Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

TENTANG

LEMBAGA PENDIDIKAN & LANDASAN PENDIDIKAN

Dosen Pembimbing : Fitriani, M.Ed

OLEH :

KELOMPOK II

1. RAHMIN
2. WAHYUDYANSYAH
3. NOFITASRI
4. MUH. IRFAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN EKONOMI


UNIVERSITAS NGGUSUWARU
2023
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang
telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga
kami dapat menyelesaikan Makalah ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan
Makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik
dari pembaca agar kami dapat memperbaiki Makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga Makalah tentang limbah dan
manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan manfaat maupun
inpirasi terhadap pembaca.

Kota Bima, Oktober 2023


Penulis,
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR......................................................................................... ii
DAFTAR ISI....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah............................................................................................ 1

BAB II PEMBAHSAN
A. Fungsi dan Peranan Lembaga Pendidikan....................................... 2
B. Landasan dan Asas Pendidikan........................................................ 10

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan......................................................................................................... 13
B. Saran...................................................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kegiatan pendidikan selalu berlangsung di dalam suatu lingkungan. Dalam
konteks pendidikan, lingkungan dapat diartikan sebagai segala sesuatu yang
berada di luar diri anak. Lingkungan dapat berupa hal-hal yang nyata, seperti
tumbuhan, orang, keadaan, politik, kepercayaan dan upaya lain yang dilakukan
manusia, termasuk di dalamnya adalah pendidikan. Di dalam konteks
pembangunan manusia seutuhnya, keluarga, sekolah dan masyarakat akan
menjadi pusat-pusat kegiatan pendidikan yang akan menumbuhkan dan
mengembangkan anak sebagai makhluk individu, sosial, susila dan religius.
Dengan memperhatikan bahwa anak adalah individu yang berkembang, ia
membutuhkan pertolongan dari orang yang telah dewasa, anak harus dapat
berkembang secara bebas, tetapi terarah. Karenanya Pendidikan harus dapat
memberikan motivasi dalam mengaktifkan anak.

B. Rumusan Masalah
a. Apa saja fungsi dan peranan lembaga-lembaga pendidikan keluarga ?
b. Apa saja fungsi dan peranan lembaga-lembaga pendidikan sekolah ?
c. Apa saja Istilah Jalur serta sasaran pendidikan Luar Sekolah?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fungsi dan Peranan Lembaga Pendidikan


