Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

RUANG LINGKUP PENDIDIKAN ABK


Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pembelajaran Pada ABK

DOSEN PENGAMPU
LUTFIATUZZAHRO’, M.Pd.

Disusun oleh Kelompok 2


NAMA NPM
Maria Ulfah 22.12.5800
Isna Sari 22.12.5780
Muhammad Haikal Fikri 22.12.5793

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM DARUSSALAM MARTAPURA
2024
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillahirabbil ‘alamin segala puji bagi Allah


Tuhan semesta alam, karena dengan kemurahan, rahmat dan karunia-Nya jua akhirnya
kami dapat menuntaskan tanggung jawab berupa tugas makalah pada mata kuliah
Pembelajaran Pada Anak Berkebutuhan Khusus yang berjudul “Ruang lingkup
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”.
Shalawat dan salam juga tak lupa senantiasa kami haturkan kepada keharibaan
junjungan kita Nabi Muhammad shallahu’alaihi wassalam, sebab diturunkannya beliau
ke bumi ini menjadikan agama Islam lebih dikenal dengan baik dan dapat berkembang
pesat.
Kami sadar bahwa masih banyak kekurangan yang terdapat pada makalah ini,
maka dari itu kami memohon kepada Ibu Dosen selaku pengampu mata kuliah
Pembelajaran Pada Anak Berkebutuhan Khusus maupun kepada para pembaca atau
pendengar sekalian agar dapat memberikan saran dan kritik yang membangun kepada
kami. Semoga makalah ini bisa bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi kami
yang menulis.

Kelompok 1

Martapura, 14 Maret 2024

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................1
A. Pendahuluan...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN .......................................................................................................................................................................................... 4
A. Definisi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus..............................4

B. Definisi anak berkebutuhan khusus (Special Needs)..........................5

C. Jenis-Jenis Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus........................9

BAB III PENUTUP...................................................................................................15


a. Kesimpulan...........................................................................................15
b. Saran .....................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................16

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan kebutuhan dasar bagi setiap umat manusia
tanpa terkecuali, termasuk mereka yang memiliki keterbatasan dalam
kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UU RI Nomor 20 tahun
2003 pasal 5 bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual dan atau sosial berhak memperoleh
pendidikan khusus, yaitu pendidikan luar biasa.1
Pendidikan luar biasa yang dimaksud adalah pendidikan yang khusus
diselengarakan bagi peserta didik yang memiliki kekurangan fisik (difabel)
seperti tunanetra, tunarungu, tunadaksa ataupun kekurangan mental
(tunagrahita). Hak dan kesempatan itu tidak dibedakan oleh keragaman
karakteristik individu secara fisik, mental, sosial, emosional, dan bahkan
status sosial ekonomi. Pada titik ini tampak bahwa konsep pendidikan
inklusif sejalan dengan filosofi pendidikan nasional Indonesia yang tidak
membatasi akses peserta didik kependidikan hanya karena perbedaan
kondisi awal dan latar belakangnya. Inklusifpun bukan hanya bagi mereka
yang berkelainan atau luar biasa melainkan berlaku untuk semua anak.
Pendidikan inklusif menjadi alternatif pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus yang mengalami keterbatasan fisik namun masih dapat mengikuti
materi yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Banyak diantara mereka
yang bersekolah di sekolah umum dapat mengikuti pembelajaran dan
bahkan mampu mengalahkan anak-anak yang tumbuh dengan fisik yang
utuh dari materi yang diujikan kepada mereka. Dengan bergabungnya
mereka di sekolah reguler (non SLB) memberikan kesempatan bagi
mereka untuk dapat bersosialisasi dengan anak yang tumbuh dengan
normal untuk membantu perkembangan emosional anak tersebut agar
tidak menjadi anak yang minder, dan bahkan menganggap diri mereka
1
Habib Nur Fauzan, Lidea Francisca, Vivi Indri Asrini, Ida Fitria, Arista Aulia Firdaus,
“Sejarah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK),” PENSA Jurnal Pendidikan dan
Ilmu Sosial 3, no. 3 (2021): 497, https://doi.org/10.36088/pensa.v3i3.1566.

