Anda di halaman 1dari 31

KONSELING POPULASI KHUSUS

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

DISUSUN OLEH
KELOMPOK 1:

Siti Fatimah (0303172088)


Balqis Al- Adawiyah (0303172141)
Chairunnisa Dwi yusfika (0303172108)

Dosen Pengampu : Heru Hermawan, M.Pd

BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Swt Yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, kami bersyukur kepada-Nya yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah ini mengenai “Anak Berkebutuhan Khusus” untuk memenuhi tugas
mata kuliah Konseling Populasi Khusus.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk
itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, kami
menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan
kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima kritik dan saran dari pembaca agar dalam penyusunan makalah
berikutnya menjadi lebih baik.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat
dan inspirasi kepada pembaca. Terimakasih.

Medan, Maret 2020

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN....................................................................................1

A. Latar Belakang.............................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................1
C. Tujuan Pembahasan.....................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................3

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus......................................................3


B. Jenis-jenis anak Berkebutuhan Khusus........................................................5
C. Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus........................................................8
D. Problematika Anak Berkebutuhan Khusus..................................................13
E. Cara Konseling Anak Berkebutuhan Khusus...............................................15
F. Peran Orangtua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus..............................20
G. Peran Guru Bimbingan dan Konseling Terhadap Anak Berkebutuhan
Khusus..........................................................................................................22

BAB III KESIMPULAN.....................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................28

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Setiap orangtua menghendaki kehadiran seorang anak. Anak yang
diharapkan oleh orangtua adalah anak yang sempurna tanpa memiliki
kekurangan. Pada kenyataannya, tidak ada satupun manusia yang tidak
memiliki kekurangan. Manusia tidak ada yang sama satu dengan lainnya.
Seperti apapun keadaannya, manusia diciptakan unik oleh Sang Maha
Pencipta. Setiap orang tidak ingin dilahirkan di dunia ini dengan menyandang
kelainan maupun memiliki kecacatan. Orang tua juga tidak ada yang
menghendaki kelahiran anaknya menyandang kecacatan.
Kelahiran seorang anak berkebutuhan khusus tidak mengenal berasal dari
keluarga kaya, keluarga berpendidikan, keluarga miskin, keluarga yang taat
beragama atau tidak. Orangtua tidak mampu menolak kehadiran anak
berkebutuhan khusus. Sebagai manusia, anak berkebutuhan khusus memiliki
hak untuk tumbuh dan berkembang di tengah-tengah keluarga, masyarakat dan
bangsa. Ia memiliki hak untuk sekolah sama seperti saudara lainnya yang tidak
memiliki kelainan atau normal.

B. Rumusan Masalah
1. Pengertian anak berkebutuhan khusus?
2. Jenis-jenis anak berkebutuhan khusus?
3. Penyebab anak berkebutuhan khusus?
4. Problematika anak berkebutuhan khusus?
5. Cara konseling anak berkebutuhan khusus?
6. Peran orangtua terhadap anak berkebutuhan khusus?
7. Peran guru bimbingan dan konseling terhadap anak berkebutuhan khusus?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk memaparkan pengertian anak berkebutuhan khusus.

1
2. Untuk memaparkan jenis-jenis anak berkebutuhan khusus.
3. Untuk memaparkan penyebab anak berkebutuhan khusus.
4. Untuk memaparkan problematika anak berkebutuhan khusus.
5. Untuk memaparkan cara konseling anak berkebutuhan khusus.
6. Untuk memaparkan peran orangtua terhadap anak berkebutuhan khusus.
7. Untuk memaparkan peran guru bimbingan dan konseling terhadap anak
berkebutuhan khusus.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus


Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memerlukan penanganan
khusus karena adanya gangguan perkembangan dan kelainan yang dialami
anak. Berkaitan dengan istilah disability, maka anak berkebutuhan khusus
adalah anak yang memiliki keterbatasan di salah satu atau beberapa
kemampuan baik itu bersifat fisik seperti tunanetra dan tunarungu, maupun
bersifat psikologis seperti autism dan ADHD.
Pengertian lainnya bersinggungan dengan istilah tumbuh-kembang normal
dan abnormal, pada anak berkebutuhan khusus bersifat abnormal, yaitu
terdapat penundaan tumbuh kembang yang biasanya tampak di usia balita
seperti baru bisa berjalan di usia 3 tahun. Hal lain yang menjadi dasar anak
tergolong berkebutuhan khusus yaitu ciri-ciri tumbuh-kembang anak yang
tidak muncul (absent) sesuai usia perkembangannya seperti belum mampu
mengucapkan satu katapun di usia 3 tahun, atau terdapat penyimpangan
tumbuh-kembang seperti perilaku echolalia atau membeo pada anak autis.
Pemahaman anak berkebutuhan khusus terhadap konteks, ada yang
bersifat biologis, psikologis, sosio-kultural. Pemahaman anak berkebutuhan
khusus terhadap konteks, ada yang bersifat biologis, psikologis, sosio-kultural.
Dasar biologis anak berkebutuhan khusus bisa dikaitkan dengan kelainan
genetik dan menjelaskan secara biologis penggolongan anak berkebutuhan
khusus, seperti brain injury yang bisa mengakibatkan kecacatan tunaganda.
Dalam konteks psikologis, anak berkebutuhan khusus lebih mudah dikenali
dari sikap dan perilaku, seperti gangguan pada kemampuan belajar pada anak
slow learner, gangguan kemampuan emosional dan berinteraksi pada anak
autis, gangguan kemampuan berbicara pada anak autis dan ADHD. Konsep
sosio-kultural mengenal anak berkebutuhan khusus sebagai anak dengan

3
kemampuan dan perilaku yang tidak pada umumnya, sehingga memerlukan
penanganan khusus.
Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia 2013, menjelaskan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah:
“Anak yang mengalami keterbatasan atau keluarbiasaan,baik fisik,
mental-intelektual, sosial, maupun emosional, yang berpengaruh secara
signifikan dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya dibandingkan
dengan anak-anak lain yang seusia dengannya”.1
Anak berkebutuhan khusus merupakan istilah lain untuk mengartikan
Anak Luar Biasa (ALB) yaitu anak dengan karakteristik khusus yang berbeda
dengan anak pada umumnya. Perbedaan tersebut terletak pada fisik, mental,
intelektual, sosial, dan emosional, sehingga memerlukan pelayanan pendidikan
khusus.
Istilah berkebutuhan khusus secara eksplisit ditujukan kepada anak yang
dianggap mempunyai kelainan/penyimpangan dari kondisi rata-rata anak
normal umumnya, dalam hal fisik, mental maupun karakteristik perilaku
sosialnya.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus
(Heward, 2002) adalah anak dengan karakteristik khusus yang berbeda dengan
anak pada umumnya tanpa selalu menunjukkan pada ketidakmampuan mental,
emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras , kesulitan belajar , gangguan
prilaku , anak berbakat , anak dengan gangguan kesehatan.2
Istilah lain bagi anak berkebutuhan khusus adalah anak luar biasa dan anak
cacat. Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan
secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan
(retarded) yang sangat sukar untuk berhasil di sekolah sebagaimana anak-anak
pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara

1
Dinie Ratri Desiningrum, Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta:
Psikosain,2016), hlm. 2
2
Nur’aeni, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Purwokerto: UM
Purwekerto Press, 2017), hlm. 133

4
pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak
pada umumnya. Banyak istilah yang dipergunakan sebagai variasi dari
kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicap. Menurut
World Health Organization (WHO), definisi masing-masing istilah adalah
sebagai berikut: Disability yaitu keterbatasan atau kurangnya kemampuan
(yang dihasilkan dari impairment) untuk menampilkan aktivitas sesuai dengan
aturannya atau masih dalam batas normal, biasanya digunakan dalam level
individu. Impairment yaitu kehilangan atau ketidaknormalan dalam hal
psikologis, atau struktur anatomi atau fungsinya, biasanya digunakan pada
level organ. Handicap yaitu ketidakberuntungan individu yang dihasilkan dari
impairment atau disability yang membatasi atau menghambat pemenuhan
peran yang normal pada individu.

B. Jenis-jenis Anak Berkebutuhan Khusus


1. Anak disabilitas penglihatan adalah anak yang mengalami gangguan daya
penglihatan berupa kebutaan menyeluruh (total) atau sebagian (lowvision).
2. Anak disabilitas pendengaran adalah anak yang mengalami gangguan
pendengaran, baik sebagian ataupun menyeluruh, dan biasanya memiliki
hambatan dalam berbahasa dan berbicara.
3. Anak disabilitas intelektual adalah anak yang memiliki inteligensi yang
signifikan berada dibawah rata-rata anak seusianya dan disertai dengan
ketidakmampuan dalam adaptasi perilaku, yang muncul dalam masa
perkembangan.
4. Anak disabilitas fisik adalah anak yang mengalami gangguan gerak akibat
kelumpuhan, tidak lengkap anggota badan, kelainan bentuk dan fungsi
tubuh atau anggota gerak.
5. Anak disabilitas sosial adalah anak yang memiliki masalah atau hambatan
dalam mengendalikan emosi dan kontrol sosial, serta berperilaku
menyimpang.
6. Anak dengan gangguan pemusatan perhatian danhiperaktivitas
(GPPH) atau attention deficit and hyperactivitydisorder (ADHD) adalah

5
anak yang mengalami gangguan perkembangan, yang ditandai dengan
sekumpulan masalah berupa ganggguan pengendalian diri, masalah rentang
atensi atau perhatian, hiperaktivitas dan impulsivitas, yang menyebabkan
kesulitan berperilaku, berfikir, dan mengendalikan emosi.
7. Anak dengan gangguan spektrum autisma atau autism
spectrumdisorders (ASD) adalah anak yang mengalami gangguan dalam
tiga area dengan tingkatan berbeda-beda, yaitu kemampuan komunikasi
dan interaksi sosial, serta pola-pola perilaku yang repetitif dan stereotipi.
8. Anak dengan gangguan ganda adalah anak yang memiliki dua atau lebih
gangguan sehingga diperlukan pendampingan, layanan, pendidikan khusus,
dan alat bantu belajar yang khusus.
9. Anak lamban belajar atau slow learner adalah anak yang memiliki
potensi intelektual sedikit dibawah rata-rata tetapi belum termasuk
gangguan mental. Mereka butuh waktu lama dan berulang-ulang untuk
dapat menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik.
10. Anak dengan kesulitan belajar khusus atau specific learningdisabilities
adalah anak yang mengalami hambatan atau penyimpangan pada satu atau
lebih proses psikologis dasar berupa ketidakmampuan mendengar, berpikir,
berbicara, membaca, menulis, mengeja dan berhitung.
11. Anak dengan gangguan kemampuan komunikasi adalah anaky ang
mengalami penyimpangan dalam bidang perkembangan bahasa, wicara,
suara, irama, dan kelancaran dari usia rata-rata yang disebabkan oleh faktor
fisik, psikologis dan lingkungan, baik reseptif maupun ekspresif.
12. Anak dengan potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa adalah anak
yang memiliki skor inteligensi yang tinggi (gifted), atau mereka yang
unggul dalam bidang-bidang khusus (talented) sepertimusik, seni, olah
raga, dan kepemimpinan.3

3
Sri Winarsih, dkk, Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi Pendamping
(Orang Tua, Keluarga, dan Masyarakat, (Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak Republik Indonesia, 2013), hlm. 4-5

6
Menurut IDEA atau Individuals with Disabilities Education Act
Amandements yang dibuat pada tahun 1997 dan ditinjau kembali pada tahun
2004: secara umum, klasifikasi dari anak berkebutuhan khusus adalah:
Anak dengan Gangguan Fisik:
1. Tunanetra, yaitu anak yang indera penglihatannya tidak berfungsi
(blind/low vision) sebagai saluran penerima informasi dalam kegiatan
sehari-hari seperti orang awam.
2. Tunarungu, yaitu anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya
pendengarannya sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara
verbal.
3. Tunadaksa, yaitu anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi dan otot).

Anak dengan Gangguan Emosi dan Perilaku:


1. Tunalaras, yaitu anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri
dan bertingkah laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku.
2. Anak dengan gangguan komunikasi bisa disebut tunawicara, yaitu anak
yang mengalami kelainan suara, artikulasi (pengucapan), atau kelancaran
bicara, yang mengakibatkan terjadi penyimpangan bentuk bahasa, isi
bahasa, atau fungsi bahasa.
3. Hiperaktif, secara psikologis hiperaktif adalah gangguan tingkah laku yang
tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis dengan gejala utama tidak
mampu mengendalikan gerakan dan memusatkan perhatian.

Anak dengan Gangguan Intelektual:


1. Tunagrahita, yaitu anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental intelektual jauh dibawah rata-rata
sehingga mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi
maupun sosial.

