Anda di halaman 1dari 35

CRITICAL BOOK REPORT

“ KONSELING TRAUMATIK “

RINA SURYANI, S.pd., M.pd

DISUSUN OLEH :

NAMA :Renata Theresya Br Purba

NIM : 1213352033

KELAS : BK REGULER E 21

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Tugas CRITICAL BOOK REPORT ini
dalam bentuk dan isinya yang sangat sederhana tepat pada waktunya..

Adapun tujuan dari penulisan dari CBR ini adalah untuk memenuhi tugas mata pada
mata kuliah Konseling Traumatik. Selain itu, CBR ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan pengetahuan dalam pembelajaran konseling traumatik bagi pembaca penulis.

Kami juga mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah ikut berpartisipasi
dalam penyusunan CBR ini, sehingga saya dapat menyelesaikan CBR ini dengan baik. Saya
menyadari, CBR ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan CBR ini.

Medan, 9 September 2022

Renata Theresya

1213351033

i
DAFTAR ISI

KATA PENGHANTAR………………………………………………………………………………i

DAFTAR ISI........................................................................................................................................... 1

BAB I ......................................................................................................................................................2

PENDAHULUAN...................................................................................................................................2

A. Latar Belakang ...........................................................................................................................2


B. Rumusan Masalah ......................................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................................................2

BAB II..................................................................................................................................................... 3

PEMBAHASAN ..................................................................................................................................... 3

A. Identitas Buku ............................................................................................................................. 3

B. Ringkasan Buku .......................................................................................................................... 4

BAB III ................................................................................................................................................. 31

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN.....…………………………………………………………….31


A. KELEBIHAN……………….…….…………………………………………………………….31
B. KEKURANGAN …………….…….………………………………………………………...…31
BAB IV…………………………………….………………………………………………………….32
PENUTUP ............................................................................................................................................ 32

A. Simpulan .................................................................................................................................... 32

B. Saran ......................................................................................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 33

1
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Dalam pembuatan sebuah buku, pasti ada pro dan kontra termasuk didalamnya
keunggulan dan kelemahan sebuah buku, yang sering dikritik oleh sebagian pakar.
Kelemahan dan kelebihan sebuah buku merupakan suatu masukan dan saran dalam setiap
pembuatan sebuah buku walaupun masih ada pro dan kontra, baik yang dikritik dari sumber
buku lain, tata bahasa yang digunakan. Sehingga terlihat kelemahan dan kelibihan sebuah
buku. Dan juga dalam KKNI mahasiswa dituntut untuk mampu lebih kreatif, inivatif, serta
kritis sehingga kami diberikan tugas yang wajib untuk dilaksanakan dimana salah satu
tugas tersebut adalah Critical Book Report untuk memenuhi tuntutan kurikulum tersebut.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang diatas, maka dapat di simpulkan rumusan masalah sebagai
berikut :

1. Untuk memenuhi salah satu tugas CBR dari mata kuliah Konseling Traumatik.
2. Untuk mengetahui kelemahan dan kelebihan dari buku tersebut.

C. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan CBR ini yaitu:
1. Sebagai bahan evaluasi bagi penulis untuk memperbaiki penulisan buku
kedepannya.
2. Sebagai bahan pertimbangan pembaca dalam memilih buku.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Identitas Buku

Buku Utama

Judul Buku : Konseling Traumatik

ISBN :-

Penyusun : Rina Suryani, S.Pd., M.Pd., dkk

Penerbit : Gerbang Juara Sains Medan

Kota Terbit : Medan

Tahun Terbit : 2020

Jumlah halaman : 220 halaman

Buku Pembanding

Judul Buku : Bimbingan Konseling Kesehatan Mental di Sekolah

ISBN : 978-979-692-132-4

Penyusun : Dr. Dede Rahmat Hidayat, M.Psi. dan Herdi, M.Pd.

Penerbit : PT REMAJA ROSDAKARYA

Kota Terbit : Bandung

Tahun Terbit : 2019

Jumlah halaman : 190 halaman

3
B. Ringkasan Buku

Buku Utama :

Bab 1. “PANDEMI VIRUS COVID-19 DAN AKTIVITAS BELAJAR DARI


RUMAH (BDR) DIMASA PANDEMI COVID-19”.

A. PERKEMBANGAN VIRUS COVID-19 DI DUNIA

Virus Covid-19 pertama kali ditemukan di China tepatnya di kota Wuhan pada tahun
2019 tepatnya pada tanggal 31 Desember dan WHO resmi melaporkan adanya virus baru
yang ditemukan di kota Wuhan tersebut. Semenjak ditemukannya virus Covid19 di Kota
Wuhan, kasus terinfeksi virus Covid-19 semakin meningkat dan menyebar ke berbagai
negara bahkan seluruh dunia terkena dampak pandemi Covid-19 hingga saat ini. Pasca
penetapan virus Covid-19 menjadi sebuah pandemi oleh WHO, banyak negara melakukan
kebijakan disease containment melalui pembatasan perjalanan dan pembatasan kontak
fisik, bahkan memberlakukan lockdown.

Perkembangan jumlah virus Covid-19 per-tahun di dunia yaitu:

1. Pada tahun 2020 jumlah kasus virus corona di dunia telah mencapai 84.267.483 orang.
Sedangkan yang meninggal dunia sebanyak 1.955.808 orang, dan 23.039.542 orang masih
dirawat (positif aktif), serta 59.272.133 pasien dinyatakan sembuh.

2. Pada tahun 2021 jumlah kasus infeksi virus corona di Dunia telah mencapai 291.490.811
orang. Sedangkan yang meninggal dunia sebanyak 5.479.377 orang, dan 31.966.135 orang
masih dirawat (positif aktif), serta 254.045.299 pasien dinyatakan sembuh.

Hingga saat ini (24 Agustus 2022), benua Eropa menjadi benua dengan kasus Covis-19
tertinggi dengan total 220.287.995 kasus, sedangkan US menjadi negara dengan kasus
tertinggi Covid-19 di dunia dengan total kasus sebanyak 95.537.994 orang. Berikut ini 10
negara dengan jumlah infeksi COVID-19 terbanyak di Dunia.

1. Amerika Serikat, 95.537.994 kasus, 1.066.416 meninggal.


2. India, 44.368.195 kasus, 527.452 meninggal.
3. Prancis, 34.387.612 kasus, 153.705 meninggal.
4. Brasil, 34.311.323 kasus, 682.941 meninggal.
5. Jerman, 31.921.578 kasus, 146.797 meninggal.
6. Inggris, 23.460.787 kasus, 187.018 meninggal.

4
7. Korea Selatan, 22.588.640 kasus, 26.224 meninggal.
8. Italia, 21.696.242 kasus, 174.931 meninggal.
9. Rusia, 19.221.602 kasus, 383.758 meninggal.
10. Jepang, 17.519.248 kasus, 37.594 meninggal.

B. PERKEMBANGAN VIRUS COVID-19 DI INDONESIA

Virus Covid-19 sendiri pertama kali muncul di Indonesia pada tanggal 2 Maret 2020
yang diumumkan sendiri oleh Presiden Joko widodo didampingi oleh Kemenkes dimana pada
tanggal tersebut terdapat 2 orang positif Covid-19 di Depok dan semenjak itu terjadi
penambahan kasus secara meningkat dan pandemi Covid-19 belum berakhir hingga saat ini.
Untuk mencegah penyebaran pemerintah menetapkan beberapa kebijakan diantaranya:

1. Stay at Home
2. Social Distancing
3. Physical Distancing
4. Penggunaan alat pelindung diri (masker)
5. Cuci tangan
6. Work and Study at Home yang diatur dalam surat edaran No. 57/2020 Tanggal 28 Mei
2020 Tentang Perpanjangan Pelaksanaan Kerja dari Rumah/Work From Home (WFH)
bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) hingga 4 Juni 2020 dan terus diperbarui
7. Melarang kegiatan yang mengundang kerumunan banyak orang
8. PSBB yang tertulis dalam PP Nomor 21 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar Dalam Rangka Percepatan Penanganan Coronavirus Disease 2019
(COVID-19)
9. New Normal
10. Vaksinasi

Berdasarkan data dari laman covid19.go.id yang dikelola oleh satgas penanganan
Covid-19 di Indonesia per tanggal 25 Agustus 2022 Negara Indonesia dalam penyebaran
Covid-19 menempati urutan ke-19 negara kasus tertinggi dengan 6.334.357 kasus
terkonfirmasi positif, 157.457 orang meninggal, dan 6.129.122 orang sembuh. Pada tahun
2020, dari 220 negara dan teritorial yang terdampak pandemi virus corona, Indonesia berada
di urutan ke 20 dengan 743.198 kasus, 22.138 orang meninggal, dan 611.097 orang sembuh.
Pada tahun 2021, dari 224 negara dan teritorial yang terdampak pandemi virus corona,

