu jauh dan pengcapan harus pelan dan lugas.
c. Metode manual
Cara mengajar atau melatih anak tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau
ejaan jari. Bahasa isyarat ini mempunyai komponen yaitu:
Bahasa ungkapan badaniyah, adalah bahasa yang dilakukan dengan cara
menggunakan keseluruhan ekspresi badan.
a) Bahasa isyarat lokal, suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat
konvensional berfungsi sebagai pengganti kata.
b) Bahasa isyarat formal, bahasa nasional dalam isyarat biasanya menggunakan
kosa kata isyarat dan dengan berstruktur bahasa yang sama persis dengan
bahasa lisan.
c) Ejaan jari, Penunjang bahasa isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Dalam
penggunaan bahasa ejaan jari dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu : ejaan
jari dengan satu tangan, ejaan jari dengan dua tangan, dan ejaan jari
campuran.
d) Komunikasi total, Cara berkomuniksasi dengan menggunakan salah satu
modus atau semua cara berkomuniksai  digunakan (bahasa isyarat, ejaan jari,
bicara, bacaan ujaran, dan lain sebagainya). Hal ini digunakan untuk
memperbaiki dalam mengajarkan komunikasi tunarungu.
E. Model Layanan Pendidikan ABK
1. Model Layanan Pendidikan ABK Menurut Hallahan dan Kauffman (1991)
Bentuk penyelenggaraan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ada berbagai
pilihan:

6
a. Regular Class Only (Kelas biasa dengan guru biasa
b. Regular Class with Consultation (kelas biasa dengan konsultan guru PLB)
c. Intinerant Teacher (kelas biasa dengan guru kunjung)
d. Resource Teacher ( guru sumber, yaitu kelas biasa dengan guru biasa, namun
dalam beberapa kesempatan anak berada diruang sumber dengan guru sumber)
e. Pusat Diagnostik-Prescriptif
f. Hospital or Homebound Instruction (pendidikan di rumah atau di rumah sakit,
yakni kondisi anak yang memungkinkan belum masuk kesekolah biasa)
g. Self Contained Class (kelas khusus disekolah biasa bersama guru PLB)
h. Special Day School (sekolah luar biasa tanpa asrama)
i. Recidential School (sekolah luar biasa berasrama)
2. Model Layanan Pendidikan ABK
1) Model layanan ABK
ABK memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam,  baik dari  segi jenis, sifat,
kondisi maupun kebutuhannya, oleh karena itu, layanan pendidikannnya tidak dapat
dibuat tunggal/seragam melainkan menyesuaiakan diri dengan tingkat keberagaman
karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model  layanan pendidikan
tersebut,   dapat lebih memudahkan anak-anak ABK dan orangtuanya untuk memilih
layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan kebutuhannya.  Ada
beberapa  model layanan pendidikan bagi ABK yang ditawarkan mulai dari yang
model klasik sampai yang modern/terkini.
2) Model Segregasi
Model segregasi merupakan model layanan pendidikan yang sudah lama dikenal dan
diterapkan pada anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini mencoba
memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok anak
normal maupun ABK lainnya. Dalam praktiknya,  masing-masing kelompok anak
dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada lembaga pendidikan yang melayani
sesuai dengan kekhususanya tersebut.  Sebagai contoh: SLB/A, lembaga pendidikan
untuk anak tuna netra; SLB/B, lembaga pendidikan untuk Anak tunarungu; SLB/C,
lembaga pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB/D lembaga pendidikan untuk anak

