Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

CAKUPAN KONSEP PENDIDIKAN INKLUSI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Pendidikan Inklusi


Dosen Pengampu : Syamsuryani Eka Putri Atjo, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 2

Radia Magfirah 210407500035


Nur Afifah Ramadani 210407501055

Kelas M21.5

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat-Nya dan
karunia-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tepat pada waktunya. Adapun
judul dari makalah ini adalah “Cakupan Konsep Pendiddikan Inklusi”.
Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada
dosen pengampu mata kuliah Pendidikan Inklusi yang telah membimbing dan
mengarahkan kami untuk menyelesaikan makalah ini. Selain itu, kami juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun diharapkan dapat
membuat makalah ini menjadi lebih baik serta bermanfaat bagi penulis dan
pembaca.

Makassar, 25 Februari 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I.......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................1
1.3 Tujuan............................................................................................................2
BAB II......................................................................................................................3
PEMBAHASAN......................................................................................................3
2.1 Konsep Anak dan Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Inlusi.....................3
2.2 Konsep Pendidikan Inklusi Disekolah..........................................................5
2.3 Cara Memajukan Pendidikan Inklusi............................................................8
BAB III..................................................................................................................12
PENUTUP..............................................................................................................12
3.1 Kesimpulan..................................................................................................12
3.2 Saran............................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................13

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak tahun 1997 Indonesia telah “meratifikasi” kesepakatan
Salamanca 1994 tentang pendidikan inklusif, selanjutnya pada tahun 1998 s.d
2001 Balitbang Dikbud melakukan uji coba penyelenggaraan pendidikan
inklusif di 7 SD di Kecamatan Karangmojo Kabupaten Wonosari
Gunungkidul Yogyakarta. Hasil uji coba tersebut selanjutnya oleh Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa (PSLB), dipergunakan sebagai dasar
sosialisasi dan praktik implementasi pendidikan inklusif di Indonesia
(Budiyanto, 2005).
Pada akhir Tahun 2008 di Indonesia tercatat baru memiliki 814
sekolah inklusif yang melayani sekitar 15.181 ABK (Dir PSLB, 2008).
Kondisi ini masih jauh dari prevalensi jumlah ABK yang seharusnya
memperoleh layanan pendidikan. Sebagai wujud besarnya perhatian
Pemerintah dan untuk mempercepat penyelenggaraan pendidikan inklusif,
pada tahun 2009 Menteri Pendidikan Nasional mengeluarkan Permendiknas
No.70 tentang Pendidikan Inklusif bagi peserta didik yang memiliki kelainan
dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Permendiknas No.
70 Tahun 2009 tersebut selanjutnya oleh Pemerintah Daerah dipergunakan
sebagai rujukan dalam penetapan kebijakan implementasi pendidikan inklusif
di Wilayah kerja masing-masing.
Menyadari urgensi posisi Permendiknas No.70 Tahun 2009 dalam
penyelenggaraan pendidikan inklusif, maka Pedoman Umum Pendidikan
Inklusif yang telah ada perlu ditinjau kembali dan diselaraskan dengan
Permendiknas No.70 Tahun 2009 tersebut, agar dapat dipergunakan sebagai
pedoman penyelenggaraan pendidikan inklusif di Indonesia.

iv
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang yang telah dijelaskan maka dapat dibuat
perumusan masalah sebagai berikut :
1. Menjelaskan konsep anak dan peran orang tua dalam Pendidikan Inklusi
2. Menjelaskan konsep sistem Pendidikan Inklusi disekolah
3. Bagaimana cara memajukan Pendidikan Inklusi ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan diatas, tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Mengetahui konsep anak dan peran orang tua dalam Pendidikan Inklusi
2. Mengetahui konsep sistem Pendidikan Inklusi disekolah
3. Mengetahui cara memajukan Pendidikan Inklusi