5
Indonesia berada di urutan ke 14 dengan 4.262.720 kasus, 144.094 orang meninggal, dan
4.114.334 orang sembuh.

C. TRAUMA MASYARAKAT TERHADAP VIRUS COVID-19

Dampak negatif pendemi COVID-19 pada dunia pendidikan menjadi salah satu trauma
masyarakat terutama pada remaja. Perubahan proses belajar yang dilakukan secara media
digital atau internet menjadi salah satu trauma dunia pendidikan bagi para pelajar. Ditemukan
beberapa hambatan yang dialami oleh pelajar khususnya pelajar yang tinggal di daerah dengan
keterbatasan sinyal. Pembelajaran secara dalam jaringan atau disebut daring yang terhubung
melalui jejaring komputer, internet, dan sebagainya dinilai kurang efektif dalam pelaksanaan,
maka dari itu pemberian pekerjaan rumah atau disebut tugas sekolah dalam jumlah yang
banyak dengan waktu pengerjaan yang sangat singkat dapat mengakibatkan potensi terjadinya
trauma. Hal tersebut sebanding dengan penelitian dilakukan sebelumnya oleh Funsu Andiarna
(2020) menyatakan bahwa pembelajaran dengan sistem internet sangat berpengaruh terhadap
tekanan dan trauma pada kalangan remaja. Hal ini juga berdasarkan penelitian yang oleh
Harahap (2020) dalam penelitian tersebut yang dilakukan terhadap kalangan mahasiswa
mendapati bahwa mahasiswa mengalami tekanan atau trauma selama perubahan proses
pembelajaran berlangsung. Selain bukti trauma yang kuat seperti di atas, harus muncul bayang-
bayang atau mimpi-mimpi dari kejadian traumatis tersebut secara berulang.

Selain itu, juga muncul penghindaran atas hal yang menyebabkan trauma. Gangguan Stres
trauma dapat pula disertai dengan gangguan emosi, fisik, dan perilaku, tetapi hal ini tidak
menjadi kekhasan atau keharusan. Perubahan emosi yang dimaksud contohnya adalah perasaan
bersalah, bersedih, kehilangan gairah, dan tidak bersemangat dalam menjalani kehidupan.
Sedangkan gangguan fisik mencakup tubuh yang mudah lelah, kerap berkeringat, atau jantung
kerap berdebar-debar. Gangguan perilaku yang umumnya muncul adalah gangguan tidur,
gangguan makan, dan sulit berkonsentrasi.

Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya Gangguan Stres
trauma selama Pandemi COVID-19 :

1. Akui dan terima perasaan tidak nyaman yang sedang Anda rasakan
2. Pahamilah jika terkadang memang terjadi hal yang menyakitkan dalam hidup ini
3. Tidak menghindari hal yang membuat trauma, coba lah untuk berdamai dan melakukan
kompromi yang baik
4. Ingatlah jika kita tidak bisa mengontrol apa yang telah terjadi di masa lalu

6
5. Coba untuk fokus pada masa depan dan hal lain yang masih dapat diperbaiki, misalnya
dengan semakin disiplin melaksanakan protokol kesehatan
6. Terbuka dan berbicaralah dengan orang yang dapat Anda percaya
7. Cari berita dari sumber yang dapat dipercaya
8. Ciptakan lingkungan yang suportif dan bebas stigma.

Namun, jika sudah mulai merasakan gejala yang disebutkan di atas, bahkan apabila
gejala justru tidak membaik hingga dalam waktu minimal empat minggu, mengganggu
aktivitas sehari-hari dan kualitas hidup, atau bahkan menimbulkan keinginan untuk menyakiti
diri sendiri/orang lain atau bunuh diri, segeralah mencari pertolongan profesional.

D. KARAKTERISTIK BELAJAR ANAK INDONESIA DI MASA PANDEMI

Karakter menurut Santika (2019) yaitu watak atau akhlak yang diperoleh dari sikap atau
tingkah laku dengan lingkungannya. Satuan pendidikan menjadi salah satu sektor yang terkena
dampak dari adanya wabah Covid-19 dengan terhambatnya proses pembelajaran bagi peserta
didik secara langsung di sekolah. Namun, proses pembelajaran bagi anak-anak harus terus
diselenggarakan walau tidak dilaksanakan seperti biasanya. Pendidikan pada masa Pandemi
Covid-19 telah menghambat proses pembentukan karakter peserta didik disekolah.
Penyelenggaraan pendidikan telah dialihkan melalui sistem jarak jauh (study from home)
sehingga peran orang tua sangat sentral dalam mengawasi dan mendidik anak-anaknya
terutama dalam menanamkan karakter dalam lingkup keluarga.

Karakter peserta didik selama pandemi covid-19 diantaranya yaitu: Pertama disiplin,
disiplin mengikuti pembelajaran secara tidak langsung dan mengumpulkan tugas tepat pada
waktunya. Kedua bersikap jujur, mengerjakan tugas atau ujian secara mandiri dan ketiga
tanggung jawab, melatih siswa bertanggung jawab terhadap tugasnya. Ketiga hal tersebut
menjadi tolak ukur guru untuk mengetahui perkembangan karakter peserta didik selama masa
PJJ. Keberhasilan pendidikan karakter peserta didik dimasa pandemi ini tidak terlepas dari
kerja sama antara orang tua, guru, dan lingkungan yang mendukung untuk membangun
pendidikan karakter siswa agar mampu menjadi peserta didik yang pandai dalam ilmu
pengetahuan juga memiliki budi pekerti yang baik. Orang tua dan lingkungan mengambil
peranan yang sangat penting untuk menumbuhkan karakter baik dari peserta didik. Dengan
demikian orang tua seyogyanya menjadi role model (panutan) selama pembelajaran dilakukan
dari rumah yang menggantikan peran pendidik sebagai role model dilingkungan sekolah
selama ini. Masa pandemi menjadi momentum yang baik bagi semua pihak, baik guru, orang

7
tua dan masyarakat untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berkualitas dan mempunyai
karakter baik sebagai calon pemimpin bangsa ini dikemudian hari.

Karakteristik Belajar anak Di Indonesia

1. Program disusun disesuaikan dengan jenjang, jenis, dan sifat pendidikan. Waktu yang
digunakannya pun sesuai dengan sesuai program tersebut.
2. Dalam proses pembelajaran tidak ada pertemuan langsung secara tatap muka antara
pengajar dan pembelajar, sehingga tidak ada kontak langsung antara pengajar dengan
pembelajar. Pembelajar dan pengajar terpisah sepanjang proses pembelajaran
3. Materi pembelajaran disampaikan melalui media pembelajaran, seperti komputer
dengan internetnya atau dengan program elearning.
4. Tidak ada kelompok belajar yang bersifat tetap sepanjang masa belajarnya.

Bab II. “ BENCANA ALAM “

1. KONSEP BENCANA ALAM

Menurut Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan danpenghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam atau faktor non alammaupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,kerusakan lingkungan, kerugian harta benda
dan dampak psikologis.

Menurut Departemen Kesehatan RI (2001), definisi bencana adalah peristiwa atau kejadian
pada suatu daerah yang mengakibatkan kerusakan ekologi,kerugian kehidupan manusia, serta
memburuknya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang bermakna sehingga memerlukan
bantuan luar biasa dari pihak luar.

Sedangkan definisi bencana (disaster) menurut WHO (2002) adalah setiap kejadian yang
menyebabkan kerusakan, gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau memburuknya
derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan pada skala tertentu yang memerlukan respon dari
luar masyarakat atau wilayah yang terkena.

Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007 terdapat tiga jenis bencana, yaitu bencana
alam, bencana non alam dan bencana sosial. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan

8
oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan olehalam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,angin topan, dan tanah longsor.

