Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN MIMI RESEARCH

MK.PSIKOLOGI PENDIDIKAN
PRODI S1 PENDIDIKAN FISIKA
FMIPA
MAKALA MINI RESEARCH
SKORN NILAI :
SLB AUTIS SUMUT

NAMA MAHASISWA : 1. MERRY E .LUMBANTOBING (4233121064 )

2.MICHELLE BELINDA (42331210 21 )

3. PIOP SITUMORANG (4233121055)

4. NADYNE ZARLYZA (4233121019)

5. VESONA SINAGA ( 4233121036 )

6. ZAHWA RISQA HARAHAP (4232421005 )

KELAS : PSPF 23 E

DOSEN PENGAMPU : FAUZI KURNIAWAN , S.Psi., M.Psi

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN


1
2024

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
Rahmat, Hidayah dan TaufikNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah hasil observasi di
SLB Negeri Autis SUMUT . Observasi serta makalah ini disusun dalam rangka memenuhi Tugas
Mata Kuliah Psikologi Pendidikan.

Kami berharap makalah ini dapat dijadikan bahan menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai Sekolah bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Sehingga sebagai calon pendidik
kita tidak hanya berpacu pada sekolah umum saja tetapi juga dapat memahami sistem
pembelajaran, metode pengajaran dan juga kondisi dari Sekolah Luar Biasa. Kami juga
menyadari bahwa dalam pelaksanaan observasi dan juga penyusunan makalah memiliki banyak
kekurangan. Untuk itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan di masa
yang akan datang.

Semoga makalah hasil observasi kami ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya makalah yang telah disusun ini dapat berguna bagi siapapun
pembacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila dalam makalah ini terdapat kata-kata yang
kurang berkenan, dan kami mengucapkan terima kasih kepada pembaca yang sekiranya dapat
memberikan kritik dan saran.

Medan , 20 April 2024

Penyusun

Kelompok 5

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ..........................................................................................2

DAFTAR ISI ..........................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................4

1.1 Latar Belakang Sekolah ...................................................................................4


1.2 Indentifikasi Masalah........................................................................................5
1.3 Rumusan Masalah............................................................................................. 6
1.4 Tujuan Penelitian .............................................................................................6
1.5 Manfaat Penelitian........................................................................................... 7

BAB II KAJIAN TEORI ......................................................................................8

2.1 Anak Tunagrahita ....................................................................................9

2.2 Anak Dowm Sydrom..............................................................................14

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................18

3.1 Waktu Dan Sampel Penelitian ...............................................................18

3.2 Teknik Pengumpulan Data ....................................................................18

3.3 Analisis Data ..........................................................................................23

BAB IV KESIMPULAN .....................................................................................28

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................29

LAMPIRAN .........................................................................................................30

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Sekolah

Anak-anak berkebutuhan khusus adalah anak-anak yang memiliki kebutuhan pendidikan


yang berbeda dari anak-anak pada umumnya. Mereka mungkin memiliki kebutuhan khusus
dalam hal belajar, komunikasi, perilaku, atau kesehatan, dan mereka memerlukan pendekatan
pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan mereka.Anak berkebutuhan khusus menurut
Geniofam (2010 11) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada
umumnya tanpa selau menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi atau fisik.Keragaman
yang terjadi, memang terkadang menyulitkan guru dalam upaya pemberian layanan pendidikan
yang sesuai.

Namun apabila guru yang memiliki pengetahuan dan pemahaman yang baik mengenai
cara memberikan layanan yang sesuai bagi anak-anak berkebutuhan khusus, akan dapat
memberikan dukungan dan pendampingan secara optimal. Dengan bekal pengetahuan yang
memadai, guru dapat merancang program pembelajaran yang disesuaikan dengan kebutuhan
individual masing-masing siswa. Selain itu, guru juga dapat memfasilitasi penyediaan sarana dan
prasarana yang mendukung proses belajar mengajar bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

Lebih lanjut, pemahaman guru yang baik akan membantu menciptakan lingkungan
belajar yang inklusif dan ramah bagi anak-anak berkebutuhan khusus. Guru dapat membangun
komunikasi yang efektif dengan orang tua dan pihak-pihak terkait lainnya, sehingga tercipta
kolaborasi yang sinergis dalam memberikan layanan terbaik bagi anak-anak berkebutuhan
khusus. Dengan demikian, potensi dan kemampuan mereka dapat berkembang secara maksimal.

Dalam UU No. 23/2002 tentang Perlindungan Anak, pasal 51 juga menyatakan "anak
yang menyandang cacat fisik dan mental diberikan kesempatan yang sama dan akses untuk
memperoleh pendidikan biasa dan pendidikan luar biasa". Menurut UU No.44 tahun 1997
4
tentang penyandang cacat, pasal 5 menyatakan "setiap penyandang cacat mempunyai dan
kesempatan yang sama dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan." Untuk peningkatan
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus Kementerian Pendidikan Nasional melalui
Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa (PSLB) memiliki kebijakan sendiri dalam
mengelompokkan anak berkebutuhan khusus. Untuk memenuhi perlindungan anak tersebut,
pemerintah mendirikan beberapa sekolah SLB. Salah satunya adalah SLB Autis Negeri Sumatra
Utara.

SLB Negeri Sumatera Utara adalah sekolah luar biasa yang didirikan di Kenangan Baru,
Kec. Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara 20371. Sekolah ini didirikan
untuk memberikan layanan pendidikan bagi anak-anak berkebutuhan khusus di wilayah
Sumatera Utara.

Latar belakang pendirian SLB Negeri Sumatera Utara adalah untuk memenuhi kebutuhan
pendidikan bagi anak-anak penyandang disabilitas di provinsi tersebut. Sebelumnya, banyak
anak-anak berkebutuhan khusus yang tidak mendapatkan akses pendidikan yang layak karena
keterbatasan fasilitas dan tenaga pengajar yang memadai.

Saat ini, SLB Negeri Sumatera Utara memiliki berbagai program pendidikan khusus yang
disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing siswa, seperti program
pendidikan untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Sekolah ini juga
dilengkapi dengan fasilitas dan sarana penunjang seperti alat-alat bantu belajar yang disesuaikan
dengan kebutuhan siswa.

Tujuan utama SLB Negeri Sumatera Utara adalah untuk membantu anak-anak
berkebutuhan khusus mencapai potensi terbaik mereka, baik dalam aspek akademik maupun
keterampilan hidup, sehingga mereka dapat hidup mandiri dan berpartisipasi aktif dalam
masyarakat.

