BERKEHIDUPAN KHUSUS
1.Aisyah handayani
2. Eti kamilia
3. Elsa sasmita
4. R.A Amelia
Dosen Pembimbing
2020
i
PENGANTAR
Puji syukur kehadiran allah yang telah memberikan kesempatan kami untuk
menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat dan hidayah-nya kami dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul Perkembangan anak usia dini disusun guna memenuhi tugas
ibu Yecha Febrieanitha Putri, M.Pd. Pada mata kuliah konsep dasar anak usia dini,
kami juga berharap agar makalah ini dapat menambah wawasan bagi pembaca. Kami
mengucapkan terimakasih yang sebesar- besarnya kepada ibu Yecha Febrieanitha,
M.Pd selaku dosen mata kuliah konsep dasar anak usia dini. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada pihak yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.
Kami menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna baik dari bentuk
penyusunan maupun materinya. Kami berharap semoga penulisan makalah ini dapat
bermanfaatbagi kita semua. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................................................................... ii
Bab I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
BAB II PENUTUP
3.1 KESIMPULAN........................................................................................... 20
3.2 SARAN……………………………………………………………………….20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………21
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Pendidikan sangatlah penting, baik itu pendidikan bagi anak normal maupun
pendidikan bagi anak dengan berkebutuhan khusus. Khususnya dalam pembahasan
makalah ini kelompok akan membahas materi mengenai Layana Pendidikan Anak
Berkebutuhan Khusus yaitu Prinsip- prinsip layanan ABK, Pendekatan Layanan, dan
Layanan Pendidikan Anak Berkelainan Fisik. Oleh karena itu setiap orang wajib
mendapatkan layanan pendidikan tanpa terkecuali seperti yang telah diatur dalam
UUPasal 32 tentang pendidikan dan pelayanan khusus Ayat (1) Pendidikan khusus
merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karenakelainan fisik, emosional, mental, sosial,
dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa.
1
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari makalah ini dalah agar kita sebagai calon pendidik nantinya dapat
mengetahui bagaimana layanan yang harus kita berikan bagi anak berkebutuhan
khusus khususnya anak dengan gangguan Fisik.
Manfaat yang bisa diperoleh dari makalah ini adalah :Sebagai bahan peningkatan
dalam pembelajaran bagi kita semua
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
2.1 PRINSIP-PRINSIP LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
Ada dua prinsip layanan bagi anak berkebutuhan khusus yang perlu
diperhatikan oleh para guru atau pendidik, yaitu prinsip umum dan khusus.
1.Prinsip umum
Guru atau pendidik dalam memberikan layanan harus mengacu pada program
yang dinamis, yaitu disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi pada perserta
didik. Dengan demikian guru dituntut selalu mengkaji teori-teori pendidikan yang
berkembang setiap saat.1
2. Prinsip Khusus :
Prinsip totalitas
Artinya adalah keseluruhan atau keututhan.Dalam prinsip ini guru dalam mengajar
suatu konsep harus secara keseluruhan.Maksudnya adalah dalam mengenalkan
1
http://dedimahgunaguna.blogspot.com/2013/03/pendekatan-layanan-pendidikan-
anak.html
4
konsep sedapat mungkin melibatkan seluruh indera, sedangkan keutuhan
dimaksudkan bahwa konsep yang dikenalkan harus utuh, tidak sepotong-sepotong.
Prinsip keperagaan
Prinsip berkesinambungan
Prinsip ini sangat dibutuhkan untuk anak tunanetra dalam mempelajari konsep. Oleh
sebab itu guru dalam memberikan pelajaran untuk berkesinambungan antarra
matapelajaran yang satu dengan yang lain.
Prinsip aktivitas
Prinsip ini sangat penting artinya dalam belajar mengajar, yaitu anak
memberikanrespon terhadap stimulus yang diberikan oleh guru.Tugas guru
membantu anak dalam kegiatan belajar mengajar supaya aktif tidak hanya menjadi
pendengar saja.
