Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENERAPAN PENYELENGGARAAN HOMESCHOOLING


(Komponen dan Mekanisme)
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengembangan Homeschooling
Dosen Pengampu: Anita Rakhman, M.Pd

Disusun Oleh :

Dewi Nurhalifah 20010265


Putri Nur Oktariani 20010047
Salva Buga Padila 20220139
Siti Nurul Inayah 20010038
Zahra Zakiya A.H 20010270

LINTAS PRODI PENDIDIKAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN SILIWANGI
2022

1
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT, shalawat dan salam selalu
terlimpah curahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat rahmat-Nya kami mampu
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya.
Adapun makalah ini berisi pembahasan tentang “Penerapan penyelenggaraan
homeschooling(komponen dan mekanisme)”.Disusunnya makalah ini untuk memenuhi tugas
mata kuliah Pengembangan Homeschooling. Tak lupa kami juga mengucapkan banyak
terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pengembangan Homeschooling yang telah
memberikan arahan untuk pembuatan makalah ini. Selain itu, kami berterima kasih kepada
pihak-pihak yang sudah terlibat dalam penyusunan makalah hingga selesai.
Kami sadar dalam makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, oleh karena itu kami
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca sekalian. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Purwakarta, 21 November 2022

2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................................. 2
BAB I..................................................................................................................................... 3
PENDAHULUAN................................................................................................................... 3
A. Latar Belakang............................................................................................................. 3
BAB II.................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN...................................................................................................................... 5
A.Makna Homeschooling Bagi Orang Tua dan Siswa...........................................................5
B. Motif Memilih Homeschooling Sebagai............................................................................6
C. Tindakan Rasionalitas Orang Tua dan Siswa...................................................................8
D. Komponen Penyelenggaraan Homeschooling.................................................................10
E. Mekanisme Penyelenggaraan Homeschooling.................................................................12
BAB III................................................................................................................................. 16
PENUTUPAN....................................................................................................................... 16
A. KESIMPULAN..........................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................ 16

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Di era modern, persaingan antar lembaga pendidikan semakin ketat karena
dituntut dapat mengapresiasi dan mengembangkan kemampuan siswa baik ranah
kognitif, afektif, maupun psikomotorik. Tuntutan tersebut tidaklah mudah untuk
diaktualisasikan karena berbagai faktor dalam proses pembelajaran. Sehingga, ada
beberapa siswa dan orang tua yang kurang percaya terhadap lembaga formal yang
notabene lembaga pendidikan favorit dan terpercaya. Munculnya fenomena
homeschooling adalah pilihan dalam menghasilkan mutu yang lebih baik.
Homeschooling adalah pendidikan informal yang merupakan pilihan bagi orang tua
yang ingin mengktualisasikan perkembangan dalam aspek kognisi, psikomotorik
bahkan aspek social secara lebih fleksibel dan belajar yang kondusif sehingga dapat
dipantau oleh orang tua secara langsung dan orang tua dapat mengetahui
perkembangan anak secara kontinu. Tindakan pemilihan homeschooling sebagai
lembaga pendidikan alternatif di era modern didasari oleh motif dan makna mengenai
homeschooling.
Menurut Muhtadi dalam Ali (2020: 2) homeschooling merupakan sistem yang
telah lama ada di indonesia, bahkan jauh sebelum sistem pendidikan ala Belanda ada
dan diterapkan. Seperti halnya sistem yang diterapkan pada suatu pondok pesantren
yang kyai atau ustadz mendidik secara personal atau perkelompokan kecil yang
disebut “halaqoh”. Secara umum penerapan Homeschooling ditemukan pada 3
fenomena yaitu; pertama, orang kaya atau artis yang mempunyai kesibukan dan tidak
bisa mengontrol pola belajar anak. Kedua, orang miskin atau menengah kebawah
yang tidak mampu untuk menjangkau pembiayaan dari sekolah formal. Dan yang
ketiga, orang tua atau keluarga dengan ideologi pendidikan yang berbasis falsafah
pembebasan karena menganggap di sekolah terjadi praktik pengekangan akan hak
tumbuh kembang dan belajar atas minat bakat tertentu.
Secara etimologis homeschooling adalah sekolah yang diadakan di rumah, namun
secara hakiki adalah sekolah alternatif yang menempatkan anak sebagai subyek
dengan pendekatan pendidikan secara at home dalam Homeschooling: Rumah
Kelasku, Dunia Sekolahku, (Versiansyah dalam Fitriana, 2016: 82)
Homeschooling adalah proses pendidikan yang secara sadar, teratur dan terarah yang
dilakukan oleh orang tua atau Jurnal Visipena Volume 10, Nomor 1, Juni 2019 |54
keluarga di mana proses pembelajaran berlangsung dalam suasana yang kondusif.
Tujuannya agar setiap potensi anak-anak yang unik dapat berkembang secara
maksimal.
Homeschooling merupakan program pengajaran anak-anak yang tidak terdapat di
sekolah tradisional. Kegiatan mengajar boleh dilakukan di rumah atau suatu tempat
pada komunitas tertentu. Pelajar homeschoolingboleh terdiri dari seorang anak,
beberapa saudara bahkan beberapa anak-anak di mana orang tua mereka sepakat