5
1.2 Indentifikasi Masalah
1) Jenis-jenis ketunaan yang terdapat di SLB Negeri Autis Sumut perlu diidentifikasi
untuk memahami keberagaman kebutuhan khusus yang harus ditangani.
2) Peranan guru di SLB Negeri Autis Sumut dalam menangani anak-anak berkebutuhan
khusus perlu diidentifikasi untuk mengetahui sejauh mana peran dan kompetensi guru
dalam memberikan layanan.
3) Jenis-jenis layanan yang diberikan di SLB Negeri Autis Sumut perlu diidentifikasi
untuk mengetahui sejauh mana lembaga tersebut memenuhi kebutuhan anak-anak
berkebutuhan khusus.
4) Cara-cara yang dapat dilakukan untuk menghadapi anak-anak berkebutuhan khusus
perlu diidentifikasi agar dapat ditemukan pendekatan yang tepat dalam menangani
mereka.
5) Kendala-kendala yang dialami oleh guru dan lembaga dalam menghadapi anak-anak
berkebutuhan khusus di SLB Negeri Autis Sumut perlu diidentifikasi untuk
mengetahui permasalahan yang dihadapi dan mencari solusinya.
6) Strategi pembelajaran yang diterapkan di SLB Negeri Autis Sumut untuk anak-anak
berkebutuhan khusus perlu diidentifikasi untuk mengetahui sejauh mana lembaga
tersebut menyesuaikan proses pembelajaran dengan kebutuhan khusus siswa.
1.3 Rumusan Masalah
1) Apa saja jenis ketunaan yang terdapat di SLB Negeri Autis Sumut?
2) Bagaimana peranan guru di SLB Negeri Autis Sumut?
3) Apa saja jenis layanan yang diberikan di SLB Negeri Autis Sumut?
4) Bagaimana cara menghadapi anak berkebutuhan khusus?
5) Apa kendala yang dialami guru dan lembaga dalam menghadapi anak berkebutuhan
khusus?
6) Bagaimana strategi pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri
Autis Sumut

6
1.4 Tujuan Masalah
1) Mengetahui jenis-jenis ketunaan yang terdapat di SLB Negeri Autis Sumut.
2) Mengetahui peran guru di SLB Negeri Autis Sumut.
3) Untuk mengetahui jenis layanan yang diberikan di SLB Negeri Autis Sumut.
4) Mengetahui cara menghadapi anak berkebutuhan khusus.
5) Mengetahui kendala yang dialami guru dan lembaga dalam menangani anak
berkebutuhan khusus.
6) Mengetahui bagaimana pelaksanaan pembelajaran di SLB Negeri Autis Sumut

1.5 Manfaat Penelitian


1. Manfaat Teoritis:
a. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber informasi yang bermanfaat bagi
peneliti yang akan melakukan penelitian selanjutnya di bidang yang terkait.

2 . Manfaat Praktis:

a) Bagi Sekolah:

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan inspirasi dan rujukan berharga bagi sekolah
dalam rangka penerapan kurikulum 2013 secara lebih optimal.

b) Bagi Guru:

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi guru untuk
lebih mengembangkan diri, sehingga tujuan pendidikan dalam penggunaan kurikulum 2013
dapat tercapai dengan baik.

c) Bagi Penulis:

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan masukan yang bermanfaat dalam menambah
wawasan dan pengetahuan penulis di bidang pendidikan.

7
BAB II

KAJIAN TEORI

SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan sekolah mulai dari
tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan. diselenggarakan dalam satu unit sekolah
dengan satu kepala sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini
berkembang sesuai dengan kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk
tunanetra (SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk
tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB tersebut ada tingkat
persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistem
individualisasi.

Selain, ada SLB yang hanya mendidik satu kelainan saja, ada pula SLB yang mendidik
lebih dari satu kelainan, sehingga muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan
tunagrahita; SLB-ABCD, yaitu SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita, dan
tunadaksa. Hal ini terjadi karena jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas
sekolah terbatas.

A. Jenis Layanan bagi Anak Berkebutuhan Khusus di SLB


Bentuk layanan bagi anak berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi 4
kelompok besar yaitu :
1. Layanan Pendidikan Segregrasi

Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan yang terpisah dari sistem
pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhankhusus melalui sistem segregasi
maksudnya adalah penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan terpisah

8
dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal. Dengan kata lain anak berkebutuhan
khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak berkebutuhan
khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama
Luar Biasa, Sekolah Menengah Atas Luar Biasa. Adanya kelainan fungsi tertentu pada anak.
berkebutuhan khusus. memerlukan layanan pendidikan dengan menggunakan metode yang
sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.

Misalnya, untuk anak tunanetra, mereka memerlukan layanan khusus. berupa braille,
orientasi mobilitas. Anak tunarungu memerlukan komunikasi. total, binapersepsi bunyi, anak
tunadaksa memerlukan layanan mobilisasi dan aksesibilitas, dan layanan terapi untuk
mendukung fungsi fisiknya. Ada empat bentuk penyelenggaraan pendidikan dengan sistem
segregasi, yaitu:

1. Sekolah Luar Biasa (SLB)


2. Sekolah Luar Biasa Berasram
3. Kelas Jauh/Kelas Kunjung
4. Sekolah Dasar Luar Biasa.

Beberapa hari belakangan ini, kami melakukan observasi ke SLB Autis Sumut. sebagai
tugas mini riset mata kuliah Psikologi Pendidikan. Banyak pengalaman dan ilmu baru yang kami
dapat dari sana terutama berkaitan dengan anak-anak berkebutuhan khusus baik dari segi
pendidikan, sosial, maupun perkembangan. Dengan Topik Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus di SLB Autis SUMUT. Anak Berkebutuhan Khusus yang sering disebut anak ABK
adalah anak yang dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya mengalami kelainan atau
penyimpangan apakah fisik, mental-intelektual, sosial, atau emosionalnya. Hal ini secara nyata
berbeda bila dibandingkan dengan anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan
khusus. Sebaliknya, anak tanpa berkebutuhan khusus (ATBK) berkembang secara reguler tanpa
perlu pelayanan khusus seperti ABK.