7
2. Anak Lamban belajar (slow learner), yaitu anak yang memiliki potensi
intelektual sedikit di bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita
(biasanya memiliki IQ sekitar 70-90).
3. Anak berkesulitan belajar khusus, yaitu anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus, terutama dalam hal
kemampuan membaca,menulis dan berhitung atau matematika.
4. Anak berbakat, adalah anak yang memiliki bakat atau kemampuan dan
kecerdasan luar biasa yaitu anak yang memiliki potensi kecerdasan
(intelegensi), kreativitas, dan tanggung jawab terhadap tugas(task
commitment) diatas anak-anak seusianya (anak normal), sehingga untuk
mewujudkan potensinya menjadi prestasi nyata, memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.
5. Autisme, yaitu gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh adanya
gangguan pada sistem syaraf pusat yang mengakibatkan gangguan dalam
interaksi sosial, komunikasi dan perilaku.
6. Indigo adalah manusia yang sejak lahir mempunyai kelebihan khusus yang
tidak dimiliki manusia pada umumnya.4

C. Penyebab Anak Berkebutuhan Khusus


Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus, dilihat dari
waktu kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu kejadian
sebelum kelahiran, saat kelahiran dan penyebab yang terjadi setelah lahir.
1. Pre-Natal
Terjadinya kelainan anak semasa dalam kandungan atau sebelum proses
kelahiran. Kejadian tersebut disebabkan oleh faktor internal yaitu faktor
genetik dan keturunan, atau faktor eksternal yaitu berupa Ibu yang
mengalami pendarahan bisa karena terbentur kandungannya atau jatuh
sewaktu hamil, atau memakan makanan atau obat yang menciderai janin

4
Dinie Ratri Desiningrum, PsikologiAnak Berkebutuhan Khusus, (Yogyakarta:
Psikosain,2016), hlm. 7-8

8
dan akibta janin yang kekurangan gizi. Berikut adalah hal-hal sebelum
kelahiran bayi yang dapat menyebabkan terjadinya kelainan pada bayi:
a. Infeksi Kehamilan. Infeksi kehamilan ini bisa terjadi akibat virus
Liptospirosis yang berasal dari air kencing tikus, lalu virus maternal
rubella/morbili/campak Jerman dan virus retrolanta Fibroplasia-RLF.
b. Gangguan Genetika. Gangguan genetika ini dapat terjadi akibat
kelainan kromosom, transformasi yang mengakibatkan keracunan
darah (Toxaenia) atau faktor keturunan.
c. Usia Ibu Hamil (high risk group). Usia ibu hamil yang beresiko
menyebabkan kelainan pada bayi adalah usia yang terlalu muda, yaitu
12-15 tahun dan terlalu tua, yaitu di atas 40 tahun. Usia yang terlalu
muda memiliki organ seksual dan kandungan yang pada dasarnya
sudah matang dan siap untuk memiliki janin namun secara psikologis
belum siap terutama dari sisi perkembangan emosional sehingga
mudah stres dan depresi. Wanita dengan usia di atas 40, sejalan dengan
perkembangan zaman dan semakin banyaknya polusi zat serta pola
hidup yang tidak sehat, bisa menyebabkan kandungan wanita tersebut
tidak sehat dan mudah terinfeksi penyakit.
d. Keracunan Saat Hamil. Keracunan dapat terjadi saat hamil, yaitu bisa
diakibatkan janin yang kekurangan vitamin atau bahkan kelebihan zat
besi /timbal misalnya dari hewan laut seperti mengkonsumsi kerang
hijau dan tuna instant secara berlebihan. Selain itu, penggunaan obat-
obatan kontrasepsi ketika wanita mengalami kehamilan yang tidak
diinginkan seperti percobaan abortus yang gagal, sangat
memungkinkan bayi lahir cacat.
e. Penyakit menahun seperti TBC (tuberculosis). Penyakit TBC ini dapat
terjangkit pada individu yang tertular oleh pengidap TBC lain, atau
terjangkit TBC akibat bakteri dari lingkungan (sanitasi) yang kotor.
Penyakit TCB ini harus mendapatkan perawatan khusus dan rutin.
Pada ibu hamil yang mengidap TBC, maka dapat mengganggu

9
metabolisme tubuh ibu dan janin sehingga bayi bisa tumbuh tidak
sempurna.
f. Infeksi karena penyakit kotor. Penyakit kotor yang dimaksud adalah
penyakit kelamin/sipilis yang bisa terjangkit pada ibu. Organ kelamin
yang terkena infeksi penyakit sipilis ini dapat menyebabkan tubuh ibu
menjadi lemah dan mudah terkena penyakit lainnya yang dapat
membahayakan bagi janin dan ibu.
g. Toxoplasmosis (yang berasal dari virus binatang seperti bulu kucing),
trachoma dan tumor. Penyakit-penyakit tersebut tergolong penyakit
yang kronis namun perkembangan ilmu kedokteran sudah menemukan
berbagai obat imunitas, seperti pada ibu yang sudah diketahui
tubuhnya mengandung virus toxoplasma, maka sebelum kehamilan
dapat diimunisasi agar virus tersebut tidak mem-bahayakan janin
kelak.
h. Faktor rhesus (Rh) anoxia prenatal, kekurangan oksigen pada calon
bayi. Jenis rhesus darah ibu cukup menentukan kondisi bayi, terutama
jika berbeda dengan bapak. Kelainan lainnya adalah ibu yang
terjangkit virus yang bisa menyebabkan janin kekurangan oksigen
sehingga pertumbuhan otak janin terganggu.
i. Pengalaman traumatic yang menimpa pada ibu. Pengalaman traumatic
ini bisa berupa shock akibat ketegangan saat melahirkan pada
kehamilan sebelumnya, syndrome baby blue, yaitu depresi yang pernah
dialami ibu akibat kelahiran bayi, atau trauma akibat benturan pada
kandungan saat kehamilan.
j. Penggunaan sinar X. Radiasi sinar X dari USG yang berlebihan, atau
rontgent, atau terkena sinar alat-alat pabrik, dapat menyebabkan
kecacatan pada bayi karena merusak sel kromosom janin.
2. Peri-Natal
Sering juga disebut natal, waktu terjadinya kelainan pada saat proses
kelahiran dan menjelang serta sesaat setelah proses kelahiran. Misalnya
kelahiran yang sulit, pertolongan yang salah, persalinan yang tidak

10
spontan, lahir prematur, berat badan lahir rendah, infeksi karena ibu
mengidap Sipilis. Berikut adalah hal-hal yang dapat mengakibatkan
kecacatan bayi saat kelahiran:
a. Proses kelahiran lama, prematur, kekurangan oksigen (Aranatal noxia).
Bayi postmatur atau terlalu lama dalam kandungan seperti 10 bulan
atau lebih, dapat menyebabkan bayi lahir cacat. Hal ini dapat terjadi
karena cairan ketuban janin yang terlalu lama jadi mengandung zat-zat
kotor yang membahayakan bayi. Bayi yang prematur atau lahir lebih
cepat dari usia kelahiran, seperti 6-8 bulan, bisa berakibat kecacatan.
Apalagi ketika bayi mengalami kekurangan berat badan ketika
kelahiran. Bayi lahir di usia matang yaitu kurang lebih 40 minggu jika
memang sudah sempurna pertumbuhan organnya, terutama otak. Otak
yang belum tumbuh sempurna, dapat menyebabkan kecacatan pada
bayi ketika lahir. Bayi yang ketika lahir tidak langsung dapat
menghirup oksigen, misalnya karena terendam ketuban, cairan
kandungan masuk ke paru-paru dan menutupi jalan pernafasan, atau
akibat proses kelahiran yang tidak sempurna sehingga kepala bayi
terlalu lama dalam kandungan sementara tubuhnya sudah keluar dan
bayi menjadi tercekik, maka proses pernafasan bisa tertunda dan bayi
kekurangan oksigen.
b. Kelahiran dengan alat bantu. Alat bantu kelahiran meskipun tidak
seluruhnya, dapat menyebabkan kecacatan otak bayi (brain injury),
misalnya menggunakan vacum, tang verlossing.
c. Pendarahan. Pendarahan pada ibu bisa terjadi akibat placenta previa,
yaitu jalan keluar bayi yang tertutup oleh plasenta, sehingga ketika
janin semakin membesar, maka gerakan ibu dapat mem-benturkan
kepala bayi pada plasenta yang mudah berdarah, bahkan sangat
membahayakan ketika bayi dipaksa lahir normal dalam kondisi
tersebut. Pendarahan juga bisa terjadi karena ibu terjangkit penyakit
(sipilis, AIDS/HIV, kista).

