Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

PENDIDIKAN INKLUSI
(AKDK 6501)

MODIFIKASI KURIKULUM DI KELAS INKLUSIF

DOSEN PENGAMPU :
Dewi Ekasari Kusumastuti, M.Pd

Disusun oleh:
Fitriana Dewi Ramadhani (1710121220008)
Khairunnisa Maharani (1710121220011)
Malik Fahat (1710121210014)
Nisa Fahira (1710121220018)

Kelompok 9

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan rasa syukur dan terimakasih kepada Tuhan Yang


Maha Esa, yang mana berkat taufik dan hidayah-Nya , akhirnya kami dapat
menyelesaikan makalah Pendidikan Inklusi yang berjudul “Modifikasi Kurikulum
di Kelas Inklusif”.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada :
1. Ibu Dewi Ekasari Kusumastuti, M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah
Pendidikan Inklusi.
2. Dan Teman-teman yang telah mendukung makalah ini, hingga dapat berhasil
dengan baik.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah Pendidikan Inklusi ini
sangatlah jauh dari sempurna, karenanya kami sangat mengharapkan bimbingan,
saran, maupun kritik yang sifatnya membangun demi kesempurnaan makalah
yang akan datang. Akhir kata, dengan disertai do’a dan harapan semoga makalah
ini bermanfaat bagi kita semua.

Banjarmasin, 12 September 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I .......................................................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..........................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah .....................................................................................4
1.3 Tujuan Penulisan .......................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
2.1 Definisi Program Pembelajaran Individual ...............................................6
2.2 Tujuan Program Pembelajaran Individual.................................................7
2.3 Langkah-Langkah Program Pembelajaran Individual...............................8
2.4 Komponen-Komponen Program Pembelajaran Individual .....................10
2.5 Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran serta Laporan Pembelajaran yang
bermakna ............................................................................................................14
2.5.1 Evaluasi Anak Berkebutuhan Khusus..............................................15
BAB III ..................................................................................................................18
3.1 Kesimpulan.................................................................................................18
3.2 Saran ...........................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................19

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakekatnya semua anak mempunyai kesempatan yang sama untuk
memperoleh pendidikan. Melalui pendidikan, seluruh potensi anak didik sanggup
digali dan dikembangkan secara optimal. Baik anak didik yang normal maupun
berkebutuhan khusus. Hal ini bertemali dengan amanat Undang-Undang Dasar
1945 pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 wacana hak dan kewajiban setiap warga negara
untuk mendapat pendidikan dan UU nomor 20 tahun 2003 pasal 5 ayat 1 wacana
hak setiap warga negara memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan demikian
tidak ada alasan untuk meniadakan pendidikan anak berkebutuhan khusus (ABK),
apalagi menelantarkan ABK dalam memperoleh pendidikan.

Dalam Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 wacana


Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 1 butir 19 sanggup disimpulkan
kurikulum yaitu seperangkat rencana pembelajaran yang didalamnya menampung
pengaturan wacana tujuan, isi, proses, dan evaluasi. Di dalam pendidikan inklusif,
modifikasi atau pengembangan kurikulum sangat perlu dilaksanakan mengingat
pendidikan inklusif yaitu pendidikan yang memperlihatkan kesempatan kepada
anak yang berkelainan dan talenta istimewa untuk mengikuti pembelajaran anak
pada umumnya. Oleh karena alasan itulah kurikulum diadaptasi dengan potensi
dan karakteristik ABK biar mereka tidak mengalami kendala dalam pembelajaran
yang dilaksanakan di pendidikan inklusif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah definisi dari Program Pembelajaran Individual (PPI) ?
2. Apa saja tujuan Program Pembelajaran Individual (PPI) ?
3. Apa saja langkah-langkah Program Pembelajaran Individual (PPI) ?
4. Apa saja komponen-komponen Program Pembelajaran Individual (PPI) ?
3. Bagaimana penilaian dan evaluasi pembelajaran serta laporan pembelajaran
yang bermakna ?

4
1.3 Tujuan Penulisan
1. Mendeskripsikan definisi Program Pembelajaran Individual (PPI)
2. Menjelaskan tujuan Program Pembelajaran Individual (PPI)
3. Menjelaskan langkah-langkah Program Pembelajaran Individual (PPI)
4. Menjelaskan komponen Program Pembelajaran Individual (PPI)
5. Untuk mengetahui penilaian dan evaluasi pembelajaran serta laporan
pembelajaran yang bermakna.