Yang kami amati Disekolah SLB Autis SUMUT adalah Anak Yang Berkebutuhan
Khusus ( ABK ) Down Sydrom dan Tunagrahita. dimana jenjang pedidikan yang kami pilih

9
adalah Sekolah Dasar ( SD) . dibawah ini kami akan menjelaskan ABK Down Sydrom dan
Tunagrahita. Yaitu :

2.1 ANAK TUNAGRAHITA

Tunagrahita atau anak dengan kesulitan perkembangan, dikenal juga dengan berbagai
istilah yang selalu berkembang sesuai dengan kebutuhan layanan terhadapnya. Istilah yang
berkaitan dengan label terhadap tunagrahita antara lain : mentally retarded, mental retardation,
students with learning problem, intelectual disability, feeblemindedness, mental subnormality,
amentia, dan oligophrenia.Istilah-istilah tersebut sering dipergunakan sebagai “label” terhadap
mereka yang mempunyai kesulitan dalam memecahkan masalah-masalah yang berkaitan dengan
konsep-konsep dan keterampilan akademik (membaca, menulis, dan menghitung angka-angka).
Istilah tersebut sesungguhnya memiliki arti yang sama yang menjelaskan kondisi anak yang
kecerdasannya jauh di bawah rata-rata dan ditandai oleh keterbatasan inteligensi dan
ketidakcakapan dalam interaksi sosial. Anak tunagrahita atau dikenal juga dengan istilah
terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya mengakibatkan dirinya sukar untuk
mengikuti program pendidikan di sekolah biasa secara klasikal, oleh karena itu anak terbelakang
mental membutuhkan layanan pendidikan secara khusus yakni disesuaikan dengan kemampuan
anak tersebut .

Karakteristik Tunagrahita atau terbelakang mental merupakan kondisi di mana


perkembangan kecerdasannya mengalami hambatan sehingga tidak mencapai tahap
perkembangan yang optimal. Ada beberapa karakteristik umum tunagrahita , yaitu:

A. Keterbatasan inteligensi Inteligensi merupakan fungsi yang kompleks yang dapat


diartikan sebagai kemampuan untuk mempelajari informasi dan
keterampilanketerampilan menyesuaikan diri dengan masalahmasalah dan situasi-situasi
kehidupan baru, belajar dari pengalaman masa lalu, berpikir abstrak, kreatif, dapat
menilai secara kritis, menghindari kesalahan-kesalahan, mengatasi kesulitan-kesulitan,
dan kemampuan untuk merencanakan masa depan. Anak tunagrahita memiliki
kekurangan dalam semua hal tersebut. Kapasitas belajar anak tunagrahita terutama yang
bersifat abstrak seperti belajar dan berhitung, menulis dan membaca juga terbatas.
10
Kemampuan belajarnya cenderung tanpa pengertian atau cenderung belajar dengan
membeo .
B. Keterbatasan sosial Di samping memiliki keterbatasan inteligensi, anak tunagrahita juga
memiliki kesulitan dalam mengurus diri sendiri dalam masyarakat, oleh karena itu
mereka memerlukan bantuan. Anak tunagrahita cenderung berteman dengan anak yang
lebih muda usianya, ketergantungan terhadap orang tua sangat besar, tidak mampu
memikul tanggung jawab sosial dengan bijaksana, sehingga mereka harus selalu
dibimbing dan diawasi. Mereka juga musah dipengaruhi dan cenderung melakukan
sesuatu tanpa memikirkan akibatnya
C. Keterbatasan fungsi-fungsi mental lainnya Anak tunagrahita memerlukan waktu lebih
lama untuk menyelesaikan reaksi pada situasi yang baru dikenalnya. Mereka
memperlihatkan reaksi terbaiknya bila mengikuti hal-hal yang rutin dan secara konsisten
dialaminya dari hari ke hari. Anak tunagrahita tidak dapat menghadapi sesuatu kegiatan
atau tugas dalam jangka waktu yang lama. Anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam
penguasaan bahasa. Mereka bukannya mengalami kerusakan artikulasi, akan tetapi pusat
pengolahan (perbendaharaan kata) yang kurang berfungsi sebagaimana mestinya. Karena
alasan itu mereka membutuhkan kata-kata konkret yang sering didengarnya. Selain itu
perbedaan dan persamaan harus ditunjukkan secara berulang-ulang. Latihan latihan
sederhana seperti mengajarkan konsep besar dan kecil, keras dan lemah, pertama, kedua,
dan terakhir, perlu menggunakan pendekatan yang konkret. Selain itu, anak tunagrahita
kurang mampu untuk mempertimbangkan sesuatu, membedakan antara yang baik dan
buruk, dan membedakan yang benar dan yang salah. Ini semua karena kemampuannya
terbatas sehingga anak tunagrahita tidak dapat membayangkan terlebih dahulu
konsekuensi dari suatu perbuatan .

1) Klasifikasi Anak Tunagrahita


Pengklasifikasian/penggolongan anak tunagrahita untuk keperluan pembelajaran
menurut American Association on Mental Retardation (AAMR) (dalam Efendi, 2008),
yaitu sebagai berikut:
A. Educable/ mampu didik (IQ 50 – 75 dikategorikan debil)

11
Anak tunagrahita mampu didik (debil) adalah anak tunagrahita yang tidak mampu
mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masih memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Kemampuan yang dapat
dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik antara lain:

(1) membaca, menulis, mengeja, dan berhitung;


(2) menyesuaikan diri dan tidak menggantungkan diri pada orang lain;
(3) keterampilan yang sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari.
Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu didik berarti anak tunagrahita yang dapat dididik
secara minimal dalam bidang-bidang akademis, sosial, dan pekerjaan.
B. Trainable/ mampu latih (IQ 25 –50 dikategorikan imbecil)

Anak tunagrahita mampu latih (imbecil) adalah anak tunagrahita yang memiliki
kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program yang
diperuntukkan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh karena itu, beberapa kemampuan anak
tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan, yaitu:

1. belajar mengurus diri sendiri, misalnya: makan, mengganti pakaian, minum, tidur, atau
mandi sendiri,
2. belajar menyesuaikan di lingkungan rumah atau sekitarnya,
3. mempelajari kegunaan ekonomi di rumah, di bengkel kerja (sheltered workshop), atau di
lembaga khusus.

Kesimpulannya, anak tunagrahita mampu latih hanya dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri
melalui aktivitas kehidupan sehari hari (activity daily living), serta melakukan fungsi sosial
kemasyarakatan menurut kemampuannya, (Efendi, 2008)

C. Custodial/ mampu rawat (IQ 0 – 25 dikategorikan idiot)

Anak tunagrahita mampu rawat (idiot) adalah anak tunagrahita yang memiliki
kecerdasan sangat rendah sehingga tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi. Untuk
mengurus kebutuhan diri sendiri sangat membutuhkan orang lain. Anak tunagrahita mampu

12
rawat adalah anak tunagrahita yang membutuhkan perawatan sepenuhnya sepanjang hidupnya,
karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang lain (totally dependent).