1. Lembaga Pendidikan Keluarga
Sebagai transmisi pertama dan utama dalam pendidikan, keluarga
memiliki tugas utama dalam peletakan dasar bagi pendidikan akhlak dan
pandangan hidup keagamaan. Dikatakan pertama karena keluarga adalah
tempat dimana anak pertama kali mendapat pendidikan.
Sedangkan dikatakan utama karena hampir semua pendidikan awal yang
diterima anak adalah dalam keluarga. Karena itu, keluarga merupakan
lembaga pendidikan tertua, yang bersifat informal dan kodrati. Tugas
keluarga adalah meletakkan dasar-dasar bagi perkembangan anakagar anak
dapat berkembang secara baik.
2. Fungsi dan Peranan Pendidikan
Pengalaman pertama masa kanak-kanak. Pengalaman ini merupakan
faktor yang sangat penting bagi perkembangan berikutnya, khususnya dalam
perkembangan pribadinya. Kehidupan keluarga sangat penting, sebab
pengalaman masa kanak-kanak akan memberi warna pada perkembangan
selanjutnya.
a. Menjamin Kehidupan Emosional Anak 3 hal yang menjadi pokok dalam
pembentukan emosional anak, adalah :
1) Pemberian perhatian yang tinggi terhadap anak, mengontrol
kelakuannya, dan memberikan rasa perhatian yang lebih.
2) Pencurahan rasa cinta dan kasih sayang, yaitu dengan berucap lemah
lembut, berbuat yang menyenangkan dan selalu berusaha
menyelipkan nilai pendidikan pada semua tingkah laku kita.
3) Memberikan contoh kebiasaan hidup yang bermanfaat bagi anak, yang
diharapkan akan menumbuhkan sikap kemandirian anak dalam
melaksanakan aktifitasnya sehari- hari.
b. Menambah dasar pendidikan moral. Anak akan selalu berusaha menirukan
dan mencontoh perbuatan orang tuanya. Karenanya, orang tua harus
mampu menjadi suri tauladan yang baik. Misalnya dengan dengan
mengajarkan tutur kata dan perilaku yang baik bagi anak-anaknya.
c. Memberikan dasar pendidikan social
Keluarga merupakan satu tempat awal bagi anak dalam mengenal
nilai-nilai sosial. Di dalam keluarga, akan terjadi contoh kecil pendidikan
sosial bagi anak. Misalnya memberikan pertolongan bagi anggota keluarga
yang lain, menjaga kebersihan dan keindahan dalam lingkungan sekitar.
d. Peletakan dasar-dasar keagamaan
Masa kanak-kanak adalah masa paling baik dalam usaha
menanamkan nilai dasar keagamaan. Kehidupan keluarga yang penuh
dengan suasana keagamaan akan memberikan pengaruh besar kepada
anak. Kebiasaan orang tua mengucapkan salam ketika akan masuk rumah
merupakan contoh langkah bijaksana dalam upaya penanaman dasar
religius anak.
3. Tanggung Jawab Keluarga
Adanya motivasi atau dorongan cinta kasih yang menjiwai hubungan orang
tua dan anak
a. Pemberian motivasi kewajiban moral sebagai konsekuensi kedudukan
orang tua terhadap keturunannya.
b. Tanggung jawab sosial adalah bagian dari keluarga yang pada
gilirannya akan menjadi tanggung jawab masyarakat, bangsa dan
Negara.
c. Memelihara membesarkan anak.
d. Memberikan pendidikan dengan berbagai ilmu pengetahuan dan
keterampilan yang berguna bagi kehidupan anak kelak, sehingga bila
ia telah dewasa akan mampu mandiri.
4. Lembaga Pendidikan Sekolah
Yang di maksud dengan pendidikan sekolah disini adalah pendidikan
yang di peroleh seseorang secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan
mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat ( mulai dari taman kanak-kanak
sampai perguruan tinggi ). Beberapa karakteristik proses pendidikan yang
berlangsung di sekolah ini, yaitu sebagai berikut.
a. Pendidikan diselenggarakan secara khusus dan dibagi atas jenjang yang
memiliki hubungan hierarkis.
b. Usia anak didik di suatu jenjang pendidikan relative homogen.
c. Waktu pendidikan relatif lama sesuai dengan program pendidikan.
d. Materi atau isi pendidikan lebih banyak bersifat akademis dan umum.
e. Adanya penekanan tentang kualitas pendidikan sebagai jawaban tentang
kebutuhan dimasa yang akan datang.
5. Fungsi dan Peranan Sekolah
Peranan sekolah sebagai lembaga yang membantu lingkungan
keluarga maka sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki
dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarga.
Peranan sekolah dengan melalui kurikulum , antara lain sebagai berikut.
a. Tempat anak didik belajar bergaul, baik sesamanya, dengan guru dan
dengan karyawan.
b. Tempat anak didik belajar menaati peraturan-peraturan sekolah.
Mempersiapkan anak didik untuk menjadi anggota masyarakat yang
berguna bagi agama, bangsa dan negara.
Sedangkan fungsi sekolah sebagaimana diperinci oleh Suwarno dalam
bukunya penghantar umum pendidikan, adalah sebagai berikut.
a. Mengembangkan kecerdasan pikiran dan memberikan pengetahuan anak
didik
b. Spesialisasi dalam bidang pendidikan dan pengajaran
c. Efisiensi. Pendidikan dilakukan dalam program yang tertentu dan
sistematis, juga jumlah anak didik dalam jumlah besar akan memberikan
efisiensi bagi pendidikan anak dan juga bagi orang tua.
d. Sosialisasi, yaitu proses perkembangan individu menjadi makhluk sosial
yang mampu beradaptasi dengan masyarakat.
e. Konservasi dan transmisi kultural, yaitu pemeliharaan warisan budaya.
Dapat dilakukan dengan pencarian dan penyampaian budaya pada anak
didik selaku generasi muda.
f. Transisi dari rumah ke masyarakat. Sekolah menjadi tempat anak untuk
melatih berdiri sendiri dan tanggung jawab anak sebagai persiapan untuk
terjun ke masyarakat.
6. Lembaga Pendidikan di Masyarakat
Masyarakat diartikan sebagai sekumpulan orang yang menempati
suatu daerah. Dalam konteks pendidikan, masyarakat merupakan lingkungan
ketiga setelah keluarga dan sekolah. Dengan demikian tampaknya, berarti
pengaruh pendidikan tersebut sangat berpengaruh.
Sasaran Pendidikan Non Formal
a. Para Buruh dan Petani
Ini merupakan golongan terbesar dari masyarakat, mereka dengan
pendidikan yang sangat rendah atau tanpa pendidikan sama sekali.
Mereka inilah yang sangat membutuhkan program baca tulis secara
fungsional (functional literacy).
b. Para Remaja Putus Sekolah
Golongan remaja yang menganggut karena tidak mendapat pendidikan
keterampilan atau under employed, disebabkan kurangnya bakat dan
kemampuan.
c. Para Pekerja yang Berketerampilan
Program pendidikan yang diberikan hendaknya bersifat kejuruan dan
teknik, yang dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan yang
telah mereka miliki.
d. Golongan Teknisi dan Profesional
Umunya golongan ini menduduki posisi-posisi penting dalam
masyarakat, karena itu kemajuan masyarakat banyak tergantung pada
golongan ini sehingga mereka perlu memperbaharui dan menambah
pengetahuan dan keterampilannya.
e. Para Pemimpin Masyarakat
Karena tuntutan masyarakat untuk mampu mensintesakan pengetahuan
dari berbagai macam profesi/keahlian, pemimpin masyarakat harus
belajar. Biasanya pengetahuan-pengetahuan ini tidak mereka peroleh dari
pendidikan formal atau sekolah.
g. Anggota Masyarakat yang Sudah Tua
Karena perkembangan iptek, banyak hal yang belum diketahui oleh
anggota masyarakat yang sudah tua. Oleh karena itu, pendidikan ini
merupakan kesempatan yang sangat berharga bagi mereka.

