Dosen Pengampu:
Irmayani Halim S.Pd.,M.Pd
Di Susun Oleh
Kelompok 1:
1. MESTIN DUKALANG
2. SINTIA NURYANTO
Kami berharap semoga makalah ini dapat digunakan sebagaimana mestinya dan bisa
memberikan manfaat bagi kita semua khususnya untuk penulis dan para pembaca. Dengan
segala kerendahan hati, saran dan kritik yang konstruktif, sangat kami harapkan dari
pembaca guna meningkatkan pembuatan makalah pada tugas yang lain di waktu
mendatang.
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................. ix
DAFTAR ISI............................................................................................. iix
Bab I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................ 2
1.3 Tujuan.............................................................................................. 2
Bab II PEMBAHASAN.............................................................................. 3
2.1 Latar Belakang Anak Berkebutuhan Khusus.................................... 3
2.2 Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus.......................................... 6
Bab III PENUTUP..................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan....................................................................................... 10
3.2 Saran................................................................................................ 10
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
Anak berkebutuhan khusus tidak boleh kita acuhkan, karena ia juga merupakan
manusia yang diciptakan Allah yang dikehendaki tidak sempurna oleh-Nya. Kita tidak boleh
membedakan hak orang biasa dan orang yang berkebutuhan khusus, karena mereka
memiliki hak dan perlakuan serta fasilitas yang sama seperti orang normal pada umumnya.
Dalam pembelajaran yang diberikan kepada anak berkebutuhan khusus ada berbagai
macam variasi, mulai dari digabung dengan anak yang normal namun perhatiaannya khusus
samapai dengan benar-benar mendapatkan pembelajaran yang khsus yang dipisah dari anak
yang normal. Dan dalam mengajar anak yang berkebutuhan khusus seorang pengajar juga
harus memiliki keterampilan yang khusus yang berkaitan dengan anak tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Anak Berkebutuhan Khusus ( ABK ) ?
2. Apa saja faktor-faktor penyebab Anak Berkebutuhan Khusus ?
3. Bagaimana layanan pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus ?
4. Bagaimana cara menangani Anak Berkebutuhan Khusus ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari anak berkebutuhan khusus
2. Mengetahui jenis-jenis anak berkebutuhan khusus
3. Mengetahui sebab-sebab terjadinya anak berkebutuhan khusus
4. Mengetahui cara menangani anak berkebutuhan khusus
BAB II
PEMBAHASAN
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak yang memiliki ciri yang berbeda
dengan anak-anak pada umumnya, mereka mengalami hambatan dalam pertumbuhan dan
perkembangannya. Mereka membutuhkan kegiatan dan layanan yang khusus agar dapat
mencapai perkembangan yang optimal. Jumlah anak berkebutuhan khusus di Indonesia
sudah mencapai 1,4 juta orang pada tahun 2014. Anak Berkebutuhan Khusus merupakan
jenis gangguan yang dapat terjadi pada siapa saja khususnya pada balita sehingga peran
orang tua sangat diperlukan dalam mengamati pertumbuhan dan perkembangan anaknya,
salah satunya, yaitu dengan mengidentifikasi atau mengenali jenis dan karakteristik anak
berkebutuhan khusus. Identifikasi anak berkebutuhan khusus diperlukan agar keberadaan
mereka dapat diketahui sedini mungkin sehingga selanjutnya orang tua dapat melakukan
tindakan apa yang harus dilakukan dalam menghadapi anak yang teridentifikasi, dan dapat
melakukan pelayanan sesuai dengan kebutuhan anak.
Dengan kondisi di atas dan dengan berkembangnya teknologi saat ini, maka
diperlukan suatu sistem terkomputerisasi yang memiliki kemampuan layaknya seorang
konselor dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus. Sistem pakar merupakan
sebuah sistem komputer yang menyerupai manusia dalam menyelesaikan suatu masalah
layaknya seorang pakar. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam sistem pakar
adalah metode forward chaining. Metode ini merupakan metode pencarian suatu masalah
berdasarkan fakta yang ada untuk menuju ke kesimpulan sebagai solusinya sehingga melalui
gejala yang ada, maka dapat diketahui apakah anak termasuk dalam jenis anak
berkebutuhan khusus atau tidak.