2. Faktor – Faktor Penyebab Tunagrahita


Ketunagrahitaan pun dapat terjadi karena:
A. Radang otak Radang otak merupakan kerusakan pada area otak tertentu yang
terjadi saat kelahiran. Radang otak ini terjadi karena adanya pendarahan dalam otak
(intracranial haemorhage). Pada kasus yangekstrem, peradangan akibat pendarahan
menyebabkan gangguan motorik dan mental. Sebabsebab yang pasti sekitar
pendarahan yangterjadi dalam otak belum dapat diketahui. Hidrocephalon
misalnya, keadaan hidrocephalon diduga karena peradangan pada otak. Gejala
yang tampak pada hidrocephalon yaitu membesarnya tengkorak kepala disebabkan
makin meningkatnya cairan cerebrospinal. Tekanan yang terjadi pada otak
menyebabkan terjadinya kemunduran fungsi otak. Demikian pula cerebral anoxia,
yakni kekurangan oksigen dalam otak dan menyebabkan otak tidak berfungsi
dengan baik tanpa adanya oksigen yang cukup. Penyakit-penyakit infeksi lainnya
yang menjadi penyebab ketunagrahitaan, seperti measles, encephalitis, diphteria,
dan cacar, dapat menjadi penyebab terjadinya peradangan otak.
B. Gangguan fisiologis Gangguan fisiologis berasal dari virus yang dapat
menyebabkan ketunagrahitaan diantaranya rubella (campak Jerman). Virus ini
sangat berbahaya dan berpengaruh sangat besar pada trimester pertama saat ibu
mengandung, sebab akan memberi peluang timbulnya keadaan ketunagrahitaan
terhadap bayi yang dikandung. Selain rubella, bentuk gangguan fisiologis lain
adalah rhesus factor, mongoloid (penampakan fisik mirip keturunan orang Mongol)
sebagai akibat gangguan genetik, dan cretinisme atau kerdil sebagai akibat
gangguan kelenjar tiroid.
C. Faktor hereditas Faktor hereditas atau keturunan diduga sebagai penyebab
terjadinya ketunagrahitaan masih sulit dipastikan kontribusinya sebab para ahli
sendiri mempunyai formulasi yang berbeda mengenai keturunan sebagai penyebab
ketunagrahitaan. Kirk (dalam Efendi, 2008) misalnya, memberikan estimasi bahwa
80-90% keturunan memberikan sumbangan terhadap terjadinya tunagrahita.
13
D. Faktor kebudayaan Faktor kebudayaan adalah faktor yang berkaitan dengan
segenap perikehidupan lingkungan psikososial. Dalam beberapa abad kebudayaan
sebagai penyebab ketunagrahitaan sempat menjadi masalah yang kontroversial. Di
satu sisi, faktor kebudayaan memang mempunyai sumbangan positif dalam
membangun kemampuan psikofisik dan psikososial anak secara baik, namun
apabila faktor-faktor tersebut tidak berperan baik, tidak menutup kemungkinan
berpengaruh terhadap perkembangan psikofisik dan psikososial anak. Contoh kasus
anak idiot yang ditemukan Itard dari hutan Aveyron, ataupun anak yang
ditemukan hidup diantara serigala di India seperti yang ditulis Arnold Gesel.

2.2 DOWN SYDROM


Anak berkebutuhan khusus jenis down syndrom adalah suatu kondisi yang disebabkan
oleh adanya kelebihan kromosom pada pasangan ke-21 dan ditandai dengan retardasi mental
serta anomali fisik yang beragam. Kromosom merupakan serat-serat khusus yang terdapat
didalam setiap sel didalam badan manusia dimana terdapat bahan-bahan genetik yang
menentukan sifat-sifat seseorang. Kelainan kromosom tertentu dapat mengakibatkan kelainan
metabolik yang selanjutnya mempengaruhi pertumbuhan otak secara negatif dan melahirkan
retardasi mental. Contohnya adalah Down Syndrom atau mongolisme. Jenis retardasi mental ini
pertama kali ditemukan oleh Langdon Down pada tahun 1886. Tingkat retardasi mentalnya
berkisar antara sedang sampai berat. Disebut mongolisme sebab penderitanya sering bermata
sipit, mirip orang mongol. Penyebabnya adalah kelainan pada kromosom (adanya trisomi pada
kromosom 21). Usia ayah maupun ibu yang sudah lanjut, yakni di atas 40 atau bahkan 50 tahun
waktu bayi dikandung atau dilahirkan, berpengaruh terhadap timbulnya kelainan kromosom
tersebut. Oleh karena itu pada saat wanita menjadi tua, kondisi sel telur tersebut kadang-kadang
menjadi kurang baik dan pada waktu dibuahi oleh sel telur laki-laki, sel benih ini mengalami
pembelahan yang kurang sempurna.
Anak dengan Down Syndrom dapat dikenali berdasarkan ciri-ciri fisik tertentu, seperti
kepalanya kecil bulat (brachicephaly) dan ceper, tidak sempurna. Ubun-ubunnya tidak lekas
tertutup, menjadi keras bahkan sering tidak pernah bisa tertutup sama sekali. Bentuk giginya
abnormal, tulangtulang rusuk dan tulang-tulang punggung sering mengalami kelainan. Bibir
14
tebal atau sumbing, kupingnya sangat besar atau sangat kecil. Kulitnya kering dan kasar, tetapi
sering juga lembut dan lunak seperti kulit bayi. Pipinya berwarna kemerah-merahan. Tangannya
lunak, besar dan lebar seperti mengandung air. Telapak kaki ceper, perut buncit dan pusarnya
menonjol keluar. Sendi-sendi dan otot-ototnya kaku. Selain karakteristik umum tersebut, ada
ciri-ciri yang spesifik untuk anak down syndrom yakni terdapat ciri fisik khas pada wajahnya,
kemungkinan gangguan pada mata, jantung atau bentuk fisik yang cenderung gemuk karena
mereka tidak bisa mengontrol nafsu makan akibat masalah di susunan syarafnya. Kebanyakan
mereka mempunyai IQ sekitar 25 sampai 45, walaupun sebagian kecil mempunyai IQ setinggi 70
dan sekitar 4% dapat membaca. Pada umumnya mereka bersifat periang, suka meniru dan
menyukai musik. Anak-anak dengan down syndrom cenderung mengalami hambatan dalam
perkembangan. Salah satunya adalah kurang memiliki tekanan otot sehingga mempengaruhi
organ mulut yang dapat mengakibatkan adanya keterlambatan bicara sebab otot-otot mulutnya
kaku dan tidak dapat berfungsi dengan sempurna untuk menghasilkan suara.