B. Landasan dan Asas Pendidikan


1. Landasan Pendidikan
Secara leksikal, landasan berarti tumpuan, dasar atau alas, karena itu
landasan merupakan tempat bertumpu atau titik tolak atau dasar pijakan. Titik
tolak atau dasar pijakan ini dapat bersifat material (contoh: landasan pesawat
terbang); dapat pula bersifat konseptual (contoh: landasan pendidikan).
Landasan yang bersifat koseptual identik dengan asumsi, adapun asumsi
dapat dibedakan menjadi tiga macam asumsi, yaitu aksioma, postulat dan
premis tersembunyi.
Pendidikan antara lain dapat dipahami dari dua sudut pandang, pertama
dari sudut praktek sehingga kita mengenal istilah praktek pendidikan, dan
kedua dari sudut studi sehingga kita kenal istilah studi pendidikan.
Praktek pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang
atau lembaga dalam membantu individu atau sekelompok orang untuk
mencapai tujuan pedidikan. Kegiatan bantuan dalam praktek pendidikan
dapat berupa pengelolaan pendidikan (makro maupun mikro), dan dapat
berupa kegiatan pendidikan (bimbingan, pengajaran dan atau latihan). Studi
pendidikan adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang dalam rangka
memahami pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa landasan
pendidikan adalah asumsi-asumsi yang menjadi dasar pijakan atau titik tolak
dalam rangka praktek pendidikan dan atau studi pendidikan.
2. Konsep Belajar, Mengajar dan Mendidik
Tidak seluruh pendidikan adalah pembelajaran, sebaliknya tidak semua
pembelajaran adalah pendidikan. Perbedaan antara mendidik dan mengajar
sangat tipis, secara sederhana dapat dikatakan mengajar yang baik adalah
mendidik. Dengankata lain mendidik dapat menggunakan proses mengajar
sebagai sarana untuk mencapai hasil yang maksimal dalam mencapai
tujuan pendidikan Mendidik lebih bersifat kegiatan berkerangka jangka
menengah atau jangka panjang. Hasil pendidikan tidak dapat dilihat dalam
waktu dekat atau secara instan. Pendidikan merupakan kegiatan integratif
olah pikir, olah rasa, dan olah karsa yang bersinergi dengan perkembangan
tingkat penalaran peserta didik.
Mengajar yang diikuti oleh kegiatan belajar-mengajar secara bersinergi
sehingga materi yang disampaikan dapat meningkatkanwawasan keilmuan,
tumbuhnya keterampilan dan menghasilkan peru bahan sikap
mental/kepribadian, sesuai dengan nilai-nilai absolute dan nilai-nilai nisbi
yang berlaku di lingkungan masyarakat dan bangsa bagi anak didik adalah
kegiatan mendidik.
Mendidik bobotnya adalah pembentukan sikap mental/kepribadian bagi
anak didik , sedang mengajar bobotnya adalah penguasaan pengetahuan,
keterampilan dan keahlian tertentu yang berlangsung bagi semua manusia
pada semua usia. Contoh seorang guru matematika mengajarkan kepada anak
pintar menghitung, tapi anak tersebut tidak penuh perhitungan dalam segala
tindakannya, maka kegiatan guru tersebut baru sebatas mengajar belum
mendidik.