Prinsip individual
1
http://dedimahgunaguna.blogspot.com/2013/03/pendekatan-layanan-pendidikan-
anak.html
5
2.2 PENDEKATAN LAYANAN PENDIDIKAN
1
Mirza, Dewi. (2007). Pelayanan Pendidikan bagi Anak Tunanetra.(Online).
Tersedia: http://digilib.sunan_ampel.ac.id/go.php?id=jiptain-gdl-s1-2007-de-wimirza-
922#publisher#publisher;
6
2.3 LAYANAN PENDIDIKAN ANAK BERKELAINAN FISIK
Pengertian tuna netra menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah tidak dapat
melihat (KBBI, 1989: 971)
Strategi khusus dan isi layanan pendidikan bagi anak tuna netra menurut
Hardman(dalam Suparno, 2008), meliputi 3 hal, yaitu sebagai berikut
o Mobility training and daily living skill, yaitu latihan untuk berjalan dan orientasi
tempat dan ruang dengan berbagai sarana yang diperlukan serta latihan
keterampilan kehidupan keseharian yang berkaitan dengan pemahaman uang,
belanja, mencuci, memasak, kebersihan diri, dan membersihkan ruangan.
o Tradisional curriculum content area, yaitu orientasi dan mobilitas, keterampilan
berbahasa termasuk ekspresinya dan keterampilan berhitung.
o Communication media, yaitu penguasaan braille dalam komunikasi.
2. Anak Tunarungu
Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak Tunarungu adalah terletak pada
pengembangan persepsi bunyi dan komunikasi. Adda beberapa cara mengembangkan
kemampuan komunikasi anak tunarungu, yaitu:
1
Mirza, Dewi. (2007). Pelayanan Pendidikan bagi Anak Tunanetra.(Online).
Tersedia: http://digilib.sunan_ampel.ac.id/go.php?id=jiptain-gdl-s1-2007-de-wimirza-
922#publisher#publisher;
7
a. Metode Oral
Cara melatih anak tunarungu supaya dapat berkomunikasi secara lisan (verbal)
dengan normal.Dalam hal ini perlu partisipasi lingkungan anak tunarungu untuk
berbahasa secara verbal.
b. Membaca Ujaran
Kegiatan yang mencangkup pengamatan visual dari bentuk dan gerak bibir lawan
bicaranya sewaktu dalam proses berbicara. Membaca ujaran memiliki kelamah antara
lain; tidak semua bunyi bahasa dapat terlihat pada bibir, ada persamaan antara
berbagai bunyi bentuk bahasa, lawan bicara harus berhadapan dan tidak terlalu jauh
dan pengcapan harus pelan dan lugas. 1
c. Metode manual
Cara mengajar atau melatih anak tunarungu berkomunikasi dengan isyarat atau ejaan
jari. Bahasa isyarat ini mempunyai komponen yaitu:
o Bahasa isyarat lokal, suatu ungkapan manual dalam bentuk isyarat konvensional
berfungsi sebagai pengganti kata.
o Bahasa isyarat formal, bahasa nasional dalam isyarat biasanya menggunakan kosa
kata isyarat dan dengan berstruktur bahasa yang sama persis dengan bahasa lisan.
o Ejaan jari
1
Hallahan, Daniel P. and Kauffman, James M. (1986).Exceptional Children: Intro-
8
Penunjang bahasa isyarat dengan menggunakan ejaan jari. Dalam penggunaan bahasa
ejaan jari dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu : ejaan jari dengan satu tangan,
ejaan jari dengan dua tangan, dan ejaan jari campuran.