1
sama dengan anak yang lain. Hal inilah yang mendasari pendidikan
inklusif diselenggarakan.
Pendidikan inklusif ini memberikan akses pendidikan formal di
sekolahsekolah umum seperti; SD, SMP, dan SMA sederajat kepada anak-
anak yang memiliki kelainan baik fisik seperti; tunanetra, tunarungu,
tunawicara, tunadaksa dan juga kepada anak-anak yang mengalami
kelainan secara mental seperti; tunagrahita, tunalaras, autis, dan lain
sebagainya. Begitu juga akses pendidikan inklusif ini juga menerima anak-
anak yang memiliki potensi kecerdasan yang luar biasa dan anak-anak
yang memiliki bakat istimewa dari siswa lainnya.
Inklusi adalah suatu sistem ideologi dimana secara bersama-sama tiap-
tiap warga sekolah, yaitu masyarakat, kepala sekolah, guru, pengurus
yayasan, petugas administrasi sekolah, para siswa, dan orang tua
menyadarai tanggung jawab bersama mendidik semua siswa sedemikian
sehingga mereka berkembang secara optimal sesuai potensi mereka.2

2
498.

2
B. Rumusan Masalah
1. Definisi pendidikan anak berkebutuhan khusus
2. Definisi Special Needs
3. Jenis-Jenis pendidikan anak berkebutuhan khusus
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui pengertian definisi pendidikan anak berkebutuhan
khusus
2. Untuk mengetahui pengertian definisi Special Needs
3. Untuk memahami jenis-jenis pendidikan anak berkebutuhan khusus

1.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi pendidikan anak berkebutuhan khusus


Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menjelaskan mengenai anak
berkebutuhan khususs (ABK), diantaranya: anak penyandang cacat, anak luar
biasa, dan anak berkelainan. Istilah anak penyandang cacat sering dipakai secara
resmi dilingkungan dapartemen sosial untuk menjelaskan kelompok anak-anak
yang mengalami kelainan pada anggota tubuhnya sehingga perlu diberi bantuan
sosial.
Berdasarkan penjelasan para ahli bahwa anak berkebutuhan khusus adalah:
Anak yang dignifikan berbeda dalam berbagai dimensi yang penting dari fungsi
kemanusiaannya. Mereka secara fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terhambat
dalam mencapai tujuan-tujuan kebutuhan dan potensinya secara maksimal,
meliputi mereka yang tuli, buta, mempunyai gangguan bicara, cacat bagian tubuh,
retardasi mental, dan gangguan emosional. Juga anak-anak berbakat dengan
intelegensi tinggi, dapat di katagorikan sebagai anak khusus/luar biasa, karena
memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga profesional.
Sedangkan pengertian anak berkebutuhan khusus dari sudut pandang
pendidikan menurut hallahan dan kauffan bahwa individu kebutuhan khusus
adalah mereka yang memerlukan pendidikan dan layanan terkait, jika mereka
menyadari bahwa setiap manusia memiliki kelebihan sehingga meyakini akan
potensi kemanusiaan mereka. Pendidikan khusus diperlukan karena mereka
tampak berbeda dari siswa pada umumnya pada satu atau lebih hambatan seperti :
mereka memiliki hambatan intelektual (kecerdasannya), ketidak mampuan belajar
atau gangguan potensi, gangguan emosi dan perilaku, hambatan fisik, hambatan
komunikasi, penglihatan atau special gift and talents.3
Gearheart mengatakan bahwa seorang anak dianggap berkelainan bila
memerlukan persyaratan pendidikan yang berbeda dari rata-rata anak normal, dan
3
Dr. Suharsiwi M.Pd, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, 1 ed. (Jakarta: CV Prima
Print, 2017), 3.