2. JENIS-JENIS BENCANA ALAM YANG PERNAH TERJADI DI INDONESIA

Jenis-jenis bencana alam yang pernah terjadi di Indonesia diantaranya adalah sebagai
berikut :

1. Gempa Bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang menyebabkan dislokasi


(pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba. Mekanisme perusakan terjadi karena
energi getaran gempa dirambatkan ke seluruh bagian bumi. Di permukaan bumi, getaran
tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan
korban jiwa. Telah ratusan ribu jiwa tercatat menjadi korban bencana gempa bumi di Indonesia,
yang terjadi di berbagai daerah, di antaranya (dengan jumlah korban >1000 orang meninggal):

a) Gempa Aceh, 26 Desember 2004, magnitudo 9.3, korban 168.000 meninggal


b) Gempa Papua, 26 Juni 1976, magnitudo 7.1, korban 9.000 meninggal
c) Gempa Yogyakarta, 27 Mei 2006, magnitudo 5.9, korban 6.234 meninggal
d) Gempa Ambon, 20 September 1899, magnitudo 7.8, korban 3.280 meninggal
e) Gempa Sumbawa, 19 Agustus 1977, magnitudo 8.0, korban 2.200 meninggal
f) Gempa Flores, 12 Desember 1992, magnitudo 7.5, korban 2.100 meninggal
g) Gempa Padang, 30 September 2009, magnitudo 7.6, korban 1.115 meninggal ;
h) dan sebagainya

2. Tsunami diartikan sebagai gelombang laut dengan periode panjang yang ditimbulkan oleh
gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan impulsif tersebut bisa berupa gempa bumi
tektonik, erupsi vulkanik atau longsoran. Kecepatan tsunami yang naik ke daratan (run-up)
berkurang menjadi sekitar 25-100 Km/jam dan ketinggian air. Berdasarkan catatan BMKG
(Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) berikut tsunami yang pernah terjadi di
Indonesia :

a) Tsunami Aceh (2004) dengan 227,898 korban meninggal ;


b) Tsunami Pulau Flores (1992) dengan 2,500 korban meninggal ;
c) Tsunami Palu (2018) dengan 2,37 korban meninggal ;
d) Tsunami Pangandaran (2006) dengan 664 korban meninggal ;
e) Tsunami Kepulauan Mentawai dengan 456 korban meninggal ;
f) Tsunami Banyuwangi (1994) dengan 250 korban meninggal ; dan sebagainya.

9
3. Letusan Gunung Berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas vulkanik yang dikenal
dengan istilah "erupsi". Hampir semua kegiatan gunung api berkaitan dengan zona kegempaan
aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng. Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan
tekanan dan suhu yang sangat tinggi sehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang
merupakan cairan pijar (magma). Letusan gunung berapi yang pernah terjadi di Indonesia
adalah letusan Gunung Kelud (1919) dengan 5.160 korban jiwa dan merusak 15.000 lahan
produktif karena aliran lahar. Letusan Gunung Sinabung (2021) dengan 17 korban jiwa.
Letusan Gunung Merapi (2010) dengan 350 korban jiwa, dan sebagainya. BNBP menyatakan
156 letusan gunung berapi terjadi di Indonesia sepanjang tahun 2010-2020 dengan puncaknya
pada tahun 2018 yang tercatat 63 kejadian letusan gunung berapi sepanjang tahun tersebut.
catatan terakhir tahun 2020 terjadi 14 letusan gunung berapi yang merupakan hasil erupsi
Gunung Semeru, Gunung Merapi, Gunung Sinabung, Gunung Anak Krakatau, hingga Gunung
Ile Lewotolok.

4. Tanah Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah atau batuan, ataupun
percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari terganggunya kestabilan tanah
atau batuan penyusun lereng tersebut. Berikut beberapa daerah Indonesia yang mengalami
bencana Tanah Longsor :

a) Bandung, Jawa Barat (23 Februari 2010) dengan 33 korban meninggal, 17 luka, 11
hilang, dan 936 orang mengungsi ;
b) Banjarnegara, Jawa Tengah ( 12 Desember 2014) dengan 20 orang meninggal, 11 luka-
luka, 88 orang hilang ;
c) Agam, Sumatera Barat (27 Januari 2013) dengan 20 korban meninggal, 6 luka-luka ;
d) Buru, Maluku (23 Juli 2010) dengan 18 orang meninggal, 7 orang lukaluka ;
e) Bandung Barat, Jawa Barat (25 Maret 2013) dengan 14 orang meninggal, 23 orang
luka-luka, 3 orang hilang, dan 185 orang mengungsi ; dan lain sebagainya.

5. Angin Topan (angin puting beliung) adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan angin
120 km/jam atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis diantara garis balik utara dan
selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat berdekatan dengan khatulistiwa. Di Indonesia
dikenal dengan sebutan angin badai. Beberapa daerah yang pernah di terjang angin topan
(angin puting beliung) diantaranya adalah sebagai berikut :

10
a. Gunung Kencana, Lebak Banten (10 Mei 2022) mengakibatkan hampir 80 rumah
warga dan sekolah rusak, serta menerjang kawasan Kampung Pasar, Lebaksiuh,
Kampung Dederan, dan Kampung Gunungbilu ;
b. Subang (9 Mei 2022) di 21 titik dengan kondisi terparah di Kec.Cibogo dan Kec.
Subang Kota menyebabkan puluhan pohon tumbang yang menimpa jalan dan rumah
warga, 6 rumah rusak berat, belasan rumah rusak ringan, 7 orang luka-luka ; dan
sebagainya.

C. DAMPAK BENCANA ALAM BAGI ANAK USIA TK, SD, SMP, SLTA, ORANG
DEWASA

Dampak bencana alam akan direspon dengan cara yang berbeda oleh tiap korban.
Beberapa orang berkemungkinan mengalami dan mengkekspresikan reaksi yang sangat kuat,
sedangkan lainnya hanya reaksi yang sangat ringan. Ada yang mengalami reaksi atau dampak
segera setelah kejadian, sementara ada yang setelah beberapa hari, minggu, atau bulan setelah
bencana alam. Hal ini juga dapat dipengaruhi oleh usianya.

TK :

1) Somatik, Gangguan tidur (terbangun dari mimpi buruk, night terror, tidur sambil
berjalan, menolak tidur sendirian), masalah makan dan pusing.
2) Kognitif, Penjelasan magic terhadap suatu kejadian, mengulangulang cerita tentang
kejadian, ingatan yang tidak menyenangkan tentang trauma, ketakutan yang menetap.
3) Emosional, Menangis, kesulitan mengidentifikasi perasaan, emosi dan marah,
ketergantungan yang berlebihan, iritabel (mudah marah), sedih, kecemasan karena
perpisahan (separation anxiety), kecemasan dengan orang asing (stranger anxiety),
trauma dan ketakutan umum.
4) Perilaku, Perilaku khawatir atau gelisah (seperti menggigit kuku), permainan post
traumatik, perilaku regresif (ngompol, dan mengulum ibu jari), tempertantrum dan
hiperaktif.

SD :

1) Somatik, Kehilangan energi, keluhan fisik (sakit kepala, sakit perut), gangguan tidur.
2) Kognitif, Percaya terhadap kekuatan supranatural, distorsi tentang penyebab bencana,
gangguan terhadap gambaran yang tidak diinginkan, suara, bau dan memori, kurang

11
konsentrasi, performance dan level yang turun, kesedihan saat mengenang ulang tahun
peristiwa.
3) Emosional, Marah, menolak,ekspresi kesalahan setelah aktivitas, kurang bantuan,
kurang tertarik dengan aktifitas yang menyenangkan, moodiness, sedih, menyalahkan
diri sendiri, mudah menangis, trauma, takut dan khawatir.
4) Perilaku, Respon mengejutkan, perilaku agresif (fighting), hiperaktif, hypervigilance,
masalah dengan teman sebaya, mengulang cerita tentang trauma, permainan yang
berhubungan dengan trauma, penolakan sosial dan emosional.

SMP & SLTA :

1) Somatik, Gangguan makan, kehilangan energi, keluhan fisik (sakit kepala, sakit
perut), gangguan tidur (insomnia)
2) Kognitif, Masalah perhatian dan konsentrasi, performance sekolah yang kurang,
masalah memori, gangguan terhadap gambaran visual, suara, pikiran dan bau.
3) Emosional, Kecemasan, takut tumbuh, reaksi berduka, merasa salah karrena hidup,
malu, terhina, depresi, dendam, pikiran bunuh diri, kontrol impulsif yang lemah, putus
asa.
4) Perilaku, Respon mengejutkan, perilaku acting-out, kecenderungan kecelakaan,
masalah hubungan dengan teman sebaya, masuk ke masa dewasa secara prematur,
penolakan sosial dan isolasi, menolak sekolah, kurang tanggung jawab, kurang tertarik
terhadap aktivitas yang menyenangkan, penggunaan alkohol dan obat-obatan
terlarang.
5) Self, Perasaan tidak punya harapan, isolasi, peningkatan fokus diri dan kesadaran diri,
kehilangan kepercayaan diri, harga diri rendah, gambaran diri negatif, perubahan
personal, pandangan dunia pesimis, tingkat kecemasan yang tinggi termasuk terhadap
masa depan.

ORANG DEWASA :

1. Somatik, Kesulitan tidur, sakit kepala/gangguan pencernaan, gangguan


penglihatan/pendengaran, gangguan, dan pilek atau gejala seperti flu.
2. Kognitif, Sulit mengkomunikasikan pikiran dan kesulitan berkonsentrasi.
3. Emosional, Depresi, sedih, mudah menangis, gelisah, sensitive, dan merasa putus asa.