v
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Anak dan Peran Orang Tua Dalam Pendidikan Inlusi
Orang tua merupakan penanggung jawab utama dalam pendidikan
anakanaknya. Dimanapun anak tersebut menerima dan menjalani pendidikan,
baik dilembaga formal, informal maupun non formal orang tua tetap berperan
dalam menentukan masa depan pendidikan anak-anaknya. Pendidikan di luar
keluarga, bukan dalam arti melepaskan tanggung jawab orang tua dalam
pendidikan anak, tetapi hal itu dilakukan orang tua semata-mata karena
keterbatasan ilmu yang dimiliki oleh orang tua, karena sifat ilmu yang terus
berkembang mengikuti perkembangan zaman, sementara orang tua memiliki
keterbatasan pengetahuan. Disamping itu juga, karena kesibukan orangtua
bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga, ikut mendorong orang tua
untuk meminta bantuan pihak lain dalam proses pendidikan anak-anaknya.
Faktanya, keterlibatan orang tua dalam pendidikan memberikan dampak yang
signifikan terhadap perkembangan anak, karena pada hakikatnya orang tua
adalah pendidik utama bagi anak, karena anak lebih banyak tumbuh dan
berkembang dalam lingkungan keluarga daripada lingkungan sekolah yang
waktunya sedikit dan sangat terbatas.
Pendidikan dari orang tua merupakan pondasi dasar bagi pendidikan
anak, karena itu orang tua harus benar-benar berperan dalam proses tumbuh
kembang anak, Dengan kata lain keberhasilan anak khususnya dalam bidang
pendidikan, sangat bergantung pada pendidikan yang diberikan oleh orang
tuanya dalam lingkungan keluarga maupun ruang lingkup sekolah. Secara
umum, disebutkan bahwa peran orang tua dalam keluarga adalah sebagai
pengasuh dan pendidik, pembimbing motivator, dan sebagai fasilitator.
Betapa pentingnya peranan orang tua dalam pendidikan anak sehingga
mengharuskan mereka untuk menjaga hubungan baik kepada pihak sekolah
sebagai bentuk perhatian orang tua terhadap anak mereka. Bahkan perhatian
yang ekstra harus diberikan oleh orang tua yang memiliki anak berkebutuhan

vi
khusus baik yang sekolah di sekolah khusus ataupun dalam konteks sekolah
inklusi. Dalam konteks sekolah inklusi penting kiranya untuk orang tua dan
pihak sekolah untuk membuat kemitraan yang baik satu sama lain. Beberapa
sekolah inklusi di Barat memiliki liaison teachers antara sekolah dan rumah,
pendidikan inklusi telah mendorong keterlibatan orang tua, dengan
menekankan pentingnya dialog dan konsultasi antara guru dan orang tua
mengenai masalah pendidikan anak mereka. Demikian pula, isu pernyataan
tentang anak berkebutuhn khusus juga mendorong lebih banyak kemitraan
antara orang tua dan sekolah.
Dari gambaran di diatas dapat kita pahami bahwa peran orang tua
dalam pendidikan inklusi adalah :
1. Advokasi bagi pendidikan anak mereka.
2. Sebagai kolaborator dan rekomendator bagi para profesional untuk
memberikan pengetahuan dan pengalaman tentang cara mereka
menangani anak mereka dirumah agar mudah dalam memutuskan
masalah pendidikan bagi anak.
3. Memberikan sebuah pengakuan terhadap eksistensi anak, dengan
memberikan mereka akses untuk bisa hidup didalam kalangan yang lebih
umum.
4. Membantu memberikan keputusan mengenai penempatan sekolah dan
program dukungan belajar untuk anak-anak mereka.
5. Melibatkan diri kedalam proses belajar mengajar anak secara aktif, guna
memberikan dukungan bagi pembelajaran dan pengembangan yang
efektif bagi anak.

Berdasarkan dari pemaparan diatas dapat kita artikan bahwa peran


orang tua dalam pendidikan inklusif sangatlah mempunyai pengaruh yang
sangat signifikan, karena berangkat dari pemahaman bahwa orang tua lah
yang paling mengerti karakteristik anak mereka, yang mana catatan-catatan
harian orang tua mengenai karakteristik, kebiasaan dan kebutuhan anak
mereka dapat di informasikan kepada pihak sekolah agar guru dan profesional

vii
lainnya dapat memfasilitasi dan membuat program pendidikan sesuai dengan
kebutuhan anak mereka.