4
untuk belajar secara efektif memerlukan program pelayanan, fasilitas dan materi
khusus. Hal ini di tegaskan oleh Arum yang menjelaskan bahwa anak
berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam proses pertumbuhan/
perkembangannya secara significanmengalami kelainan/ penyimpangan dalam hal
fisik, mental-intelektual, sosial, atau emosional dibandingkan dengan anak-anak
lain seusianya. Sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan yang
disesuaikan dengan kebutuhan khusus mereka. Dari batasan tersebut dapat juga
dimaknai bahwa meskipun seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan
namun tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan pelayanan pendidikan
yang disesuaikan dengan kebutuhan khusus mereka, maka anak tersebut bukan
termasuk Anak Berkebutuhan Khusus.
Hal tersebut dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan adalah anak yang
menyimpang dari ratarata anak normal yang dilihat dari ciri-ciri fisik, mental,
kemampuan sensorik dan neuromaskular, perilaku sosial dan emosional,
kemampuan mereka berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau beberapa hal di
atas, dimana hal tersebut menyebabkan anak memerlukan modifikasi dari tugas-
tugas sekolah, metode belajar yang digunakan atau layanan terkait lainnya yang
bertujuan mengembangkan potensi anak secara maksimal.
B. Definisi anak berkebutuhan khusus (Special Needs)
Istilah anak berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas.
Dalam paradigma pendidikan kebutuhan khusus keberagaman anak sangat
dihargai. Setiap anak memiliki latar belakang kehidupan budaya dan
perkembangan yang berbeda- beda, dan oleh karena itu setiap anak dimungkinkan
akan memiliki kebutuhan khusus serta hambatan belajar yang berbeda-beda pula,
sehingga setiap anak sesungguhnya memerlukan layanan pendidikan yang
disesuaikan sejalan dengan hambatan belajar dan kebutuhan masing-masing anak.
Anak berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai seorang anak yang
memerlukan pendidikan yang disesuaikan dengan hambatan belajar dan
kebutuhan masing-masing anak secara individual.4

4
Jum Anidar, “Layanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus,” Jurnal Al-Taujih 2,
no. 2 (2016): 13, https://doi.org/10.15548/atj.v2i2.944.

5
Definisi anak berkebutuhan khusus (ABK) Anak berkebutuhan khusus
(ABK) diartikan sebagai individu-individu yang mempunyai karakteristik yang
berbeda dari individu lainnya yang dipandang normal oleh masyarakat pada
umumnya. Secara lebih khusus anak berkebutuhan khusus menunjukkan
karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih rendah atau lebih tinggi
dari anak normal sebayanya atau berada di luar standar normal yang berlaku di
masyarakat. Sehingga mengalami kesulitan dalam meraih sukses baik dari segi
sosial, personal, maupun aktivitas pendidikan. Kekhususan yang mereka miliki
menjadikan ABK memerlukan pendidikan dan layanan khusus untuk
mengoptimalkan potensi dalam diri mereka secara sempurna (Hallan dan
Kauffman 1986, Heward (2003) mendefinisikan ABK sebagai anak dengan
karakteristik khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu
menunjukkan pada ketidakmampuan mental, emosi , atau fisik. Definisi tentang
anak berkebutuhan khusus juga diberikan oleh Suran dan Rizzo (dalam Semiawan
dan Mangunson,2010) ABK adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam
beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara
fisik, psikologis, kognitif, atau sosial terlambat dalam mencapai tujuan-tujuan atau
kebutuhan dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tuli, buta,
gangguan bicara, cacat tubuh, retardasi mental, gangguan emosional, juga anak-
anak berbakat dengan inteligensi tinggi termasuk kedalam kategori anak
berkebutuhan khusus karena memerlukan penanganan dari tenaga profesional
terlatih. Mangunsong (2009), menyebutkan penyimpangan yang menyebabkan
ABK berbeda terletak pada perbedaan ciri mental, kemampuan sensori, fisik dan
neuromoskuler, perilaku sosial dan emoional, kemampuan berkomunikasi,
maupun kombinasi dua atau tiga dari hal-hal tersebut. Berdasarkan beberapa
definisi yang telah diberikan oleh para tokoh di atas, ABK dapat didefinisikan
sebagai individu yang memiliki karakteristik fisik, intelektual, maupun emosional,
di atas atau di bawah rata-rata inividu pada umumnya.
Pada masa Renaisant, anak-anak dengan karakteristik fisik, emosional
maupun intelektual yang berbeda dianggap sebagai anak “cacat” yang kemasukan
roh jahat dan tidak sepantasnya diperlakukan seperti manusia. Sehingga tidak