3. Pendidikan Sepanjang Hayat (Life Long Learning)


Pendidikan sepanjang hayat atau pendidikan seumur hidup adalah
sebuah system konsepkonsep pendidikan yang menerangkan keseluruhan
peristiwa-peristiwa kegiatan belajarmengajar yang berlangsung dalam
keseluruhan kehidupan manusia. Pendidikan sepanjang hayat memandang
jauh ke depan, berusaha untuk menghasilkan manusia dan masyarakat yang
baru, merupakan suatu proyek masyarakat yang sangat besar.
Pendidikan sepanjang hayat merupakan asas pendidikan yang cocok
bagi orang-orang yang hidup dalam dunia transformasi dan informasi, yaitu
masyarakat modern. Manusia harus lebih bisa menyesuaikan dirinya secara
terus menerus dengan situasi yang baru. Pendidikan seumur hidup adalah
sebuah konsep pendidikan yang menerangkan tentang keseluruhan peristiwa
kegiatan belajar mengajar dalam proses pembinaan kepribadian yang
berlangsung secara kontinyu dalam keseluruhan hidup manusia. Proses
pembinaan kepribadian memerlukan rentang waktu yang relatif panjang,
bahkan berlangsung seumur hidup.
Pendidikan seumur hidup, yang disebut dengan Life Long Education
adalah pendidikan yang menekankan bahwa proses pendidikan berlangsung
terus menerus sejak seseorang dilahirkan hingga meningeal dunia, baik
dilaksanakan di jalur pendidikan formal, non formal maupun informal.
Pendidikan Sepanjang Hayat (PSH) merupakan suatu gagasan atau
konsep, bahkan direkomendasikan sebagai suatu konsep induk dalam upaya
inovasi pendidikan. Dengan kata lain PSH bukanlah merupakan suatu jalur
ataupun satuan dan atau program(sebagaimana ditegaskan dalam UU
Sisdiknas No. 20Tahun 2003), melainkan sebagai suatu ide yang menjadi
landasan pengembangan jalur ataupun satuan pendidikan. Hal ini perlu
ditegaskan bahwa UUSPN No.20 tahun 2003 memberi arahan bahwa
pendidikan nasional dilaksanakan melalui tiga jalur, yaitu pendidikan formal,
nonformal, dan informal.
Menurut Yukiko Sawono, Belajar sepanjang hayat telah mengalami
perkembangan yang sangat signifikan. Jika pada masa sebelumnya, belajar
dimaknai secara sempit pada pendidikan waktu luang, dan hobi, sekarang
dipandang sebagai satu proses pendidikan untuk semua aspek pendidikan.
Perhatian terhadap penerapan prinsip ini pun semakin nyata. Hal ini dapat
dilihat dari berbagai kebijakan dan implementasi pembaharuan pendidikan.
4. Azas Dalam Pendidikan
Sistem pendidikan Indonesia mengenal adanya tiga asas-asas
pendidikan. Asas yang pertama adalah asas Tut Wuri Handayani (berasal dari
Bahasa Sansekerta yang berarti ‘Jika di belakang mengawasi dengan awas’).
Asas pendidikan yang kedua adalah asas ‘Belajar Sepanjang Hayat;’ sedang
asas yang terakhir adalah asas ‘Kemandirian dalam Belajar.’
a. Asas Tut Wuri Handayani
Pertama kali dicetuskan oleh tokoh sentral pendidikan Indonesia,
Ki Hajar Dewantoro, pada medio 1922, semboyan Tut Wuri Handayani
merupakan satu dari tujuh asas Perguruan Nasional Taman Siswa. Dalam
asas Perguruan Nasional Taman Siswa, semboyan Tut Wuri Handayani
termaktub dalam butir pertama yang berbunyi, “Setiap orang mempunyai
hak untuk mengatur dirinya sendiri dengan mengingat tertibnya
persatuan dalam peri kehidupan.”
Dari kutipan tersebut kiranya dapat ditarik kesimpulan bahwasanya
tujuan dari pembelajaran ala Taman Siswa – dan pendidikan di Indonesia
pada umumnya – adalah menciptakan “kehidupan yang tertib dan damai
(Tata dan Tenteram, Orde on Vrede)” (Tirharahardja, 1994: 119). Dalam
perkembangan selanjutnya, Perguruan Taman Siswa menggunakan asas
tersebut untuk melegitimasi tekad mereka untuk mengubah sistem