A. Sebab - Sebab Keterlambatan Bicara pada Anak Berkebutuhan Khusus

Jenis Down Syndrom Ada beberapa faktor penyebab keterlambatan bicara pada anak
berkebutuhan khusus jenis down syndrom, diantaranya adalah :

A. Mengalami gangguan pada otot bicara Ciri yang paling utama pada penderita
gangguan otot bicara adalah lafal bicara anak tak kunjung sempurna. Kadang
otaknya sudah memerintahkan untuk menjawab dengan benar, tapi yang keluar
dari mulut tetap tidak jelas karena adanya gangguan neurologis atau persyarafan.
Seorang anak dengan kelainan down syndrom akan mengalami gangguan pada
otot bicara, yang dapat mempengaruhi adanya gangguan keterlambatan bicara.
Sebab, dengan keadaan otot bicara yang terganggu maka organ mulut tidak bisa
berfungsi dengan sempurna dan proses pembentukan suatu ucapan atau bunyi
yang akan dikeluarkan melalui rongga mulut tidak dapat dicerna akibatnya
menimbulkan suatu hambatan yakni keterlambatan bicara.
B. Anak mengalami gangguan konsentrasi Gangguan ini biasanya tidak berdiri
tunggal, tapi dibarengi ciri-ciri lain seperti pekerjaannya tidak pernah tuntas, sulit

15
atau tidak bisa konsentrasi dan sebagainya.Anak berkebutuhan khusus jenis down
syndrom biasanya disertai dengan keterbelakangan mental sehingga dengan
kelainan tersebut dapat menimbulkan adanya gangguan konsentrasi, maka si anak
akan kesulitan untuk memfokuskan suatu informasi yang diperolehnya sehingga
tidak dapat mencerna informasi tersebut dengan benar. Contohnya, apabila anak
tersebut di latih berbicara dengan cara menirukan suatu bunyi tertentu maka anak
akan kesulitan untuk menirukannya sebab dia tidak bisa konsentrasi pada
informasi yang ia dapatkan dan pandangannya tidak dapat fokus kepada seseorang
yang sedang melatihnya berbicara.

B. Perkembangan Bahasa Pada Anak Berkebutuhan Khusus Jenis Down Syndrom

Anak down sindrom adalah anak yang mengalami kondisi keterbelakangan


perkembangan fisik dan mental yang diakibatkan adanya abnormalitas perkembangan
kromosom. Kromosom ini terbentuk akibat kegagalan sepasang kromosom untuk saling
memisahkan diri saat terjadi pembelahan. Anak down syndrom mengalami hambatan
perkembangan mental sedemikian yang ditandai dengan tingkat intelegensi di bawah
rata-rata normal, tidak dapat mencapai perkembangan penuh sehingga mengakibatkan
keterbatasan dalam kemampuan belajar dan penyesuaian sosial. Dalam
perkembangannya anak down syndrom mengalami keterlambatan perkembangan pada
berbagai aspek, termasuk aspek intelektual.

Keadaan ini dapat diamati sejak masih bayi di mana perkembangan kemampuan
motoriknya tergolong lebih lambat bila dibandingkan bayi lainnya. Misalnya, bayi
berusia 4 bulan biasanya sudah mampu tengkurap, sedangkan anak yang mengalami
down syndrom baru mampu melakukannya ketika sudah berusia 6 atau 8 bulan.
Demikian juga dengan perkembangan bahasanya. Respons yang diberikan biasanya jauh
lebih lambat bila dibandingkan dengan anak yang tidak mengalami down syndrom.
Perkembangan bahasa anak down syndrom pada umumnya dapat diketahui dengan ciri-
ciri sebagai berikut :
16
A. Perbendaharaan kata yang sedikit menyebabkan kurangnya pengetahuan umum. Anak
down syndrom pada umumnya mengalami keterlambatan bicara. tingkat keterlambatan
bicara yang dialami tiap-tiap anak juga tidak sama tergantung dari keterbelakangan
mental masing-masing anak. Akibat dari keterlambatan bicara yang mereka alami, maka
dapat dikatakan mereka memiliki perbendaharaan kata yang sangat kurang atau sedikit
sekali dan kondisi tersebut dapat menyebabkan kurangnya pengetahuan umum.
B. Bermasalah dalam mempelajari peraturan-peraturan tata bahasa.Adanya hambatan
perkembangan pada anak down syndrom salah satunya adalah mereka bermasalah dalam
mempelajari peraturan-peraturan tata bahasa. Hal itu disebabkan karena keterlambatan
bicara yang mereka alami, sehingga tidak mudah bagi mereka mempelajari peraturan-
peraturan bahasa.
C. Bermasalah dalam memahami arahan-arahan.29 Keterbelakangan mental yang dialami
pada anak down syndrom dapat menyebabkan mereka bermasalah dalam memahami
arahan-arahan maupun perintah-perintah sederhana. Karena agak sulit bagi mereka untuk
menangkap dan mencerna suatu pesan atau arahan-arahan.

17
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu Dan Sampel Penelitian

Penelitian dilakukan secara langsung dengan datang langsung ke sekolah SLB Autis
Sumut yang dilaksanakan pada hari Selasa,16 April 2024. Yang menjadi sampel pada
penelitian kami adalah Guru serta siswa/siswi kelas 3C. Yang mana nama guru dari kelas 3C
berupa ibu Friska Delima A.Simanjuntak.,S.Pd. Selanjutnya yang menjadi sampel kami
adalah siswa/siswi berkebutuhan khusus kelas 3C. Adapun data siswa yang berada pada kelas
3C sebagai berikut.

NO NAMA SISWA/SISWI JENIS UMUR


DISABILITAS
1. Aisyah Tunagrahita 10 Tahun
2. Alkas Herianto Tunagrahita 9 Tahun
3. Catra Down Syndrome 11 Tahun
4. Habibi Down Syndrome 12 Tahun

18
3.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik atau metode pengumpulan data, merupakan sebuah tatanan cara guna
memperoleh data informasi yang didapat dan diperlukan pada penelitian untuk dikelola,
sehingga menghasilkan informasi dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling penting dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah
mendapatkan data. Pada penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data, berupa
wawancara dengan mendalam, dan observasi

3.2.1 Wawancara

Pada penelitian ini, menggunakan wawancara mendalam sebagai salah satu teknik
pengumpulan data. Wawancara mendalam (In-depth Interview) merupakan metode
pengumpulan data dalam penelitian, bentuk dari komunikasi lansung atau tidak lansung
untuk mendapatkan informasi apa saja, yang bertujuan untuk mencapai sesuatu hal.
Bertujuan untuk mendapatkan data atau informasi terkait masalah yang ada pada penelitian.
Dalam melakukan wawancara mendalam, menggunakan wawancara yang bersifat lentur dan
terbuka, tidak berstruktur ketat, dan tidak dalam suasana formal. Wawancara mendalam
dilakukan dengan sistem tanya jawab secara langsung oleh guru yang bersangkutan yaitu ibu
Friska Delima A.Simanjuntak.,S.Pd guru kelas SD 3C . Berikut Beberapa Pertanyaan kami
Ajukan pada guru yang bersangkutan :

NO PERTANYAAN YANG DIAJUKAN JAWABAN


1 Apa yang mendorong Anda untuk menjadi guru di sekolah “Dorongan yang membuat saya menjadi
luar biasa? guru disekolah luar biasa adalah
keinginan saya sendiri untuk membantu
siswa dengan kebutuhan khusus agar
bisa belajar dan mandiri walaupun
mereka tidak seperti anak-anak normal
diluar sana dan memiliki kekurangan.”