6
sedikit dari mereka yang kemudian dikurung, diikat, bahkan dipasung. Sampai
pada abad terjadi perubahan sikap yang lebih positif terhadap anak-anak yang
dianggap “cacat” tersebut. Beberapa rumah sakit di Paris mulai memberikan
treatmen khusus pada penderita gangguan emosional, setelah itu muncullah nama
John Locke yang dikenal sebagai orang pertama yang membedakan penderita
keterbelakangan mental dengan gangguan emosional. Hingga pada akhirnya, pada
abad ke-18, seorang ahli berkebangsaan Perancis yakni Jean Marc Itard, mulai
menggeser istilah “anak cacat” menjadi anak luar biasa (Mangunsong, 1998).
Istilah anak luar biasapun kemudian mengalami pergeseran menjadi anak
berkebutuhan khusus, karena istilah luar biasa umumnya digunakan untuk
menyebut seseorang dengan kemampuan yang mengagumkan atau diatas rata-rata.
Cakupan konsep anak berkebutuhan khusus dapat dikategorikan menjadi
dua kelompok besar yaitu anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara
(temporer) dan anak berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanent).
1. Anak Berkebutuhan Khusus Bersifat Sementara (Temporer)5
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) adalah anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan disebabkan oleh
faktor-faktor eksternal. Misalnya anak yang yang mengalami gangguan emosi
karena trauma akibat diperkosa sehingga anak ini tidak dapat belajar. Pengalaman
traumatis seperti itu bersifat sementara tetapi apabila anak ini tidak memperoleh
intervensi yang tepat boleh jadi akan menjadi permanen. Anak seperti ini
memerlukan layanan pendidikan kebutuhan khusus, yaitu pendidikan yang
disesuaikan dengan hambatan yang dialaminya tetapi anak ini tidak perlu dilayani
di sekolah khusus. Di sekolah biasa banyak sekali anak-anak yang mempunyai
kebutuhan khusus yang bersifat temporer, dan oleh karena itu mereka memerlukan
pendidikan yang disesuaikan yang disebut pendidikan kebutuhan khusus. Contoh
lain, anak baru masuk Kelas I Sekolah Dasar yang mengalami kehidupan dua
bahasa. Di rumah anak berkomunikasi dalam bahasa ibunya (contoh bahasa:
Sunda, Jawa, Bali Madura dsb.), akan tetapi ketika belajar di sekolah terutama

5
Mirnawati, M.Pd., Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi, 1 ed.
(Banjarmasin: CV BUDI UTAMA, 2020), 5.

7
ketika belajar membaca permulaan, menggunakan bahasa Indonesia. Kondisi
seperti ini dapat menyebabkan munculnya kesulitan dalam belajar membaca
permulaan dalam bahasa Indonesia. Anak seperti ini pun dapat dikategorikan
sebagai anak berkebutuhan khusus sementara (temporer), dan oleh karena itu ia
memerlukan layanan pendidikan yang disesuaikan (pendidikan kebutuhan
khusus). Apabila hambatan belajar membaca seperti itu tidak mendapatkan
intervensi yang tepat boleh jadi anak ini akan menjadi anak berkebutuhan khusus
permanen.
2. Anak Berkebutuhan Khusus yang Bersifat Menetap (Permanen)
Anak berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah anak-anak yang
mengalami hambatan belajar dan hambatan perkembangan yang bersifat internal
dan akibat langsung dari kondisi kecacatan, yaitu seperti anak yang kehilangan
fungsi penglihatan, pendengaran, gangguan perkembangan kecerdasan dan
kognisi, gangguan gerak (motorik), gangguan interaksi-komunikasi, gangguan
emosi, social dan tingkah laku. Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus yang
bersifat permanen sama artinya dengan anak penyandang kecacatan. Istilah anak
berkebutuhan khusus bukan merupakan terjemahan atau kata lain dari anak
penyandang cacat, tetapi anak berkebutuhan khusus mencakup spektrum yang
luas yaitu meliputi anak berkebutuhan khusus temporer dan anak berkebutuhan
khusus permanen (penyandang cacat). Oleh karena itu apabila menyebut anak
berkebutuhan khusus selalu harus diikuti ungkapan termasuk anak penyandang
cacat. Jadi anak penyandang cacat merupakan bagian atau anggota dari anak
berkebutuhan khusus. Oleh karena itu konsekuensi logisnya adalah lingkup
garapan pendidikan kebutuhan khusus menjadi sangat luas, berbeda dengan
lingkup garapan pendidikan khusus yang hanya menyangkut anak penyandang
cacat.6
Ada beberapa istilah yang digunakan untuk menunjukkan keadaan anak
berkebutuhan khusus. Istilah anak berkebutuhan khusus merupakan istilah terbaru
yang digunakan dan merupakan terjemahan dari children with special need yang
telah digunakan secara luas di dunia internasional. Ada beberapa istilah lain yang

6
6.