o Komunikasi total
Cara berkomuniksasi dengan menggunakan salah satu modus atau semua cara
berkomuniksai digunakan (bahasa isyarat, ejaan jari, bicara, bacaan ujaran, dan lain
sebagainya). Hal ini digunakan untuk memperbaiki dalam mengajarkan komunikasi
tunarungu.1
ABK memiliki tingkat kekhususan yang amat beragam, baik dari segi jenis,
sifat, kondisi maupun kebutuhannya, oleh karena itu, layanan pendidikannnya tidak
dapat dibuat tunggal/seragam melainkan menyesuaiakan diri dengan tingkat
keberagaman karakteristik dan kebutuhan anak. Dengan beragamnya model layanan
pendidikan tersebut, dapat lebih memudahkan anak-anak ABK dan orangtuanya
untuk memilih layanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik dan
kebutuhannya. Ada beberapa model layanan pendidikan bagi ABK yang ditawarkan
mulai dari yang model klasik sampai yang modern/terkini. 2
1
Hallahan, Daniel P. and Kauffman, James M. (1986).Exceptional Children: Intro-
2
Abudin, PGSD. 2010. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Blogspot;
[tersedia]http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-
9
2. Model Segregasi Model
segregasi merupakan model layanan pendidikan yang sudah lama dikenal dan
diterapkan pada anak-anak berkebutuhan khusus di Indonesia. Model ini mencoba
memberikan layanan pendidikan secara khusus dan terpisah dari kelompok anak
normal maupun ABK lainnya. Dalam praktiknya, masing-masing kelompok anak
dengan jenis kekhususan yang sama dididik pada lembaga pendidikan yang melayani
sesuai dengan kekhususanya tersebut. Sebagai contoh: SLB/A, lembaga pendidikan
untuk anak tuna netra; SLB/B, lembaga pendidikan untuk Anak tunarungu; SLB/C,
lembaga pendidikan untuk anak tuna grahita, SLB/D lembaga pendidikan untuk anak
tuna daksa, dan SLB/E lembaga pendidikan untuk anak tuna laras, sekolah autisme,
sekolah anak ber IQ sedang, sekolah anak berbakat, dan sebagainya.
Kelebihan dari model ini adalah (1) anak merasa senasib, sehingga dapat
menghilangkan rasa minder, rasa rendah diri, dan membangkitkan semangat
menyongsong kehidupan di hari-hari mendatang, (2) anak lebih mudah beradaptasi
dengan temannya yang sama-sama mengalami/menyandang ketunaan, (3) anak
termotivasi dan bersaing secara sehat dengan sesama temannya yang senasib di
sekolahnya, dan anak lebih mudah bersosialisasi tanpa dibayangi rasa takut bergaul,
minder, dan rasa kurang percaya diri.1
1
Abudin, PGSD. 2010. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Blogspot;
[tersedia]http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-
10
masyarakat, dan (3) anak merasakan ketidakadilan dalam kehidupan di sekolah yang
terbatas bagi mereka yang tergolong berkelainan. 2
Sesuai dengan namanya, keberadaan kelas khusus tidak berdiri sendiri seperti
halnya sekolah khusus (SLB), melainkan berada di sekolah umum/regular.
Keberadaan kelas khusus tidak bersifat permanen, melainkan didasarkan pada ada /
tidaknya anak-anak yang memerlukan pendidikan/pembelajaran khusus di sekolah
tersebut. Pada kelas khusus biasanya terdapat beberapa siswa yang memiliki derajat
kekhususan yang relatif sama.
Dalam kelas khusus sepanjang hari ABK dididik oleh guru khusus di
ruangan/kelas yang khusus pula.Pada jam-jam istirahat, anak-anak ini dapat
berinteraksi dengan mereka yang bukan ABK, sedangkan pada jam-jam pelajaran
mereka, hanya berinteraksi dengan sesama mereka yang berkategori ABK. Kelas
khusus ini hampir mirip dengan sekolah segregasi, hanya lokasinya berada dalam satu
naungan sekolah induk/reguler. Untuk bidang studi tertentu ABK belajar bidang studi
yang tidak dapat mereka ikuti di kelas reguler. Adapun untuk bidang studi tertentu,
2
Abudin, PGSD. 2010. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Blogspot;
[tersedia]http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-
11
sepertiolahraga, kerajinan tangan, musik, dan lain-lain dapat dilakukan secara
bersama-sama dengan anak-anak yang bukan ABK.