2 Bagaimana Anda mempersiapkan diri untuk menghadapi Persiapan saya untuk menghadapi
berbagai kebutuhan dan tantangan siswa di sekolah luar berbagai kebutuhan dan tantangan siswa
biasa? di sekolah luar biasa adalah yang
pertama saya harus punya pendidikan
dan pelatihan khusus agar saya dapat
memahami anak-anak yang memiliki
kebutuhan khusus, karena mereka kan
tidak bisa diajak berkomunikasi seperti

19
anak anak normal jadi saya harus
memiliki tingkat pemahaman yang
cukup tinggi untuk bisa memahami
mereka. Yang kedua saya berkolaborasi
dengan tim pengajar yang lain untuk
merancang program pembelajaran yang
sesuai dengan kebutuhan individu setiap
siswa yang ada disini. Yang ketiga saya
harus beradaptasi dengan mereka, saya
harus membuat mereka nyaman dengan
saya agar nantinya saya dapat lebih
mudah memberikan pembelajaran
kepada mereka. Lalu saya harus
memberikan mereka bahan ajar yang
sesuai dengan kemampuan mereka,
misal nya anak downsyndrome mungkin
kita tidak bisa memaksa mereka
berbicara karena memang mereka kan
tidak bisa berbicara ya jadi lebih ke
sensor motorik nya yang kita latih.
Untuk anak tuna grahita juga begitu kita
ajarkan sesuai standar kemampuan
mereka”.

3 Apa strategi pembelajaran yang Anda temukan efektif Saya rasa strategi pembelajaran yang
dalam mengajar siswa dengan kebutuhan khusus? saya temukan cukup efektif dalam
mengajar anak berkebutuhan khusus.
Misal nya saya menyesuaikan materi,
metode dan penilaian sesuai dengan
kebutuhan dab tingkat perkembangan
nya mereka. Saya juga melakukan
pembelajaran secara audio atau dengan
media yang menarik untuk menunjang
pemahaman anak anak terhadap materi
20
mereka. Saya bekerja sama dengan para
orang tua untuk mencapai pembelajaran
si anak. Misal nya kalau sudah belajar
dirumah saya sarankan orang tua
mengulang kembali pembelajaran nya.
Karena kerja sama pihak guru dan pihak
orang tua berpengaruh terhadap
pemahaman si anak tersebut. Saya juga
beberapa kali mengubah strategi
pembelajaran yang telah disusun ketika
melihat respon anak anak yang kurang
bersemangat atau mungkin kurang
paham dengan apa yang saya ajarkan, ya
anak berkebutuhan khusus kan tidak bisa
kita paksakan pembelajaran kepada
mereka. Jadi kita lihat respon mereka
dulu kalau memulai pembelajaran”

4 Bagaimana Anda mengevaluasi kemajuan dan pencapaian siswa “Cara saya mengevaluasi kemajuan
di sekolah luar biasa?
siswa saya dengan melihat sejauh mana
kemajuan nya dari awal belajar hingga
akhir pembelajaran atau akhir semester
misalnya anak down syndrome yang
awal nya belum bisa membuat garis
tebal diakhir pembelajaran dia sudah
bisa membuat garis tebal. Lalu anak
down syndrome yang awal nya belum
bisa menyusun mainan balok susun
secara berurutan pada akhir
pembelajaran sudah bisa menyusun
balok nya secara berurutan. Lalu anak
dowmsyndrome seperti habibi yang awal
nya tidak bisa bicara 1 kata sekarang
bisa bilang "ibuk" . Berarti itukan suatu
21
kemajuan yang bisa saya lihat secara
langsung. Sama hal nya dengan anak
tuna grahita yang awal nya tidak
mengenal huruf atau angka sekarang
sudah bisa mengenal huruf dan angka.
Walaupun ada yang masih ditingkatan tk
dan ada yang sudah bisa naik ke
tingkatan kelas 1 sd dalam segi
pemahaman mereka mengenai
pembelajaran. Itu juga kan suatu
kemajuan. Saya mengetahui adanya
kemajuan pada peserta didik saya lebih
dengan cara melakukan observasi.
Karena saya tidak bisa mengajak mereka
berdiskusi atau bertanya pada mereka”.

5 Bagaimana Anda mengatasi tantangan atau kesulitan yang Mengatasi tantangan atau kesulitan yang
mungkin muncul dalam mengajar di lingkungan mungkin muncul dalam mengajar di
pendidikan khusus? lingkungan pendidikan khusus
memerlukan kesabaran, kerja sama tim,
dan pendekatan yang terfokus pada
solusi. Saya kan engga mungkin
memarahi mereka karena mereka juga
tidak mengerti mana yang benar mana
yang salah jadi yang bisa saya lakukan
selain sabar, ya bertukar fikiran dengan
rekan saya sesama guru di slb untuk
menemukan solusi dari permasalahan
atau kesulitan yang mungkin muncul.
Lalu membangun hubungan yang kuat
dengan orang tua saya rasa juga hal yang
sangat penting ya. Karena kan mungkin
anak anak seperti mereka punya ikatan
batin yang tinggi dengan orang tua nya
22
jadi mereka bisa berbicara dari hati ke
hati. Jadi kalau misalnya anak tersebut
tantrum atau sulit untuk diatasi biasanya
saya lebih menyerahkan kepada orang
tua nya”.

3.2.2 Observasi

Observasi dalam penelitian ini dilakukan secara langsung dengan mengamati proses
pembelajaran yang berlangsung. Dalam observasi ini, kami menggunakan metode observasi
partisipan, kami terlibat dengan kegiatan sehari-hari siswa yang sedang diamati atau yang
digunakan sebagai sumber data penelitian. Dengan observasi ini, maka data yang diperoleh akan
lebih lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku yang
nampak. Kami berupaya untuk mengamati dan merekam semua aspek dan aktifitas yang
berkaitan dengan strategi guru dalam pembelajaran di SLB Autis SUMUT . Kegiatan yang
diamati peneliti meliputi kondisi anak tunagrahita dan down syndrom serta strategi yang
diterapkan guru dalam proses pembelajaran dan juga hasil yang dicapai dalam proses
pembelajaran pada anak tunagrahita dan down syndrom di SLB- Autis SUMUT .