5
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Program Pembelajaran Individual


Program Pembelajaran Individual dikenal dengan The Individualized
Education Program (IEP) yang diprakarsai oleh Samuel Gridley Howe tahun
1871, yang merupakan salah satu bentuk layanan pendidikan bagi ABK.
Bentuk pembelajaran ini sudah diperkenalkan di Indonesia sejak tahun 1992,
yang merupakan satu rancangan pembelajaran bagi anak berkebutuhan khusus
agar mereka mendapatkan pelayanan sesuai kebutuhannya dengan lebih
memfokuskan pada kemampuan dan kelemahan kompetensi peserta didik.
Mercer and Mercer (1989) mengemukakan bahwa “program pembelajaran
individual menunjuk pada suatu program pembelajaran dimana siswa bekerja
dengan tugas-tugas yang sesuai dengan kondisi dan motivasinya”. Sejalan
dengan pernyataan itu Lynch (1994) menyatakan bahwa “PPI merupakan suatu
kurikulum atau merupakan suatu program belajar yang didasarkan kepada
gaya, kekuatan dan kebutuhan-kebutuhan khusus anak dalam belajar”. Dengan
demikian PPI pada prinsipnya adalah suatu program pembelajaran yang
didasarkan kepada kebutuhan setiap individu (anak). Kedua pengertian tadi
mengandung pengertian bahwa siswalah yang harus mengendalikan program
dan bukan program yang mengendalikan siswa. Para ahli pendidikan sepakat
bahwa salah satu pijakan dalam penyusunan program hendaknya bertitik tolak
dari kebutuhan anak, sebab anak adalah individu yang akan dibelajarakan. Oleh
karenanya, perkembangan dan minat anak menjadi orientasi di dalam
mempertimbangkan penyusunan program. Dan dengan adanya perbedaan
antar individu pada Anak Berkebutuhan Khusus yang sangat beragam, layanan
pendidikannya pun lebih diarahkan pada layanan yang bersifat individual,
sehingga dapat dikatakan bahwa PPI merupakan ciri atau jiwa dari pendidikan
berkebutuhan khusus, meskipun layanan yang bersifat klasikal dalam batas
tertentu masih diperlukan.
Program Pembelajaran Individual harus merupakan program yang
dinamis, artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan peserta

6
didik, yang diarahkan pada hasil akhir yaitu kemandirian yang sangat berguna
bagi kehidupannya, mampu berperilaku sesuai dengan lingkungannya atau
berperilaku adaptif.
Program Pembelajaran Individual (PPI) ini bertolak dari suatu
pandangan yang mengakui bahwa manusia merupakan mahluk individu.
Individu mengandung arti suatu kesatuan dari jiwa dan raga (a whole being)
yang tidak terpisahkan satu sama lain yang dikenal sebagai organisme. Di
dalam organisme tersebut terdapat dorongan (drives) yang bersumber pada
kebutuhan-kebutuhan dasar (basic needs) dan merupakan daya penggerak
(motivation) untuk mempertahankan kebutuhan hidupnya (survive). Dorongan,
kebutuhan dan motivasi tersebut sifatnya berbeda-beda, dalam arti memiliki
ciri khas tersendiri antara organisme yang satu dengan yang lainnya.
Pandangan ini pada dasarnya menghendaki agar kegiatan proses pembelajaran
lebih bersifat individual.
2.2 Tujuan Program Pembelajaran Individual
Secara garis besarnya tujuan Program Pembelajaran Individual adalah
untuk membantu siswa yang bermasalah dalam belajarnya karena berbagai
keterbatasan, sehingga sering tidak dapat menyerap materi belajar yang
diberikan secara klasikal sehingga membutuhkan layanan pembelajaran yang
berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Adapun fungsi penyusunan PPI
bagi guru adalah:

1. Untuk mengetahui kekuatan, kelemahan dan minat siswa, program yang


diindividualisasikan akan terarah pada kebutuhan dan sesuai dengan tahap
kemampuannya dan memberi arah pembelajaran saat ini.
2. Membantu setiap ABK memiliki program yang diindividualkan untuk
mempertemukan kebutuhan khas mereka dan mengkomunikasikan program
tersebut kepada orang-orang yang berkepentingan.
3. Meningkatkan keterampilan guru dalam melakukan asesmen tentang
karakteristik kebutuhan belajar tiap anak dan melakukan usaha
mempertemukan dengan kebutuhan-kebutuhan siswa.