8
digunakan untuk menyebut anak berkebutuhan khusus. antara lain anak cacat,
anak tuna, anak berkelainan, anak menyimpang, dan anak luar biasa. Selain itu,
WHO juga merumuskan beberapa istilah yang digunakan untuk menyebut anak
berkebutuhan khusus, yaitu:
a. Impairement : merupakan suatu keadaan atau kondisi dimana individu mengalami
kehilangan atau abnormalitas psikologi, fisiologi atau fungsi struktur anatomi
secara umum pada tingkat organ tubuh. Contoh seorang yang mengalami
amputasi satu kaki, maka ia mengalami kecacatan kaki.
b. Disability : merupakan suatu keadaan dimana individu menjadi “kurang mampu”
melakukan kegiatan sehari-hari karena adanya keadaan impairement, seperti
kecacatan pada organ tubuh. Contoh, pada orang yang cacat kaki, dia akan
merasakan berkurangnya fungsi kaki untuk mobilitas.
c. Handicaped : suatu keadaan dimana individu mengalami ketidak mampuan dalam
bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Hal ini dimungkinkan karena
adanya kelainan dan berkurangnya fungsi organ individu. Contoh orang yang
mengalami amputasi kaki, dia akan mengalami masalah mobilitas sehingga dia
memerlukan kursi roda (Purwanti, 2012).
Selain istilah yang umum digunakan WHO, ada juga yang menggunakan
istilah anak difabel yang merupakan kependekan dari diference ability. Istilah ini
digunakan untuk menyebut mereka yang memiliki kemampuan di atas atau
dibawah rata-rata orang pada umumnya. Misalnya pada anak tunagrahita dan
gifted. Anak berkebutuhan khusus berbeda dengan anak-anak pada umumnya.
Mereka berproses dan tumbuh tidak dengan modal fisik yang wajar. Karenanya
mereka cenderung defensif (menghindar), rendah diri, atau mungkin agresif, serta
memiliki semangat belajar yang rendah.
C. Jenis-jenis pendidikan anak berkebutuhan khusus
Jenis pendidikan bagi ABK berkembang dari sekolah segregasi atau sekolah
khusus, sekolah terpadu atau integrasi, dan sekolah inklusi. Hampir di seluruh
negara memiliki kecenderungan perkembangan pendidikan bagi ABK dengan
pola yang hampir sama, yaitu dari segregasi menuju inklusif.

9
Menurut hallahan dan kauffman jenis bentuk penyelenggaraan pendidikan
bagi anak berkebutuhan khusus ada berbagai pilihan yaitu:
1. Reguler Class Only (kelas biasa dengan guru biasa)
2. Reguler Class With Counsultations (kelas biasa dengan konsultan guru PLB)
3. Iltinerant Teacher (kelas biasa dengan guru kunjung)
4. Resource Teacher (guru sumber, kelas biasa dengan guru biasa namun dalam
beberapa kesempatan anak berada di ruang sumber dengan guru sumber)
5. Pusat diagnostik-prescription
6. Hospital Or Homebound Instruction (pendidikan di rumah atau di rumah sakit,
yakni kondisi anak yang belum memungkinkan masuk ke sekolah biasa)
7. Self-contained Class (kelas khusus disekolah biasa bersama guru PLB
8. Special Day School (sekolah luar biasa tanpa asrama)
9. Residential School (sekolah luar biasa berasrama)
Bentuk-bentuk layanan pendidikan anak berkebutuhan khusus
1. Bentuk layanan pendidikan segregasi7
Sistem pendidikan dimana anak berkelainan terpisah dari sistem pendidikan
anak normal. Penyelengggaraan sistem pendidikan segregasi dilaksanakan secara
khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal.
Pendidikan segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan
khusus dari sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi
ini berupa satuan pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis
kelainan peserta didik. Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak
tunarungu), SLB/C (untuk anak tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa),
SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain. Satuan pendidikan khusus (SLB)
terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Sebagai satuan
pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama sekali
dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan
kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan
evaluasinya. Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek

7
Ibdaul Latifah, “Pendidikan Segregasi,” Jurnal Pendidikan 29, no. 2 (2020): 103,
https://doi.org/10.32585/jp.v29i2.676.