3.3 Analisis Data


Jenis analisa data dalam laporan penilitian kami adalah menggunakan data
kualitatif dimana data kualitatif ini adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan
data, mengorganisasikan data, dan memilah milihnya menjadi satuan yang dapat dikelola.
Selain itu disini kami mencari dan menemukan pola berupa informasi dimana penemuan pola
tersebut penting dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang.
Dimanan Hasil analisis data kami menunjukkan bahwa kedisiplinan di SLB dipahami sebagai
23
bagian integral dari pendidikan siswa dengan kebutuhan khusus. Guru-guru di SLB merasa
terdorong untuk membantu siswa-siswa tersebut agar bisa belajar dan mandiri meskipun
mereka memiliki kekurangan. Ini menunjukkan pentingnya memberikan perhatian khusus
dalam menerapkan disiplin yang sesuai dengan kebutuhan individu setiap siswa.
1. Peran Guru pada Kedisiplinan Siswa – Siswi SLB

Dari hasil wawancara yang disampaikan, kita dapat mengeksplorasi lebih dalam tentang
pendekatan, strategi, dan praktik yang digunakan oleh guru-guru dalam mengelola
kedisiplinan siswa-siswa dengan kebutuhan khusus tersebut.

a. Pemahaman tentang Kedisiplinan di Lingkungan SLB

Dorongan para guru untuk menjadi pendidik di SLB disebabkan oleh keinginan kuat untuk
membantu siswa dengan kebutuhan khusus agar dapat belajar dan mandiri, meskipun mereka
memiliki kekurangan. Pemahaman ini mencerminkan kesadaran akan pentingnya kedisiplinan
sebagai landasan untuk memfasilitasi pembelajaran dan perkembangan siswa-siswa ini. Guru-
guru memahami bahwa kedisiplinan bukan hanya tentang menghukum siswa saat melanggar
aturan, tetapi juga tentang menciptakan lingkungan yang mendukung dan memotivasi mereka
untuk belajar.

b. Persiapan dan Pendekatan dalam Menghadapi Kebutuhan dan Tantangan Siswa

Guru-guru melakukan persiapan yang matang dalam menghadapi kebutuhan dan tantangan
siswa di SLB. Mereka menyadari pentingnya pendidikan dan pelatihan khusus untuk memahami
kebutuhan individu siswa dengan baik. Kolaborasi dengan tim pengajar lainnya menjadi strategi
penting dalam merancang program pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan siswa. Selain
itu, guru-guru juga menekankan pentingnya adaptasi dan kenyamanan dalam berinteraksi dengan
siswa, serta memberikan bahan ajar yang sesuai dengan kemampuan mereka.

24
c. Strategi Pembelajaran yang Efektif dalam Konteks Khusus

Guru-guru mengidentifikasi beberapa strategi pembelajaran yang efektif dalam mengajar


siswa dengan kebutuhan khusus. Mereka menyesuaikan materi, metode, dan penilaian sesuai
dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan siswa. Penggunaan media yang menarik dan
beragam, seperti pembelajaran audiovisual, menjadi salah satu cara untuk meningkatkan
pemahaman siswa terhadap materi. Kolaborasi dengan orang tua juga menjadi faktor kunci
dalam mencapai pembelajaran yang optimal bagi siswa.

d. Evaluasi Kemajuan Siswa dan Pencapaian Pembelajaran

Guru-guru menggunakan pendekatan yang holistik dan individualistik dalam mengevaluasi


kemajuan siswa di SLB. Mereka melihat sejauh mana kemajuan siswa dari awal hingga akhir
pembelajaran, serta menyesuaikan evaluasi sesuai dengan kemampuan dan perkembangan
masing-masing siswa. Observasi menjadi salah satu metode utama dalam mengetahui kemajuan
siswa, mengingat keterbatasan dalam berkomunikasi langsung dengan mereka.

e. Mengatasi Tantangan dalam Mengajar di Lingkungan Khusus

Guru-guru menghadapi berbagai tantangan dalam mengajar di lingkungan pendidikan


khusus, namun mereka mengandalkan kesabaran, kerja sama tim, dan pendekatan yang terfokus
pada solusi dalam mengatasinya. Kolaborasi dengan rekan guru dan membangun hubungan yang
kuat dengan orang tua menjadi strategi penting dalam menangani tantangan yang muncul, seperti
perilaku yang challenging atau kesulitan belajar.

2. Implementasi Kedisiplinan oleh Siswa-siswa di Sekolah Luar Biasa (SLB) Negeri


Sumatera Utara dalam Mendukung Proses Pembelajaran

Dalam Sekolah Luar Biasa (SLB) di Sumatera Utara, implementasi kedisiplinan oleh
siswa-siswa dapat dipahami sebagai bagian penting dari proses pembelajaran yang mendukung
pengembangan potensi mereka. Dorongan guru-guru untuk membantu siswa-siswa dengan
kebutuhan khusus agar bisa belajar dan mandiri, meskipun mereka memiliki kekurangan,
menjadi faktor utama dalam penerapan kedisiplinan di lingkungan ini. Namun, penting untuk
25
memahami bagaimana siswa-siswa secara konkret menerapkan kedisiplinan dalam kegiatan
sehari-hari mereka di SLB Negeri Sumatera Utara.

Salah satu aspek penting dari penerapan kedisiplinan oleh siswa-siswa di SLB adalah
kemampuan mereka untuk mengikuti aturan dan prosedur yang ditetapkan oleh sekolah.
Meskipun siswa-siswa di SLB memiliki kebutuhan khusus, hal ini tidak mengurangi pentingnya
memiliki aturan yang jelas dan konsisten dalam lingkungan belajar mereka. Guru-guru di SLB
perlu bekerja sama dengan siswa-siswa untuk membantu mereka memahami aturan dan
mengikuti prosedur dengan baik. Ini bisa melibatkan penggunaan strategi komunikasi yang jelas
dan mendukung, serta pemberian contoh yang baik oleh guru-guru dalam menerapkan aturan.

