Anda di halaman 1dari 19

PRAKATA

Artikel ini berjudul “Menyinergikan Tripusat Pendidikan Guna


Meningkatkan Prestasi Anak Berkebutuhan Khusus pada Sekolah
Inklusif SMA Negeri 4 Pekanbaru” Puji syukur penulis panjatkan
kehadapan Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat-Nya
kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan artikel ini. Artikel
ini merupakan hasil pengalaman empiris penulis dalam upaya berbagi
pengalaman dengan para pendidik lainnya yang mempunyai anak
berkebutuhan khusus disekolahnya. Artikel atau best practise ini penulis
tulis untuk mengikuti Lomba menulis artikel pendidikan Inklusif untuk
Guru Pendidikan Menengah Tahun 2019 yang dilaksanakan oleh Direktorat
Pembinaan Guru Pendidikan Menengah, Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan.
Dalam penulisan ini, penulis banyak mendapat bantuan dari
berbagai pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
banyak terima kasih kepada:
1. Hj.Yan Khoriana,M.Pd., Kepala SMAN 4 Pekanbaru Riau, atas
motivasi dan kesempatan yang diberikan untuk selalu berinovasi
dalam pelayanan anak berkebutuhan khusus terkait proses
pembelajaran.
2. Pendidik dan tenaga kependidikan di SMAN 4 Pekanbaru, atas
motivasi dan kerjasamanya.
3. Suami tercinta dan Anak-anak tersayang, atas doa dan
kesabarannya mendampingi penulis
Mudah-mudahan segala masukan yang telah diberikan dapat
memperkaya artikel yang dapat digunakan sebagai bahan referensi dalam
memberikan layanan bagi anak berkebutuhan khusus dalam proses
pembelajaran. Tiada gading yang tak retak, demikian juga dengan artikel
ini. Dengan segala kerendahan hati penulis dengan tangan terbuka
menerima segala bentuk kritik, dan masukan demi kesempurnaan artikel
ini. Walaupun demikian, penulis berharap artikel pendidikan inklusif ini ada
manfaatnya.

Pekanbaru, 20 Oktober 2019


Penulis

Citra Aries

1
DAFTAR ISI

Prakata ……………………………………………....………….................... 1

Daftar Isi …………………………………………………………................... 2

BAB I Pendahuluan
A. Latar belakang masalah........................................... 3
B. Rumusan masalah................................................... 4
C. Tujuan.................................................................... 4

BAB II Kajian Teori............................................................... 5

BAB III Pembahasan.............................................................. 11

BAB IV Kesimpulan................................................................ 16

Daftar Pustaka........................................................................ 18

Lampiran-Lampiran................................................................. 19

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pendidikan adalah kebutuhan dasar bagi setiap manusia yang
berguna dalam menjamin keberlangsungan hidupnya agar lebih
bermartabat. Pepatah latin mengatakan “Non Scholae Sed Vitae
Discimus” artinya belajar bukan hanya semata-mata untuk nilai sekolah
tapi nilai kehidupan. Maknanya, bersekolah bukan hanya untuk
mendapatkan nilai yang tinggi dan mendapat penghargaan dari orang
tua serta sekolah, melainkan bagaimana caranya agar ilmu yang
didapat dari proses pendidikan tersebut dapat berguna bagi kehidupan
dan keberlangsungan hidupnya kelak.
Di dalam UUD 1945 Pasal 31 ayat 1 dijelaskan bahwa “Setiap
warga negara berhak untuk mendapatkan pendidikan”. Hal ini dapat
diartikan bahwa setiap manusia berhak atas pendidikan yang
berkualitas tanpa memandang status sosialnya baik kaya atau miskin,
tua maupun muda. Bahkan, dari yang normal hingga yang memiliki
perbedaan kemampuan (difabel) atau yang lebih dikenal dengan anak
berkebutuhan khusus.
Di Indonesia, anak yang berkebutuhan khusus dapat
mengenyam pendidikan melalui sekolah khusus yang dikenal dengan
sekolah luar biasa (SLB). Akan tetapi, dengan adanya sekolah tersebut,
menimbulkan diskriminasi bagi anak berkebutuhan khusus. Sekolah luar
biasa membuat anak berkebutuhan khusus kurang mampu berinteraksi
dengan lingkungan sekitarnya dan hanya mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan yang sama dengan kondisinya sehingga kurang
meluas dalam berinteraksi dengan masyarakat.
Sejak adanya Educations for All (EFA), dimana setiap anak bebas
untuk mendapatkan pendidikan termasuk di dalamnya anak
berkebutuhan khusus, maka mulai berlakulah pendidikan inklusif di
Indonesia. Pendidikan inklusif diatur dalam Peraturan Menteri
Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 yang
menyatakan bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem penyelenggaraan
pendidikan yang mampu memberikan kesempatan bagi anak
berkebutuhan khusus untuk dapat mengenyam pendidikan di sekolah
reguler bersama anak-anak yang normal lainnya. Salah satu sekolah
yang menerapkan konsep pendidikan inklusif ini adalah SMA Negeri 4