Pendidikan dan Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus yang tidak dapat dipisahkan
sebagai suatu komunitas. Oleh karena itu, anak berkebutuhan khusus perlu diberi
kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan
pendidikan di sekolah (SD) terdekat. Sudah barang tentu SD terdekat tersebut perlu
dipersiapkan segala sesuatunya. Pendidikan inklusi diharapkan dapat memecahkan salah
satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus selama ini.
Salah satu anak berkebutuhan khusus yang memang perlu mendapatkan kesempatan untuk
merasakan pendidikan di sekolah inklusi adalah tunagrahita karena melihat fenomena yang
banyak terjadi di sekolah luar biasa yang banyak terjadi sekarang ini yang dinilai kurang
begitu efektif.
Oleh karena itu, ada kesan bahwa pendidikan yang telah diikuti sekian lama itu
sepertinya tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan anak.
Keadaan seperti itu, bukan semata- mata karena keterbelakangan mental yang dialami
peserta didik, tetapi juga karena terdapat kesenjangan antara program pendidikan di
sekolah luar biasa dengan harapan orang tua dan harapan lingkungan.. Masyarakat dan
orang tua mengharapkan agar anak berkebutuhan khusus memiliki keterampilan yang
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari, sesuai dengan potensi yang dimiliki.
biasa saat ini masih sangat menekankan pada aspek pengajaran yang bersifat
akademik (semata-mata menyampaikan bahan ajar), itu pun dalam pelaksanaannya masih
bersifat klasikal dan belum memperhitungkan perbedaan hambatan belajar anak secara
individual. Padahal esensi dari pendidikan anak berkebutuhan khusus adalah bahwa
pendidikan lebih bersifat individual karena perbedaan- perbedaan individu pada anak
berkebutuhan khusus sangat mencolok (Suhaeri H.N. & Edi Purwanto, 1996).
Pada dasarnya setiap anak berpotensi mengalami problema dalam belajar, hanya
saja problema tersebut ada yang ringan dan tidak memerlukan perhatian khusus dari orang
lain karena dapat diatasi sendiri oleh anak yang bersangkutan dan ada juga yang problem
belajarnya cukup berat sehingga perlu mendapatka perhatian dan bantuan dari orang lain.
Anak luar biasa atau disebut sebagai anak berkebutuhan khusus (children with special
needs), memang tidak selalu mengalami problem dalam belajar. Namun, ketika mereka
diinteraksikan bersama-sama dengan anak anak sebaya lainnya dalam system pendidikan
regular, ada hal-hal tertentu yang harus mendapatkan perhatian khusus dari guru dan
sekolah untuk mendapatkan hasil belajar yang optimal.
Tidak semua orang yang terlahir kedunia memiliki fisik dan mental yang normal
seperti pada umumnya kita bisa sebut ABK anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah anak
dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya yang selalu
menunjukkan pada ketidak mampuan mental emosi atau fisik Yang termasuk kedalam ABK
atau anak berkebutuhan khusus antara lain, tunanetra, tunarungu, kesulitan belajar,
gangguan prilaku, dan anak gangguan kesehatan
Anak berkebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan sebagai anak
yang lambat (slow) atau mengalami gangguan (retarded) yang tidak akan pernah berhasil di
sekolah anak-anak pada umumnya atau sekolah umum. Anak berkebutuhan khusus (ABK)
juga dapat diartikan sebagai anak yang mengalami gangguan fisik, mental, inteligensi serta
emosi sehingga diharuskan pembelajaran secara khusus. Banyak nama lain yang
dipergunakan sebagai variasi dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan
handicap. Menurut World Health Organization (WHO) definisi dari masing- masing istilah
tersebut adalah sebagai berikut.