7
tuna daksa, dan SLB/E lembaga pendidikan untuk anak tuna laras, sekolah autisme,
sekolah anak ber IQ sedang, sekolah anak berbakat, dan sebagainya.
Adapun kelebihan dan kekurangan pada model Segregasi ialah sebagai berikut:
a) Kelebihan dari model segregasi ialah:
(1) anak merasa senasib, sehingga dapat menghilangkan rasa minder, rasa rendah
diri, dan membangkitkan  semangat menyongsong  kehidupan di hari-hari
mendatang
(2) anak lebih mudah beradaptasi dengan temannya  yang sama-sama
mengalami/menyandang ketunaan,
(3) anak  termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang
senasib di sekolahnya, dan  anak lebih mudah bersosialisasi  tanpa dibayangi
rasa takut bergaul, minder, dan rasa kurang percaya diri.
b) Kekurangan/Kelemahan dari model segrerasi ialah:
(1) anak terpisah dari lingkungan anak  lainnya sehingga anak sulit bergaul dan
menjalin komunikasi dengan mereka yang normal,
(2) anak merasa terpasung dan dibatasi pergaulanya dengan anak yang cacat saja
sehingga pada giliranya dapat menghambat perkembangan sosialisasinya  di
masyarakat,
(3) anak  merasakan ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang terbatas bagi
mereka yang tergolong berkelainan.
3) Model Kelas Khusus
Sesuai dengan namanya, keberadaan kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti halnya
sekolah khusus (SLB), melainkan berada di sekolah umum/regular. Keberadaan kelas
khusus tidak bersifat permanen,  melainkan didasarkan pada ada / tidaknya anak-anak
yang memerlukan pendidikan/pembelajaran khusus di sekolah tersebut. Pada kelas
khusus biasanya  terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat kekhususan yang
relatif sama.
Untuk menanganinya digunakan pembelajaran individual  (individualized
instruction)  karena masing-masing anak memiliki kekhususan. Tujuan pembentukan
kelas khusus adalah untuk membantu anak-anak agar tidak terjadi tinggal kelas/ drop
out atau untuk menemukan gejala keluarbiasaan secara dini pada anak-anak SD.

8
Dalam praktiknya kelas khusus bersifat fleksibel, ada kelas khusus sepanjang hari,
dan kelas khusus untuk bidang studi tertentu. 
Dalam kelas khusus sepanjang hari   ABK dididik oleh guru khusus di ruangan/kelas
yang khusus pula.Pada jam-jam istirahat, anak-anak ini dapat berinteraksi dengan
mereka yang bukan ABK, sedangkan pada jam-jam pelajaran mereka, hanya
berinteraksi dengan sesama mereka yang berkategori ABK.  Kelas khusus ini hampir
mirip dengan sekolah segregasi,  hanya lokasinya berada dalam satu naungan sekolah
induk/reguler. Untuk bidang studi tertentu ABK belajar bidang studi yang tidak dapat
mereka ikuti di kelas reguler. Adapun untuk bidang studi tertentu,  seperti olahraga,
kerajinan tangan, musik,  dan lain-lain dapat dilakukan secara bersama-sama dengan
anak-anak yang bukan ABK. 
Di kelas khusus ini biasanya anak-anak mendapat mata pelajaran yang bersifat
akademik seperti membaca, menulis, dan berhitung atau aspek-aspek lain yang sesuai
dengan kekhususannya. Adapun kelebihan dan kekurangan pada model ini ialah
sebagai berikut:
a) Kebaikan/ kelebihan model ini ialah
(1) anak lebih mendapatkan perlakuan dan pelayanan pendidikan yang sesuai
dengan karakteristik dan kebutuhannya karena anak dikelompokkan relative
homogeny,
(2) potensi anak dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya 
menggunakan pendekatan individual atau kelompok kecil,
(3) secara  sosial, anak dapat lebih mudah mengembangkan diri karena berada
dalam lingkungan yang normal.
b) Kekurangan/Kelemahan model ini ialah
(1) ABK kadang- masih mendapatkan stigma negative dari sebagian temannya 
sehingga dapat mengganggu/ menghambat perkembangan belajarnya,
(2) ABK dalam bersosialisasi kadang-kadang masih enggan untuk bergaul dengan
mereka yang bukan kategori ABK,
(3) sebahagian orangtua  kadang-kadang tidak terima bila anaknya dicap sebagai
ABK apalagi kalau dikelompokkan dengan sesama ABK dalam kelas khusus
4) Model Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)