3
Pekanbaru. Dengan adanya pendidikan inklusif ini, ditengarai lebih
ramah dan mampu mengurangi diskriminasi terhadap anak
berkebutuhan khusus. Sehingga, diharapkan mampu meningkatkan
prestasi mereka dalam bidang akademik maupun non akademik.
Demi menunjang peningkatan prestasi tersebut, selain dengan
adanya sekolah inklusif, tentu saja anak berkebutuhan khusus perlu
didukung oleh lingkungan lainnya. Ada tiga lingkungan yang saling
bersinergis. Ketiga lingkungan ini mencakup lingkungan keluarga,
sekolah, dan masyarakat yang biasa dikenal dengan Tri Pusat
Pendidikan.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah pada artikel ini yaitu sebagai berikut:
1. Kenapa tripusat pendidikan dapat meningkatkan prestasi anak
berkebutuhan khusus?
2. Seberapa penting peranan tripusat pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus di SMA Negeri 4 Pekanbaru?
3. Apa bukti dari keberhasilan penerapan tripusat pendidikan
terhadap anak berkebutuhan khusus di SMAN 4 Pekanbaru?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan dari
penulisan artikel ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui hubungan tripusat pendidikan dengan
peningkatan prestasi anak berkebutuhan khusus.
2. Untuk mengetahui seberapa penting peranan tripusat pendidikan
bagi nak berkebutuhan khusus di SMA Negeri 4 Pekanbaru.
3. Untuk mengetahui bukti dari keberhasilan penerapan tripusat
pendidikan terhadap anak berkebutuhan khusus di SMA Negeri 4
Pekanbaru.

4
BAB II
KAJIAN TEORI

Istilah Tri Pusat Pendidikan dipopulerkan oleh Ki Hajar Dewantara


pendiri Taman Siswa yang diakui pula sebagai Bapak Pendidikan Nasional.
Menurut beliau, setiap pribadi manusia akan selalu berada dan mengalami
perkembangan dalam tiga lingkungan tersebut. Ada beberapa hal menarik
yang Ki Hajar Dewantara sampaikan berkenaan dengan Tri Pusat
Pendidikan, yaitu sebagai berikut:1
1. Menurut Ki Hajar Dewantara, tujuan pendidikan tidak mungkin
tercapai hanya dengan satu jalur
2. Ketiga pusat pendidikan tersebut harus berhubungan akrab serta
harmonis
3. Alam keluarga tetap merupakan pusat pendidikan yang terpenting dan
memberikan pendidikan budi pekerti, agama, dan laku sosial
4. Perguruan sebagai balai wiyata yang memberikan ilmu pengetahuan
dan pendidikan keterampilan
5. Alam pemuda (yang sekarang diperluas menjadi lingkungan/alam
kemasyarakatan) sebagai tempat sang anak berlatih membentuk
watak atau kepribadiannya
6. Dasar pemikiran Ki Hajar Dewantara ialah usaha untuk
menghidupkan, menambahkan, dan memberikan perasaan kesosialan
sang anak

Tri pusat pendidikan ini meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan


masyarakat. Ketiga pusat pendidikan tersebut, memegang peranan yang
sama pentingnya dalam keberhasilan pendidikan serta saling berkorelasi
satu sama lain dalam menunjang prestasi peserta didik. Ketiganya secara
tidak langsung telah mengadakan pembinaan yang erat dalam praktik
pendidikan. Kaitan ketiganya dapat dilihat dari:
1. Orang tua melaksanakan kewajibannya mendidik anak di dalam
lingkungan keluarga
2. Karena keterbatasan orang tua dalam mendidik anak di rumah,
sehingga akhirnya proses pendidikan diserahkan kepada sekolah
3. Masyarakat akan menjadi fasilitator bagi peserta didik untuk
mengaktualisasikan keterampilannya