pendidikan model lama – yang cenderung bersifat paksaan, perintah, dan
hukuman – dengan “Sistem Among” khas ala Perguruan Taman Siswa.
Sistem Among berkeyakinan bahwa guru adalah “pamong.” Sesuai
dengan semboyan Tut Wuri Handayani di atas, maka pamong atau guru
di sini lebih cenderung menjadi navigator peserta didik yang “diberi
kesempatan untuk berjalan sendiri, dan tidak terus menerus dicampuri,
diperintah atau dipaksa” (Tirtarahardja, 1994: 120).
Jika menilik Sistem Pendidikan Nasional Indonesia, seperti apa
yang tercantum dalam Undang-undang Nomer 23 Tahun 2003, maka
konsep Tut Wuri Handayani termanifestasi ke dalam sistem KTSP
(Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan). Peran guru dalam sistem KTSP
lebih cenderung sebagai pemberi dorongan karena adanya pergeseran
paradigma pengajaran dan pembelajaran, dari “teacher oriented” kepada
“student oriented.”
Dalam KTSP, guru bukan lagi sekedar “penceramah” melainkan
pemberi dorongan, pengawas, dan pengarah kinerja para peserta didik.
Dengan sistem kurikulum yang terbaru ini, para pendidik (guru)
diharapkan mampu melejitkan semangat atau motivasi peserta didiknya.
Hal ini lantaran proses pengajaran dan pembelajaran hanya akan berjalan
lancar, efektif dan efisien manakala ada semangat yang kuat dari para
peserta didik untuk mengembangkan dirinya melalui pendidikan. Maka
bukan tidak mungkin, jika KTSP juga merupakan wujud manifestasi dari
asas pendidikan Indonesia “Kemandirian dalam Belajar.”
b. Asas Kemandirian dalam Belajar
Keberadaan Asas Kemandirian dalam Belajar memang satu jalur
dengan apa yang menjadi agenda besar dari Asas Tut Wuri Handayani,
yakni memberikan para peserta didik kesempatan untuk “berjalan
sendiri.” Inti dari istilah “berjalan sendiri” tentunya sama dengan konsep
dari “mandiri” yang dalam Asas Kemandirian dalam Belajar bermakna
“menghindari campur tangan guru namun (guru juga harus) selalu siap
untuk ulur tangan apabila diperlukan” (Tirtarahardja, 1994: 123).
Kurikulum KTSP tentunya sangat membantu dalam agenda
mewujudkan Asas Kemandirian dalam Belajar. Prof. Dr. Umar
Tirtarahardja (1994) lebih lanjut mengemukakan bahwa dalam Asas
Kemandirian dalam Belajar, guru tidak hanya sebagai pemberi dorongan,
namun juga fasilitator, penyampai informasi, dan organisator
(Tirtarahardja, 1994: 123). Oleh karena itu, wujud manifestasi Asas
Kemandirian dalam Belajar bukan hanya dalam berbentuk kurikulum
KTSP, namun juga dalam bentuk ko-kurikuler dan ekstra kurikuler –
sedang dalam lingkup perguruan tinggi terwujud dalam kegiatan tatap
muka dan kegiatan terstruktur dan mandiri.
Dalam bukunya “Contextual Teaching and Learning” Elanie B.
Johnson (2009) berpendapat bahwa dalam Pembelajaran Mandiri,
seorang guru yang berfaham “Pembalajaran dan Pengajaran Kontekstual”
dituntut untuk mampu menjadi mentor dan guru ‘privat’ (Johnson, 2009:
177). Sebagai mentor, guru yang hendak mewujudkan kemandirian
peserta didik diharapkan mampu memberikan pengalaman yang
membantu kepada siswa mandiri untuk menemukan cara
menghubungkan sekolah dengan pengalaman dan pengetahuan mereka
sebelumnya. Sebagai seorang guru ‘privat,’ seorang guru biasanya akan
memantau siswa dalam belajar dan sesekali menyela proses belajar
mereka untuk membenarkan, menuntun, dan member instruksi mendalam
(Johnson, 2009).
Lebih lanjut Johnson mengungkapkan bahwa kelak jika proses
belajar mandiri berjalan dengan baik, maka para peserta didik akan
mampu membuat pilihan-pilihan positif tentang bagaimana mereka akan
mengatasi kegelisahan dan kekacauan dalam kehidupan sehari-hari
(Johnson, 2009: 179). Dengan kata lain, proses belajar mandiri atau Asas