4
untuk memberikan program homeschooling ini biasanya dilakukan oleh orang tua
atau orang lain yang dipercayakan sebagai gurunya (Abe Saputro, 2007).
Homeschooling adalah proses pembelajaran dirumah dimana sebuah keluarga
memilih untuk bertanggung jawab sendiri atas pendidikan anak-anaknya dan
menggunakan pendidikan rumah sebagai basis pendidikanya. Jadi orangtua yang
bertanggung jawab secara aktif atas peroses pendidikan anaknya, (Sumardiono dalam
Fitriana, 2016: 82). Selain itu, faktor terpenting dalam pembelajaran adalah guru.
Guru merupakan profesi atau pekerjaan yang memerlukan keahlian khusus atau
profesionalisme guru. Dalam proses pembelajaran, guru di tuntut harus aktif, inovatif
dan kreatif agar siswa tidak merasa bosan dengan kegiatan pembelajaran yang
dilakukan baik secara daring atau tatap muka. Terlebih lagi pada masa pandemi
Covid-19 saat ini. Guru harus pandai memodifikasi pembelajaran dengan model yang
inovatif dan kreatif. Menurut Syaharuddin (2020), pembelajaran di masa pandemi
Covid-19 menjadi sangat bervariasi, ada berbagai model pembelajaran yang
digunakan saat ini diantaranya, daring method, luring method, tatap muka murni,
home visit, blended learning dan lainnya. Salah satu model pembelajaran yang dapat
dilakukan pada kondisi saat ini adalah model pembelajaran kombinasi atau yang
dikenal dengan istilah blended learning, karena dinilai mampu membentuk dan
mengembangkan kemandirian belajar siswa hingga mahasiswa (Yuliati, Saputra:
2020).

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Makna Homeschooling Bagi Orang Tua dan Siswa


Homeschooling merupakan salah satu bagian dari dunia sosial bagi anak usia
sekolah. Hal ini juga menjadi bagian pula bagi orang tua anak yang mempercayakan
pendidikannya di homeschooling. Dunia sosial keseharian senantiasa merupakan
suatu yang intersubjektif dan pengalaman penuh dengan makna. Dengan demikian
fenomena yang ditampakkan oleh individu merupakan refleksi dari pengalaman
transendental dan pemahaman tentang makna atau verstehen tersebut. Konsep
tindakan diartikan sebagai perilaku yang membentuk makna subjektif. Tetapi makna
subjektif bukan makna yang berada dalam dunia privat individu, tetapi juga dimaknai
secara bersama oleh individu lain. Oleh karena itu makna subjektif diartikan sebagai
intersubjektif karena mempunyai kesamaan dan kebersamaan (Wirawan,2013:134).
Makna yang dimiliki oleh seseorang mengenai suatu hal berkaitan erat dengan
fenomena yang ada di lingkungan sosial sekitar. Fenomenologi berangkat dari pola
pikir subjektivisme yang tidak hanya memandang dari suatu gejala yang tampak, akan
tetapi berusaha menggali makna dibalik gejala itu. Makna fenomenologi adalah
realitas, tanpak (Wirawan, 2013:134). Fenomena yang tampak adalah refleksi dari
realitas yang tidak berdiri sendiri, karena ia memiliki makna yang memerlukan
penafsiran lebih lanjut. Fenomenologi menerobos fenomena untuk dapat mengetahui
makna (hakikat) terdalam dari fenomena tersebut (Margaret, 2013:301).
Homeschooling yang masih mengalami pro dan kontra dimasyarakat tidak terlepas
dari makna cara pandang masyarakat terutama stakeholder homeschooling. Makna
yang dimiliki oleh homeschooler mengenai homeschooling akan menjadi pijakan
dalam menentukan tindakan selanjutnya. Max Weber dalam memperkenalakn konsep
pendekatan Verstehen untuk memahami makna tindakan seseorang, berasumsi bahwa
seseorang dalam bertindak tidak hanya sekedar melaksanakan, tetapi juga
menempatkan diri dalam lingkungan berpikir dan perilaku orang lain. Konsep
pendekatan ini mengarah pada suatu tindakan bermotif pada tujuan yang hendak
dicapai atau in order to motive. Tindakan subjektif para aktor tidak muncul begitu
saja, sebelum masuk pada tataran in order to motive, menurut Schutz ada tahapan
because motive yang mendahuluinya (Wirawan, 2013: 134). Tindakan yang dilakukan
oleh orang tua dalam menyetujui anaknya belajara di homeschooling dan keinginan
anak untuk belajar di homeschooling secara tidak langsung berhubungan erat dengan
problem yang dihadapi orang tua dan anak. Sehingga tindakan tersebut juga
berhubungan dengan motif yang telah dipaparkan di atas, serta makna homeschooling
dari beberapa responden di atas. Dalam wujud tindakan, maka aktor hanya merupakan

6
suatu kesadaran terhadap motif yang menjadi suatu tujuan dan bukan kepada motifnya
yang menjadi sebab. Kesadaran ini pada akhirnya didapatakan melalui refleksi.
Tetapi, kata Schutz, aktor itu sudah tidak bertindak lagi, ia saat ini merupakan
pengamat terhadap dirinya sendiri (Schutz, 1967: 86).