9
SDLB keberadaannya hampir mirip dengan SLB, akan tetapi SDLB sesuai adalah
sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak-anak berkebutuhan khusus
usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang dialaminya. Oleh
karena itu,  dalam SDLB ada ABK kategori tuna netra, tuna rungu, tuna grahita, dan
sebagainya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang disesuaikan dengan jenis
kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara bersama-sama dalam satu
naungan sekolah. SDLB pada hakikatnya adalah SD Negeri Inpres biasa tetapi
diperuntukkan bagi anak usia wajib belajar yang memerlukan pendidikan khusus.
Dilihat dari keragaman anak di SDLB dengan berbagai jenis kekhususannya tersebut, 
maka SDLB sebenarnya termasuk sekolah terpadu, akan tetapi terpadu secara fisik
bukan terpadu secara akademik. (Dwidjo Sumarto, 1988). Adapun kelebihan dan
kekurangan pada model ini ialah sebagai berikut:
a) Kebaikan/Kelebihan Model ini ialah
(1) anak merasa berada dalam dunia yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada
jenis kelainan tertentu saja,
(2) dalam  perkembangan sosial, anak lebih leluasa mengadakan interaksi dan
komunikasi dengan sesama teman yang sangat bervariasi jenis ketunaannya,
(3) secara psikologis, anak dapat lebih mudah meningkatkan rasa percaya diri,
menebalkan semangat, dan motivasi berprestasi.
b) Kekurangan/Kelemahan model ini ialah
(1) anak masih merasakan bahwa mereka hidup dalam lingkungan yang terpisah
dari anak yang,
(2) anak merasakan terbatas dalam mengembangkan interaksi dan komunikasi
dengan mereka yang berkategori normal, karena anak-anak dikelompokkan
berdasarkan jenis ketunaan tertentu,  sehingga kadang-kadang timbul sikap
permusuhan diantara kelompok mereka.
5) Model Guru Kunjung
Model guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan ABK yang  ada
atau bermukim di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan  atau tempat-
tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada, misalnya
SLB, SDLB, kelas khusus, dsb. Di tempat-tempat tersebut dibentuk

10
sanggar/kelompok-kelompok belajar tempat anak-anak memperoleh layanan
pendidikan. Guru kunjung secara periodik mengunjungi  kelompok belajar yang
menjadi binaannya. Program pendidikannya meliputi pembelajaran dengan materi
praktis dan pragmatis, seperti keterampilan kehidupan sehari-hari, membaca, menulis,
dan berhitung sederhana. Kelompok belajar ini dapat dikatakan sebagai kelas jauh
yang menginduk kepada SLB,SDLB, SD  terdekat. Guru kunjung tersebut biasanya
diambilkan dari guru khusus yang mengajar di sekolah induknya atas penunjukan dari
dinas pendidikan setempat. Adapun kelebihan dan kekeurangan dari model ini ialah
sebagai berikut:
a) Kebaikan / Kelebihan model ini ialah
(1) anak dapat lebih  mendapat layanan pendidikan dengan tidak perlu datang ke 
jauh karena sudah ada petugas/guru khusus yang mendatanginya,
(2) anak-anak bisa saling berkomunikasi dengan sesama ABK dari daerah/tempat
yang lain yang saling berjauhan sehingga dapat memicu semangat  belajar,
(3) anak-anak  memperoleh pengetahuan dan keterampilan praktis dan pragmatis
yang mereka butuhkan sehari-hari.
b) Kelemahannya model ini ialah
(1) layanan pendidikan dengan  guru kunjung dalam banyak hal masih sulit
diterapkan  karena memerlukan jaringan kerjasama  berbagai pihak,
(2) ABK di daerah terpencil, pedalaman, atau di tempat terasing lain 
keberadaannya terpencar-pencar sehingga menyulitkan dalam koordinasi
dalam pelaksanaan pembelajaran,
(3) orangtua anak ABK di daerah terpencil  umumnya masih rendah kesadarannya
untuk mengirimkan anaknya ke sanggar  belajar,
(4) masalah transportasi adalah persoalan klasik yang menjadi kendala orangtua
untuk mengirimkan anaknya belajar ke sanggar belajar.
6) Sekolah Terpadu
Sekolah terpadu pada hakikatnya merupakan sekolah normal biasa yang telah
ditetapkan untuk menerima ABK.  Mereka belajar bersama-sama dengan anak-anak
normal, dengan diajar oleh guru umum sedangkan materi-materi yang memiliki sifat
kekhususan diberikan oleh guru pendamping. Dalam pelaksanaannya pendidikan