1
Dewey John, Pengertian Tri Pusat Pendidikan, Silabus,
link: http://www.silabus.web.id/pengertian-tripusat-pendidikan

5
Tri pusat pendidikan merupakan tiga pusat pendidikan yang secara
bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi
generasi muda. Dengan kata lain, perbuatan mendidik yang dilakukan
orang tua terhadap anak juga dilakukan oleh sekolah dengan
memperkuatnya serta dikontrol oleh masyarakat sebagai lingkungan sosial
anak2. Apabila tri pusat pendidikan ini dapat berjalan dengan sinergis,
maka itu dapat menjadi faktor pendorong terbesar dalam menunjang
prestasi anak berkebutuhan khusus.
Lingkungan keluarga menjadi pilar utama yang paling mendasar
dari tri pusat pendidikan. Hal ini dikarenakan penanaman nila-nilai dasar,
pengarahan, pembinaan serta pembelajaran untuk pertama kalinya mulai
diperkenalkan sejak dini di lingkungan keluarga oleh orang tua. Di
lingkungan keluarga ini pula, orang tua memegang peranan terbesar
dalam membentuk karakter pribadi setiap anak.
Adapun yang menjadi peran keluarga dalam membantu
mengembangkangkan prestasi anak berkebutuhan khusus adalah:
1. Menggali dan mendeteksi sedini mungkin apa yang menjadi kelebihan
sang anak, karena pada dasarnya orang tua lebih mengetahui
kelebihan maupun kekurangan anak dari pada orang lain disekitarnya.
2. Melakukan observasi perilaku anak sebagai upaya membantu anak jika
mengalami kesulitan belajar, karena orang tua mempunyai lebih banyak
waktu untuk bergaul dengan anak dibandingkan guru, sehingga dapat
lebih leluasa untuk melakukan observasi perilaku anak.3

Menurut Hewett dan Frenk D., penanganan dan pelayanan orang


tua terhadap anak berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut.4
1. Sebagai pendamping utama (as aids), yaitu sebagai pendamping
utama yang membantu tercapainya tujuan layanan penanganan dan
pendidikan anak.
2. Sebagai advokat (as advocates), yang mengerti, mengusahakan, dan
menjaga hak anak dalam mendapat layanan pendidikan sesuai dengan
karakteristik khususnya.
3. Sebagai sumber (as resources), menjadi sumber data yang lengkap
dan benar mengenai diri anak dalam usaha intervensi perilaku anak.

2
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, 2009, Jakarta: Raja Grafindo, Persada
3
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar, Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan dan kebudayaan, 2003, hal 109
4
Hewett dan Frenk D, The Emotionally Child in The Classroom Disorders , (USA: Ellyn
and Bacon, Inc, 1968), hal. 9

6
4. Sebagai guru (as teacher), berperan menjadi pendidik bagi anak
dalam kehidupan sehari-hari di luar jam sekolah.
5. Sebagai diagnostisian (diagnosticians) penentu karakteristik dan jenis
kebutuhan khusus dan berkemampuan melakukan melakukan
treatment, terutama di luar jam sekolah.

Selain itu, orang tua juga perlu proaktif dalam berkerja sama
dengan para guru terkait pertumbuhan dan perkembangan anak. Potensi
dan bakat yang tampak pada diri anak sangat penting sekali untuk
diinformasikan kepada guru sebagai bahan masukan dan pertimbangan
dalam memberikan program pendidikan yang tepat bagi anak
berkebutuhan khusus. Sehingga dalam perkembangannya anak akan
tumbuh dan berkembang bersamaan dengan bakat dan minatnya di
sekolah.5
Di lingkungan sekolah, demi menunjang pendidikan anak
berkebutuhan khusus, maka diterapkanlah sistem pembelajaran inklusif.
Pendidikan inklusif diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional
(Permendiknas) Nomor 70 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa
pendidikan inklusif sebagai sistem penyelenggaraan pendidikan yang
mampu memberikan kesempatan bagi anak berkebutuhan khusus untuk
dapat mengenyam pendidikan di sekolah reguler bersama anak-anak yang
normal lainnya.6 Sistem pembelajaran inklusif ini tidak memiliki suatu
sistem khusus. Proses pembelajaran berjalan layaknya sekolah reguler
biasa. Hanya saja, lingkungan yang dibangun lebih dikonsepkan dengan
lingkungan yang ramah anak. Hal ini bertujuan agar anak berkebutuhan
khusus mampu beradaptasi dan berinteraksi dengan nyaman di
lingkungan yang baik tersebut.
Dalam pendidikan inklusif terdapat beberapa prinsip-prinsip,
seperti yang diungkapkan Abdul Salim Choiri:7
1. Setiap anak memperoleh pendidikan dasar yang lebih baik.
2. Setiap anak memperoleh layanan pendidikan pada sekolah-sekolah
yang ada di sekitarnya.