B. Motif Memilih Homeschooling Sebagai


Pendidikan Alternatif Home Schooling sebagai pilihan orang tua dan siswa
yakni bisa berasal dari browsing diinternet, pamflet yang tersebar,dan bisa juga dari
mulut ke mulut ataupun pengetahuan orang tua mengenai homeschooling itu sendiri.
Adapun motif dalam memilih Home Schooling yakni keinginan siswa sendiri dan
orang tua yang mendukung. Beberapa alasan yang mendukung pemilihan tersebut
antara lain berhubungan dengan motif sebab dan motif tujuan. Menurut Weber
tindakan yang dilakukan seseorang hanya ditentukan oleh tujuan. Sedangkan Schutz
menyatakan bahwa tindakan yang dilakukan seseorang selain berdasarkan tujuan juga
berdasarkan sebab (Wirawan, 2013: 134). Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai
motif sebab dan tujuan homeschooler tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Motif Sebab
Orang yang melakukan tindakan itu mempunyai tujuan yang dicanangkan.
Dengan artian lain bahwa tujuan yang dicanangkan oleh seseorang tersebut sesuai
dengan apa yang diharapkan. Konsep pendekatan ini mengarah pada suatu tindakan
bermotif pada tujuan yang hendak dicapai atau in order to motive (Wirawan. 2013:
134). Adapun motif sebab yang mendasari pemilihan homeschooling sebagai
pendidikan alternatif di era modern menurut Marchel adalah: adanya ketidak
cocokkan antara siswa dengan guru, lingkungan sekolah, dan peraturan yang ada di
sekolah. Melalui homeschooling diharapkan problem yang ada saat dilembaga formal
sebelumnya dapat teratasi. Homeschooling berproses melalui pendekatan klasikal,
terstruktur berdasarkan tiga tahap perkembangan anak a) waldorf,model pendidikan
yang berusaha menciptakan setting sekolah yang mirip dengan keadaan rumah, b)
pendekatan montessori, model pendidikan dengan mempersiapkan lingkungan alami
agar dapat mendorong anak untuk berinteraksi dengan lingkungan, c)pendekatan
elektik, model pendidikan yang memberi kesempatan pada keluarga untuk mendesain
sendiri program homeschooling yang sesuai dengan cara memilih atau
menghubungkan sistem yang ada (Ishaq, 2012: 83). Sedangkan motif anak yakni
karena sudah terbiasa homeschooling sejak kecil di rumah, dan kesulitan belajar
dalam kelas besar, seperti konsentrasinya terpecah, malas belajar karena dituntut
untuk memahami pelajaran yang banyak dalam jangka waktu yang lama seperti di
sekolah formal baik swasta mauun negeri. Sedangkan motif orang tua yakni kesulitan
untuk mengontrol perkembangan anak baik dalam aspek perkembangan pelajaran atau
akhlaknya seiring perkembagan zaman, biaya pendidikan dapat menyesuaikan
kemampuan orang tua dan ingin mempunyai waktu yang banyak bersama keluarga,
serta ingin mengembangkan kreativitas anak untuk menyongsong era global diluar

7
waktu pendidikan formal. Pendidikan di homeschooling menggunakan sistem
pendidikan yang disesuaikan dengan kebutuhan anak dan keluarga, manajemennya
menggunakan kurikulum terbuka yang bisa dipilih jadwal atau kegiatan belajarnya
bersifat fleksibel sesuai dengan kesepakatan bersama, peran orang tua sangat
dilibatkan bahwa sebagai penentu keberhasilan, serta model belajarnya tergantung
komitmen dan kreatifitas orang tua atau siswa dalam mendesain kebutuhan (Sugiarti,
2016:19). Dari paparan motif sebab para homeschooler di atas, dapat diketahui bahwa
tindakan yang dilakukan serta tujuan yang dicanangkan dimasa depan berhubungan
erat dengan motif sebab yang mendasarinya. Menurut Schutz tindakan subjektif para
aktor tidak muncul begitu saja, tetapi ia ada melalui suatu proses yang panjang untuk
dievaluasi dengan mempertimbangkan kondisi sosial, ekonomi, budaya dan norma
etika agama atas dasar tingkat kemampuan pemahaman sendiri sebelum tindakan itu
dilakukan. Dengan kata lain, sebelum masuk pada tataran in order to motive, menurut
Schutz ada tahapan because motive yang mendahuluinya. Pada dasarnya penjelasan
tersebut tidak jauh berbeda dengan penjelasan sebelumnya (Wirawan, 2013: 134).