11
terpadu dapat berlangsung secara (1) terpadu penuh/sepanjang hari pelajaran dan (2)
secara terpadu sebagian/khsusus bidang studi tertentu.
Pada tipe sekolah terpadu penuh, ABK belajar  bersama-sama dengan mereka yang
bukan ABK dengan mengikuti semua pelajaran tanpa terkecuali. Meskipun demikian
tipe sekolah ini tetap membutuhkan kehadiran guru pendamping khusus di
kelas/sekolah tersebut. Guru khusus ini bisa menjadi mitra kerja bagi guru umum
yang mengajar. Jika guru umum menghadapi kesulitan berkaitan dengan  ABK maka
ia dapat meminta bantuan pada guru khusus. Di  sekolah terpadu sebagian  ABK
mengikuti mata pelajaran bersama-sama, misalnya Matematika, IPA, IPS, dan lain-
lain. Sedangkan untuk mata pelajaran yang tidak bisa diikuti oleh ABK, maka  ABK
dilayani tersendiri sesuai dengan karakteristik kekhususannya, seperti kegiatan:
olahraga, kerajinan tangan, latihan orientasi dan mobilitas, dan lain-lain.
Pendidikan/Sekolah Terpadu pada awalnya hanya menerima murid ABK kategori
tunanetra, namun untuk sekarang dan yang akan datang pendidikan terpadu
diharapkan bisa menerima murid dari semua jenis ABK dengan sistem yang lebih
baik lagi. Adapun kelebihan dan kekurangan dari model ini ialah sebagai berikut:
a) Kebaikan/ kelebihan model ini ialah
(1) anak merasa dihargai harkat dan martabatnya sehinga mereka bisa belajar
bersama-sama dengan anak normal tanpa dibatasi oleh dinding tembok
pemisah yang tegas,
(2) dari  perkembangan sosial, anak lebih mudah berinteraksi dan berkomunikasi
secara luas dengan mereka/anak-anak yang normal di sekolah tersebut,
(3) secara  psikologis, anak merasa percaya diri dan dapat menimbulkan
semangat/motivasi untuk bersaing secara sehat dengan mereka yang
berkategori normal.
b) Kekurangan/kelemahan model ini ialah
(1) anak kadang merasa rendah diri sehingga dapat meruntuhkan semangat
belajar,
(2) dalam kondisi tertentu, anak   menjadi bahan olok-olokan egative dari
temannya yang normal sehingga kondisi kejiwaan ABK menjadi tertekan,

12
(3) ketersediaan guru GPK (Guru Pendamping Khusus) bagi anak ABK di
sekolah tersebut tidak selalu ada.
7) Pendidikan Inklusi (Inclusive Education)
Kata inklusi bermakna terbuka, lawan dari eksklusi yang bermakna
tertutup.Pendidikan Inklusi berarti pendidikan yang bersifat terbuka bagi siapa saja
yang mau masuk sekolah baik dari kalangan anak normal maupun ABK. Demikian
pula lingkungan pendidikan, termasuk ruangan kelas, toilet, halaman bermain,
laboratorium, dan lain-lain harus dimodifikasi dan dapat diakses oleh semua anak, 
termasuk anak-anak berkebutuhan khusus.  Pelaksanaan pendidikan inklusi
dilatarbelakangi oleh filsafat mainstreaming yang menyatakan bahwa dunia yang
normal harus berisi manusia normal dan yang tidak normal.Demikian pula komunitas
sekolah yang normal harus ada kebersamaan antara anak normal dan anak yang tidak
normal, baik pada saat menerima pelajaran dalam kelas maupun pada saat
bersosialisasi di luar kelas. Penyelenggaraan pendidikan inklusi tentu saja
memerlukan perencanaan yang matang,  sehingga dalam pelaksanaannya tidak
menimbulkan efek yang kurang menguntungkan. Pendidikan inklusi lazimnya sudah
diterapkan di negara-negara maju, seperti Norwegia, Swedia, Denmark, USA, dan
sebagian Australia.Di Indonesia model pendidikan inklusi sudah mulai banyak
dirintis di beberapa sekolah tertentu, namun belum dapat sepenuhnya dilaksanakan.
Dalam kasus-kasus tertentu  nama sekolah inklusi telah menjadi trade mark , tetapi
dalam prakteknya tidak lebih dari sekedar sekolah terpadu biasa. Oleh karena itu di
masa-masa yang akan datang sekolah inklusi di Indonesia bukan hanya sekedar nama
saja tetapi diharapkan menjadi sebuah sekolah inklusi beneran seperti yang telah
diselenggarakan di beberapa negara maju di Eropa, Amerika dan Australia. Ini tentu
saja menjadi tugas dan komitmen bersama antara pemerintah, sekolah dan
masyarakat. Adapun kelebihan dan kekurangan dalam model ini ialah sebagai
berikut:
a) Kebaikan/ kelebihan model ini adalah
(1) anak akan memperoleh keadilan layanan pendidikan, tidak dibedakan dari 
anak normal sehingga secara tidak langsung dapat membangkitkan motivasi 
dan gairah belajar di sekolah,