2.2 Konsep Pendidikan Inklusi Disekolah


A. Definisi Pendidikan Inklusi
Pendidikan Inklusif (PI) merupakan system penyelenggaraan
pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua Peserta Didik
Berkebutuhan Khusus (PDBK) termasuk di dalamnya adalah Peserta Didik
Penyandang Disabilitas dan memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat
istimewa untuk mengikuti pendidikan atau pembelajaran dalam
lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada
umumnya,
Pendidikan Inklusi (PI) juga dimaknai sebagai (1) suatu pendekatan
inovatif dan strategis untuk memperluas akses pendidikan bagi semua
Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) termasuk anak penyandang disabilitas,
(2) sebagai bentuk reformasi pendidikan yang menekankan sikap anti
diskriminasi, perjuangan persamaan hak dan kesempatan, keadilan dan
perluasan akses pendidikan bagi semua, dan (3) sebuah proses dalam
merespon kebutuhan yang beragam dari semua anak melalui peningkatan
partisipasi dalam belajar, budaya, dan masyarakat, serta mengurangi
ekslusivitas di dalam dan dari pendidikan (Booth, 1996).
Berdasarkan definisi di atas maka pendidikan inklusif diartikan
bahwa setiap peserta didik memperoleh layanan sesuai dengan kebutuhan
khususnya di manapun berada, dengan system pendidikan yang terbuka,
tidak diskriminatif dan berpusat pada anak yang mengakomodasi semua
anak dalam kelas yang sama. Dengan demikian, PI merupakan sebuah
sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan atau
akses yang seluas-luasnya kepada semua anak untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu dan sesuai kebutuhan individu peserta didik
tanpa diskriminasi.

viii
B. Keberagaman Peserta Didik
Keberagaman (diversity) memiliki makna sebagai suatu kondisi
yang menggambarkan adanya perbedaan-perbedaan dalam berbagai aspek
seperti ras, agama, gender, bahasa atau lainnya. Makna keberagaman juga
diartikan sebagai perbedaan yang terjadi sebagai karakter atau ciri khusus
individu. Keberagaman ini difungsikan untuk membedakan individu
sebagai makhluk hidup dari makhluk hidup lainnya dan membedakan
individu sebagai manusia dari manusia lainnya.
Peserta didik berkebutuhan khusus merupakan bagian dari
keberagaman peserta didik yang ada di kelas. Istilah peserta didik
berkebutuhan khusus memiliki cakupan yang sangat luas. Peserta didik
berkebutuhan khusus dapat diartikan sebagai peserta didik yang
memerlukan pendidikan yang disesuiakan dengan kebutuhan masing-
masing peserta didik secara individual.
Cakupan konsep peserta didik berkebutuhan khusus dapat
dikategorikan menjadi dua kelompok besar yaitu peserta didik
berkebutuhan khusus yang bersifat sementara (temporer) dan peserta didik
berkebutuhan khusus yang bersifat menetap (permanen).
1. Peserta didik Berkebutuhan Khusus Temporer
Peserta didik berkebutuhan khusus temporer (sementara) adalah
peserta didik yang mengalami hambatan belajar dan hambatan
perkembangan
disebabkan oleh faktor-faktor eksternal. Misalnya peserta didik yang
yang mengalami tekanan ekonomi/kemiskinan, korban kekerasan
seksual, korban bencana alam, anak yang tinggal di daerah 3T, suku
terasing, korban bencana alam/sosial, anak terlantar, anak jalanan,
anak terbuang, korban kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), anak
yang terlibat dalam hukum, anak di daerah konflik senjata/perang, dan
anak karena kondisi ekternal lainnya.
2. Peserta didik Berkebutuhan Khusus Permanen

ix
Peserta didik berkebutuhan khusus yang bersifat permanen adalah
peserta didik yang mengalami hambatan belajar dan hambatan
perkembangan yang bersifat internal, terjadi sejak lahir dan akibat
langsung dari kondisi disabilitas, yaitu seperti peserta didik dengan
hambatan penglihatan, pendengaran, intelektual, hambatan fisik,
ADHD, Autistic syndrome, dsb. Peserta didik berkebutuhan khusus
yang sifatnya permanen, memerlukan layanan pendidikan khusus atau
intervensi yang sesuai agar mereka dapat berkembang optimal.