5
Al Darmono, Al Mabsut Jurnal Studi Islam dan Sosial: Peran Orang Tua dalam
Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, Vol. 9 No. 1 Tahun 2015, hal. 15
6
Lutfi Isni Badiah, jurnal Pendidikan Inklusi: “Pelaksanaan Program Bimbingan Pribadi
Sosial Pada Siswa Autis di SMAN 10 Surabaya”, Vol. 2 No. 2 Tahun 2019 Hal. 110
7
Abdul Salim Choiri, Munawir Yusuf, Sunardi, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus
Secara Inklusif (Surakarta: FKIP UNS, 2009), hal 89

7
3. Setiap anak memiliki potensi, bakat, dan irama perkembangan
masing-masing yang harus diberikan layanan secara tepat.
4. Pendekatan pembelajaran bersifat fleksibel, kooperatif, dan
berdayaguna.
5. Sekolah adalah bagian integral dari masyarakat .

Penempatan anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusif dapat


dilakukan dengan berbagai model sebagai berikut:8
1. Bentuk kelas reguler penuh, anak berkebutuhan khusus belajar
dengan anak lain (normal) sepanjang hari di kelas reguler dengan
menggunakan kurikulum yang sama.
2. Bentuk kelas reguler dengan cluster, anak berkebutuhan khusus
belajar dengan anak lain (normal) di kelas reguler dalam kelompok
khusus.
3. Bentuk kelas reguler dengan pull out, anak berkebutuhan khusus
bersama anak lain (normal) di kelas reguler, namun dalam waktu-
waktu tertentu ditarik dari kelas reguler ke ruangg sumber untuk
belajar dengan guru pembmbing khusus.
4. Bentuk kelas reguler dnegan cluster dan pull out, anak berkebutuhan
khusus belajar bersama anak lain (normal) di kelas reguler dalam
kelompok khusus dan dalam waktu-waktu tertentu ditarik dari kelas
reguler ke ruang sumber untuk belajar bersama guru pembimbing
khusus.
5. Bentuk kelas khusus dengan berbagai pengintegrasian, anak
berkebutuhan khusus belajar di kelas khusus pada sekolah reguler,
namun dalam bidang-bidang tertentu dapat belajar bersama anak lain
(normal) di kelas reguler.
6. Bentuk kelas khusus penuh di sekolah reguler.

Adapun penempatan anak berkebutuhan khusus di SMA Negeri 4


Pekanbaru ditempatkan berdasarkan model pertama yaitu bentuk kelas
reguler penuh. Anak berkebutuhan khusus ditempatkan di lingkungan
kelas yang sama dengan anak-anak normal untuk menghilangkan
perbedaan serta untuk melatihnya belajar secara mandiri. Selain itu, juga
bertujuan untuk menanamkan dan mengembangkan kepercayaan diri
mereka, belajar menerima perbedaan dan beradaptasi dengan perbedaan

8
Al Darmono, Op. Cit., hal 7-8

8
tersebut, serta diharapkan mampu berinteraksi dengan aktif dan baik
bersama guru dan teman-temannya.
Selanjutnya, Semua usaha yang dilakukan oleh sekolah
membutuhkan dukungan dari berbagai lingkungan pendidikan yang lain.
Bila pengaruh sekolah sebagai salah satu lingkungan pendidikan hanya
berjalan sendiri, sangat sulit untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan.9 Jika tujuan pendidikan tersebut tidak tercapai, akibatnya
peningkatan prestasi yang diharapkan pun tidak akan pernah bisa
terwujud terutama bagi anak berkebutuhan khusus. Oleh sebab itu,
lingkungan sekolah perlu berkerja sama dengan orang tua guna
mendapatkan hasil yang diharapkan. Akan tetapi, lingkungan sekolah dan
keluarga saja masih belum cukup dalam menunjang dan meningkatkan
prestasi anak berkebutuhan khusus sehingga diperlukanlah lingkungan
masyarakat.
Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan
ketiga setelah keluarga dan sekolah. Pendidikan yang dialami dalam
masyarakat ini telah dimulai ketika anak-anak lepas dari asuhan keluarga
dan berada di luar dari pendidikan sekolah. Oleh sebab itu, masyarakat
memiliki peran penting di dalam dunia pendidikan. Lingkungan masyarakat
menjadi lingkungan yang tidak dapat dipisahkan dalam meningkatkan
prestasi anak berkebutuhan khusus karena pendidikan yang mereka
peroleh sejak dini di lingkungan keluarga dan pengembangan yang
diperoleh di lingkungan sekolah nantinya, akan diaplikasikan di lingkungan
masyarakat. Karenanya, anak berkebutuhan khusus perlu mendapatkan
perhatian dari masyarakat, agar suatu saat jika mereka terjun ke dalam
masyarakat, mereka tidak merasa canggung ataupun tidak nyaman
dengan lingkungan tersebut.
Pada sekolah inklusif, adanya kemandirian dan partisipasi
masyarakat sangat berpengaruh pada jalannya kebijakan sekolah. Karena
dalam sekolah inklusif ini dibutuhkan kerjasama antara masyarakat
dengan pengajar di kelas untuk menciptakan dan menjaga komunitas
kelas yang hangat, menerima keanekaragaman, dan menghargai
perbedaan. Selain itu, dalam sekolah inklusif guru-guru juga diharuskan
mengajar secara interaktif.
Peran serta masyarakat yang berupa kerjasama kemitraan antara
sekolah dengan pemerintah, orang tua, dan kelompok-kelompok