b. Motif Tujuan
Suatu tindakan bermotif pada tujuan yang hendak dicapai atau in order to
motive. Motif yang menjadi tujuan jelas merujuk kepada suatu keadaan pada masa
yang akan datang dimana aktor berkeinginan untuk mencapainya melalui beberapa
tindakannya. Sedangkan motif menjadi suatu sebab merujuk kepada suatu keadaan
pada masa yang lampau. Dalam pengertian ini motivasi tersebut akan menentukan
tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aktor. Dalam wujud tindakan, maka aktor
hanya merupakan suatu kesadaran terhadap motif yang menjadi suatu tujuan dan
bukan kepada motifnya yang menjadi sebab. Selanjutnya, ia akan betulbetul
menyadari setelah ia menyempurnakan tindakan tersebut atau merupakan suatu fase
yang pertama. Kesadaran ini pada akhirnya didapatakan melalui refleksi. Tetapi, kata
Schutz, aktor itu sudah tidak bertindak lagi, ia saat ini merupakan pengamat terhadap
dirinya sendiri (Schutz, 1967: 86). Dari penjelasan mengenai motif tujuan, orang yang
melakukan tindakan itu mempunyai tujuan yang dicanangkan, dengan artian lain
bahwa tujuan yang dicanangkan oleh seseorang tersebut sesuai dengan apa yang
diharapkan (Wirawan. 2013: 134). Kaitannya dengan motif tujuan homeschooler yang
ada di homeschooling yakni sebagai berikut: 1) bertujuan untuk meminimalisir
kesulitan belajar dalam kelas besar, seperti konsentrasinya terpecah, malas belajar
karena dituntut untuk memahami pelajaran yang banyak dalam jangka waktu yang
lama seperti di sekolah formal baik swasta maupun negeri, 2) Tujuan siswa lainnya
yakni menghindari bulliying, bullying merupakan animo untuk menyakiti yang
diaktualisasikan dalam aksi yang dilakukan oleh seserorang ataupun seorang
kelompok yang terjadi berulang-ulang dengan perasaan senang sehingga
menyebabkan individu atau kelompok menderita (Ponny Retno, 2008: 3).Korban
bullying terjadi jika anak kurangnya bergaul bahkan bersosialisasi dengan
lingkungannya bahkan karena mereka berbeda dengan siswa lain, seperti perbedaan
ciri fisik, aspek psikologis, aspek ekonomi maupun gender. Siswa merasa kurang
nyaman dengan lingkungannya. 4)salah satu orangtua pernah menyatakan
pembelajaran di homeschooling tidak hanya teoritik tapi juga langsung praktek pada
hari tertentu atau outing class, serta dapat mengembangkan potensi diri dan bakat

8
anak secara maksimal karena pembelajarannya lebih kondisional dan intens. Salah
satu alasan homeschooler yakni dengan harapan agar anak dapat mengembangkan
potensi jati diri, memiliki teman yang baik dan mampu mengetahui apa yang harus
dilakukan (baik dan buruk) perbuatan. Pada dasarnya substansi memilih
homeschooling adalah anak tersebut, bahwa mereka mengerti kondisi yang
sebenarnya. Dengan pihak ke dua yaitu orang tua mendukung pilihan anak tersebut.
Dengan kata lain orang tua menganggap jika anak melakukan sesuatu perbuatan yang
mereka suka tanpa ada paksaan, maka secara berkembangnya potensi makan akan
mengoptimalkan secara keseluruhan. Pendidikan homeschoooling sebelumnya dan
kebutuhan relasi atau teman untuk mengoptimalkan jiwa sosial dan kematangan
psikologinya. Dalam hal ini, Schutz dalam Wirawan beranggapan bahwa dunia sosial
keseharian senantiasa merupakan suatu yang intersubjektif dan pengalaman penuh
dengan makna. Dengan demikian fenomena yang ditampakkan oleh individu
merupakan refleksi dari pengalaman transendental dan pemahaman tentang makna
atau verstehen tersebut (Wirawan, 2013:134). Dari motif tujuan homeschooler di atas
dapat diketahui bahwa motif yang menjadi tujuan jelas merujuk kepada suatu keadaan
pada masa yang akan datang dimana actor berkeinginan untuk mencapainya melalui
beberapa tindakannya. Sedangkan motif menjadi suatu sebab merujuk kepada suatu
keadaan pada masa yang lampau. Dalam pengertian ini motivasi tersebut akan
menentukan tindakantindakan yang dilakukan oleh aktor. Dalam wujud tindakan,
maka aktor hanya merupakan suatu kesadaran terhadap motif yang menjadi suatu
tujuan dan bukan kepada motifnya yang menjadi sebab. Selanjutnya, ia akan
betulbetul menyadari setelah ia menyempurnakan tindakan tersebut atau merupakan
suatu fase yang pertama. Kesadaran ini pada akhirnya didapatakan melalui refleksi.
Tetapi, kata Schutz, aktor itu sudah tidak bertindak lagi, ia saat ini merupakan
pengamat terhadap dirinya sendiri (Schutz, 1967: 86).