Di kelas khusus ini biasanya anak-anak mendapat mata pelajaran yang bersifat
akademik seperti membaca, menulis, dan berhitung atau aspek-aspek lain yang sesuai
dengan kekhususannya. Kebaikan/ kelebihan model ini adalah (1) anak lebih
mendapatkan perlakuan dan pelayanan pendidikan yang sesuai dengan karakteristik
dan kebutuhannya karena anak dikelompokkan relative homogen, (2) potensi anak
dapat lebih cepat berkembang karena pembelajarannya menggunakan pendekatan
individual atau kelompok kecil, (3) secara sosial, anak dapat lebih mudah
mengembangkan diri karena berada dalam lingkungan yang normal.
SDLB keberadaannya hampir mirip dengan SLB, akan tetapi SDLB sesuai
adalah sekolah yang diperuntukkan dan untuk menampung anak-anak berkebutuhan
khusus usia sekolah dasar dari berbagai jenis dan tingkat kekhususan yang
dialaminya. Oleh karena itu, dalam SDLB ada ABK kategori tuna netra, tuna rungu,
tuna grahita, dan sebagainya. Mereka belajar di kelas masing- masing yang
disesuaikan dengan jenis kekhususannya, akan tetapi mereka bersosialisasi secara
1
Abudin, PGSD. 2010. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Blogspot;
[tersedia]http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-
12
bersama-sama dalam satu naungan sekolah. SDLB pada hakikatnya adalah SD Negeri
Inpres biasa tetapi diperuntukkan bagi anak usia wajib belajar yang memerlukan
pendidikan khusus. Dilihat dari keragaman anak di SDLB dengan berbagai jenis
kekhususannya tersebut, maka SDLB sebenarnya termasuk sekolah terpadu, akan
tetapi terpadu secara fisik bukan terpadu secara akademik. (Dwidjo Sumarto, 1988).
Kebaikan/Kelebihan Model ini adalah (1) anak merasa berada dalam dunia
yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada jenis kelainan tertentu saja, (2) dalam
perkembangan sosial, anak lebih leluasa mengadakan interaksi dan komunikasi
dengan sesama teman yang sangat bervariasi jenis ketunaannya, dan (3) secara
psikologis, anak dapat lebih mudah meningkatkan rasa percaya diri, menebalkan
semangat, dan motivasi berprestasi.
Guru kunjung dapat diterapkan untuk melayani pendidikan ABK yang ada
atau bermukim di daerah terpencil, daerah perairan, daerah kepulauan atau tempat-
tempat yang sulit dijangkau oleh layanan pendidikan khusus yang telah ada, misalnya
SLB, SDLB, kelas khusus, dsb. Di tempat-tempat tersebut dibentuk
sanggar/kelompok-kelompok belajar tempat anak-anak memperoleh layanan
pendidikan. Guru kunjung secara periodik mengunjungkelompok belajar yang
menjadi binaannya. Program pendidikannya meliputi pembelajaran dengan materi
praktis dan pragmatis, seperti keterampilan kehidupan sehari-hari, membaca, menulis,
1
Abudin, PGSD. 2010. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Blogspot;
[tersedia]http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-
13
dan berhitung sederhana. Kelompok belajar ini dapat dikatakan sebagai kelas jauh
yang menginduk kepada SLB,SDLB, SD terdekat. Guru kunjung tersebut biasanya
diambilkan dari guru khusus yang mengajar di sekolah induknya atas penunjukan dari
dinas pendidikan setempat.
Kebaikan / Kelebihan model ini adalah (1) anak dapat lebih mendapat layanan
pendidikan dengan tidak perlu datang ke jauh karena sudah ada petugas/guru khusus
yang mendatanginya, (2) anak-anak bisa saling berkomunikasi dengan sesama ABK
dari daerah/tempat yang lain yang saling berjauhan sehingga dapat memicu semangat
belajar, (3) anak-anak memperoleh pengetahuan dan keterampilan praktis dan
pragmatis yang mereka butuhkan sehari-hari.