9
Nurul Hidayati, Penelitian Pendidikan Islam: “Konsep Integrasi Tri Pusat Pendidikan
Terhadap Kemajuan Masyarakat”, 01 Februari 2016

9
masyarakat serta organisasi kemasyarakatan lainnya dilindungi oleh
undang-undang atau peraturan-peraturan pemerintah yang mendasari
kerjasama kemitraaan.10 Wasliman mengatakan peran serta masyarakat
sangat penting diwujudkan dalam implementasi pendidikan kebutuhan
khusus, karena masyarakat memiliki berbagai sumber daya yang
dibutuhkan sekolah dan sekaligus masyarakat juga sebagai pemilik
sekolah di samping pemerintahan.11
Agar peran masyarakat dapat terlaksana dengan optimal dalam
penyelenggaraan sekolah inklusif maka dapat diakomodasikan melalui
wadah komite sekolah, dewan pendidikan, serta forum-forum pemerhati
pendidikan inklusi.

10
Siti Hajah Nuraeni, Hadiyanto A. Rachim, Arie Surya Gutama, Partisipasi Masyarakat
dalam Mendukung Pelaksanaan Pendidikan Inklusif untuk Anak Berkebutuhan Khusus
11
Lim Wasliman, Pendidikan Inklusif Ramah Anak sebagai Strategi Membangun Rumah
Masa Depan Pendidikan Indonesia, (Bandung: Depdiknas Kopertis Wilayah IV Jabar
STKIP, 2009)

10
BAB III
PEMBAHASAN

A. Tripusat pendidikan dapat meningkatkan prestasi anak


berkebutuhan khusus
Tripusat pendidikan merupakan sistem pendidikan yang
dilakukan dengan memusatkan pada 3 lingkungan pendidikan yaitu
lingkungan keluarga, lingkungan sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Keluarga merupakan tempat mengembangkan individu melalui
pendekatan yang sifatnya memberi perhatian kasih sayang dan
peluang mengaktualisasikan kebutuhan khusus diri. Selanjutnya
lingkungan sekolah sebagai pilar utama dalam membentuk karakter
dan mengembangkan prestasi anak berkebutuhan khusus. Sedangkan
di lingkungan masyarakat lebih membentuk moral anak dalam
bergaul, berkomunikasi dan dalam masyarakat sangat dibutuhkan
untuk membangun karakter positif karena terdapatnya norma-norma
yang berlaku di masyarakat.
Selain itu, SMA Negeri 4 Pekanbaru juga melakukan identifikasi
dan assesment yang nantinya akan berguna dalam penanganan
perilaku dan perkembangan anak untuk ke depannya. Proses
pengidentifikasian ini dapat dilakukan oleh keluarga, guru, atau pun
masyarakat sebagai tripusat pendidikan. Hal ini penting untuk
dilakukan dalam upaya menemukan anak-anak berkebutuhan khusus
yang mengalami kesulitan belajar. Sekolah juga berupaya memberikan
perlakuan agar kesulitan belajar dapat dicegah dan ditangani.
Identifikasi di SMA Negeri 4 Pekanbaru merupakan tahapan
awal yang masih bersifat global dari pada assesment yang lebih rinci
dan detail. Kegiatan mengidentifikasi adalah kegiatan untuk mengenal,
dan menandai sesuatu pada siswa berkebutuhan khusus. Untuk anak
tunagrahita yang ada di SMA Negeri 4, proses identifikasi meliputi
pengenalan kemampuan awal, kelemahan atau hambatan dan
kebutuhna untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya.
Tujuan dari identifikasi dimaknai sebagai proses penjaringan
awal, yang artinya menghimpun informasi apakah anak mengalami
kelainan/penyimpangan ataupun hambatan (fisik, inelektual, sosial,
emosional, dan lain sebagainya). Hasil dari identifikasi akan menjadi
dasar dalam proses embelajaran bagi anak berkebutuhan khusus.
Identifikasi dilakukan untuk 5 hal yaitu penjaringan, pengalih