11
d. Kelahiran sungsang. Bayi normal akan lahir dalam proses kepala
keluar terlebih dahulu. Bayi dikatakan sungsang apabila kaki atau
bokong bahkan tangan yang keluar dulu. Ibu bisa melahirkan bayinya
secara sungsang tanpa bantuan alat apapun, namun ini sangat beresiko
bayi menjadi cacat karena kepala yang lebih lama dalam kandungan,
bahkan bisa berakibat kematian bayi dan ibu. Ketika posisi bayi
sungsang, biasanya dokter menganjurkan untuk melakukan operasi
caesar agar terhindar dari resiko kecacatan dan kematian bayi.
e. Tulang ibu yang tidak proporsional (Disproporsi sefalopelvik). Ibu
yang memiliki kelainan bentuk tulang pinggul atau tulang pelvik, dapat
menekan kepala bayi saat proses kelahiran. Hal ini dapat dihindari
dengan melakukan operasi caesar saat melahirkan.

3. Pasca-natal
Terjadinya kelainan setelah anak dilahirkan sampai dengan sebelum usia
perkembangan selesai (kurang lebih usia 18 tahun). Ini dapat terjadi karena
kecelakaan, keracunan, tumor otak, kejang, diare semasa bayi. Berikut
adalah hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan pada anak di masa bayi:
a. Penyakit infeksi bakteri (TBC), virus (meningitis, enchepalitis),
diabetes melitus, penyakit panas tinggi dan kejang-kejang (stuip),
radang telinga (otitis media), malaria tropicana. Penyakit-penyakit
tersebut adalah penyakit-penyakit kronis yang bisa disembuhkan
dengan pengobatan yang intensif, namun jika terkena pada bayi maka
dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan fisik dan mental
anak, karena terkait dengan pertumbuhan otak di tahun-tahun pertama
kehidupan (golden age).
b. Kekurangan zat makanan (gizi, nutrisi). Gizi dan nutrisi yang
sempurna sangat dibutuhkan bayi setelah kelahiran. Gizi tersebut dapat
diperoleh dari ASI di 6 bulan pertama, dan makanan penunjang dengan
gizi seimbang di usia selanjutnya. Jika bayi kekurangan gizi atau

12
malnutrisi, maka perkembangan otaknya akan terhambat dan bayi
dapat mengalami kecacatan mental.
c. Kecelakaan. Kecelakaan pada bayi terutama pada area kepala dapat
mengakibatkan luka pada otak (brain injury), dan otak sebagai organ
utama kehidupan manusia jika mengalami kerusakan maka dapat
merusak pula sistem/fungsi tubuh lainnya.
d. Keracunan. Racun yang masuk dalam tubuh bayi, bisa dari makanan
dan minuman yang dikonsumsi bayi, jika daya tahan tubuh bayi lemah
maka dapat meracuni secara permanen. Racun bisa berasal dari
makanan yang kadaluarsa/busuk atau makanan yang mengandung zat
psikoaktif. Racun yang menyebar dalam darah bisa dialirkan pula ke
otak dan menyebabkan kecacatan pada bayi. 5

D. Problematika Anak Berkebutuhan Khusus


Dampak keberkebutuhan khusus dari tiga dimensi tersebut menyebabkan
pengaruh yang cukup berarti dalam kehidupan mereka. Keterbatasan dan daya
kemampuan yang mereka miliki menimbulkan munculnya berbagai masalah.
Masalah yang mereka hadapi relatif berbeda-beda, walaupun ada kesamaan
yang dirasakan oleh mereka ini sebagai dampak keberkebutuhan kekhususan,
dan yang ada kesamaan dirasakan mereka (Amin, 1995: 41-51) meliputi:
1. Masalah Kesulitan Dalam Kehidupan Sehari-hari
Masalah ini berkaitan dengan kesehatan dan pemeliharaan diri sendiri.
Kondisi keterbatasan mereka banyak yang mengalami kesulitan dalam
kehidupan sehari-hari terutama pada berkebutuhan khusus kategori berat
dan sangat berat. Keadaan itu diharapkan dalam program penanganan
memprioritaskan bimbingan dan latihan keterampilan aktifitas kehidupan
sehari-hari terutama memelihara diri sendiri, seperti: cara makan,
menggosok gigi, memakai baju, memasang sepatu, serta pekerjaan rumah
tangga yang sangat sederhana.

5
Ibid, hlm. 3-6

13
2. Masalah Penyesuaian Diri
Kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan dipengaruhi beberapa
faktor salah satunya kecerdasan. Kecerdasan yang rendah berakibat
hambatan penyesuaian diri, dan pada anak berkebutuhan khusus. Kondisi itu
menimbulkan kecenderungan diisolir oleh keluarga maupun masyarakat.
Kecenderungan terisolasi pada mereka mengakibatkan pembentukan
pribadinya tidak layak, untuk itu dalam program penanganan pada mereka
perlu menyarankan kepada keluarga supaya tidak mengisolir.
3. Masalah Penyaluran Ke Tempat Kerja
Keterbatasan pada anak berkebutuhan khusus merupakan problem di dalam
mendapatkan pekerjaan. Masalah ini perlu diprioritaskan dalam program
penanganan untuk menyiapkan anak berkebutuhan khusus dengan berbagai
program keterampilan yang dapat digunakan untuk mencari nafkah atau
bekerja. Lembaga penanganan anak berkebutuhan khusus perlu juga
memprogramkan penyaluran kerjanya atau membentuk bengkel kerja yang
terlindung (sheltered work shop).
4. Masalah Kesulitan Belajar
Keterbatasan kemampuan fisiologik dari anak berkebutuhan khusus
mengakibatkan kesulitan mencapai prestasi belajar bidang akademik.
Kondisi ini perlu diperhatikan bahwa program penanganan diusahakan
dapat memenuhi kebutuhan anak untuk mencapai prestasi belajar. Dalam
pembelajaran bidang akademik diusahakan materi dan metode, serta
equipment yang sesuai dengan kondisi mereka.
5. Masalah Gangguan Kepribadian Dan Emosi
Keterbatasan pada fisiologis anak berkebutuhan khusus menyebabkan
keseimbangan pribadinya kurang stabil. Kondisi yang demikian itu dapat
dilihat pada penampilan tingkah lakunya sehari-hari, misalnya: berdiam diri
berjam-jam lamanya, gerakan yang hiperaktif, mudah marah, mudah
tersinggung, suka mengganggu orang lain di sekitarnya, bahkan tindakan
merusak (destruktif).