1
Abudin, PGSD. 2010. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Blogspot;
[tersedia]http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-
14
6. Sekolah Terpadu
Sekolah terpadu pada hakikatnya merupakan sekolah normal biasa yang telah
ditetapkan untuk menerima ABK. Mereka belajar bersama-sama dengan anak-anak
normal, dengan diajar oleh guru umum sedangkan materi-materi yang memiliki sifat
kekhususan diberikan oleh guru pendamping. Dalam pelaksanaannya pendidikan
terpadu dapat berlangsung secara (1) terpadu penuh/sepanjang hari pelajaran dan (2)
secara terpadu sebagian/khsusus bidang studi tertentu.
Pada tipe sekolah terpadu penuh, ABK belajar bersama-sama dengan mereka
yang bukan ABK dengan mengikuti semua pelajaran tanpa terkecuali. Meskipun
demikian tipe sekolah ini tetap membutuhkan kehadiran guru pendamping khusus di
kelas/sekolah tersebut. Guru khusus ini bisa menjadi mitra kerja bagi guru umum
yang mengajar. Jika guru umum menghadapi kesulitan berkaitan dengan ABK maka
ia dapat meminta bantuan pada guru khusus. Di sekolah terpadu sebagian ABK
mengikuti mata pelajaran bersama-sama, misalnya Matematika, IPA, IPS, dan lain-
lain. Sedangkan untuk mata pelajaran yang tidak bisa diikuti oleh ABK, maka ABK
dilayani tersendiri sesuai dengan karakteristik kekhususannya, seperti kegiatan:
olahraga, kerajinan tangan, latihan orientasi dan mobilitas, dan lain-lain.
Pendidikan/Sekolah Terpadu pada awalnya hanya menerima murid ABK kategori
tunanetra, namun untuk sekarang dan yang akan datang pendidikan terpadu
diharapkan bisa menerima murid dari semua jenis ABK dengan sistem yang lebih
baik lagi.1
Kebaikan/ kelebihan model ini adalah (1) anak merasa dihargai harkat dan
martabatnya sehinga mereka bisa belajar bersama-sama dengan anak normal tanpa
dibatasi oleh dinding tembok pemisah yang tegas,(2) dari perkembangan sosial, anak
lebih mudah berinteraksi dan berkomunikasi secara luas dengan mereka/anak-anak
1
Abudin, PGSD. 2010. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Blogspot;
[tersedia]http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-
15
yang normal di sekolah tersebut, (3) secara psikologis, anak merasa percaya diri
dandapat menimbulkan semangat/motivasi untuk bersaing secara sehat dengan
mereka yang berkategori normal.
Kekurangan / kelemahan, adalah (1) anak kadang merasa rendah diri sehingga
dapat meruntuhkan semangat belajar, (2) dalam kondisi tertentu, anak menjadi bahan
olok-olokan egative dari temannya yang normal sehingga kondisi kejiwaan ABK
menjadi tertekan, dan (3) ketersediaan guru GPK (Guru Pendamping Khusus) bagi
anak ABK di sekolah tersebut tidak selalu ada.
Demikian pula komunitas sekolah yang normal harus ada kebersamaan antara
anak normal dan anak yang tidak normal, baik pada saat menerima pelajaran dalam
kelas maupun pada saat bersosialisasi di luar kelas. Penyelenggaraan pendidikan
inklusi tentu saja memerlukan perencanaan yang matang, sehingga dalam
pelaksanaannya tidak menimbulkan efek yang kurang menguntungkan. Pendidikan
inklusi lazimnya sudah diterapkan di negara-negara maju, seperti Norwegia, Swedia,
Denmark, USA, dan sebagian Australia.Di Indonesia model pendidikan inklusi sudah
1
Rahardja, Djadja. (2006). Pendidikan Luar Biasa Introduction to Special Education
16
mulai banyak dirintis di beberapa sekolah tertentu, namun belum dapat sepenuhnya
dilaksanakan. Dalam kasus-kasus tertentu nama sekolah inklusi telah menjadi trade
mark , tetapi dalam prakteknya tidak lebih dari sekedar sekolah terpadu biasa. Oleh
karena itu di masa-masa yang akan datang sekolah inklusi di Indonesia bukan hanya
sekedar nama saja tetapi diharapkan menjadi sebuah sekolah inklusi beneran seperti
yang telah diselenggarakan di beberapa negara maju di Eropa, Amerika dan Australia.