12
4. Perilaku, Takut keramaian atau orang asing, menyendiri, enggan untuk meninggalkan
rumah, rendahnya prestasi kerja dan meningkatnya penggunaan obat-obatan terlarang
atau alkohol.
5. Self, Kesulitan dalam menjaga keseimbangan hidup mereka, mudah frustasi,
disorientasi (kebingungan),merasa sangat bersalah dan ragu pada diri sendiri, serta
mati rasa dan kecewa.

D. CIRI-CIRI INDIVIDU YANG MENGALAMI TRAUMA PASCA BENCANA ALAM

Individu yang mengalami trauma pasca bencana alam akan memberikan reaksi fisik
dan psikologis sebagai berikut :

a. Sulit mengatur pola makan


b. Jantung berdebar-debar pada periode tertentu
c. Keringat dingin
d. Merokok secara berlebihan
e. Sakit kepala ketika berpikir mengenai bencana yang telah terjadi
f. Enggan melakukan aktifitas rutin seperti memasak, berolahraga atau membersihkan
diri
g. Sulit tidur atau gangguan dalam pola tidur.
h. Mengalami mimpi buruk
i. Mengalami flashback/tiba-tiba terbayang peristiwa bencana yang telah terjadi.
j. Sulit untuk berkonsentrasi
k. Berespon cepat (lari/berteriak/bersembunyi) ketika mendengar suara yang keras atau
merasakan getaran.
l. Merasa tidak peduli dengan kehadiran orang lain.
m. Mengalami gangguan dalam studi
n. Menyalahkan diri sendiri atas apa yang telah terjadi
o. Mudah marah
p. Mudah merasa terganggu
q. Memandang negatif segala sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.

Ciri-ciri individu yang mengalami trauma pasca bencana alam adalah sebagai berikut :

2. Stress normal akan mengalami 76%-82%, selalu merasa bersalah, takut, emosional,
merasa kehilangan dan kehilangan.

13
3. 3-4 % Post Traumatic Stress Disorder (PTSD) atau Gangguan Stress Pasca Trauma
Seseorang yang terkena PTSD akan mengalami ketidakberdayaan (tidak sanggup
untuk melawan atau menghilangkan bayangan kejadian tersebut dalam memori
ingatan).
4. 3-4 % Depresi
5. 3-4 % Pikiran Bunuh Diri
6. 3-4 % Penyalahgunaan Obat-Obatan Terlarang

Bab.III “ KONSELING TRAUMATIK”

A. PENGERTIAN KONSELING TRAUMATIK

konseling adalah bentuk hubungan yang membantu, arti membantu itu sendiri seperti
upaya untuk membantu orang lain untuk mendapatkan kemandirian, untuk dapat memecahkan
masalah dan mampu mengatasi krisis yang dialami dalam hidupnya. Tugas konselor adalah
menciptakan kondisi yang menguntungkan yang diperlukan untuk pertumbuhan pertumbuhan
dan pengembangan pelanggan. Sementara itu, tujuan konseling adalah untuk menjaga
perubahan perilaku pada klien untuk memungkinkan klien membuat hidup mereka lebih
produktif dan kembali ke normal. Konseling adalah bantuan terapeutik yang diarahkan untuk
mengubah sikap dan perilaku konseli dilaksanakan face to face to face antara konseli dan
konselor melalui teknik wawancara dengan terentaskan permasalahan yang dialaminya.

Konseling traumatik berbeda dengan konseling biasa. Perbedaannya terletak dalam hal
waktu, arah, kegiatan dan tujuan. Dari segi waktu, konseling traumatik biasanya membutuhkan
waktu lebih sedikit daripada konsultasi biasa. Konseling traumatik berlangsung dari satu
sampai enam sesi. Tapi sebaliknya Konseling biasa berlangsung dari satu sampai dua puluh
sesi. Dari sudut pandang fokus, Konseling trauma lebih mementingkan suatu masalah, yaitu
luka yang telah terjadi dan dirasakan.

B. TUJUAN KONSELING TRAUMATIK

Dilihat dari prisma, konseling trauma lebih fokus pada seleksi mengembalikan klien ke
keadaan pra-trauma dan adaptif dengan keadaan yang baru. Secara khusus, Muro dan Kotman
menyebutkan bahwa tujuan dari Konseling traumatik (Nurihsan Juntika Achmad,2009) adalah:

a. Berfikir realistis, bahwa trauma adalah bagian dari kehidupan.

14
b. Memperoleh pemahaman tentang peristiwa dan situasi yang menimbulkan trauma.
c. Memahami dan menerima perasaan yang berhubungan dengan trauma.
d. Belajar keterampilan baru untuk mengatasi trauma.

Bab. IV. “ PENDEKATAN-PENDEKATAN DALAM PENDAMPINGAN


KONSELING TRAUMATIK”

A. PENDEKATAN DALAM KONSELING TRAUMATIK

1. Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok adalah proses bimbingan yang memungkinkan individu, melalui


dinamika kelompok, untuk materi yang berbeda dari mentor / konselor dan berdiskusi bersama
kemudian mengungkapkan pendapat tentang sesuatu, untuk mengembangkan nilai-nilai yang
terkait dengannya dan mengembangkan langkah-langkah bersama untuk menghadapi dan
menghilangkan trauma yang mungkin dialami anggota tim.

2. Konseling Kelompok

Menurut Toinrin (2013 172), “Konseling kelompok dapat dipahami sebagai upaya
seorang pembimbing atau konselor untuk membantu memecahkan masalah-masalah pribadi
yang harus dilalui oleh setiap anggota kelompok melalui kegiatan kelompok. Disimpulkan
bahwa konseling kelompok adalah suatu proses konseling yang dilakukan dalam situasi
kelompok dimana konselor berinteraksi dengan konseli dalam bentuk kelompok yang dinamis
untuk menciptakan kondisi bagi individu untuk berkembang dan/atau membantu individu
mengatasi masalah yang dihadapinya. wajah. bersama.

3. Konseling Individual

Konseling individual merupakan suatu layanan konseling yang diselenggarakan oleh


konselor terhadap konseli untuk mengentaskan suatu masalahyang dihadapi konseli. Jika
dikaikan dengan pelaksanaan pendampingan konseling traumatic maka konseling individual
adalah proses pemberian bantuan oleh konselor/pendamping terhadap konseli/korban trauma
untuk membantu memandirikan konseli/korban trauma agar terbebas dari masalah trauma yang
dialaminya sehingga dapat menjalani kehidupan yang efektif sehari-hari.

4. Layanan Informasi

15
Pelayanan informasi adalah suatu kegiatan atau upaya untuk membekali korban trauma
dengan pengetahuan lain, satu sama lain atau informasi terkait sehingga mereka dapat
melakukan dengan baik. keputusan dalam hidup mereka untuk mencapai pertumbuhan pribadi
yang efektif optanal untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik dengan menyingkirkan
masalah traumatis yang mungkin dialami.

B. TEKNIK-TEKNIK DALAM PENDAMPINGAN KONSELING TRAUMATIK

1. Emotional Freedom Technique (EFT)

Konseling berguna untuk memunculkan insight yang seharusnya ditindak lanjut dengan
perilaku coping permasalahannya trauna jika klien berhasil melakukannya namun hal
membutuhkan beberapa sesi dan kemauan klien untuk mengungkapkan apa yang dirasakan
sehingga ketika menghadapi trauma dengan perasaan emosionalnya maka perlu tahap relaksasi
dan pada program ini menggunakan teknik khusus yang disebut EFT. EFT merupakan teknik
akupuntur versi emosional Berbeda dengan teknik akupuntur pada umumnya yang
menggunakan jarum, EFT menggunakan tapping (ketukan ringan) di 18 titik tubuh untuk
mengatasi hampir semua hambatan emosi dan final. 2. Cognitive Behavior Therapy (CBT)

CBT digunakan ketika ada perilaku menghindar dan distorsi kognitif. CBT dilakukan
dengan rekonstruksi kognitif dan eksposur. Klien trauma stres dengan keyakinan negatif
menggunakan Eye Movement Desensitization and Reprocessing (EMDR). Selanjutnya, setelah
distorsi kognitif hilang, hal ini berlanjut dengan paparan, dalam hal ini dukungan sosial, yaitu
teman atau kerabat, sahabat terdekat dengannya selama proses berlangsung. Cognitive
Bbehavioral Therapy (CBT) adalah pendekatan konseling yang didasarkan pada
konseptualisasi atau pemahaman setiap keluhan, khususnya keyakinan dan perilaku spesifik
konseli. Proses konseling dengan memahami konseli bertumpu pada rekonstruksi persepsi
yang menyimpang. keyakinan konseli untuk melakukan perubahan emosi dan strategi perilaku
menjadi lebih baik. Oleh karena itu, CBT adalah salah satu pendekatan konseling yang paling
erintegrasi.