11
tanganan, klasifikasi, perencanaan pembelajaran, dan pemantauan
kemajuan pembelajaran. Sedangkan tujuan assesment yaitu (1) untuk
memperoleh data yang relevan, objektif, akurat, dan komprehensif
tentang kondisi anak, (2) mengetahui profile anak secara utuh
terutama permasalahan dan hambatan belajar yang dihadapi, potensi
yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khususnya, serta daya dukung
lingkungan yang dibutuhkan anak, (3) memenuhi layanan yang
dibutuhkan anak untuk mengikuti proses pendidikan yang relevan
dengan potensi, kelemahan, dan kesulitannya.
Pada umumnya sebagai tindak lanjut kegiatan assesment untuk
anak berkebutuhan khusus penyusunan program pembelajaran
(menyusun RPP) termasuk mengorganisasikan keberadaan anak,
pelaksanaan pembelajaran, dan pemantauan kemajuan pembelajaran.
Identifikasi dan assesment digunakan di awal masuk SMA
Negeri 4 Pekanbaru. Assesment bertujuan untuk mengumpulkan
informasi yang relevan, sebagai bahan untuk menentukan apa yang
sesungguhnya yang dibutuhkan dan menerapkan seluruh proses
pembuatan keputusan.
Ada 6 langkah yang sebaiknya diikuti dalam melakukan
identifikasi dan intervensi dini, yaitu sebagai berikut.
1. Menjalin hubungan dan meningkatan kesadaraan masyarakat
2. Melaksanakan identifikasi
3. Menegakkan diagnosis
4. Merancang program intervensi
5. Melakukan intervensi
6. Mengevaluasi program intervensi

B. Peranan penting tripusat pendidikan bagi anak berkebutuhan


khusus di SMA Negeri 4 Pekanbaru
Pentingnya tripusat pendidikan yaitu untuk membentuk
karakter moral anak yang terdiri dari peranan keluarga, peranan
masyarakat, dan peranan sekolah. Ketiga lingkungan tersebut saling
mempengaruhi satu sama lain, karena baik buruknya moral anak
terbentuk dari keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Keluarga sebagai fondasi utama dalam membentuk karakter
anak dan mendukung tumbuh kembang anak memiliki peranan yang
besar. Menurut BKKBN (Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional) bahwa fungsi keluarga dibagi menjadi 8. Fungsi keluarga

12
yang dikemukakan oleh BKKBN ini senada dengan fungsi keluarga
menurut Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1994, yaitu:
1. Fungsi Keagamaan, yaitu dengan memperkenalkan dan
mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan
beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan bahwa
ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan
lain setelah di dunia ini.
2. Fungsi Sosial Budaya, Dilakukan dengan membina sosialisasi
pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan
tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya
keluarga.
3. Fungsi Cinta Kasih, Diberikan dalam bentuk memberikan kasih
sayang dan rasa aman, serta memberikan perhatian diantara
anggota keluarga.
4. Fungsi Melindungi, Bertujuan untuk melindungi anak dari
tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga
merasa terlindung dan merasa aman.
5. Fungsi Reproduksi, Merupakan fungsi yang bertujuan untuk
meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak,
memelihara dan merawat anggota keluarga
6. Fungsi Sosialisasi dan Pendidikan, Merupakan fungsi dalam
keluarga yang dilakukan dengan cara mendidik anak sesuai dengan
tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak. Sosialisasi dalam
keluarga juga dilakukan untuk mempersiapkan anak menjadi
anggota masyarakat yang baik.
7. Fungsi ekonomi, Adalah serangkaian dari fungsi lain yang tidak
dapat dipisahkan dari sebuah keluarga. Fungsi ini dilakukan dengan
cara mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan keluarga
untuk memenuhi kebutuhan keluarga, dan menabung untuk
memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang.
8. Fungsi Pembinaan Lingkungan, Fungsi ini dilakukan dengan
cara menjaga kelestarian lingkungan hidup, menciptakan
lingkungan hidup yang bersih, sehat, aman penuh keindahan.

Selain peran keluarga, guru juga menggunakan metode teman


sebaya, yakni berkerja sama dengan siswa reguler yang dapat
menolong siswa autis. Hal ini bertujuan untuk memperkuat hubungan

13
antar siswa di dalam kelas, meningkatkan empati antar siswa, dan
menciptakan suasana kelas yang lebih kondusif. Selain itu, guru BK
juga memberi layanan bimbingan pribadi dan sosial bagi siswa autis,
meliputi:
1. Motivasi
2. Cara bersosialisasi
3. Percaya diri
4. Harga diri
5. Penyesuaian diri
6. Dan cara mengatur emosi

Guru BK juga menggunakan media interaktif seperti video atau


VCD yang berisi menjalin pertemanan, membangun kepercayaan diri,
mengenalkan tanggung jawab, dan mengontrol emosi.
Peranan masyarakat sangatlah berpengaruh pada prestasi dan
perkembangan karakter sosial. Dalam masyarakat, anak dapat
bersosialisasi secara umum baik dalam berkomunikasi maupun
melakukan tindakan-tindakan sosial dan saling berbaur sesama
masyarakat. Lingkungan dapat mempengaruhi karakter anak baik atau
buruk.