10
perkembangan emosi dan sosial anak kurang luas karena lingkungan pergaulan
yang terbatas.
2. Bentuk layanan pendidikan terpadu
Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah sistem pendidikan yang
memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar
bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian,
melalui sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak
normal belajar dalam satu atap. Sistem pendidikan integrasi disebut juga sistem
pendidikan terpadu, yaitu sistem pendidikan yang membawa anak berkebutuhan
khusus kepada suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut
dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam rangka sosialisasi.
Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus yaitu:
a. Bentuk kelas biasa
Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar di kelas
biasa secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Oleh karena itu sangat
diharapkan adanya pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru bidang studi
semaksimal mungkin dengan memperhatikan petunjukpetunjuk khusus dalam
melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas biasa. Bentuk keterpaduan ini
sering juga disebut keterpaduan penuh.
Pendekatan, metode, cara penilaian yang digunakan pada kelas biasa ini tidak
berbeda dengan yang digunakan pada sekolah umum. Tetapi untuk beberapa mata
pelajaran yang disesuaikan dengan ketunaan anak. Misalnya, anak tunanetra untuk
pelajaran menggambar, matematika, menulis, membacaperlu disesuaikan dengan
kondisi anak. Untuk anak tunarungu mata pelajaran kesenian, bahasa asing/bahasa
Indonesia (lisan) perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara anak.
b. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus
Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan
menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata
pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus
bersama dengan anak normal. Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang

11
bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK), dengan menggunakan
pendekatan individu dan metode peragaan yang sesuai. Untuk keperluan tersebut,
di ruang bimbingan khusus dilengkapi dengan peralatan khusus untuk
memberikan latihan dan bimbingan khusus. Misalnya untuk anak tunanetra, di
ruang bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan orientasi mobilitas.
Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut juga keterpaduan sebagian.
c. Bentuk Kelas Khusus
Dalam keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama
dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang
melaksanakan program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini disebut juga
keterpaduan lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi.
Pada tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai
pelaksana program di kelas khusus. Pendekatan, metode, dan cara penilaian yang
digunakan adalah pendekatan, metode, dan cara penilaian yang digunakan di SLB.
Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, yang artinya anak
berkebutuhan khusus yang dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik,
seperti olah raga, ketrampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahatatau
acara lain yang diadakan oleh sekolah.
Ada empat bentuk pelayanan pendidikan dengan sistem segregasi yaitu:
1. Sekolah luar biasa SLB
Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua.
Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggaraan
sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan
diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan satu kepala sekolah. Pada
awalnya penyelenggaraan sekolah dalam bentuk unit ini berkembang sesuai
dengan kelainan yang ada (satu kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra
(SLB-A), SLB untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB
untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di setiap SLB
tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut. Sistem
pengajarannya lebih mengarah ke sistem individualisasi. Hal ini terjadi karena
jumlah anak yang ada di unit tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.

12
2. Sekolah luar biasa berasrama
Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang
dilengkapi dengan fasilitas asrama. Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan
bentuk sekolah luar biasa yangdilengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta didik
SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan
dengan pengelolaan sekolah, sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan,
tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit asrama.
Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara
yang ada di sekolah dengan di asrama, sehingga asrama merupakan tempat
pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakanpilihan
sekolah yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena
mereka terbatas fasilitas antar jemput.
3. Kelas jauh/kelas kunjung
Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk
memberi pelayanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh
dari SLB atau SDLB. Pengelenggaraan kelasjauh/kelas kunjung merupakan
kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar serta
pemerataan kesempatan belajar. Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh
pelosok tanah air, sedangkan sekolah-sekolah yang khusus mendidik mereka
masih sangat terbatas di kota/kabupaten. Oleh karena itu, dengan adanya kelas
jauh/kelas kunjung ini. Dalam penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi
tanggung jawab SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut
berasal dariguru SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung
(itenerant teacher). Kegiatan administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat
tersebut.
4. Sekolah dasar luar biasa
Sekolah Luar Biasa adalah sekolah yang diperuntukkan untuk anak-anak
yang memiliki kebutuhan khusus yang tidak dapat disandingkan dengan anak-
anak lainnya. Allah SWT berfirman dalam Qur’an Al-Hujarat Ayat 13
Artinya: ” Wahai manusia sungguh kami telah menciptaakan kamu dari
seorang laki-laki dan perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-