3. Telenursing

Setelah EFT dan serangkaian konseling, mereka memasuki fase reintegrasi untuk
menentukan keberhasilan pengobatan dengan memeriksa proses kognitif. emosi dan
kemampuan untuk menentukan diri sendiri, tumbuh, berubah, dan mengambil arah baru dalam
hidup. Oleh karena itu, diperlukan satu media komunikasi untuk proses penanganan trauma

16
psikologis yang tidak singkat, tetapi relatif lama. Pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang pendidikan dan kesehatan termasuk pelayanan keperawatan telah
mendorong lahirnya model pelayanan keperawatan jarak jauh atau telenursing. Telemedicine
dimaksudkan untuk memberikan perawatan cepat kepada klien dan secara umum kepada
orang-orang dengan kondisi kronis (Hardin 2001). Sistem ini memungkinkan perawat untuk
memberikan waktu dan informasi yang akurat serta dukungan online. Kesinambungan
perawatan dapat ditingkatkan dengan memberikan harapan melalui komunikasi teratur antara
penyedia perawatan dan klien. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Bohnenkam et al
(2002), pasien yang menerima pengobatan melalui telemedicine melaporkan bahwa umpan
balik pengetahuan mereka meningkat dan merasa lebih nyaman dengan apa yang disarankan
perawat. Selain itu, lebih mudah menggunakan sistem ini untuk bergabung dan mereka sering
lebih suka berbicara di telepon daripada harus menunggu pertemuan tatap muka Tetapi mereka
masih percaya tatap muka adalah yang terbaik.

4. Rational Emotive Behavior Theraphy (REBT)

Ini adalah pendekatan yang menekankan pentingnya peran pikiran dalam perilaku
(Dryden & Bernard, 2019). Pendekatan ini menganggap individu sebagai bagian yang diatur
oleh sistem pemikiran dan sistem sensasi dalam hubungannya dengan sistem spiritual dalam
dirinya. Salah satu pemikiran yang dikemukakan oleh para ahli adalah bahwa individu dicirikan
oleh pemikiran rasional yang bersumber dari pembelajaran yang diterimanya dari orang tua
dan lingkungannya. Albert Ellis juga menyarankan bahwa ketidakseimbangan seseorang
adalah salah satu hasil dari peristiwa eksternal di mana individu tidak memiliki kendali. Tidak
hanya itu, Ellis juga mengatakan bahwa masa lalu dapat menentukan perilaku masa kini dan
tidak dapat diubah. Pandangan REBT menyatakan bahwa individu dapat melukai dirinya
sendiri dengan memikirkan pemikiran yang tidak logis dan tidak ilmiah atau mengembangkan
kehidupan yang bahagia dengan berpikir secara rasional berdasarkan bukti dan fakta yang ada.

Bab.V. “ PERTIMBANGAN MEMILIH PENDEKATAN UNTUK KORBAN


TRAUMA”

A. PERTIMBANGAN MEMILIH PENDEKATAN UNTUK KORBAN TRAUMA

17
Pertimbangan ini dibutuhkan agar konselor/pendamping konseling traumatik dapat
pemilihan pendekatan yang tepat dan sesuai dengan klien korban trauma. Berikut hal-hal yang
dapat dijadikanpertimbangan memilih pendekatan untuk korban trauma:

1. Situasi atau Suasana Di Lokasi Bencana

Adapun bebrapa situasi yang terjadi pasca bencana alam antara lain:

a. Gunung Meletus, merupakan aktivitas gunung merapi yang mengeluarkan material


berupa bahan padat, cair dan gas dari dapur magma ke permukaan bumi. Ketika gunung
berapi meletus, gunung berpai juga akan mengeluarkan gas-gas seperti gasbelerang, gas
asam arang atau gas beracun, gas upa air dan awan pijar yang sangatpanas. Beberapa
bentuk kerusakan yang ditimbulkan oleh gunung meletus antaralain:

1) Mengakibatkan kekurangan sumber air bersih karena tercemar oleh debu danlumpur.
2) Menimbulkan kebakaran hutan dan tumbuhan disekitarnya.
3) Menimbulkan banyak korban manusia, hewan dan tumbuhan.
4) Menimbulkan polusi udara dan jarak pandang penerbangan.
5) Mengakibatkan kerusakan lahan pertanian dan area pemukiman akibat banjir lahar
panas dan lahar dingin.
6) Kerusakan lingkungan akibat gempa bumi vulkanik.

b. Gempa Bumi, merupakan getaran atau pergerakan lapisan akibat tenaga dalam
bumiyang dapat berupa gempa vulkanik, tektonik dan gempa runtuhan (terban).Beberapa
bentuk kerusakan akibat gempa bumi:

1) Runtuhnya rumah,gedung-gedung dan terputusnya jalan raya.


2) Rusaknya sarana dan prasana.
3) Rusak serta hancurnya areal pertanian, perkebunan dan perikanan.

c. Tanah Longsor, merupakan suatu gerakan atau rayapan tanah dari suatu tempat ke
tempat lainnyadengan volume yang besar akibat perubahan gaya goncangan gempa.
Tanahlongsor dapat menimbulkan kerusakan diantaranya:

1) Rusaknya areal pertanian dan perkebunan.


2) Terputusnya jalan raya, sungai dan jembatan.
3) Dangkalnya danau dan jebolnya tanggul.
4) Terputusnya jaringan listrik dan instalasi air minum.

18
d. Banjir, merupaka peristiwa terbenamnya daratan yang biasanya kering oleh air
yangberasal dari sumber-sumber air yang ada disekitarnya seperti meluapnya air
sungaike lingkungan sekitar akibat curah hujan yang tinggi. Banjir dapat
minumbulkankerusakan lingkungan hidup:

1) Rusaknya areal pemukiman penduduk.

2) Sulitnya mendapatkan air bersih.

3)Rusaknya saran dan prasana penduduk.

4) Rusaknya areal pertanian dan perkebunan serta peternakan.

5) Rusaknya jaringan transportasi, instalasi air minum dan jaringantelekomunikasi.

2. Kesiapan Sasaran/Korban, secara sederhana trauma berarti luka atau kekagetan yang terjadi
secara tiba-tibapada seseorang diluar kontrol/kendalinya yang dapt menimbulkan dampak fisik,
psikis,dan perilaku yang membekas bagi mereka yang mengalami atau menyaksikan
suatukejadian. Oleh sebab itu beragam respon mungkin ditunjukkan oleh korban, antara lain:

a. Memiliki ingatan atau bayangan yang sulit dilupakan


b. Merasakan peristiwa tersebut seperti terjadi lagi
c. Merasa terganggu bila diingatkan tentang peristiwa tersebut
d. Traumatis karena sesuatu yang dilihat, didengar, dirasakan atau diciumnya
e. Ketakutan, merasa kembali berada dalam bahaya
f. Kesulitan mengendalikan perasaan karena tidak mampu mengendalikan
ingatantentang peristiwa traumatis.

3. Tim Yang Solid Di Lapangan, adalah tim yang mengerti dan disiplin pada
tanggungjawabnya masing-masig. Tujuan tim kerja tidak akan tercapai jika salah satuanggota
tim tidak menegrti atau malas dalam menjalankan peran dan tanggungjawabnya. Untuk
menentukan atau memilih pendekatan yang tepatuntuk korban/sasaran.

Bab.VI.” ETIKA MENJADI PENDAMPING DALAM MELAKSANAKAN


KONSELING TRAUMATIK “

A. PENGERTIAN ETIKA

19
Donald H. Blocher (1996) mendefinisikan etika sebagai prinsip atau standar perilaku
yang didasarkan pada kaidah umum yang dapat diterima atau disepakati bersama. Karena etika
bersifat normatif, maka jika seseorang tidak mengindahkan kesepakatan aturan tersebut, maka
niscaya keberadaan orang tersebut akan diasingkan atau bahkan dikeluarkan dalam suatu
sistem komunitas. Dan dapat disimpulkan etika adala prinsip atau aturan mengenai tiingkah
laku yang didasarkan pada kaidah standar yang mengatur hubungan antar individu. konselor
perlu memiliki rasa peka terhadap isu-isu yang muncul dari ranah politik dan birokrasi yang
menentukan spesialisasi profesionalisasi dalam konseling. Konselor harus menyadari apa yang
dianggap dapat diterima dan praktik yang kompeten di bidang konseling pada umumnya dan
dalam praktik konseling pada khususnya.

B. ETIKA PENDAMPING DALAM PENDAMPINGAN KONSELING TRAUMATIK

Etika pendamping adalah tata krama untuk bersikap dan berperilaku bagi fasilitator yang
dilandasi nilai universal, seperti contoh ;

1. Tidak memakai aksesoris yang mencolok seperti kacamata hitam, anting, dan
sebagainya
2. Tidak memakai baju yang berwarna terang dan memahami bentuk penyesuaian situasi
terhadap pakaian yang dipakai
3. Tidak perlu berdandan yang sangat melebihi batas
4. Tidak tertawa berlebihan
5. Tidak berfoto selfie dengan bebas
6. Jika ingin berfoto untuk dokumentasi, dipersilahkan untuk meminta izin pada korban.