7
4. Meningkatkan komunikasi antar/dengan anggota tim, khususnya keterlibatan
orang tua, sehingga sering bertemu dan saling mendukung untuk
keberhasilan Anak Berkebutuhan Khusus dalam pendidikan
5. Menjadi wahana bagi peningkatan usaha untuk memberikan pelayanan
pendidikan yang lebih efektif.
2.3 Langkah-Langkah Program Pembelajaran Individual
Proses melaksanakan program pendidikan individualisasi meliputi tujuh
langkah, yaitu:
(1) referral;
(2) assesmen;
(3) identifikasi;
(4) analysis of services;
(5) placement;
(6) instructional decision making; dan
(7) evaluasi program (Smith & Luckasson, 1995: 90-102). Adapun penjelasan
dari tahapan tersebut adalah:
Step pertama, Referral. Referral atau pengarahan dalam IEP merupakan
upaya untuk mengarahkan peserta didik ke dalam layanan khusus. Proses
pengarahan dimulai dengan meminta informasi/data yang berkaitan dengan
kondisi anak, kemampuan dan keterbatasannya, di sekolah referral yang
diperoleh guru adalah hasil pengamatan terhadap perilaku dan hasil belajar
peserta didik, sehingga guru dapat mengambil keputusan apakah anak tersebut
memerlukan layanan khusus atau tidak. Pada anak usia dini, referral bisa
datang dari berbagai sumber, seperti orang tua, petugas social, pengasuh dari
tempat penitipan anak, pegawai puskesmas dan atau dokter, yang memberikan
rujukan bahwa anak tersebut membutuhkan layanan khusus. Sebagai contoh,
orang tua menginformasikan adanya keterlambatan bicara, padahal usia anak
sudah tiga tahun, atau mungkin guru PAUD/TK menyampaikan ada salah satu
anak yang berprilaku tidak sesuai dengan semestinya, dan memberikan rujukan
bahwa anak tersebut membutuhkan layanan khusus.
Step kedua, Assessment. Assessment adalah penilaian atau diagnosis
diajukan untuk menentukr1an apakah anak tersebut mengalami hambatan atau

8
kecacatan, apakah pendidikan khusus diperlukan, dan jenis layanan yang
seperti apa yang dibutuhkannya. Informasi yang dikumpulkan merupakan input
peserta didik yaitu berupa kemampuan awal dan karakteristik peserta didik
yang menjadi acuan utama dalam mengembangkan kurikulum dan bahan ajar
serta penyelenggaraan proses pembelajaran. Sesuai dengan penjelasan
Situmorang dkk (2004: 9-10) guru perlu membuat analisis tentang karakteristik
siswa. Artinya analisis dibutuhkan untuk mengetahui, apakah latar belakang
pendidikan dan sosial budaya, untuk memungkinkan dalam menyusun program
dan langkah-langkah yang harus ditempuh. Selanjutnya Situmorang
menjelaskan perlunya memetakan pejajagan awal (pre assesment). Hal ini
diperlukan untuk mengetahui tingkat kemampuan anak yang nantinya dapat
menyusun sasaran dalam perilaku-perilaku khusus atau pengembangan
pembelajaran dapat menentukan mana-mana yang belum dikuasai peserta didik
untuk diajarkan dan mana yang sudah dikuasai. Dengan demikian,
pengembangan pembelajaran akan menentukan titik berangkat yang sesuai
dengan kemampuan dan karakteristik peserta didik. Informasi yang
dikumpulkan pada tingkat ini digunakan lebih jauh pada proses selanjutnya.
Step ketiga, Identification. Identification merupakan proses yang terjadi
dalam tahap penilaian. Pertama, tes penilaian, mengidentifikasi apakah seorang
peserta didik mengalami kecacatan, kedua mengelompokkan tingkat
kecacatannya (misalnya: mental retardasi, ketidakmampuan belajar, perilaku
menyimpang, cacat penglihatan, cacat pendengaran, kelemahan berbicara atau
berbahasa). Hasil tes, pengamatan, kemudian sejarah kesehatan dan pendidikan
anak disimpulkan. Hasil dan kesimpulan merupakan catatan sekolah yang
sifatnya rahasia. Hasil identifikasi merupakan informasi yang berguna bagi
anak dalam merencanakan program pengobatan atau pelayanan bagi anak.
Step keempat, Analysis of Service. Analysis of Service adalah dasar
bagi peserta didik yang menerima IEP, yang menunjukkan kebutuhan peserta
didik dalam menerima layanan pendidikan dan layanan yang terkait dengan
pendidikan tersebut. Contoh seorang peserta didik membutuhkan terapi sesuai
dengan hambatan yang dimilikinya, alat bantu khusus komunikasi agar dapat
berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran atau kebutuhan instruksional di