14
6. Masalah Pemanfaatan Waktu Luang
Anak berkebutuhan khusus dalam tingkah lakunya sering menampilkan
tingkah laku nakal dan mengganggu ketenangan lingkungannya, hal ini
terjadi karena anak berkebutuhan khusus tidak mampu berinisiatif yang
dipandang layak oleh lingkungan. Mereka tidak mampu menggunakan
waktu untuk inisiatif kegiatan yang terarah jika tidak ada yang
mengarahkan. Bagi yang pasif cenderung suka berdiam diri atau
menjauhkan diri dari keramaian. Kondisi-kondisi yang terjadi pada
berkebutuhan khusus itu perlu diperhatikan dalam program penanganan
untuk memberi kegiatan saat mereka mempunyai waktu luang. Kegiatan
yang terarah saat waktu luang untuk menghindari efek negatif yang
dilakukan olehnya karena kegiatannya tidak membahayakan dan tidak
mengganggu lingkungan. Kegiatan yang terarah pada waktu luang
merupakan tenggung jawab bersama antara sekolah, pengasuh, dan orang
tua. Tanggung jawab bersama ini mutlak dilakukan karena mereka saat
berada di manapun kegiatannya harus diarahkan.6

E. Cara Konseling Anak Berkebutuhan Khusus


Aliran yang banyak digunakan dalam bimbingan anak berkebutuhan
khusus menurut Neely (1982: 107-11) ada lima yaitu aliran Adler, client
centred, ecology, values clarification dan reality.
1. Aliran Adler
Menurut Adler, pusat kepribadian bukan ketidaksadaran melainkan
kesadaran. Motivasi utama bukan seks melainkan tuntutan sosial. Tingkah
laku manusia terarah pada tujuan, terutama tujuan mendapatkan ketenagaan
dan mengatasi kekurangan. Rasa rendah diri dapat memotivasi kita
menguasai sesuatu, mencapai superiotas dan mencapai kesempurnaan; rasa
rendah diri dapat menjadi sumber kreativitas.

6
Zaitun, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Pekan Baru: Kreasi Edukasi, 2017),
hlm. 49-51

15
Teknik-teknik yang dikembangkan dalam aliran Adler ialah: immediacy,
encouragement, paradoxial Intention, acting as if, spiting in the client soup,
catching oneself, push button, avoiding the tar baby, task setting and
commitment dan terminating.
a. Immediacy : menggunakan apa yang dikatakan atau diperbuat konseli
sebagai sampel kepribadiannya.
b. Encouragement : dorongan sehingga konseli menjadi berani berbuat.
c. Paradoxial Intention : menarik perhatian konseli kepada kekeliruannya
dengan meminta melakukan kekeliruan tersebut secara berlebihan.
Misalnya konseli yang terlalu banyak makan diminta makan banyak-
banyak.
d. Acting as if : mempersilahkan konseli memerankan sesuatu yang
dihayalkannya dengan teknik ini konseli diharapkan dapat melihat
akibatnya.
e. Spitting in the client’s soup : konselor tidak menyarankan perubahan
tingkah laku tapi menunjukkan kedudukan yang sebenarnya dari tingkah
laku tersebut.
f. Catching oneself : dalam catching oneself, konseli berusaha menahan
diri dari tingkah laku yang destruktif dengan demikian ia menyadari
tingkah lakunya.
g. Push Button : dalam push button, konseli diminta membayangkan
pengalaman-pengalaman yang enak dan tidak enak lalu memperhatikan
perasaan yang menyertai kedua pengalaman tersebut. Maksud teknik ini
mengajarkan bahwa perasaan dapat diciptakan oleh pikiran.
h. Avoiding the tar baby : teknik ini merupakan upaya konselor untuk tiak
hanyaut dalam pola tingkah laku konseli yang salah.
i. Task setting and commitment : untuk memecahkan masalah, konseli
merencanakan suatu tugas realistis, spesifik, kongkret dan dapat
dilksanakan dalam jangka waktu pendek. Dengan melaksanakan tugas
konseli menghayati rasa berhasil dan meningkat ke tugas berikutnya.

16
j. Terminating : pada akhir sesi, konselor membuat kesimpulan. Karena itu
pada saat itu ia tidak beranjak ke materi bahasan lain.

Pandangan-pandangan Adler dapat dijadikan acuan untuk memahami rasa


rendah diri, jalan pikiran yang tidak masuk akal, neuroticisme dan pengaruh
keluarga terhadap anak berkebutuhan khusus. Konselor dan guru yang
menggunakan pandangan Adler memberikan tekanan pada martabat anak,
memberikan dorongan dan tanggung jawab , membina ketentuan-ketentuan
menghargai anggota kelompok, memberikan respon kepada yang bersalah
dan membuka kesempatan berdiskusi.

2. Aliran Client Centered


Menurut pandangan clientcentered, konseling itu bukan sekedar
mendiagnosis dan menyembuhkan bukan pula sekedar menyesuaikan
konseli terhadap tuntutan norma-norma dan bukan sekedar membantu
memecahkan masalah. Konseling adalah membantu konseli dalam proses
mengaktualisasikan diri. Fungsi konselor dalam aliran client centered bukan
sebagai ahli teknik konseling yang menentukan apa yang harus dilakukan
konseli, melainkan menemani dan memberikan sikap perubahan sesuai
dengan persepsi diri dan di bawah sikap konselor.
Bimbingan yang didasarkan pada teori client centered sangat
mengutamakan pengalaman pribadi. Misalnya: memberikan kesempatan
yang seluas-luasnya kepada peserta untuk tampil di depan kelompok,
mendengarkan pembicaraan peserta lain, berbicara kepada konselor dan
peserta lain, melakukan penelaahan diri, dan memberikan umpan balik
kepada peserta lain. Bimbingan ini juga membantu berkembangnya konsep
diri yang positif, tumbuhnya kepercayaan atas kemampuan belajar,
pengenalan atas perasaan sendiri dan hal lain yang erat kaitannya dengan
pergaulan di masyarakat.

3. Aliran Ekologi

17
Para penganut aliran ekologi berpegang pada asumsi-asumsi berikut:
Setiap anak adalah bagian yang tak terpisahkan dari sistem sosial yang
kecil.Gangguan tidak dipandang sebagai penyakit dalam diri anak,
melainkan sebagai ketidakserasian sistem. Ketidakserasian dapat sebagai
perbedaan antara kemampuan anak dengan tuntutan atau dengan harapan
lingkungan. Tujuan intervensi ialah mengusahakan agar sistem itu berjalan
hingga akhirnya tanpa intervensi. Perbaikan salah satu bagian sistem dapat
berakibat perbaikan seluruh sistem, secara umum, intervensi dapat
dilakukan terhadap anak, lingkungan, sikap atau harapan (lingkungan).