C. Bukti dari keberhasilan penerapan tripusat pendidikan


terhadap anak berkebutuhan khusus di SMAN 4 Pekanbaru
Berikut ini diambil contoh dari 2 orang siswa berprestasi dari
SMA Negeri 4 Pekanbaru yang tergolong ke dalam anak berkebutuhan
khusus.
1. Hafidz Putra Zainal
Hafidz adalah seorang anak autis. Anak autis merupakan anak
yang mengalami gangguan otak yang membatasi kemampuannya
untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Akan
tetapi hal ini tidak membatasi hafidz dalam berprestasi. Bahkan
dengan kekurangannya tersebut, hafidz pernah mengikuti
olimpiade fisika tingkat provinsi sewaktu menduduki kelas XI.
Tentu hal ini tidak lepas dari dukungan orang tua, sekolah, dan
masyarakat sebagai tripusat pendidikan. Orang tua selalu meng-
support hafidz untuk melakukan hal apa yang disukainya.
Selanjutnya pihak sekolah mengembangkan bakat dan minat yang
dimiliki hafidz dengan melatihnya mengerjakan berbagai soal-soal

14
fisika. Adapun dukungan yang dilakukan oleh sekolah meliputi
pada hari jum’at hafidz melakukan kegiatan pengembangan diri
berupa mata pelajaran fisika. Disamping itu, ia juga aktif dalam
mengikuti organisasi guna melatih keterampilannya dalam bermain
angklung dan komputer.

2. Claudya Fritscha
Claudya fritscha adalah seorang anak tunanetra. Tunanetra
merupakan anak berkebutuhan khusus yang mengalami
kekurangan dalam segi penglihatan. Walaupun demikian, claudya
merupakan anak berprestasi yang sudah banyak mengharumkan
nama sekolah. Adapun prestasi yang pernah diraih claudya adalah
sebagai berikut juara 3 catur nasional paralimpic, finalis dari RCTI
idol khusus untuk anak berkebutuhan khusus, serta siswa
undangan khusus pada acara penutupan paralimpic games di
Jakarta tahun 2018. Keberhasilan yang telah dilakukan oleh
Claudya tidak luput dari dukungan orang tua, sekolah, dan
masyarakat.

15
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Tripusat pendidikan meliputi lingkungan keluarga, sekolah dan
masyarakat. Ketiga pusat pendidikan tersebut, memegang peranan yang
sama pentingnya dalam keberhasilan pendidikan serta saling berkorelasi
satu sama lain dalam menunjang prestasi peserta didik.
Pentingnya tripusat pendidikan yaitu untuk membentuk karakter
moral anak yang terdiri dari peranan keluarga, peranan masyarakat, dan
peranan sekolah. Ketiga lingkungan tersebut saling mempengaruhi satu
sama lain, karena baik buruknya moral anak terbentuk dari keluarga,
sekolah, dan lingkungan masyarakat.
Adapun penempatan anak berkebutuhan khusus di SMA Negeri 4
Pekanbaru ditempatkan berdasarkan model pertama yaitu bentuk kelas
reguler penuh. Anak berkebutuhan khusus ditempatkan di lingkungan
kelas yang sama dengan anak-anak normal untuk menghilangkan
perbedaan serta untuk melatihnya belajar secara mandiri. Selain itu, juga
bertujuan untuk menanamkan dan mengembangkan kepercayaan diri
mereka, belajar menerima perbedaan dan beradaptasi dengan perbedaan
tersebut, serta diharapkan mampu berinteraksi dengan aktif dan baik
bersama guru dan teman-temannya.
Selain itu, orang tua juga perlu proaktif dalam berkerja sama
dengan para guru terkait pertumbuhan dan perkembangan anak. Potensi
dan bakat yang tampak pada diri anak sangat penting sekali untuk
diinformasikan kepada guru sebagai bahan masukan dan pertimbangan
dalam memberikan program pendidikan yang tepat bagi anak
berkebutuhan khusus. Sehingga dalam perkembangannya anak akan
tumbuh dan berkembang bersamaan dengan bakat dan minatnya di
sekolah.
Di SMA Negeri 4 Pekanbaru juga melakukan identifikasi dan
assesment yang nantinya akan berguna dalam penanganan perilaku dan
perkembangan anak untuk ke depannya. Proses pengidentifikasian ini
dapat dilakukan oleh keluarga, guru, atau pun masyarakat sebagai
tripusat pendidikan. Kegiatan mengidentifikasi adalah kegiatan untuk
mengenal, dan menandai sesuatu pada siswa berkebutuhan khusus.
Untuk anak tunagrahita yang ada di SMA Negeri 4, proses identifikasi