C. Tindakan Rasionalitas Orang Tua dan Siswa


Tindakan yang dilakukan oleh seseorang tidaklah terjadi dengan refleks,
melainkan berhubungan dengan kebiasaan serta pola pikir yang mendasarinya.
Dengan kata lain, tindakan rasional seseorang berhubungan dengan tindakantindakan
sebelumnya serta pengetahuan mengenai sesuatu hal sebelumnya. Sedangkan
tindakan sosial menurut Weber dapat berupa tindakan yang nyata diarahkan kepada
orang lain atau juga dapat berupa tindakan yang bersifat ’’membatin’’ (subyektif)
yang mungkin terjadi karena pengaruh positif dari situasi tertentu (Wirawan,
2013:97).Homeschooling sebagai pilihan alternatif pendidikan di era modern bagi
masyarakat juga tidak terlepas dari berbagai pertimbangan sebelumnya dalam
menentukan pilihan. Orang tua memilikiperan yang penting dalam hal ini, karena
orang tua memiliki tanggung jawab dan harapan untuk anak-anaknya agar mampu
menyongsong zaman yang semakin berkembang. Peran sebagai orang tua tentunya
memikirkan masa depan untuk anaknya sehingga mereka memilih keinginan yang
terbaik sejak dini. Untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan unggul yang
berkualitas tentunya cukup banyak mengeluarkan biaya.bagi orang tua biaya tidaklah
mengubah pilihan orang tua untuk memilih yang terbaik bagi anak. Adanya

9
kekhawatiran dalam diri orang tua dengan beberapa alasan diantaranya adalah melihat
sistem pendidikan formal yang menyama ratakan anak dalam berfikir serta emosional,
padahal tindakan tersebut sangat tidak pantas dilakukan. Yang kita tahu bahwa setiap
anak mempunyai kemampuan atau potensi yang berbeda-beda.
Pemikiran orang tua mengenai homeschooling juga tidak terlepas dari
pemikiran dan keinginan anak karena anak mempunyai hak untuk mengungkapkan
keonginannya dan harapan untuk masa depannnya kelak. Seddangkan alasan siswa
memilih homeschooling dikarenakan adalah bahwa merasa ketika mereka berada di
sekolah formal sangat dirugikan dari beberapa faktor diantaranya psikologi dan fisik
yang merugikan bagi kesejahteraan siswa tersebut. Salah satu contoh yang dirigikan
dari faktor psikologis adalah mereka sering diejek dan sering digunjing oleh temannya
sendiri lantaran siswa tersebut sering merasa minder dihadapan teman-temannya.
Kurangnya diperhatikan kondisi setiap individu, alasan lain yang diungkapkan oleh
orang tua mengkhawatirkan anaknya saat berada di lingkungan luar sekolah Maka
dari itu siswa memilih menjalani homeschooling. Tindakan homeschooler tersebut
sepadan dengan teori tindakan sosial Weber berorientasi pada motif dan tujuan
pelaku. Sebagaimana diungkapkan oleh Weber, cara terbaik untuk memahami
berbagai kelompok adalah menghargai bentuk-bentuk tipikal tindakan yang menjadi
ciri khasnya. Sehingga kita dapat memahami alasan-alasan mengapa warga
masyarakat tersebut bertindak (Pip Jones, 2003:115). Homeschooling pelaksanaannya
lebih freksibel sehingga dapat dengan mudah dipantau orang tua dan lebih
menyempatkan waktu dengan keluarga. Alasan orang tua memilih homeschooling
untuk anaknya adalah kondisi dimana lingkungan sekolahnya dahulu lebih cenderung
individualis mementingkan kepentingannya sendiri. Pembelajaran siswa di utamakan
belajar di lembaga untuk memudahkan dalam hal-hal yang bersifat akademik dan
administratif. Sedangkan ketika siswa tidak bisa mengikuti jam pelajaran/sekolah
pada hari itu juga, maka siswa berkewajiban mengganti di hari yang lain sesuai
keinginan siswa dan di koordinasikan kepada administrator. Dan juga kebanyakan
homeshooling memiliki fasilitas kelas online dengan tujuan memudahkan siswa
ketika meraka tidak bisa mengikuti pelajaran secara langsung di lambaga, maka siswa
bisa mengikuti pelajaran secara online yang bisa di akses melalui gadget meraka.
Fenomena tersebut sejalan dengan tindakan rasional menurut Weber yang
menyatakan bahwa tindakan rasional seseorang berhubungan dengan pertimbangan
yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan. Tindakan rasional mencakup
tindakan rasionalitas instrumental dan tindakan rasionalitas berorientasi nilai,
sedangkan tindakan non rasional adalah tindakan afektif dan tindakan tradional
(Doyle Paul Jochnson, 1994:221).Menurut Turner, adanya pembagian dari keempat
tipe tersebut oleh Weber,memberitahukan kepada kita tentang suatu sifat aktor itu
sendiri, karena tipe-tipe itu mengindikasikan adanya kemungkinan berbagai perasaan
dan kondisi-kondisi internal, dan perwujudan tindakan-tindakan itu menunjukan
bahwa para aktor memiliki kemampuan untuk mengkombinasikan tipetipe tersebut
dalam formasi-formasi internal yang kompleks yang termanifestasikan dalam suatu
bentuk pencangkokan orientasi terhadap tindakan (Bryan S. Turner, 2012:116).