Ini tentu saja menjadi tugas dan komitmen bersama antara pemerintah, sekolah dan
masyarakat. Kebaikan/ kelebihan model ini adalah (1)anak akan memperoleh
keadilan layanan pendidikan, tidak dibedakan dari anak normal sehingga secara tidak
langsung dapat membangkitkan motivasi dan gairah belajar di sekolah, (2) anak dapat
berpartisipasi dalam kehidupan di sekolah tanpa memandang kekurangan yang
disandang, (3) anak merasakan perlakuan dan persamaan hak, harkat dan martabat
dalam memperoleh layanan pendidikan tanpa membedakan antara yang cacat dan
yang normal, dan (4) anak dapat bergaul dan berinteraksi secara sehat dengan teman-
temannya yang normal, sehingga meningkatkan rasa percaya diri dan motivasi
berprestasi dalam belajar.1
1
Rahardja, Djadja. (2006). Pendidikan Luar Biasa Introduction to Special Education
17
hanya menerima anak cacat yang berkategori ringan, bukan yang berkategori sedang
atau berat.
Bimbingan untuk mengenal situasi sekolah, baik dari sisi fisik bangunan maupun
dari sisi interaksi orang per-orang.
Menumbuhkembangkan perasaan nyaman, aman, dan senang dalam lingkungan
barunya.
Melatih kepekaan indera-indera tubuh yang masih berfungsi sebagai bekal
pemahaman kognitif, afektif dan psikomotornya.
Melatih keberanian anak tunanetra untuk mengenal hal-hal baru, terutama hal-hal
yang tidak ia temui ketika berada di rumah.
Menumbuhkan kepercayaan diri dan kemandirian dalam berkomunikasi dan
melakukan kontak.
Melatih mobilitas anak untuk mengembangkan kontak-kontak sosial yang akan
dilakukan dengan teman sebaya.
Memberikan pendidikan etika dan kesantunan berkaitan dengan adat dan
kebiasaan yang berlaku dalam suatu daerah. Pendidikan etika yang berlaku di
rumah dapat berbeda ketika anak tunanetra masuk dalam lingkungan baru dengan
beragam kepribadian individu.
Mengenalkan anak tunanetra dalam beragam karakter interaksi kelompok. Hal ini
dapat memberikan pemahaman bahwa tiap kelompok memiliki karakter interaksi
yang berbeda. Misalnya kelompok anak-anak kecil, kelompok remaja, atau
kelompok orang dewasa. Interaksi sosial yang baik maupun yang kurang baik
1
Hallahan, Daniel P. and Kauffman, James M. (1986).Exceptional Children: Intro-
18
merupakan proses yang tidak diturunkan bagi anak tunanetra, melainkan
diperoleh melalui proses belajar, bimbingan dan latihan. Pengaruh internal
maupun eksternal yang positif dan negatif, secara langsung atau tidak langsung
akan mempengaruhi anak tunanetra dalam berinteraksi. Untuk menghindari
terjadinya perilaku yang kurang baik pada anak tunanetra dalam bergaul perlu
ditanamkan kemauan yang kuat. Kemauan yang kuat pada diri anak tunanetra
dapat menimbulkan kepercayaan pada diri. Anak tunanetra juga dapat
membedakan antara perilaku yang baik dan kurang baik dalam berinteraksi
dengan lingkungannya melalui program pengembangan interaksi sosial. Untuk
memenuhi kebutuhan khusus anak tunanetra, sekolah atau lembaga pendidikan
bagi tunanetra menyiapkan program pemenuhan kebutuhan tersebut dalam bentuk
kurikulum.
BAB III
1
Hallahan, Daniel P. and Kauffman, James M. (1986).Exceptional Children: Intro-
19
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
20
Abudin, PGSD. 2010. Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Blogspot;
[tersedia]http://abudinpgsd.wordpress.com/2011/02/19/pendidikan-anak-
http://dedimahgunaguna.blogspot.com/2013/03/pendekatan-layanan-pendidikan-
anak.html
21