16
meliputi pengenalan kemampuan awal, kelemahan atau hambatan dan
kebutuhna untuk mengikuti pembelajaran selanjutnya.
Peranan masyarakat sangatlah berpengaruh pada prestasi dan
perkembangan karakter sosial. Dalam masyarakat, anak dapat
bersosialisasi secara umum baik dalam berkomunikasi maupun melakukan
tindakan-tindakan sosial dan saling berbaur sesama masyarakat.
Lingkungan dapat mempengaruhi karakter anak baik atau buruk. Agar
peran masyarakat dapat terlaksana dengan optimal dalam
penyelenggaraan sekolah inklusif maka dapat diakomodasikan melalui
wadah komite sekolah, dewan pendidikan, serta forum-forum pemerhati
pendidikan inklusi.
Sekolah inklusi SMA Negeri 4 Pekanbaru juga mengalami beberapa
kendala, yakni diantaranya:
1. Karakteristik dan kebutuhan siswa autis yang berbeda beda membuat
guru BK untuk lebih ekstra menyesuaikan materi setiap kebutuhan
siswa.
2. Masih kurangnya tenaga guru BK di SMA Negeri 4 Pekanbaru yang
untuk mengakomodasi pemberian layanan bimbingan pribadi sosial
untuk siswa autis.
3. Adanya keterbatasan media yang menarik dan tepat sesuai dengan
kebutuhan siswa autis.

Selanjutnya, Semua usaha yang dilakukan oleh sekolah


membutuhkan dukungan dari berbagai lingkungan pendidikan yang lain.
Bila pengaruh sekolah sebagai salah satu lingkungan pendidikan hanya
berjalan sendiri, sangat sulit untuk mencapai tujuan pendidikan yang
diharapkan. Seyogyanya pihak sekolah lebih intens melibatkan peran
orang tua, siswa dan guru ke dalam program layanan bimbingan sosial
untuk siswa berkebutuhan khusus ke depannya.

B. Saran
1. Bagi kepala SMA Negeri 4 Pekanbaru diharapkan dapat
meningkatkan kualitas layanan dari guru BK untuk siswa autis
dengan meningkatkan SDM guru dan juga guru mata pelajaran
lainnya.
2. Bagi guru hendaknya selalu mengembangkan keterampilan dan
pengetahuan dalam memberikan layanan bimbingan pribadi sosial
untuk siswa berkebutuhan khusus.

17
DAFTAR PUSTAKA

Abdul Salim Choiri, Munawir Yusuf, Sunardi, Pendidikan Anak


Berkebutuhan Khusus Secara Inklusif (Surakarta: FKIP UNS, 2009)
Dewey John, Pengertian Tri Pusat Pendidikan, Silabus, link:
http://www.silabus.web.id/pengertian-tripusat-pendidikan
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, 2009, Jakarta: Raja Grafindo,
Persada
Lim Wasliman. 2009. Pendidikan Inklusif Ramah Anak sebagai Strategi
Membangun Rumah Masa Depan Pendidikan Indonesia. Bandung:
Depdiknas Kopertis Wilayah IV Jabar STKIP
Lutfi Isni Badiah, Jurnal Pendidikan Inklusi: “Pelaksanaan Program
Bimbingan Pribadi Sosial Pada Siswa Autis di SMAN 10 Surabaya”,
Vol. 2 No. 2 Tahun 2019
Mulyono Abdurrahman. 2003. Pendidikan bagi Anak Berkesulitan Belajar.
Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan dan
kebudayaan
Nurul Hidayati, Penelitian Pendidikan Islam: “Konsep Integrasi Tri Pusat
Pendidikan Terhadap Kemajuan Masyarakat”, 01 Februari 2016
Siti Hajah Nuraeni, Hadiyanto A. Rachim, Arie Surya Gutama. Partisipasi
Masyarakat dalam Mendukung Pelaksanaan Pendidikan Inklusif
untuk Anak Berkebutuhan Khusus
UUD 1945 Pasal 31 Ayat 1
www.dapurpendidikan.com

18
Lampiran-lampiran

19

Anda mungkin juga menyukai