10
D. Komponen Penyelenggaraan Homeschooling
1. Peserta didik Homeschooling
Peserta didik homeschooling adalah anak-anak usia sekolah yang dengan
kesadarannya dan/atau kesepakatan dengan orangtuanya memutuskan untuk
mengikuti pendidikan di homeschooling. Peserta didik homeschooling dapat
belajar sambil bekerja, atau mengambil program pendidikan pada jenis dan
jalur pendidikan yang berbeda secara terpadu dan berkelanjutan melalui
pembelajaran tatap muka atau jarak jauh. Peserta didik homeschooling berhak:
 Memilih metode pembelajaran;
 Dilibatkan dalam menentukan pilihan mitra/induk homeschooling;
 Dilibatkan dalam penentuan jadwal, materi, bahan ajar, dan metode
pembelajaran;
 Memperoleh Nomor Induk Siswa Nasional (NISN);
 Mengikuti tes kelayakan dan penempatan;
 Mendapatkan laporan kemajuan hasil belajar
Selain itu, Peserta didik Homeschooling berkewajiban:
 Mengikuti seluruh kegiatan pembelajaran yang telah disepakati;
 Menaati tata tertib yang telah disepakati; dan
 Menghindari hal-hal yang melanggar/bertentangan dengan
hukum.
2. Penyelenggara Homeschooling
Dalam konteks penyelenggaraan homeschooling tunggal/majemuk,
penyelenggara utama adalah orangtua/keluarga yang melakukan perencanaan,
pelaksanaan pembelajaran, serta penilaian hasil belajar. Dalam proses
penyelenggaraannya, penyelenggaraan oleh orangtua/keluarga tersebut
didukung oleh pihak lain seperti satuan pendidikan yang berperan dalam
melakukan pendukungan administrasi. Hal ini disebabkan karena pada
orangtua/keluarga sebagai penyelenggara utama homeschooling tunggal
memerlukan satuan pendidikan sebagai sekolah induk.

3. Kurikulum Homeschooling
Pasal 7 (1) Permendikbud nomor 129 tahun 2014 menyebutkan bahwa
“kurikulum yang diterapkan dalam Homeschooling mengacu pada kurikulum
nasional”, dan selanjutnya di pasal 7 (3) disebutkan bahwa ‘kurikulum
nasional yang dimaksud pada ayat (1) yang digunakan dapat berupa kurikulum
pendidikan formal atau kurikulum pendidikan kesetaraan, dengan
memperhatikan secara lebih meluas atau mendalam bergantung pada minat,
potensi, dan kebutuhan peserta didik”
Penyelenggara homeschooling dapat memperkaya kurikulum yang
digunakan dengan materi kurikulum lain sepanjang tidak bertentangan dengan
sistem pendidikan nasional, yang disahkan oleh Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya. Penggunaan kurikulum

11
penyelenggaraan Homeschooling. Kegiatan pembelajaran yang dilakukan di
komunitas mengacu pada kurikulum pendidikan Kesetaraan dan kurikulum
formal (disesuaikan dengan pilihan ujian yang nantinya akan ditempuh).
Walaupun demikian, untuk homeschooling penggunaan kurikulum sangat
beragam.Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan, pilihan dan penetapan.

4. Pendidik dan tenaga kependidikan Homeschooling


Pendidik pada homeschooling yang utama adalah orangtua, dan atau
orang lain yang memiliki kompetensi mendidik, sedangkan
tenagakependidikan adalah selain orang tua sendiri juga orang lainsesuai
dengan kebutuhan homeschooling. Pendidik berkewajibanmeningkatkan
kompetensinya dan menciptakan suasana pembelajaran yang nyaman dan
menyenangkan bagi tumbuhkembang potensi peserta didik secara maksimal.

5. Materi/isi bahan ajar Homeschooling


Isi bahan ajar Homeschooling harus mendukung pencapaian SKL
(Standar Kompetensi Kelulusan) dan SI (Standar Isi) serta pengembangan
minat, potensi, dan kebutuhan peserta didik. Bahan ajar Homeschooling dapat
berbentuk:
 Bahan ajar cetak seperti buku, modul, diktat, lembar
kerja,brosur, leaflet, dan wallchart;
 Bahan ajar dengar seperti kaset, radio, piringan hitam, dan
audio compact disk;
 Bahan ajar pandang seperti film, video compact disk, dan
bahan paparan power point; dan/atau
 Bahan ajar multimedia seperti CD interaktif, berbasis komputer
(computer based), dan bahan ajar online (internet).

6. Proses pembelajaran Homeschooling


Proses pembelajaran Homeschooling dilaksanakan dengan
menekankan pada pembelajaran mandiri dengan memanfaatkan sumber-
sumber belajar yang ada di lingkungannya, seperti pasar/mal, museum,
perpustakaan, dan sumber lain yang memadai. Gambaran tentang proses
pembelajaran secara rinci ada pada panduan pembelajaran yang merupakan
bagian perangkat pendukung model penyelenggaraan Homeschooling yang
dikembangkan.