Keberagaman peserta didik berkebutuhan khusus juga diperkuat dengan


definisi yang dikemukakan oleh The Individual with Disabilities Education
Act (IDEA) (dalam Mudjito dkk, 2013, hlm 7). IDEA mengemukakan dua
kategori disabilitas. Satu, kelompok yang dimana hambatan yang dimiliki
oleh dirinya sendiri dan terjadi pada masa sejak lahir atau masa tumbuh
dan berkembang. Kedua, kelompok dimana tidak memiliki hambatan dari
dirinya sendiri namun bermasalah dari kesempatan memeroleh pendidikan.
Yaitu karena kondisi geografis, keadaan rumah tangga atau kondisi
ekonomi. Contohnya, peserta didik jalanan, peserta didik korban bencana
alam, peserta didik yang tinggal dilokasi tertinggal, terpencil atau
perbatasan.
C. Prinsip-Prinsip Pendidikan Inklusi
Berdasarkan Kemdikbud (2012), secara umum prinsip-prinsip
penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah sebagai berikut:
1. Pemerataan dan Peningkatan Mutu
Pendidikan inklusif merupakan salah satu strategi upaya pemerataan
kesempatan memperoleh pendidikan, karena lembaga PI dapat
menampung semua anak yang belum terjangkau oleh layanan
pendidikan lainnya. PI juga merupakan strategi peningkatan mutu,
karena model pembelajaran inklusif menggunakan metodologi
pembelajaran bervariasi yang bisa menyentuh pada semua anak dan
menghargai perbedaan.
2. Kebutuhan Individual

x
Setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda,
oleh karena itu pendidikan harus diusahakan untuk menyesuaikan
dengan kondisi anak.
3. Kebermaknaan
PI harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah,
menerima keanekaragaman dan menghargai perbedaan.
4. Keberlanjutan
PI diselenggarakan secara berkelanjutan pada semua jenjang
pendidikan.
5. Keterlibatan
Penyelenggaraan PI harus melibatkan seluruh komponen pendidikan
terkait.

2.3 Cara Memajukan Pendidikan Inklusi


Adapun cara memajukan pendidikan inklusi disekolah, yakni dengan
mengikuti alur mekanisme penyelenggaraan Pendidikan Inklusi.
A. Mekanisme Pendirian Sekolah Inklusi
1. Kriteria Calon Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif
a) Kesiapan sekolah untuk menyelenggarakan program pendidikan
inlusif (kepala sekolah, komite sekolah, guru, peserta didik, dan
orang tua).
b) Terdapat peserta didik berkebutuhan khusus di lingkungan
sekolah.
c) Tersedia GPK, baik yang berstatus guru tetap atau guru yang
diperbantukan dari lembaga lain, atau berkesanggupan
menyediakan guru GPK.
d) Komitmen terhadap penuntasan wajib belajar dengan bukti surat
penyataan.
e) Memiliki jaringan kerjasama dengan lembaga lain yang relevan.
f) Tersedia sarana penunjang yang dapat diakses oleh semua
peserta didik.

xi
g) Pihak sekolah telah memperoleh sosialisasi tentang pendidikan
inklusif.
h) Memenuhi ketentuan prosedur administrasi yang ditetapkan
pada masing-masing wilayah.
2. Prosedur Pendirian
Pemerintah Kabupaten/Kota menunjuk minimal satu satuan
sekolah dasar (SD) dan satu satuan sekolah menengah (SMP) pada
setiap kecamatan sebagai penyelenggara pendidikan inklusif.
Sekolah tersebut wajib menerima peserta didik berkelainan dan
memiliki potensi kecerdasan dan/atau bakat istimewa. Selanjutnya
diterbitkan surat penetapan sebagai sekolah penyelenggara
pendidikan inklusif yang dikeluarkan oleh Pemerintah
Kabupaten/Kota. Implikasinya Pemerintah Kabupaten/Kota
berkewajiban: (1) menjamin terselenggaranya pendidikan inklusif
sesuai dengan kebutuhan peserta didik; (2) menjamin tersedianya
sumberdaya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang
ditunjuk.
Sekolah yang tidak ditunjuk Pemerintah Kabupaten/Kota,
baik negeri maupun swasta, dapat juga menyelenggarakan
pendidikan inklusif dengan mekanisme sebagai berikut.
a) Sekolah mengajukan proposal penyelenggaraan pendidikan
inklusif kepada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
b) Dinas pendidikan Kabupaten/Kota melakukan penilaian
kelayakan (portofolio dan visitasi lapangan)
c) Bagi sekolah yang dinyatakan layak menyelenggarakan
pendidikan inklusif, selanjutnya diterbitkan surat penetapan
sebagai sekolah penyelenggara pendidikan inklusif.