13
(2) anak dapat berpartisipasi dalam kehidupan di sekolah tanpa memandang
kekurangan  yang disandang,
(3) anak merasakan  perlakuan dan persamaan hak, harkat dan martabat dalam
memperoleh layanan pendidikan tanpa membedakan antara yang cacat dan
yang normal,
(4) anak dapat bergaul dan berinteraksi secara sehat dengan teman-temannya
yang normal,  sehingga  meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi
berprestasi dalam belajar.
b) Kekurangan dan kelemahannya model ini adalah untuk dapat disebut sebagai
sekolah inklusi dibutuhkan sarana dan prasarana yang dapat mengakses
kebutuhan individual anak yang tidak gampang dipenuhi oleh sekolah yang telah
menyatakan diri sebagai sekolah inklusi. Untuk dapat disebut sebagai sekolah
inklusi yang sebenarnya juga dibutuhkan tenaga pendidik dan tenaga non
pendidik (seperti dokter, psikolog, konselor, dan sebagainya) yang tidak serta-
merta dapat dipenuhi oleh sekolah yang memproklamirkan diri sebagai sekolah
inklusi. Meskipun disebut sebagai sekolah Inklusi yang secara teoritis bisa
menerima semua anak  tanpa memandang normal atau tidak normal, namun dalam
praktik di lapangan sekolah inklusi biasanya hanya menerima anak cacat yang
berkategori  ringan,  bukan yang berkategori sedang atau berat.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai keunikan tersendiri yang
ditunjukkan oleh jenis dan karakteristiknya yang berbeda dengan anak-anak normal pada
umumnya.dengan kondisi seperti itu tentunya dalam memberikan layanan pendidikan
anak berbeda dengan anak-anak normal pada umumnya. Oleh sebab itu sebagai guru atau
pendidik perlu memiliki beberapa pengetahuan dan pemahaman mengenai cara
memberikan layanan yang sesuai agar anak-anak yang kurang beruntung ini memperoleh
pendidikan secara optimal.

B.       Saran
Dalam memberikan layanan pendidikan pada anak berkebutuhan Khusus diperlukan
berbagai layanan pendidikan dengan pendekatan khusus dan strategi khusus yang harus
guru atau pendidik atau calon guru ketahui dan pahami dengan baik.

15
Daftar Pustaka

Hidayat, dkk. 2006. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Upi Press

Http://Www.Scribd.Com/Doc/17387933/Mengenal-Anak-Berkebutuhan-Khusus

https://www.academia.edu/35185221/
Makalah_Anak_Berkebutuhan_Khusus_Model_dan_Tenaga_Pendidikan_Layanan_A_BK

http://dedimahgunaguna.blogspot.com/2013/03/pendekatan-layanan-pendidikan-anak.html

Hallahan, Daniel P. and Kauffman, James M. (1986).Exceptional Children: Intro-duction to


Special Education, Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall;

Mirza, Dewi. (2007). Pelayanan Pendidikan bagi Anak Tunanetra.(Online). Tersedia:

http://digilib.sunan_ampel.ac.id/go.php?id=jiptain-gdl-s1-2007-de-wimirza-
922#publisher#publisher;

Abudin, PGSD. 2010. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Blogspot;  [tersedia]


http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-

Rahardja, Djadja. (2006). Pendidikan Luar Biasa Introduction to Special Education.

16

Anda mungkin juga menyukai