7. Penilaian Hasil Belajar


a. Penilaian hasil belajar peserta didik Homeschooling yang akan
mengikuti ujian berstandar nasional pendidikan yang ditetapkan
Pemerintah.Peserta didik homeschooling dinilai oleh: (1) pendidik
(orangtua/tutor),(2) satuan pendidikan mitra/induk tempatnya terdaftar,
dan (3) Pemerintah.
b. Penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara
berkesinambungan untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan
hasil belajar. Penilaian digunakan untuk menilai pencapaian

12
kompetensi peserta didik, memperbaiki proses pembelajaran, dan
bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar.
c. Penilaian hasil belajar oleh Pemerintah dilakukan melalui ujian
berstandar nasional pendidikan.
d. Peserta didik Homeschooling yang akan mengikuti ujian berstandar
nasional pendidikan harus memiliki Nomor Induk Siswa Nasional
(NISN).
e. Peserta didik Homeschooling yang akan mengikuti ujian berstandar
nasional pendidikan mengikuti persyaratan dan prosedur yang
ditetapkan.
f. Laporan penilaian hasil belajar peserta didik Homeschooling dapat
berupa laporan hasil belajar yang ditetapkan oleh satuan pendidikan
mitra/induk.
g. Peserta didik yang telah menyelesaikan pendidikan pada
homeschooling dapat memperoleh ijazah yang dikeluarkan oleh satuan
pendidikan mitra/induk.
h. Proses dan langkah pelaksanaan penilaian hasil belajar lebih rinci ada
pada panduan evaluasi/ penilaian yang merupakan bagian perangkat
pengembangan model penyelenggaraan homeschooling.
i.

E. Mekanisme Penyelenggaraan Homeschooling


1. Persiapan Penyelenggaraan
a) Persiapan Pendaftaran dan Ijin Penyelenggaraan. Pasal 6 (1)
menyatakan bahwa “Penyelenggara homeschooling tunggal dan
majemuk wajib mendaftar ke Dinas Pendidikan Kabupaten / Kota” dan
pada ayat (4) menyatakan bahwa “homeschooling komunitas wajib
memperoleh izin pendirian satuan pendidikan nonformal sebagai
kelompok belajar dari Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sesuai
dengan ketentuan peraturan perundang undangan.
b) Mempersiapkan dokumen penyelenggaraan. Sebelum menyusun
dokumen program homeschooling, orangtua yang akan
menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan sebaiknya
memahami Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar Isi yang
berlaku dari masingmasing jenjang pendidikan yang akan
dilaksanakan.
Adapun dokumen-dokumen yang harus disusun
sekurangkurangnya meliputi:
 Rencana kegiatan tahunan (Format terlampir)
 Silabus (Format terlampir)
 Rencana pembelajaran (Format terlampir)

2. Mendaftarkan ke Dinas Pendidikan Kab/Kota setempat


Berikut Persyaratan pendaftaran dan ijin penyelenggaraan Homeschooling:
a. Persyaratan Pendaftaran Homeschooling Tunggal Penyelenggara
homeschooling tunggal wajib mendaftar ke dinas pendidikan

13
kabupaten/kotadengan: 1) Mengisi formulir pendaftaran yang memuat
informasi tentang identitas homeschooling tunggal yang dilaksanakan
(nama penyelenggara, alamat, nomor telepon, email, serta umur dan
jumlah anak); 2) Melampirkan kartu identitas diri orangtua dan peserta
didik lengkap dengan Akta Kelahiran dan Kartu Keluarga; 3) Dalam
hal orangtua tidak memiliki kompetensi mendidik, orangtua harus
melampirkan surat perjanjian kerja sama dengan pendidik dan
lembaga/satuan pendidikan lain yang sesuai dengan program
homeschooling; 4) Melampirkan surat pernyataan dari orangtua yang
menyatakan bertanggungjawab melaksanakan pendidikan bagi anak di
rumah; 5) Melampirkan surat pernyataan bersedia untuk mengikuti
pendidikan di Homeschooling dari peserta didik yang telah berusia 13
(tiga belas) tahun. 6) Dalam hal peserta didik: a) merupakan peserta
didik yang sebelumnya telah terdaftar di satuan pendidikan formal atau
satuan pendidikan nonformal, perlu dilampirkan rapor atau
ijazah/sertifikat dan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN)
yang telah diperoleh; b) merupakan peserta didik yang sebelumnya
telah terdaftar di satuan pendidikan formal atau satuan pendidikan
nonformal, tetapi tidak memiliki rapor/ijazah/SKHUN, perlu dilakukan
tes penempatan. 7) Melampirkan dokumen program Homeschooling
berupa rencana pembelajaran.
b. Persyaratan Pendaftaran Homeschooling Majemuk Penyelenggara
homeschooling majemuk wajib mendaftar ke dinas pendidikan
kabupaten/kotadengan: 1) Mengisi formulir pendaftaran yang
disiapkan Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang memuat informasi
Identitas homeschooling majemuk yang dilaksanakan (struktur
organisasi dan identitas pengurus, daftar peserta didik sesuai dengan
jenjang/tingkat dan alamat tetap sekretariat homeschooling majemuk
setidaknya untuk 3 tahun ke depan) 2) Melampirkan kartu identitas diri
orang tua dan peserta didik lengkap dengan Akta Kelahiran dan Kartu
Keluarga; 3) Melampirkan surat perjanjian kerja sama dengan pendidik
dan lembaga/satuan pendidikan lain yang sesuai dengan program
homeschooling; 4) Melampirkan surat pernyataan dari paling sedikit 2
(dua) keluarga dan paling banyak 10 (sepuluh) keluarga yang masing-
masing keluarga menyatakan bahwa sebagai orangtua
bertanggungjawab untuk melaksanakan Homeschooling majemuk
secara sadar dan terencana; 5) Melampirkan surat pernyataan bersedia
mengikuti pendidikan di Homeschooling dari peserta didik yang telah
berusia 13 (tiga belas) tahun; 6) Dalam hal peserta didik: a) merupakan
peserta didik yang sebelumnya telah terdaftar di satuan pendidikan
formal atau satuan pendidikan nonformal, perlu dilampirkan rapor atau
ijazah/sertifikat dan Surat Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN)
yang telah diperoleh; b) merupakan peserta didik yang sebelumnya
telah terdaftar di satuan pendidikan formal atau satuan pendidikan
nonformal, tetapi tidak memiliki rapor atau ijazah/sertifikat dan Surat
Keterangan Hasil Ujian Nasional (SKHUN), perlu dilakukan tes