B. Pembinaan, Monitoring, dan Pelaporan


1. Pembinaan Sekolah Inklusi

xii
Untuk menjaga dan meningkatkan mutu layanan pada sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif, maka Pemerintah
Kabupaten/Kota berkewajiban melakukan pembinaan kepada semua
sekolah penyelenggara pendidikan inklusif, baik negeri maupun
swasta. Pelaksanaan pembinaan oleh jajaran Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota dengan melibatkan kelompok kerja pendidikan
inklusif, asosiasi pendidikan inklusif, organisasi profesi, maupun
lembaga lain terkait.
2. Monitoring
Kegiatan monitoring dimaksudkan untuk mengawal keterlaksanaan
penyelenggaraan program pendidikan inklusif. Hasil monitoring
dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan
mutu layanan pendidikan inklusif. Materi monitoring meliputi
aspek:
manajemen, proses pendidikan, dan pengembangan sekolah.
Kegiatan monitoring dilaksanakan secara berkala, minimal satu kali
dalam satu tahun. Monitoring dilaksanakan oleh Direktorat
Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus, Dinas
Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota. Untuk
mengoptimalkan hasil monitoring dalam pelaksanaannya dapat
melibatkan lembaga lain terkait, diantaranya POKJA Pendidikan
Inklusif, organisasi profesi dan perguruan tinggi khususnya LPTK
PLB.
3. Pelaporan
Setiap penyelenggara pendidikan inklusif diwajibkan membuat
laporan tertulis kepada atasan langsung dan tembusannya
dikirimkan kepada Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan
Layanan Khusus. Laporan tersebut sekurang- kurangnya memuat
tentang: (1) peserta didik; (2) kurikulum yang digunakan; (3) sarana
prasarana; (4) tenaga pendidik dan kependidikan; (5) proses
pembelajaran; (6) hasil evaluasi, serta permasalahan-permasalahan

xiii
yang dihadapi. Setiap sekolah inklusif dapat mengembangkan
format laporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku pada
lingkungan lembaga setempat.

xiv
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Pada hakikatnya anak itu mempunyai hak dan kewajiban untuk
mendapatkan pendidikan, orang tua sebagai pendidik utama dalam proses
tumbuh kembang anak mempunyai peran yang sangat signifikan terhadap hal
tersebut. Orang tua wajib untuk memberikan anak pendidikan, baik di dalam
sekolah maupun dalam keluarga. Orang tua wajib untuk memfasilitasi
kebutuhan anaknya, terlebih lagi anak berkebutuhan khusus yang perlu
perhatian yang sangat ekstra dalam proses belajar-mengajarnya.
Oleh sebab itu, maka sangat diharapkan sebuah kerjasama antar orang
tua dengan profesional, guru maupun pihak sekolah lainnya yang terkait
untuk ikut terlibat dalam proses pendidikan anak di sekolah maupun dalam
keluarga agar terciptanya pendidikan anak yang lebih baik dan lebih
bermakna, terlebih lagi untuk dapat mengusahakan agar kiranya
kebutuhannya dapat terfasilitasi. Kerjasama tersebut juga akan memperkaya
proses inklusi. Kerjasama dengan organisasi-organisasi para penyandang
disabilitas dalam berbagai bidang, juga sangat diperlukan dan akan
memberikan pengayaan wawasan bagi orang tua maupun semua pihak yang
terkait.

3.2 Saran
Demikianlah makalah yang dapat kami susun. Semoga dapat bermanfaat bagi
kita semua, akhir kata penulis menyadari bahwa makalah ini bukanlah proses
akhir, tetapi merupakan langkah awal yang masih banyak memerlukan
perbaikan. Karena itu kami sangat mengharapkan tanggapan, saran dan kritik
yang membangun demi sempurnanya makalah kami yang selanjutnya.

xv
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat PPK-LK Pendidikan Dasar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan


Jakarta, “Pedoman Umum Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi” (2011)
Mal Leicester, Creating an Inclusive School, (New York: Continuum, 2008), 76
Munirwan Umar, “Peranan Orang Tua Dalam Peningkatan Prestasi Belajar
Anak,” Jurnal Ilmiah Edukasi Vol 1, Nomor 1, (Juni 2015), 20.
Tim Penyusun Direktorat Sekolah Dasar, “Buku Saku Penyelenggraan
Pendidikan Inklusi di Sekolah Dasar” Kemendikbudristek, (2021).

xvi

Anda mungkin juga menyukai