Selain itu, ada juga beberapa hal yang perlu diperhatikan jika seseorang menjadi
pendamping dalam pelaksanaan konseling traumatik, yakni ;

1. Konselor harus memiliki pandangan yang realistis terhadap peran mereka dalam
membantu dan menolong orang trauma.
2. Orientasi yang holistik diartikan dengan konselor saat melakukan konseling tidaklah
mesti berlebihan dan arogansi tetapi konselor harus menerima berbagai bantuan demi
kesembuhan klien.
3. Fleksibelitas. Karena adanya keterbatasan yang ada dalam konseling traumatik, maka
disarankan untuk lebih fleksibel dalam pelaksanaannya.
4. Keseimbangan antara empati dan ketegasan. Peran konselor disini harus jelas, kapan
harus tegas dan kapan harus empati.

20
Bab.VII. “ PERSIAPAN PENDAMPING DALAM PELAKSANAAN KONSELING
TRAUMATIK “

A. KONSEP PERSIAPAN PENDAMPINGAN

Persiapan pendampingan sangat diperlukan dan harus mempersiapkan sebelum melakukan


pendampingann seperti kesiapan konselor dalam menyediakan waktu dan materi, lalu bilik
yang akan digunakan untuk melakukam proses pendampingan. Persiapan ini sangat di
butuhkan konselor supaya saat melakukan konseling traumatik tidak mengalami keesulitan
atau hambatan yang dapat mengganggu jalannya keiatan pendampingan konseling traumatik.
Maka dari itu setiap detail persiapan harus tersusun matan dan sempurna sebelum kegiatan
dilakukan.

B. PERSIAPAN PENDAMPINGAN KONSELING TRAUMATIK

WHO pada tahun 2009 mengatakan, PFA (Psychological First Aid) merupakan layanan
yang dimana sebuah serangkaian tindakan yang diberikan untuk membantu menguatkan mental
seseorang yang mengalami krisis, seperti trauma akibat suatu kejadian yang menimpanya.
Layanan PFA memberikan langkah persiapan pendampingan yaitu :

1. Fasilitasi Rasa Aman

Melakukan segala cara agar bisa membuat orang merasa aman terhadap kita. Seperti
membawa dia bercerita di tempat yang nyaman, sepi jauh dari keramaian, menawarkan air
putih agar dia tenang, dll. Sediakan informasi tentang kegiatan yang informasinya dapat
terpercaya bukan informasi yang hoax yang membuat orang takut dan merasa sedih berlebihan.
Informasi ini mengenai permasalahan orang tersebut dan bertujuan supaya mereka mendapat
dukungan dan tidak merasa sendirian di situasi yang sulit.

Mencari informasi mengenai cara-cara untuk mengatasi permasalahannya. Hindari kalimat


berikut :

1. Saya tahu bagaimana perasaan mu

2. Mungkin ini adalah yang terbaik untuk anda semua

3. Kamu menjadi lebih baik sekarang

4. Inilah cara terbaik untuk dia (istri/suami/anak) untuk pergi

21
5. Kamu harus bisa bangkit dengan cepat

6. Kamu tidak perlu bersedih lagi.

2. Fasilitasi Keberfungsian

Dorongan untuk berfungsi kembali, artinya memberikan kata-kata motivasi untuk


membangkitkan semangat dan bisa berpikir jernih dan memahami situasi yang terjadi dan
mendapatkan solusi untuk memecahkan masalah yang ada. Cara yang dapat dilakukan yaitu :

1. Memberikan perhatian dan kata-kata dan perbuatan yang tidak menyakiti atau
menyinggung perasaannya.
2. Jaga keluarga mereka agar tetap Bersama dan berhubungan satu sama lain.
3. Tanyakan apakah ada pihak lain yang harus diberitahu sehubung dengan bencana yang
baru saja terjadi.

3. Fasilitasi Proses Pemulihan dan Rencana Tindakan Lanjut

Setelah bencana terjadi, hal yang dilakukan adalah kembali normal dengan arti bukan
sekedar kembali ke kondisi yang sama seperti sebelumnya, namun lebih dari itu dan semakin
menjadi pribadi yang luar biasa. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan dalam proses ini yaitu
:

1. Mendorong orang yang memerlukan dukungan untuk kembalu pada rutinitasnya


2. Libatkan orang yang memerlukan dukungan secara aktif dalam tugastugas pemulihan.

Perlu diketahui bahwa PFA adalah layanan awal dimana tidak semua masalah bisa
diselesaikan oleh seorang penyedia layanan. Karena itu penting untuk menghubungkannya
dengan layanan yang lebih kolaboratif, seperti layanan medis dan layanan Kesehatan mental.

Bab.VII. “ MEDIA YANG DIBUTUHKAN UNTUK PENDAMPINGAN KONSELING


TRAUMATIK “

A. KONSEP MEDIA

Media merupakan alat perantara yang diciptakan untuk menyalurkan pesan dengantujuan
agar pemakai dapat lebih mudah dalam mencapai suatu tujuan.

B. MEDIA DALAM MELAKUKAN PENDAMPINGAN KONSELING TRAUMATIK

22
Konseling dalam traumatik diartikan sebagai bantuan yg bersifat terapeutis yang diarahkan
untuk mengubah sikap dan perilaku konseli yang mengalami trauma. Sedangkan trauma adalah
suatu kondi emosional yang berkembang setelah suatu peristiwa trauma yang tidak
mengenakkan menyedihkan, menakutkan, mencemaskan dan menjengkelkan. Untuk konselor
yang memberikan pelayanan kepada korban trauma yang terkait dengan bencana alam,
peristiwa terorisme, atau kejadian-kejadian lain yang mengakibatkan dampak traumatis (yaitu,
perang atau penyiksaan).

Media dalam konseling traumatik berfungsi sebagai alat komunikasi dan menjadi
perantara atau pengantar ketika guru BK (konselor) melaksanakan program BK dan segala alat
bantu yang dapat digunakan dalam melaksanakan program BK (Diklat profesi guru, PSG
Rayon 15, 2008). Media juga dijadikan sebagai bentuk penyajian agar tidak selalu bersifat
verbalitis dengan bentuk kata-kata atau lisan belaka dan meningkatkan minat klien untuk
melakukan konseling traumatik.

Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa media pendampingan konseling traumatik adalah
segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian dan kemauan konseli untuk memahami diri, mengarahkan diri, mengambil
keputuhan serta memecahkan masalah/trauma yang dihadapi atau media perantaran yang
digunakan oleh konselor untuk dapat membantu klien dalam mengatasi trauma pada klien
dalam konseling.

Media bimbingan dan konseling selalu terdiri atas dua unsur penting yaitu unsur peralatan
atau perangkat keras (hardware) dan unsur pesan yang dibawanya (message/software).
Perangkat lunak (software) adalah informasi atau bahan bimbingan dan konseling itu sendiri
yang akan disampaikan kepada konseli, sedangkan perangkat keras (hardware) adalah sarana
atau peralatan yang digunakan untuk menyajikan pesan/bahan bimbingan dan konseling
tersebut.

Komputer adalah salah satu media konseling yang juga dapat digunakan dalam
pendampingan pelaksanaan konseling traumatik Penggunaan komputer di dalam konseling
tramatik sebagai media konseling akan memiliki beberapa keuntungan seperti yang dinyatakan
oleh Baggerly (dalam Sugiyanto, 2019) sebagai berikut :

a. Akan meningkatkan kreativitas, meningkatkan keingintahuan dan memberikan variasi


dalam pelayanan, sehingga konseling traumatik menjadi lebih menarik dan interaktif.

23
b. Akan meningkatkan kunjungan ke website, terutama yang berhubungan dengan kebutuhan
klien dalam konseling.

c. Konselor akan memiliki pandangan yang baik dan bijaksana terhadap materi yang
diberikannya.

d. Tidak akan memunculkan kebosanan. Selain penggunaan internet seperti yang telah
diuraikan di atas, dapat dipergunakan pula software seperti microsoft power point Software ini
dapat membantu konselor dalam menyambaikan bahan bimbingan secara lebih interaktif.

Pada dasarnya ada banyak jenis dan bentuk media. c) Adapun jenis dan bentuk media dapat
dikelompokkan sebagai berikut.