14
penempatan; 7) Melampirkan dokumen program Homeschooling
berupaRencana kegiatan tahunan.
c. Prosedur pendaftaran penyelenggaraan Homeschooling adalah sebagai
berikut: 1) Prosedur pendaftaran Homeschooling tunggal dan majemuk
adalah sebagai berikut: 2) Mengisi formulir pendaftaran yang telah
disediakan oleh Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota; 3) Menyerahkan
formulir pendaftaran yang telah diisi dengan melampirkan dokumen
persyaratan yang diminta. Berkas pendaftaran diserahkan secara
langsung atau sesuai dengan sistem layanan dan sarana yang tersedia
pada Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota; 4) Dinas Pendidikan
Kabupaten/Kota mengeluarkan tanda bukti penerimaan berkas
pendaftaran; 5) Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota melakukan
verifikasi berkas pendaftaran homeschooling. 6) Apabila kelengkapan
persyaratan telah dipenuhi, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota
menerbitkan surat keterangan terdaftar selambat-lambatnya 14 hari
kerja setelah verifikasi berkas. 7) Apabila berkas dinyatakan tidak
lengkap, Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota wajib memberi tahu
kekurangan dokumen yang harus dilengkapi selambatlambatnya 14
hari kerja setelah verifikasi.

15
16
BAB III

PENUTUPAN

A. KESIMPULAN
Penyelenggaraan homeschooling tunggal dan majemuk merupakan sebuah
bentuk penyelenggaraan pendidikan alternatif dimana peran orangtua/keluarga sangat
dominan dalam mengelola pembelajaran. Dominansi peranan orangtua/keluarga
tersebut diharapkan mampu untuk memfasilitasi secara optimal optimalisasi
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik baik dari aspek sikap, pengetahuan,
maupun keterampilan dengan menitikberatkan pada pemenuhan minat, bakat, serta
kebutuhan individu masing-masing peserta didik.
Tindakan rasional yang dilakukan orang tua dan homeschooler dalam
menjadikan homeschooling sebagai pendidikan alternatif pengganti pendidikan
formal didasari oleh in order to motive dan because to motive. Melalui
homeschooling diharapkan problem yang ada saat dilembaga formal sebelumnya
dapat teratasi. Sedangkan motif tujuan (in order to motive) yang mendasari tindakn
rasionalnya adalah a)untuk meminimalisir kesulitan belajar dalam kelas besar, seperti
konsentrasinya terpecah, malas belajar karena dituntut untuk memahami pelajaran
yang banyak dalam jangka waktu yang lama seperti di sekolah formal baik swasta
mauun negeri, b)menghindari bulliying, c) pembelajaran di homeschooling tidak
hanya teoritik tapi juga langsung praktek pada hari Jum’at atau outing class, d)
mengembangkan potensi diri dan bakat anak secara maksimal karena
pembelajarannya lebih kondisional dan intens.

DAFTAR PUSTAKA
H. Waluyo Saputro Tintin Kartini Ami Rahmawati, 2016. Model Penyelenggaraan
Homeschooling. PP-PAUD DIKNAS JABAR. Jayagiri
Andin, A. F. F., Octaviani, H., Nurkholis, N., Septian, R., & Khasanah, U. PENERAPAN
SISTEM HOME SCHOOLING SEBAGAI INOVASI PEMBELAJARAN DI MASA
PANDEMI COVID-19.
Fakiha, I., & Ahmadi, A. K. (2020). HOMESCHOOLING SEBAGAI PENDIDIKAN
ALTERNATIF DI ERA MODERN. Publicio: Jurnal Ilmiah Politik, Kebijakan dan
Sosial, 2(2), 23-33.
Muhtadi, A. (2012). Pendidikan dan pembelajaran di sekolah rumah
(Homeschooling). Jakarta: Raja Grafindo Persada.

17
18

Anda mungkin juga menyukai