4. Aliran Value Clarification


Kita tidak dapat mengajarkan moralitas secara langsung, tapi dapat
membantu anak-anak menjadi pendukung nilai dengan mengikutsertakan
mereka dalam kegiatan-kegiatannya. Memberikan kesempatan berinteraksi,
dan mengajak menggunakan pikirannya dalam urusanurusan yang berkaitan
dengan nilainilai. Dewasa ini value clarification juga digunakan dalam
bimbingan anak luar biasa. Value clarification tidak dimaksudkan untuk
mengindoktrinasikan nilai-nilai, melainkan untuk membantu siswa
mengembangkan proses-proses penentuan nilai. Agar value efektif, konselor
sebaiknya menjajaki tingkat perkembangan setiap siswa dan menyesuaikan
bahan kepada mereka yang setingkat lebih tinggi daripada tingkat siswa itu.
Anak yang sukar mengikuti value clarification adalah anak tunagrahita,
tunarungu dan tunawicara.

5. Aliran reality
Menurut Glasser, manusia tidak dimotivasi dari luar melainkan dari dalam;
motivasinya ialah memenuhi kebutuhan atas cinta, pengakuan sebagai
anggota kelompok, rasa harga diri dan kebebasan. Hambatan atas
terpenuhinya kebutuhan dapat mengakibatkan sakit, tingkah laku yang
kurang, tingkah laku yang tidak realistis dan tingkah laku yang tidak dapat
dipertanggungjawabkan. Sebaliknya keberhasilan memenuhi kebutuhan

18
dapat menghasilkan success identity dan tingkah laku yang dapat
dipertanggung jawabkan.
Fungsi konselor yang bekerja berdasarkan pendekatan reality ialah aktif
berbicara tentang tingkah lakunya, mendorongnya memberikan penilaian
atas tingkah lakunya, mendorong menemukan alternatif, membantu
mengadakan perubahan tingkah laku konseli. Dalam pendidikan
berkebutuhan khusus, konselor mengetahui bahwa siswanya mempunyai
kekurangan, tetapi harus percaya bahwa siswa mempunyai potensi yang
dapat berkembang. Yang penting bagaimana konselor dapat menciptakan
lingkungan yang memungkinkan anak berkembang dengan sebaik-baiknya.
Lingkungan yang diciptakan ialah yang penuh kehangatan, sikap menerima
kenyataan dan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya kepada siswa
untuk melakukan eksplorasi terhadap diri dan lingkungan.
Anak luar biasa membutuhkan orang yang dapat menyerahkan tanggung
jawab memilih dan bertindak secara berangsur-angsur sesuai dengan
perkembangan anak. Mereka secara berangsur-angsur hendaknya diserahi
tanggung jawab memilih pelajaran, pekerjaan, kegiatan, waktu senggang,
teman dan pasangan hidup, ideologi dan kepercayaan. Disamping itu anak
buta hendaknya diserahi kepercayaan bergerak sendiri di ruangan dan
dialam bebas.Anak tuli hendaknya dibantu merasa bertanggung jawab atas
terdengar tidaknya suara orang dan suara-suara lalu lintas, mereka
hendaknya merasa perlu menggunakan hearing aid. Anak tunadaksa
hendaknya dibantu merasa bertanggung jawab untuk berbuat, jangan
menjadikan kelumpuhannya sebagai alasan untuk menunggu bantuan orang
lain. Anak tunalaras hendaknya dibantu mengakui secara jujur bahwa
dirinyalah yang menyulitkan, bukan menyalahkan orang lain. Anak
tunagrahita hendaknya merasa mempuyai keharusan untuk membedakan
tingkah lakunya yang merugikan baik pada dirinya maupun pada orang
lain.7

7
Muhammad Awwad, “Urgensi Layanan Bimbingan Dan Konseling Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus”. Al-Tazkiah, Volume 7. No. 1, Juni 2015, hlm. 5

19
F. Peran Orangtua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus
Gerungan dalam Rohidi (1994) Orang tua merupakan kelompok sosial
yang pertama dalam kehidupan manusia, tempat ia belajar dan menyatakan diri
sebagai makhluk sosial di dalam hubungan interaksinya dengan kelompoknya.
Dalam keluarga orang tua sangat berperan sebab dalam kehidupan anak
waktunya sebagian besar dihabiskan dalam lingkungan keluarga apalagi anak
masih di bawah pengasuhan atau anak usia sekolah dasar yaitu antara usia (0‐
12 tahun), terutama peran seorang ibu. Orang tualah yang bertugas mendidik.
Dalam hal ini (secara umum) baik potensi psikomotor, kognitif maupun potensi
afektif, disamping itu orang tua juga harus memelihara jasmaniah mulai dari
memberi makan dan penghidupan yang layak. Kretschmer (1978),Ling (1990)
dan Ross (1990) dalam Estabrooks (1994 : 20) menambahkan bahwa
khususnya anak tunarungu lebih mudah belajar bahasa jika dalam aktivitas
yang dekat dengan orang tua dan pengasuh. Merupakan tugas orang tua untuk
memberikan kekayaan interaksi bahasa lisan pada anak karena orang tua
berada di samping anak dari bangun tidur sampai tidur kembali. Sebagai
pemain kunci, mereka perlu mengembangkan pemahaman berbagai tahapan
meliputi tahapan mendengarkan, berbicara, bahasa, dan kognisi. Jadi
keberhasilan anak tergantung peran serta orang tua agar aktif dalam menangani
anak.
Jika keluarga sebagai start awal sebagai tempat pertama belajar anak sudah
tidak mendukung, dikhawatirkan pada tahap berikutnya yang lebih luas anak
akan mengalami hambatan. Dan hal tersebut dapat berdampak pada
terhambatnya perkembangan anak baik potensi maupun psikologis anak. Hal
ini ditegaskan oleh Sunardi dan Sunaryo (2007 : 22) yang menyatakan bahwa
Orang tua yang kurang menjalankan fungsi, peran dan tanggung jawabnya
sebagai peletak dasar bagi perkembangan optimal anak, yang juga seing
berdampak pada krisis psikologis dan sosial yang berlarut-larut yang pada

20
akhirnya bermuara pada terhambatnya respon positif dan konstruksi terhadap
kekurangan yang dialami anak.8
Menurut Hewett dan Frenk penanganan dan pelayanan orang tua terhadap
anak berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut:
1. Sebagai pendamping utama (as aids), yaitu sebagai pendamping utama
yang dalam membantu tercapainya tujuan layanan penanganan dan
pendidikan anak.
2. Sebagai advokat (as advocates), yang mengerti, mengusahakan, dan
menjaga hak anak dalam kesempatan mendapat layanan pendidikan
sesuai dengan karakteristik khususnya.
3. Sebagai sumber (as resources), menjadi sumber data yang lengkap dan
benar mengenai diri anak dalam usaha intervensi perilaku anak.
4. Sebagai guru (as teacher), berperan menjadi pendidik bagi anak dalam
kehidupan sehari-hari di luar jam sekolah.
5. Sebagai diagnostisian (diagnosticians) penentu karakteristik dan jenis
kebutuhan khusus dan berkemampuan melakukan treatmen, terutama
di luar jam sekolah.