1. Media audio, adalah jenis media yang melibatkan indera pendengaran (telinga) yang
memanipulasi kemampuan suara. Pesan yang dapat ditransmisikan dalam media audio
adalah pesan verbal (bahasa atau kata-kata yang diucapkan) dan pesan non-verbal
(musik, vokalisasi, suara lainnya). Hal ini dapat mendukung pelaksanaan konseling
traumatik untuk klien/korban yang mengalami trauma.
2. Media visual, adalah salah satu jenis media yang melibatkan indera penglihatan (mata).
Berikut beberapa media visual, yaitu :
a) Media visual-verbal
b) Media yang berisi pesan verbal atau pesan kebahasaan dalam bentuk tulisan.
Misalnya seperti buku, majalah, Koran, dan lain-lain.
c) Media visual grafis.
d) Media yang berisi pesan nonverbal dimana pesan tersebut berupa simbol atau elemen
grafik. Misalnya seperti sketsa, foto, gambar, diagram, peta dan lainnya.
e) Media visual non-cetak
f) Media yang berisi pesan dalam tiga dimensi. Misalnya seperti diorama, miniatur,
mockup, model dan specimen.

3. Media audiovisual, merupakan salah satu jenis media yang melibatkan indera
pendengaran dan indera penglihatan secara bersamaan dalam suatu proses. Pesan yang
dikirimkan dalam jenis media ini bersifat verbal dan non verbal. Misalnya seperti
filmdrama, dokumenter, musikal dan lain-lain.

 Terpal
 Handphone

24
 Laptop
 Hardis
 Koran Bekas
 Kumpulan Lagu-Lagu
 Kumpulan Shalawat Untuk yang Muslim
 Kumpulan lagu-lagu Rohani untuk yang Non Muslim
 Pengeras Suara/Speaker
 Pluit
 Bola kecil
 Abu Cuci Piring
 Lakban Hitam Gulung Besar
 Kertas plichat/Kertas Koran Kosong
 Kertas Origami
 HVS Warna (Semua Warna)
 Buku Gambar
 Krayon
 Tali Platik Gulung
 Sapu tangan Besar
 Biji Saga
 Pasir Macam-macam figura
 Dll.

Ringkasan Buku Pembanding :

Bab.I. “ SEJARAH SINGKAT PERKEMBANGAN KESEHATAN MENTAL “

Penyakit mental sama usianya dengan manusia. Meskipun secara mental belum maju,
nenek moyang homo sapiens pada zaman dahulu juga telah mengalami gangguan-gangguan
mental seperti halnya dengan homo sapiens sendiri. Mereka takut akan predator atau binatang
buas, mereka juga mengalami berbagai kecelakaan dan demam yang merusak mental. Pada
awalnya, penjelasan mengenai penyakin mental ini sangat sederhana. Manusia dahulu
menghubungkan kekalutan mental ini dengan gejala-gejala alam, pengaruh buruk orang lain
atau pengaruh roh-roh jahat.

25
Perbedaan yang nyata adalah dalam kompleksitas masalah mental yang dialami dan variasi
sumber masalah. Dahulu variasi gangguan relatif homogen dan dengan sumber yang relatif
sama, sekarang jauh lebih kompleks dan berbagai sumber masalah yang lebih rumit. Zaman
dahulu, penjelasan mengenai bentuk gangguan kesehatan mental amatlah sederhana dan
sebagian besar tidak terjelaskan dengan baik. Gangguan kesehatan mental dijelaskan karena
gangguan roh jahat sehingga penanganan yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak
manusiawi. Gangguan kesehatan mental dijelaskan karena gangguan roh jahat sehingga
penanganan yang dilakukan dengan cara-cara yang tidak manusiawi. Meskipun harus disadari
bahwa perubahan ini melalui berbagai rintangan dan proses yang panjang.

Bab.II. “ KONSEP DASAR KESEHATAN MENTAL “

Kesehatan mental secara definitif harus diikatkan dalam makna kesehatan secara umum,
karena akan berkaitan dengan kondisi jasmani dan sosial. Keadaan sehat mental dapat dimaknai
secara utuh berupa kondisi yang prima dan berfungsi secara optimal. Dengan demikian, dapat
dipastikan bahwa orang yang sehat secara mental memiliki kondisi yang baik, tidak mengalami
berbagai Konsep Dasar Kesehatan Mental bentuk gangguan atau masalah, baik dari aspek
kejiwaan maupun aspek sosial. Aspek sosial sangat penting dan menentukan, karena orang
yang sehat mental dapat terlihat dalam relasinya dengan lingkungan sosial, dan kemampuannya
untuk menyesuaikan diri dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.

Komponen penting dalam kesehatan mental adalah kepribadian. Kepribadian ini


menentukan bagaimana seseorang berpikir, bersikap dan bertingkah laku. Kepribadian
berkembang melalui proses perkembangan, sehingga kepribadian merupakan hasil interaksi
dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan jiwa, penjelasan mengenai kepribadian merujuk
kepada teori kepribadian yang dikembangkan oleh Sigmund Freud. Teorinya yang terkenal
mengenai kepribadian disebut dengan psikoanalisa. Teori ini dikembangkan berdasarkan
pengalamannya sebagai ahli psikoterapi dalam menghadapi pasienpasiennya.

Dalam kaitannya dengan lingkungan sosial, orang yang memiliki mental sehat adalah orang
yang mencapai tingkat kesejahteraan sosial yang baik. Mereka adalah orang yang adjustif
dengan lingkungannya.Dengan demikian, sehat tidaknya seseorang dapat dilihat dalam
kehidupan sosialnya.

26
Bab.III. “ KARAKTERISTIK MENTAL YANG SEHAT “

Kesehatan mental seseorang banyak ditentukan oleh kondisi kepribadian. Kepribadian


yang sehat akan memastikan bahwa yang bersangkutan dalam kondisi mental yang baik.
Beberapa ahli teori kepribadian memberikan penjelasan mengenai ciri-ciri atau karakteristik
kepribadian yang sehat. Dalam hal ini, para ahli teori kepribadian mengembangkan setiap
model kepribadian yang sehat versi mereka masing-masing.

Allport menyebutkan bahwa orang yang sehat dengan orang yang matang adalah orang
yang memiliki ciri-ciri kepribadian sebagai berikut; memiliki perluasan perasaan diri, memiliki
hubungan yang hangat dengan orang lain, memiliki keamanan emosional, memiliki persepsi
yang realistis, memiliki beberapa keterampilan dan tugas-tugas, memiliki pemahaman diri,
serta memiliki filsafat hidup yang mempersatukan. Lain halnya dengan Carl Rogers yang
menjelaskan bahwa orang yang sehat adalah orang yang memiliki motivasi untuk aktualisasi,
mereka disebut sebagai orang yang berfungsi sepenuhnya.

Ciri-ciri orang yang memiliki kepribadian yang sehat adalah memiliki keterbukaan pada
pengalaman, kehidupan eksistensial, kepercayaan terhadap organisme sendiri, serta memiliki
perasaan bebas. Erich Fromm menjelaskan mengenai orang yang memiliki kepribadian yang
sehat adalah orang yang memiliki 5 kebutuhan, yaitu: hubungan, transedensi berakar, perasaan
identitas, serta kerangka orientasi. Frankl menyebutkan bahwa orang yang sehat mental
merupakan orang yang mengatasi diri. Hal ini berdasarkan pada pengalamannya selama perang
dunia ke-dua, sebagai orang yang selamat dari kematian penjara Nazi. Menurutnya ada tiga
sistem nilai yang fundamental yang berhubungan dengan tiga cara memberi arti kepada
kehidupan, yakni nilai-nilai daya cipta , nilai-nilai pengalaman, dan nilai-nilai sikap.

Bab.IV. “ WELLNESS DAN WELL-BEING SEBAGAI KONSEP KESEHATAN


MENTAL PERSPEKTIF MULTIDIMENSIONAL “

Konsep wellness dan well-being menggambarkan suatu keadaan “sehat” secara lebih
komprehensif dari perspektif multidimensional. Istilah wellness dan well-being mempunyai
makna yang lebih luas yang mencakup mental health sekaligus mental hygiene, dan
dikembangkan secara holistik untuk mendepkripsikan konsep keutuhan internal dan eksternal
dari kepribadian yang sehat. Orang yang mencapai wellness ditandai oleh adanya kekuatan
spiritualitas, regulasi diri yang tinggi, memiliki pekerjaan yang bermakna bagi dirinya sendiri

27
dan orang lain serta menghasilkan prestasi, memiliki jalinan persahabatan yang kuat, dan
memiliki kekuatan cinta kasih yang diwujudkan dalam ikatan pernikahan. Cinta kasih diasuh
dalam hubungan pernikahan atau hubungan emosional yang intim melalui kepercayaan,
pemeliharaan, dan kerja sama.

Karakteristik yang senada ditunjukkan oleh orang yang mencapai well-being, yaitu
merasakan kesenangan karena dapat menyelesaikan suatu tugas tertentu, memiliki
penghargaan diri, memiliki gairah hidup, mencapai pengalaman puncak, dan mengetahui serta
menyadari tujuan dari sesuatu yang dilakukannya. Dalam kecenderungan perkembangan
profesi konseling, model kesehatan mental telah dijadikan sebagai landasan dalam kegiatan
konseling, baik secara konseptual maupun operasional.