13
bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal, sesungguhnya yang paling
mulia diantara kamu di sisi Allah SWT ialah orang yang paling bertaqwa.
Sungguh allah maha mengetahui lagi maha teliti “ (QS. Al-hujarat ayat 13.8
Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan khusus,
pemerintah mulai Pelita II menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB).
Di SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang dididik
dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
dan tunadaksa. SDLB keberadaannya hampir mirip dengan SLB, akan tetapi
SDLB sesuai adalah sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak-
anak berkebutuhan khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat
kekhususan yang dialaminya. Mereka belajar di kelas masing-masing yang
disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara
bersama-sama dalam satu naungan sekolah. SDLB pada hakikatnya adalah SD
Negeri Inpres biasa tetapi diperuntukkan bagi anak usia wajib belajar yang
memerlukan pendidikan khusus. Dilihat dari keragaman anak di SDLB dengan
berbagai jenis kekhususannya tersebut, maka SDLB sebenarnya termasuk sekolah
terpadu, akan tetapi terpadu secara fisik bukan terpadu secara akademik.

8
Eti Robiatul Adawiah1 dkk., “Komparasi Penyelenggaraan Pembelajaran Sekolah Luar
Biasa di (SLB-B) Budi Nurani Dan Pendidikan Inklusif di SMP Negeri 3 Pabuaran dalam
Meningkatkan Mutu Pembelajaran Disabilitas,”
https://journal.ainarapress.org/index.php/jiepp/index 5, no. 4 (2023): 11240–41,
https://doi.org/10.54371/jiepp.v3i1.239.

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ruang lingkup pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK) adalah
kumpulan isi yang mencakup pendidikan, kebutuhan, dan layanan yang
diperlukan oleh anak-anak dengan kebutuhan khusus.
Pendidikan Special Needs : Pendidikan Special Needs adalah sistem
layanan pendidikan yang mempersyaratkan agar semua anak berkelainan
dilayani di sekolah-di kelas reguler bersama-sama teman-teman mereka.
Dengan restrukturisasi sekolah sehingga menjadi komunitas yang mendukung
penyediaan kebutuhan khusus setiap anak, pendidikan inklusif menyediakan
sumber belajar yang beragam dan mendapat dukungan dari semua pihak,
meliputi para siswa, guru, orang tua, dan masyarakat sekitar.
Jenis Pendidikan ABK : Pendidikan ABK berkembang dari sekolah
segregasi atau sekolah khusus, sekolah terpadu atau integrasi, dan sekolah
inklusi. Sekolah segregasi adalah sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan
khusus terpisah dari sistem persekolahan reguler, seperti satuan pendidikan
khusus atau Sekolah Luar Biasa (SLB).
B. Saran
Dengan di selesaikannya makalah ini, kami dari kelompok 1 berharap
makalah ini dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan bagi para pembaca
dan penulis. Dan kami juga sangat mengharapkan kritik dan saran agar dapat
meningkatkan kualitas dalam pembuatan makalah kami.

15
DAFTAR PUSTAKA

Dr. Suharsiwi M.Pd. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. 1 ed. Jakarta: CV


Prima Print, 2017.
Eti Robiatul Adawiah1, , Siti Qomariyah2, , Tintin Handiyati3, , Siti Nuraeni
Mitra4, dan , Eneng Sumarni5. “Komparasi Penyelenggaraan
Pembelajaran Sekolah Luar Biasa di (SLB-B) Budi Nurani Dan
Pendidikan Inklusif di SMP Negeri 3 Pabuaran dalam Meningkatkan
Mutu Pembelajaran Disabilitas.”
https://journal.ainarapress.org/index.php/jiepp/index 5, no. 4 (2023):
11234–45. https://doi.org/10.54371/jiepp.v3i1.239.
Habib Nur Fauzan, Lidea Francisca, Vivi Indri Asrini, Ida Fitria, Arista Aulia
Firdaus. “Sejarah Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).”
PENSA Jurnal Pendidikan dan Ilmu Sosial 3, no. 3 (2021): 497–505.
https://doi.org/10.36088/pensa.v3i3.1566.
Ibdaul Latifah. “Pendidikan Segregasi.” Jurnal Pendidikan 29, no. 2 (2020): 101–
7. https://doi.org/10.32585/jp.v29i2.676.
Jum Anidar. “Layanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus.” Jurnal Al-
Taujih 2, no. 2 (2016): 12–28. https://doi.org/10.15548/atj.v2i2.944.
Mirnawati, M.Pd. Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Inklusi. 1
ed. Banjarmasin: CV BUDI UTAMA, 2020.

16

Anda mungkin juga menyukai