9
bidang akademis, seperti membaca, menulis, dan berhitung. Layanan lain yang
tidak begitu diperlukan juga tetap harus dideskripsikan, seperti alat bantu
berupa teknologi (Buthon in Smith & Luckasson, 1995: 97)
Step kelima, Placement. Placement adalah penempatan berupa
perencanaan program individual meliputi penempatan yang sesuai dengan hasil
analisis terhadap kondisi peserta didik. Penempatan mencakup dua konsep
utama yaitu; pertama, lingkungan yang lebih luas atau LRE (Least Restrictive
Environment) yang menjelaskan bahwa peserta didik harus digabungkan
dengan peserta didik regular sebanyak mungkin dan dilibatkan dalam berbagai
aktivitas kemasyarakatan, misalnya: sebagian besar dari waktu belajar berada
di kelas reguler, dan kadang-kadang di kelas khusus. Kedua, sekolah yang
sesuai dalam arti bahwa sekolah yang terpisah juga tetap diperlukan.
Step keenam, Instructional Decision Making. Instructional Decision
Making, artinya pada tahap instruksi pengambilan keputusan dibuat program
pembelajaran yang akan diterima anak. Sasaran dan tujuan dinyatakan dalam
hal yang lebih spesifik. Tujuan berfokus pada anak, dengan menunjukkan apa
yang diharapkan dari anak setelah melengkapi program instruksional. Sasaran
dan tujuan ditulis dengan jelas untuk setiap anak yang membutuhkan layanan
khusus, dan ditentukan baik tugas maupun konsep yang akan diajarkan dan
level kesuksesan yang harus dicapai.
Step ketujuh, Evaluasi Program. Evaluasi Program yakni program
pembelajaran individual dievaluasi dengan cara berikut; Pertama, peserta didik
yang menerima PPI, dievaluasi ketika peserta didik berperan aktif dalam
rencana selama masa sekolah, dengan menggunakan metode pengumpulan
data. Kedua, setiap PPI, peserta didik dievaluasi setiap tahunnya. Sejalan
dengan tumbuh dan belajarnya peserta didik, keputusan pembelajaran yang
dibuat tiap satu tahun bisa jadi tidak berlaku lagi untuk tahun berikutnya.
2.4 Komponen-Komponen Program Pembelajaran Individual
Komponen-komponen yang disusun dalam IEP menurut The United
State Code. PI 94-142, seperti dikutip oleh Smith D. Luckasson (1995: 114)
PPI hendaknya berisi tujuh pernyataan, yaitu:
1) Taraf kemampuan anak saat ini;

10
2) Tujuan umum yang akan dicapai dalam setahun dan penjabarannya ke dalam
tujuan-tujuan pembelajaran khusus (instructional objective);
3) Tersedianya pelayanan khusus bagi anak;
4) Perluasan untuk mengikuti program regular;
5) Proyeksi tentang kapan dimulainya kegiatan;
6) Waktu yang akan dipergunakan untuk memberikan pelayanan; dan
7) Prosedur

Evaluasi dan kriteria keberhasilan.


Taraf Kemampuan Anak saat ini meliputi kemampuan akademik, tingkat
intelegensi, kesehatan, kondisi psikologis, dan karakteristik kelainan. Selain itu
juga aspek-aspek non akademik lain yang menunjukkan adanya kelainan harus
diuraikan. Data yang dideskripsikan adalah semua data kemampuan dan
ketidakmampuan anak baik yang diperoleh melalui tes, pengamatan, wawancara,
ataupun yang diperoleh melalui cara-cara lain.
Tujuan Umum yang akan dicapai dalam setahun dan penjabarannya ke dalam
tujuan-tujuan pembelajaran khusus (instructional objective). Penjabaran mengenai
tujuan yang ingin dicapai, tujuan umum disesuaikan dengan kebutuhan individual
peserta didik seperti yang dideskripsikan dalam tingkat kemampuan masing-
masing, dengan memperhatikan tujuan instruksional yang terdapat kurikulum
2013 yaitu kompetensi inti yang dijabarkan dalam kompetensi dasar. Tujuan
khusus memiliki kriteria sebagai berikut, spesifik, operasional dan dapat
diamati/diukur. Tersedianya Pelayanan Khusus bagi Anak. Tersedianya layanan
pendidikan khusus memuat daftar layanan khusus yang diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan khusus peserta didik, baik dalam aspek pendidikan maupun
aspek lain yang terkait. Misalnya tersedianya layanan speech therapy bagi anak
dengan hambatan bicara, atau fisiotherapy bagi anak dengan gangguan gerak, dan
ditentukan siapa penangung jawab atau petugas yang menanganinya. Perluasan
Layanan untuk Mengikuti Program Regular Komponen mengenai
perluasan dan proyeksi kegiatan pengaturan pemberian layanan khusus dan
layanan lain serta fleksibilitas mengikuti pelayanan reguler yang ada di sekolah
tersebut. Perhatian utama terkait komponen tersebut meliputi standar toleransi