Ketika potensi bakat anak berkebutuhan khusus muncul, maka pada


umumnya orang tualah yang pertama kali mengetahuinya. Berdasarkan
pengamatan orang tua, maka segala sesuatu yang terdapat pada diri anak
kemudian diinformasikan kepada guru guna dilakukan tindakan melalui
program pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus. Melalui program
pendidikan tersebut diharapakan dapat mengembangkan bakatnya. Ketika
orang tua sering melayani dan bersama dengan anak yang mengalami
kebutuhan khusus, dalam hal ini orangtua akan merasakan bahwa apa yang
dilakukannya adalah sesuatu yang bisa menjadi potensi bakat dalam bidang
tertentu. Dari situlah kemudian orang tua dapat melakukan sharing dengan
guru di sekolah agar bisa memberikan pendidikan khusus sesuai dengan
bakatnya, sehingga mampu digali dan dikembangkan bakatnya lebih dalam
Ana Rafikayati dan Muhammad Nurrohman Jauhari, “Keterlibatan Orangtua Dalam
8

Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus”, Abadimas Adibuana, Volume 02. No. 1, Juli 2018,
hlm. 62

21
lagi. Sehingga dapat kesimpulan bahwa orang tua haruslah lebih berperan aktif
dalam mengembangkan pendidikan dan pembelajaran anak berkebutuhan
khusus. Karena orang tua adalah orang terdekat bagi anak-anaknya sehingga
mereka bisa lebih tahu dan memahami anaknya sendiri menggunakan ikatan
batin atau perasan yang mereka miliki.

G. Peran Guru Bimbingan dan Konseling Terhadap Anak Berkebutuhan


Khusus
Membimbing dan mendidik tidak lepas dari tugas dan tanggung jawab
guru termasuk guru BK. Sebagai tenaga pendidik guru BK mempunyai
tugas, tanggung jawab, wewenang penuh dalam kegiatan bimbingan dan
konseling terhadap sejumlah peserta didik. Kegiatan bimbingan dan
konseling di sekolah merupakan kegiatan untuk membantu peserta didik dalam
upaya menemukan jati dirinya, penyesuaian terhadap lingkungan serta dapat
merencanakan masa depannya sehingga, dapat berkembang secara optimal.
Elizabeth. B. Hurlock (1978) menjelaskan bahwa perkembangan
berkaitan dengan perubahan kualitatif dan kuantitatif. Perkembangan dapat
didefenisikan sebagai deretan progresif dari perubahan-perubahan yang
teratur dan koheren. Progresif menandai bahwa perubahannya terarah,
membimbing maju dan bukan mundur. Teratur dan koheren menunjukan
adanya hubungan nyata antara perubahan yang terajdi dan yang telah
mendahului atau yang akan mengikutinya. Jadi, dapat dikatakan bahwa
membimbing peserta didik termasuk peserta didik berkebutuhan khusus
sangat penting demi kelanjutan perkembangan berikutnya. Salah satu
perkembangan yang harus dicapai oleh peserta didik berkebutuhan khusus
adalah perkembangan sosial, dimana peserta didik berkebutuhan khusus harus
dapat bersosialisasi dengan baik sesuai dengan tuntutan perkembangan sosial
usianya.9
Dalam konteks PI guru BK diharapkan dapat berperan maksimal
membantu anak berkebutuhan khusus agar pencapaian perkembangan sosial

Desje lattu , “Peran guru BK di sekolah penyelenggara pendidikan inklusif”, Jurnal


9

Bimbingan dan Konseling Terapan, Volume 02 No 01, 2018, hlm. 62-66

22
mereka terpenuhi dengan baik. Guru Bimbingan dan Konseling diharapkan
dapat memberikan pelayanan yang telah disesuaikan agar ABK dapat
mengenal dirinya sendiri dengan baik, menemukan kebutuhannya yang spesifik
sesuai dengan hambatannya. Kebutuhan ini muncul menyertai hambatan-
hambatan yang mereka hadapi terhadap kondisi yang mereka miliki. Layanan
bimbingan dan konseling diperlukan berkenaan dengan bimbingan pribadi,
sosial, belajar dan karirnya. Layanan bimbingan dan konseling yang sesuai
akan membangkitkan motivasi peserta didik berkebutuhan khusus dalam
bersosialisasi dan bergaul. Untuk mencapai perkembangan yang optimal,
diperlukan guru BK dalam membantu pengentasan hambatan terhadap
tugas perkembangan sosial yang harus dicapai ABK.
Peran guru BK dalam membantu pencapaian tugas perkembangan
ABK dalam bersosialisasi adalah:
1. Memberikan layanan bimbingan dan konseling yang disesuaikan
dengan kemampuan, bakat dan minat, serta jenis ketunaan atau kekhususan
yang di miliki oleh ABK, serta mengelompokkan ABK dalam kegiatan
kelompok dan pengembangan diri yang telah disesuaikan dengan ketunaan
dan kekhususan melalui layanan penempatan dan penyaluran. Guru BK
juga memotivasi ABK untuk terus aktif dalam kegiatan kelompok dan
pengembangan diri, agar mereka memiliki kepercayaan diri yang baik
dan tidak merasa minder jika bergabung dengan teman-teman sebayanya
yang normal.
2. Memberikan layanan informasi terkait dengan peran gender disesuaikan
dengan kebutuhan ABK. Mengajak ABK untuk mau mengamati peran
sosial pria dan wanita dan mendiskusikannya melalui layanan
bimbingan kelompok dengan topik tugas. Guru BK juga melakukan
kegiatan pendukung BK dengan memberikan literatur yang bermanfaat
menyangkut peran sosial pria dan wanita dalam masyarakat.
3. Membimbing peserta didik termasuk ABK untuk memilih karir di sekolah,
yaitu membantu siswa dalam memahmi diri dan lingkungannya dalam
mengambil keputusan, merencanakan dan pengarahan kegiatan-kegiatan