Penting juga untuk memperhatikan aspek kemandirian siswa dalam menerapkan


kedisiplinan. Meskipun guru-guru dapat memberikan arahan dan bimbingan, siswa-siswa di SLB
perlu diberi kesempatan untuk mengembangkan kemampuan mereka sendiri dalam mengatur
perilaku mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pembinaan keterampilan sosial, pemberian
tanggung jawab yang bertanggung jawab, dan pemberdayaan siswa untuk membuat keputusan
yang baik dalam situasi tertentu. Guru-guru perlu memberikan dukungan yang tepat dan
memberikan umpan balik konstruktif kepada siswa-siswa untuk membantu mereka dalam proses
ini.

Dalam penerapan kedisiplinan juga dapat terlihat dalam partisipasi siswa dalam kegiatan
pembelajaran dan ekstrakurikuler. Guru-guru perlu menciptakan lingkungan yang mendukung
dan inklusif di mana setiap siswa merasa dihargai dan didukung untuk berpartisipasi aktif dalam
kegiatan sekolah. Ini bisa melibatkan penggunaan strategi pembelajaran yang menarik dan
relevan bagi siswa-siswa, serta pemberian kesempatan untuk berkolaborasi dan berinteraksi
dengan sesama siswa. Dengan demikian, siswa-siswa di SLB dapat mengembangkan
keterampilan sosial, kerjasama tim, dan rasa memiliki terhadap sekolah mereka, yang semuanya
merupakan indikator dari penerapan kedisiplinan yang efektif.

Tidak hanya dalam hal akademis, kedisiplinan juga dapat tercermin dalam perilaku dan
interaksi siswa di luar kelas. Guru-guru perlu memberikan perhatian khusus terhadap
pembentukan norma dan nilai-nilai yang positif di antara siswa-siswa, serta memberikan
26
dukungan dalam menangani konflik atau masalah perilaku yang mungkin timbul. Ini bisa
melibatkan penggunaan pendekatan mediasi atau restorative justice untuk menyelesaikan
konflik, serta memberikan bimbingan dan dorongan kepada siswa-siswa untuk bertindak sesuai
dengan nilai-nilai yang dihargai oleh sekolah.

Selain itu, penting juga untuk memperhatikan peran orang tua dalam mendukung
penerapan kedisiplinan oleh siswa-siswa di SLB. Guru-guru perlu berkomunikasi secara teratur
dengan orang tua untuk membagikan informasi tentang perkembangan siswa dan memberikan
umpan balik tentang perilaku mereka. Orang tua juga perlu diberi kesempatan untuk
berpartisipasi dalam kegiatan sekolah dan memberikan dukungan kepada anak-anak mereka
dalam menerapkan kedisiplinan di lingkungan rumah.

Dengan demikian, penerapan kedisiplinan oleh siswa-siswa di SLB Negeri Sumatera


Utara merupakan hasil dari kerja sama antara guru-guru, siswa-siswa, dan orang tua dalam
menciptakan lingkungan belajar yang inklusif, mendukung, dan berorientasi pada nilai-nilai
positif. Dengan adanya dukungan dan bimbingan yang tepat, siswa-siswa di SLB dapat
mengembangkan keterampilan sosial, kemandirian, dan tanggung jawab yang akan membantu
mereka dalam mencapai potensi maksimal mereka dalam lingkungan belajar yang unik ini.

27
BAB IV

KESIMPULAN

Pada penelitian ini, mahasiswa melakukan studi tentang peran guru terhadap anak-anak
berkebutuhan khusus, khususnya mereka yang mengidap sindrom Down dan tunagrahita di
sekolah Autis SUMUT . Hasil penelitian menyoroti pentingnya peran guru dalam menciptakan
lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung bagi anak-anak tersebut. Dengan memahami
kebutuhan individu setiap anak, guru dapat memberikan pendekatan pembelajaran yang sesuai
dan membantu anak-anak tersebut meraih potensi maksimal mereka. Selain itu, penelitian juga
menyoroti strategi dan metode pengajaran yang efektif dalam konteks anak-anak berkebutuhan
khusus, serta dampak positifnya terhadap perkembangan mereka. Dengan pemahaman yang
mendalam tentang peran guru, artikel ini memberikan wawasan yang berharga bagi para
pembaca tentang bagaimana menciptakan lingkungan belajar yang inklusif dan mendukung bagi
anak-anak berkebutuhan khusus di sekolah autis.

28
Kesimpulannya, melalui penelitian ini, kita dapat memahami betapa pentingnya
memberikan kesempatan yang sama bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk belajar dan
berkembang. Dengan pendekatan inklusif yang tepat, kita dapat menciptakan lingkungan
pendidikan yang merangkul keberagaman dan menghargai potensi setiap individu, tanpa
terkecuali.

DAFTAR PUSTAKA

Amanullah, A. S. R. (2022). Mengenal Anak Berkebutuhan Khusus: Tuna Grahita, Down


Syndrom Dan Autisme. ALMURTAJA. Jurnal Pendidikan Islam Anak Usia Dini,
Volume 1(1), Halaman ( 1-14) .

Fakhiratunnisa, S. A., Pitaloka, A. A. P., & Ningrum, T. K. (2022). Konsep Dasar Anak
Berkebutuhan Khusus. Jurnal Masaliq, 2(1), 26-42.

Kristiana, I. F., & Widayanti, C. G. (2021). Buku ajar psikologi anak berkebutuhan khusus.

Maulidiyah, F. N. (2020). Media pembelajaran multimedia interaktif untuk anak tunagrahita


ringan. Jurnal Pendidikan, 29(2), 93-100.

Putro, K. Z. (2022). Peran guru dalam meningkatkan kemampuan sosial anak berkebutuhan khusus
melalui program inklusi. Jurnal Golden Age, 6(1), 151-159.

29
Rahmadani, P., Nurvadilah, R., Bilhaq, W., & Andriani, O. (2024). Analisis Faktor Penyebab
Kelainan Anak Berkebutuhan Khusus dan Implementasi Peran Guru dalam Pemenuhan
Hak ABK. Dharma Acariya Nusantara: Jurnal Pendidikan, Bahasa dan Budaya, 2(1), 66-
81.

Rasyada, A., Zulfah, R., & Hasanah, U. (2022). Peran guru Dalam Proses Pembelajaran Anak
Berkebutuhan Khusus di SDLBN 1 Amuntai. Islamic Education, 1(1), 1-8.

LAMPIRAN

 SURAT MINIRISITE

30
 DOKUMENTASI KEGIATAN

31
 LINK VIDEO WAWANCARA
https://drive.google.com/file/d/1g8VkIhu4O8JXsxlnOJFmQpJVZWqaHOcL/view?usp=drivesdk
https://drive.google.com/file/d/1gJ-gp7cD0TeKbb6L_8IH-gizKIrtZwEx/view?usp=drivesdk

32

Anda mungkin juga menyukai