Dalam perkembangan dewasa ini, konseling lebih banyak menggunakan pendekatan


perkembangan yang komprehensif dalam prosesnya, dan para ahli dalam bidang konseling
nampaknya telah sepakat bahwa wellness dan well-being merupakan tujuan umum konseling.

Bab.V. “ GANGGUAN KESEHATAN MENTAL DI SEKOLAH “

Masyarakat sekolah, terutama para siswa adalah salah satu kelompok masyarakat yang
tidak lepas dari gangguan mental. Secara umum, gangguan yang dialami berkaitan dengan
belajar dan relasi antara siswa dengan siswa. Bentuk-bentuk gangguan mental yang sering
dialami oleh siswa meliputi:

• masalah kesulitan belajar;


• masalah kenakalan remaja;
• masalah disiplin;
• dan masalah gangguan mental.

Mengenai peran sekolah dalam mengembangkan kepribadian anak, Hurlock


mengemukakan bahwa sekolah merupakan faktor penentu bagi perkembangan kepribadian
anak, baik dalam berpikir, bersikap, maupun cara berprilaku. Sekolah berperan sebagai
substitusi keluarga, dan guru berperan sebagai substitusi orang tua. Dari sudut pandang
psikologis, guru dapat berperan sebagai:

1. pakar psikologis pendidikan, artinya seseorang yang memahami psikologis pendidikan


dan mampu mengamalkannya dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik;

28
2. seniman dalam hubungan antar manusia , artinya guru adalah orang yang memiliki
kemampuan menciptakan suasana hubungan antar manusia, khususnya dengan siswa-
siswa sehingga dapat mencapai tujuan pendidikan;
3. pembentuk kelompok, yaitu mampu membentuk, menciptakan kelompok dan aktivitas
sebagai cara untuk mencapai tujuan pendidikan;
4. catalytic agent atau inovator, yaitu orang yang mampu menciptakan suatu
pembaharuan bagi pembuat suatu hal yang lebih baik;
5. petugas kesehatan mental artinya, guru bertanggungjawab bagi terciptanya kesehatan
mental para siswa.

Bab.VI. “ PROFESI KONSELOR SEKOLAH “

Guru bimbingan dan konseling atau konselor merupakan sebuah profesi yang menuntut
kualifikasi pendidikan tertentu. Sebagai bagian dari pendidik, guru bimbingan dan konseling
atau konselor memiliki hak dan kewajiban serta perlindungan yang harus diperhatikan agar
dapat menjalankan tugas-tugasnya secara bermartabat.

Beberapa peraturan yang berkaitan dengan profesi guru bimbingan dan konseling atau
konselor adalah surat Keputusan Bersama Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Kepala
Administrasi Kepegawaian Negara nomor 0433/p/1993 dan nomor 25 tahun 1993 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya, Permen Diknas nomor
22/2006 tentang Standar Isi, Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional nomor 20 tahun
2003, Undang-undang Guru dan Dosen nomor 14 tahun 2005, Permendiknas nomor 27 tahun
2008 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Konselor, dan Peraturan
Pemerintah RI nomor 74 tahun 2008 tentang Guru.

Profesi guru bimbingan dan konseling atau konselor mensyaratkan adanya pendidikan
khusus, peraturan, dan kode etik yang menaungi profesinya. Kompetensi tersebut mencakup
kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial,
dan yang mencakup kompetensi multikultur. Kompetensi tersebut selain diperoleh melalui
pendidikan akademik S1 dan pendidikan profesi guru bimbingan dan konseling atau konselor,
juga harus terus ditingkatkan melalui berbagai kegiatan ilmiah atau kegiatan akademik,
misalnya menempuh pendidikan formal di bidang bimbingan dan konseling, pelatihan, seminar

29
ilmiah, penelitian, kerjasama dengan kolega, lokakarya, perluasan sumber bacaan, dan
penggunaan IT.

Bab.VII. “ PROGRAM BIMBINGAN KONSELING KOMPREHENSIF UNTUK


MENINGKATKAN KESEHATAN MENTAL DI SEKOLAH “

Bimbingan dan konseling komprehensif merupakan alternatif model bimbingan dan


konseling yang memberikan kesempatan bagi akademisi dan praktisi konseling untuk
meningkatkan layanan Program Bimbingan Konseling Komprehensif bimbingan dan konseling
di sekolah. Model ini memberikan model yang komprehensif dalam layanan bimbingan dan
konseling yang mengakomodir seluruh stakeholder bimbingan dan konseling di sekolah, mulai
dari siswa, guru pembimbing, kepala sekolah, staf sekolah, guru mata pelajaran, orang tua dan
masyarakat.

Adaptasi model bimbingan dan konseling komprehensif di Indonesia sangat


memungkinkan untuk dilakukan, karena model ini sangat fleksibel dan adaptabel. Model ini
dikembangkan untuk mengakomodir perbedaan-perbedaan dan keunikan negara bagian,
daerah, dan sekolah. Dengan demikian, model ini juga dapat diadaptasi di Indonesia yang
memiliki perbedaan dan keunikan yang bervariasi.

Bab.VIII. “ KOLABORASI, KONSULTASI, DAN REFERRAL “

Kolaborasi, konsultasi dan referral merupakan salah satu bentuk upaya sekaligus
kompetensi konselor sekolah dalam membantu peserta didik melalui proses kerjasama dengan
konseli dan pihak Kolaborasi, Konsultasi, dan Referral lain agar konseli dapat memanfaatkan
kompetensi atau kemampuannya, kekuatannya, dan sumber-sumber lain dalam
mengembangkan dirinya secara optimal, mengatasi masalah gangguan kesehatan mental, dan
konflik yang dihadapinya. Kolaborasi, konsultasi dan referral mengisyaratkan pentingnya
pengembangan kompetensi konselor sekolah yang profesional, penerapan kode etik, dan
pemahaman batas-batas profesional.

30
BAB III

KELEBIHAN DAN KEKURANGAN

A. KELEBIHAN BUKU

1. Pada buku utama yang berjudul konseling traumatik dari segi penulisan, buku ini
menggunakan Bahasa-bahasa yang baik dan mudah dimengerti, untuk cover buku ini
didesain secara simple.
2. Pada buku utama juga pada setiap bab terdapat capaian pembelajaran, yang membuat
pembaca semakin menarik untuk membacanya
3. Pada buku utama juga memiliki lembaran kerja serta evaluasi BMB3 yang menambah
kesan dalam buku tersebut.
4. Pada buku pembanding yang berjudul Bimbingan Konseling Kesehatan Mental di
Sekolah dari segi penulisan buku ini, menggunakan Bahasa-bahasa yang baik, mudah
dimengerti. Cover buku juga didesain menarik,
5. Pada buku pembanding juga terdapat table-tabel yang mempermudah metode
pembacaan.
6. Pada kedua buku juga terdapat point-point yang mempermudah bacaan.
7. Pada buku pembanding juga sudah sangat lengkap membahas mengenai Kesehatan
mental tersebut.
8. Pada buku pembanding disetiap babnya tetdapat kesimpulan serta diskusi.

B. KEKURANGAN BUKU

1. Pada buku utama yang berjudul Konseling Traumatik hanya berfokus pada korban
trauma terhadap bencana alam seperti gempa, tsunami, banjir, gunung Meletus dll.
Padahal trauma itu mencakup banyak hal. Mungkin ini bisa menjadi tambahan materi
bagi penulis.
2. Pada buku pembanding banyak menggunakan Bahasa asing.
3. Pada buku pembanding terdapat cetak miring pada sub materi, padahal cetak miring akan
digunakan ketika Bahasa asing, judul buku, nama majalah, dan pada daftas Pustaka.

31
BAB IV

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Buku ini layak dibaca dan layak juga dirujuk sebagai bahan studi maupun karya ilmiah.
Hal ini terwujud dengan bukti fisik buku ini yang menyajikan banyak data atau informasi.
Dari kesekian banyak kelebihan maka buku ini tidak menutup kemungkinan hanya
dipergunakan bagi kalangan pelajar/mahasiswa atau pakar ilmu, tetapi juga layak bagi guru
dan khalayak umum.
B. SARAN

Hendaknya penyajian buku ini mempertahankan keunikannya tersendiri. Dari kesekian


banyak kelebihan diatas, telah juga diuraikan kelemahan dari buku ini, harapan kedepan buku
ini terus diperbaiki sesuai dengan anggapan atau kebutuhan pembaca pada khususnya.

32
DAFTAR PUSTAKA

Hidayat, Dede Rahmat. 2019. Bimbingan Konseling Kesehatan Mental di Sekolah.


Bandung : PT REMAJA ROSDAKARYA

Suryani,Rina. dkk. 2020. Konseling Traumatik. Medan: Gerbang Juara Sains Medan

33

Anda mungkin juga menyukai