2. Impairment, kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal psikologis, atau untuk struktur
anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan dalam level organ. 3. Handicap,
ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari impairment atau disability yang
membatasi atau menghambat pemenuhan peran yang normal pada individu.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) dianggap berbeda dengan anak normal. Anak
berkebutuhan khusus dianggap anak yang tidak berdaya sehingga perlu dibantu dan
dikasihani. Pandangan ini tidak sepenuhnya benar. Setiap anak mempunyai kekurangan dan
juga kelebihan. Oleh karena itu, dalam melihat anak berkebutuhan khusus, kita harus
melihat dari segi kemampuan dan tidak kemampuannya. Anak berkebutuhan khusus
memerlukan perhatian yang lebih, dengan demikian, ia akan dapat mengembangkan
potensi yang dimilikinya secara optimal.
Pada dasarnya kelainan anak memiliki tingkatan, yaitu dari yang paling ringan hingga
paling berat, dari kelainan tunggal, ganda, hingga kompleks yang berkaitan dengan emosi,
fisik, psikis, dan sosial. Anak berkebutuhan khusus merupakan kelompok heterogen,
terdapat di berbagai strata sosial, dan menyebar di daerah perkotaan, pedesaan bahkan di
daerah-daerah terpencil Kelainan anak tidak memandang suku, budaya atau bangsa.
Keadaan ini jelas memerlukan pendekatan khusus dalam memberikan pelayanan pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus.
Sejalan dengan sudut pandang pendidikan, Hallahan dan Kauffman (2006) melihat
pengertian siswa berkebutuhan khusus adalah mereka yang memerlukan pendidikan khusus
dan pelayanan yang terkait, jika mereka menyadari akan potensi penuh kemanusiaan
mereka. Kekhususan relevan dari cara belajar, membutuhkan instruksi yang berbeda dari
yang diperlukan para siswa. Kekhususan mereka dapat mencakup bidang sensori, fisik,
kognitif, emosi atau kemampuan komunikasi atau kombinasinya.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) pada awalnya lebih dikenal Dengan istilah cacat,
anak berkelainan atau anak luar biasa. Anak luar biasa didefinisikan sebagai anak yang
menyimpang dari keriteria normal secara signifikan, baik dari aspek fisik, psikis, emosional,
dan social sehingga untuk mengembangkan potensinya di perlukan adanya layanan
pendidikan khusus (Kirk & Galleger, 1989). Dalam paradigm baru, ABK berarti anak yang
memiliki kebutuhan individual yang bersifat khas yang tidak bisa disamakan dengan anak
normal lainnya (Suyanto, 2005). Dalam hal ini Lync (1994) membedakan ABK menjadi 3
(tiga) kategori sebagai berikut:
1. Anak-anak usia sekolah yang saat ini berbeda dengan lembaga- lembaga pendidikan
formal tetapi tidak memiliki atau tidak menujukan kemajuan dalam belajarnya, kelompok ini
termasuk didalam kategori anak lambat dalam belajar, atau anak kesulitan dalam menelaah
pelajaran, anak ber IQ sedang, anak hieraktif, anak autis dan lain sebagainya.
2. Anak-anak yang secara nyata (signifikan) mengalami kecacatan baik dari fisik, social,
emosi dan mental. Kelompok ini termasuk dikategorikan kedalamm anak tuna netra, tuna
rungu, tuna grahita. tuna daksa, dan tna laras,
3. Anak-anak usia sekolah yang tidak terjangkau oleh layanan pendidikan formal sama
sekali, sehingga anak-anak ini menjadi anak yang terklupakan. Kelompok yang ketiga ini
termasuk didalamnya adalah anak-anak yang berkerja (pekerja anak), anak pperempuann
yang terpingit karena kultur, anak-anak miskin/gelandangan, anak- anak yang berdomisili di
perairan, kepulauan, dan daerah terpencil, dan anak-anak yang menjadi korban kerusakan,
dan lain sebagainya.
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Anak berkebutuhan khusus (dulu di sebut sebagai anak luar biasa) di definisikan
sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk mengembangkan
potensi kemanusiaan mereka secara sempurna. Penyebutan sebagai anak berkebutuhan
khusus, dikarenakan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan
bantuan layanan pendidikan, layanan sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai
jenis layanan lainnya yang bersifat khusus.
Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, terdapat tiga hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya yaitu penguatan kondisi mental orang tua yang memiliki anak
berkebutuhan khusus, dukungan sosial yang kuat dari tetangga dan lingkungan sekitar anak
berkebutuhan khusus tersebut, dan yang terakhir adalah peran aktif pemerintah dalam
menjadikan pelayanan kesehatan dan konsultasi bagi anak berkebutuhan khusus.
3.2 Saran
Setelah mengetahui dan memahami segala sesuatu hal yang berhubungan dengan
anak berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi masyarakat indonesia terutama bagi
para pendidik dalam menyikapi dan mendidik anak yang menyandang berkebutuhan khusus
dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Karena pada dasarnya anak seperti itu
bukan malah dijauhi akan tetapi didekati dan diperlakukan sama dengan manusia normal
lainnya akan tetapi caranya yang berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Balitbang Yayasan Santi Rama. 1989. Metode Percakapan yang Reflektif (MPR) Dalam
Pendidikan Anak Tunarungu, Buku Seri 1: Landasan Teori. Jakarta.
Baron, Stephen, Sheila Riddell, and Alastair Wilson. 1999. "The Secret of Eternal Youth:
Identity, Risk and Learning Difficulties." British Journal of Sociology of Education 20(4):483-
499.
Blocher, D. H. 1987. The Professional Counselor. New York: Macmillan Publishing Company.
Boothroyd, Arthur, 1982. Hearing Impairments in Young Children. Englewood Cliffs, NJ.
07632: Prentice Hall, Inc.
Carrier, James G. 1983. "Explaining Educability: An Investigation of Political Support for the
Children with Learning Disabilities Act of 1969." British Journal of Sociology of Education
4(2): 125-140. 1986. Learning Disability: Social Class and the Construction of Inequality in
American Education. New York, NY: Greenwood Press.
Cartwright, G.P.Cartwright, C.A. & Ward, M.E. 1984. Educating Special Learners. Second Ed.
California: Wadsworth Publishing Company.
Cook, Thomas D. & Cambell, Donald T. 1979. Quasi-Experimentation, Design & Analysis
Issues for Field Settings. Chicago: Rand McNally College Publishing Company.
Cole, P. & Chan, L. 1990. Methods and Strategies for Special Education. New Jersey: Prentice
Hall.
Corn & Koenig. 1996. Foundation of Low Vision: Clinical and Functional Persfectives. New
York: American Foundation for the Blind Press.
C Devaraj, Sheila & Roslan, Samsilah. 2006. Apa Itu Disleksia? Panduan untuk Ibu Bapak
Guru dan Konselor. Selangor MY: PTS Professional.
Departemen Pendidikan Nasional. 2002. Pedoman Pelayanan Pendidikan Terpadu bagi anak
berkebutuhan Khusus dan Berkesulitan Belajar. Jakarta: Depdiknas
Dodds, A. 1993. Rehabilitating Blind and Visually Impaired People: Apsychological approach.
London: Chapman & Hall.
Fanu, James le. 2007. Deteksi Dini Masalah-Masalah Psikologi Anak. Yogyakarta: Think.
Frieda Mangunsong, 2009. Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Depok:
Lembaga Pengembangan Sarana Pengukuran dan Pendidikan Psikologi (LPSP3) Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Gallego, Margaret A., Grace Zamora Durán, and Elba I. Reyes. 2006. "It Depends: A
Sociohistorical Account of the Definition and Methods of Identification of Learning
Disabilities." Teachers College Record 108 (11):2195-2219.
Grandin, T and Scariano. 1986. Emergence: Labeled Autistic, p. 91. Warner Books,
Departemen of Animal Science. Colorado StateUnivercity, Fort Collins, CO 80526, Novato,
CA, Arena Press, USA.
Grandin, T. 1992. Calming Effects of Deep Touch Pressure in Patients with Autistic Disorder,
College Students, and Animals. Journal of Child and Adolescent Psychopharmacology.
Volume 2, Number 1, Mary Ann Liebert, Inc., Publishers.
Hallahan, D.P, & Kauffman, J.M. 1994. Exceptional Children: Introduction to Special
Education. Boston: Allyn and Bacon.