Kemandirian dalam Belajar akan mampu menggiring manusia untuk
tetap “Belajar sepanjang Hayatnya.”
c. Asas Belajar sepanjang Hayat
Mungkin inilah agenda besar pendidikan di Indonesia, yakni
manusia Indonesia yang belajar sepanjang hayat. Konsep belajar
sepanjang hayat sendiri telah didefinisikan dengan sangat baik oleh
UNESCO Institute for Education, lembaga di bawah naungan PBB yang
terkonsentrasi dengan urusan pendidikan. Menurut Cropley (1970: 2-3,
Sulo Lipu La Sulo, 1990: 25-26, dalam Tirtarahardja, 1994: 121), belajar
sepanjang hayat merupakan pendidikan yang harus :
1) meliputi seluruh hidup setiap individu
2) mengarah kepada pembentukan, pembaharuan, peningkatan, dan
penyempurnaan secara sistematis
3) tujuan akhirnya adalah mengembangkan penyadaran diri setiap
indiviu
4) mengakui kontribusi dari semua pengaruh pendidikan yang mungkin
terjadi.
Jika diterapkan dalam sistem pendidikan yang berlaku saat ini,
maka pendekatan yang sangat mungkin digunakan untuk mencapai
tujuan ini adalah melalui pendekatan “Pembalajaran dan Pengajaran
Kontekstual.” Sedang dalam konteks pendidikan di Indonesia, konsep
“Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual” sedikit banyak telah
termanifestasi ke dalam sistem Kurikulim Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP). Selain KTSP – yang notabene merupakan bagian dari
pendidikan formal, maka Asas Belajar sepanjang Hayat juga
termanifestasi dalam program pendidikan non-formal, seperti program
pemberantasa buta aksara untuk warga Indonesia yang telah berusia
lanjut, dan juga program pendidikan informal, seperti hubungan sosial
dalam masyarakat dan keluarga tentunya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keluarga sebagai lingkungan pertama, bertnaggung jawab untuk
memberikan dasar dalam menumbuh kembangkan anak sebagai makhuk
individu, sosial, susila dan religius. Sekolah sebagai lingkungan kedua
bertugas mengembangkan potensi dasar yang dimiliki masing-masing
individu agar mempunyai kecerdasan intelektual dan mental. Masyarakat
sebagai lembaga ketiga memberikan anak kemampuan penalaran,
keterampilan dan sikap. Juga menjadi ajang pengoptimalan perekembangan
diri setiap individu.
Pendidikan selalu berkaitan dengan manusia, dan hasilnya tidak
segera tampak. Diperlukan satu generasi untuk melihat suatu akhir dari
pendidikan itu. Oleh karena itu apabila terjadi suatu kekeliruan yang
berakibat kegagalan, pada umumnya sudah terlambat untuk memperbaikinya.
Kenyataan ini menuntut agar pendidikan itu dirancang dan dilaksanakan
secermat mungkin dengan memperhatikan sejumlah landasan dan asas
pendidikan.
B. Saran
Demikian makalah yang kami buat, kami sadari makalah yang kami
buat ini jauh dari sempurna, maka dari itu kami sebagai penulis makalah ini
mohon saran yang membangun, agar kami dapat membuat makalah yang
lebih baik di masa yang mendatang. Kami ucapkan terima kasih juga kepada
para dosen pembimbing mata kuliah.
DAFTAR PUSTAKA

Hasbullah.2012. Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta : Raja


Grafindo Persada.
http://ichasugiarto.blogspot.com/2012/02/makalah-fungsi-dan-peran-lembaga.html.
http://marumawir.blogspot.com/2013/06/fungsi-dan-peran-lembaga-pendidikan.html
http://artikata.com/.
http://moshimoshi.netne.net/materi/ilmu_pendidikan/bab_3.htm
http://www.mukminun.com/2009/10/asas-asas-pendidikan-indonesia-dan.html
http://adisastrajaya.blogspot.com/2012/04/landasan-dan-asas-asas-pendidikan-
serta.html
http://yandiyulio.wordpress.com/2009/05/25/landasan-pendidikan/

Anda mungkin juga menyukai