23
yang menuju kepada karir dan cara hidup yang akan memberikan rasa
kepuasan karena sesuai, serasi, dan seimbang dengan dirinya dan
lingkungnnya. Bimbingan karir pada hakikatnya merupakan salah satu
upaya pendidikan melalui pendekatan pribadi dalam membantu individu
untuk memcapai kompetensi yang di perlukan dalam menghadapi
masalahmasalah karir. Bimbingan pekerjaan merupakan suatu proses
pembantuan terhadap individu untuk menumbuhkan dan menerima
gambaran tentang dirinya secara keseluruhan dan lapangan pekerjaan
yang cocok baginya. Perkembangan karir ABK tidak terlepas dari
faktor lingkungan, baik fisik, psikis, dan sosial. Sifat yang melekat pada
lingkungan ialah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan
dapat mempengaruhi gaya hidup ABK. Apabila perubahan itu sulit di
prediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan
kesenjangan perkembangan perilaku ABK. Bimbingan karier tidak hanya
dibutuhkan siswa SMP dan jenjang berikutnya saja, siswa SD pun perlu
diperkenalkan dengan bimbingan karier. Bimbingan karir di SD
diarahkan untuk menumbuhkan kesadaran dan pemahaman peserta
didik akan ragam kegiatan dan pekerjaan di dunia sekitarnya,
pengembangan sikap positif terhadap semua jenis pekerjaan dan orang
lain, dan mengembangkan kebiasaan hidup yang positif. Bimbingan karir
disekolah dasar juga berkaitan erat dengan upaya membantu peserta
didik memahami apa yang disukai dan tidak disukai, kecakapan diri,
disiplin, mengontrol kegiatan sendiri. Layanan bimbingan karir amat erat
kaitannya dengan tiga layanan bimbingan yang lainnya karena kecakapan-
kecakapan yang dikembangkan di dalam bimbingan belajar, pribadi,
maupun social akan mendukung perkembangan karir peserta didik.

Peran Guru BK dalam Mengungkap Kesulitan Belajar Peserta Didik


Berkebutuhan khusus sangatlah penting untuk mengungkap kesulitan belajar
ABK. Guru BK memperhatikan kesulitan ABK sehingga dapat mengikuti
proses pembelajaran dengan tenang seperti teman yang lainnya dan

24
mendapatkan hasil belajar yang baik. Dalyono (2007:347). Peran Guru BK
mengungkap kesulitan belajar dilakukan dengan langkah sebagai berikut:

1. Melakukan observasi yaitu cara memperoleh data secara langsung ABK.


Observasi ini dilakukan unruk mencatat gejala yang nampak pada ABK,
bagaimana sikap ABK dalam mengikuti pelajaran dan melihat kelengkapan
catatan dalam pelajaran.
2. Interview adalah cara mendapatkan data dengan wawancara langsung
terhadap ABK atau terhadap orang lain yang dapat memberikan informasi
tentang orang yang diselidiki (guru, orang tua dan tema sebaya). Untuk
mengungkap ABK yang mengalami kesulitan belajar, interview bisa
dilakukan secara langsung atau tidak langsng. Langsung artinya kepada
peserta didik yang akan diungkap kesulitan belajarnya sedangkan tidak
langsung artinya kepada orang-orang yang tau tentang keadaan peserta
didik berkebutuhan khusus tersebut.
3. Tes diagnostik adalah suatu cara untuk mengumpulkan data peseta didik
berkebutuhan khusus, untuk mengungkap peserta didik yang mengalami
kesulitan belajar.
4. Dokumentasi adalah cara mengetahui kesulitan dengan melihat catatan-
catatan, arsip-arsip yang erhubungan dengan peserta ABK. Untuk
mengetahui lebih jauh tentang ABK, dapat dilihat dari: riwayat hidupnya,
ehadiran ABK dalam mengikuti pelajaran, memiliki daftar pribadinya,
daftar hadir di sekolah, melihat hasil rapor.

BAB III

KESIMPULAN

Anak dengan kebutuhan khusus (special needs children) dapat diartikan


secara simpel sebagai anak yang lambat (slow) atau mangalami gangguan

25
(retarded) yang sangat sukar untukberhasil di sekolah sebagaimana anak-anak
pada umumnya. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang secara
pendidikan memerlukan layanan yang spesifik yang berbeda dengan anak-anak
pada umumnya. Faktor-faktor penyebab anak menjadi berkebutuhan khusus,
dilihat dari waktu kejadiannya dapat dibedakan menjadi tiga klasifikasi, yaitu
kejadian sebelum kelahiran, saat kelahiran dan penyebab yang terjadi setelah
lahir.
Untuk mensukseskan intervensi dini dan mengingat usia anak yang masih
kecil, tentu peran orang tua adalah yang terpenting. Hal ini dikarenakan
orangtua adalah orang terdekat anak dan orang yang selalu bersama anak.
Keterlibatan orangtua adalah sangat penting untuk mewujudkan pembelajaran
yang optimal. Adalah peran orangtua untuk mengembangkan potensi
psikomotor, kognitif maupun potensi afektif, disamping itu orangtua juga harus
memelihara jasmaniah mulai dari memberi makan dan penghidupan yang
layak. Jika keluarga sebagai start awal sebagai tempat pertama belajar anak
sudah tidak mendukung, dikhawatirkan pada tahap berikutnya yang lebih luas
anak akan mengalami hambatan. Dan hal tersebut dapat berdampak pada
terhambatnya perkembangan anak baik potensi maupun psikologis anak.
Selain itu, guru BK juga berperan terhadap anak berkebutuhan khusus.
Membimbing dan mendidik tidak lepas dari tugas dan tanggung jawab guru
termasuk guru BK. Sebagai tenaga pendidik guru BK mempunyai tugas,
tanggung jawab, wewenang penuh dalam kegiatan bimbingan dan
konseling terhadap sejumlah peserta didik. Kegiatan bimbingan dan
konseling di sekolah merupakan kegiatan untuk membantu peserta didik dalam
upaya menemukan jati dirinya, penyesuaian terhadap lingkungan serta dapat
merencanakan masa depannya sehingga, dapat berkembang secara optimal.

26
DAFTAR PUSTAKA

Awwad, muhammad. 2015. Urgensi Layanan Bimbingan dan Konseling Bagi


Anak Berkebutuhan Khusus. Al-Tazkiah, Volume 7 No.1

Desiningrum, Dinie Ratri. 2016. Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus.


Yogyakarta: Psikosain

27
Lattu, Desje. 2018. Peran Guru BK di Sekolah Penyelenggara Pendidikan
Inklusif. Jurnal Bimbingan dan Konseling Terapan, Volume 02 No.01

Nur’aeni. 2017. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. Purwokerto:


UM Purwokerto Press

Rafikayati, Ana dan Muhammad Nurrohman Jauhari. 2018. Keterlibatan


Orangtua dalam Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Abadimas Adibuana,
Volume 02 No. 1

Winarsih, Sri, dkk. Panduan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus Bagi


Pendamping (Orangtua, Keluarga dan Masyarakat). Jakarta: Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia

Zaitun. 2017. Pendidikan Anak Berkebutuhan KhususI. Pekan Baru: Kreasi


Edukasi

28

Anda mungkin juga menyukai