Handoyo, 2003. Autisme: Petunjuk Praktis dan Pedoman Materi untuk Mengajar Anak
Normal, Autis, dan Perilaku Lain, Cetakan kedua. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Heather Mason and Stephen Mc. Call. 1991. Visual Impairment. London: David Fulcon
Publisher Ltd..
Ho, Anita, 2004. "To be Labeled, or Not to be Labeled: That is the Question." British Journal
of Learning Disabilities 32(2): 86-92.
https://bisamandiri.com/blog/2014/10/tunanetra-ketahui-penyebabnya-dari-sekarang/
diakses pada tgl 20/sep/2016.
https://bisamandiri.com/blog/2015/10/anak-tuna-rungu-dan-pengenalan-konsep-bahasa-
yang-tepat-bagian-1/ di akses pada tgl 23/sep/2016.
http://www.autismconferencesofamerica.com/Diakses: 15 Oktober 2012, jam 15:30.
Kirk, S.A. 1970. Educating Exceptional Children. New Delhi: Oxford & IBH Publishing Co.
Kluth, P. 2004. Autisme, Autobiography, and Adaptations. Teaching Exceptional Children,
vol.36 no.4, 42-27).
Morag, Clark. 1989. Language through Living, London Sydney Auckland Toronto: Hodder
And Stoughton.
Partowisastro, Koestoer. 1986. Diagnosa dan Pemecahan Kesulitan Belajar Jilid 2. Jakarta:
Erlangga.
Reid, D. Kim and Jan Weatherly Valle. 2004. "The Discursive Practice of Learning Disability:
Implications for Instruction and Parent- School Relations." Journal of Learning Disabilities
37(6):466-481.
Rourke, B. P. 1989. Nonverbal Learning Disabilities: The Syndrome and The Model. New
York: Guilford Press.
Rudiyati, Sari. 2002. Pendidikan Anak Tunanetra. Yogyakarta: Fakultas ilmu Pendidikan UNY.
Shaywitz SE, Morris R, Shaywitz BA. 2008. The Education of Dyslexic Children from
Childhood to Young Adulthood. Connecticut US: Department of Pediatrics, Yale University
School of Medicine.
Smith, R. M.; Neisworth, J. T.; Berlin, C. M. Jr. 1975. The Exceptional Child. New York:
McGraw-Hill Book Company.
Somantri, Sutjihati. 2005. Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama.
Sumitro, Bosko. 1984. Kursus tentang Pendidikan Anak-anak Tuli yang Berinteligensi Normal.
Makalah. Wonosobo: Yayasan Don Bosco.
Sternberg, R.J. 2006. Cognitive Psychology, Fourth Edition. USA: Thomson Wadsworth.
Thompson. C.Rudolph. L. & Henderson. D. 2004. Counseling Children: sixth ed. USA:
Brooks/Cole Company.
Williams, Val and Pauline Heslop. 2005. "Mental Health Support Needs of People with a
Learning Difficulty: A Medical or a Social Model?" Disability & Society 20(3):231-245.
Yusuf, Syamsu. 2006. Landasan Bimbingan dan Konseling. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Nurjan, Syarifan, 2017. Perkembangan Peserta Didik Perspektif Islam. Yogyakarta: Titah
Surga.
Purwanto, Heri. Modul Pembelajaran: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Bandung UPI.
Alimin, Zaenal. Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus: Reorientasi
Pemahaman Konsep Pendidikan Kebutuhan Khusus dan Implikasinya Terhadap Layanan
Pendidikan. Vol 3 No 1. Bandung: UPI
Aqila Smart, Rose. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk
Anak Berkebutuhan Khusus. Yogyakarta: Katahati
Purwanto, Heri. Modul Pembelajaran: Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Bandung UPI.
Alimin, Zaenal. Jurnal Asesmen dan Intervensi Anak Berkebutuhan Khusus: Reorientasi
Aqila Smart, Rose. 2010. Anak Cacat Bukan Kiamat: Metode Pembelajaran & Terapi untuk
Jaya Hendra. 2017. Keterampilan Vaksional Bagi Anak Berkebutuhan Khusus. Fakultas MIPA
Universitas Negri Makasar