11
pengintegrasian peserta didik dalam program-program pendidikan biasa. Hal
tersebut untuk memberi kesempatan peserta didik berinteraksi dengan teman
sebaya yang reguler.
Proyeksi Tentang Kapan Dimulainya Kegiatan dan Waktu yang akan
dipergunakan untuk memberikan pelayanan. Waktu yang akan diberikan untuk
pelayanan berisi rencana tanggal dimulainya kegiatan untuk setiap tujuan khusus,
jangka waktu kegiatan dan tanggal evaluasi untuk mengetahui tingkat
ketercapaian tujuan tersebut, juga perlu dideskripsikan metode dan kriteria
pelayanan dari setiap kegiatan.
Prosedur Evaluasi dan Kriteria Keberhasilan. Prosedur evaluasi dan kriteria yang
diperlukan untuk mengukur keberhasilan dan hambatan meliputi (1) ketercapaian
tujuan yang telah ditentukan, dengan mendeskripsikan metode dan kriteria
evaluasi; (2) keberhasilan guru dalam membantu mengatasi kesulitan belajar
anak; (3) mengadakan tindak lanjut hasil evaluasi.
Individualized Education Program Individual dalam Pendidikan Inklusif
Individualized Education Program sebagai alat pembelajaran dalam pendidikan
inklusi tentunya sejalan dengan Permendiknas Nomor 70 tahun 2009 (2011: 19-
20) tentang prinsip-prinsip penyelenggaraan pendidikan inklusif :a) Prinsip
pemerataan dan peningkatan mutu; b) Prinsip kebutuhan individual; c) Prinsip
kebermaknaan; d) Prinsip keberlanjutan; dan e) Prinsip keterlibatan Direktorat
Pendidikan Luar Biasa (2004) menjelaskan tentang komponen sekolah
inklusif seperti di bawah ini :
Kurikulum. Kurikulum (bahan ajar), atau program dirumuskan berdasar pada
kebutuhan dan kemampuan ABK yang diketahui berdasarkan hasil asesmen dan
mengacu pada kurikulum yang berlaku. Intinya program dibuat secara individu
sesuai dengan kebutuhan khusus ABK. Dalam hal ini sekolah memberikan
kesempatan untuk menyesuaikan kurikulum dengan anak yang memiliki berbagai
kemampuan, bakat dan minat.
Tenaga Kependidikan. Tenaga pendidik yang terlibat di sekolah inklusi meliputi
tenaga pendidik (guru), pengelola satuan pendidikan, pustakawan, laboran dan
teknisi sumber belajar. Idealnya di sekolah inklusif dibutuhkan tenaga profesional
yang dapat membantu memberikan layanan kepada anak berkebutuhan khusus,

12
atau untuk semua anak di sekolah, meliputi. Dokter spesialist sesuai dengan
gangguan yang dialami anak, psikolog, akhli pendidikan khusus, guru anak
berkebutuhan khusus sesuai dengan gangguannya, guru umum, pekerja sosial,
konseler, dan terapist sesuai dengan gangguan yang dialami anak. Dalam
implementasi program pembelajaran individual, tenaga-tenaga tersebut diatas
merupakam tim penyusun dan pelaksana PPI sesuai peran serta masingmasing
Sarana Prasarana. Sarana prasarana atau peralatan yang dibutuhkan disesuaikan
dengan kebutuhan ABK dan keragaman peserta didik. Direktorat PLB (2004: 5-
37) menetapkan peralatan khusus bagi anak berkebutuhan khusus meliputi
peralatan khusus untuk gangguan penglihatan; komunikasi; intelektual; fisik-
motorik; dan perilaku. Intinya sarana prasarana yang lebih memadai sesuai
dengan kebutuhan ABK tentunya menjadi salah satu indikator keberhasilan
penerapan PPI.
Dana. Pelaksanaan program pembelajaran individual tentunya memerlukan
dukungan dana yang dapat mengakomodir pengayaan terhadap siswa
berkebutuhan khusus sesuai dengan kebutuhan dan kondisinya.
Manajemen. Implementasi PPI menggunaka manajemen sekolah inklusi yaitu
manajemen input peserta didik, kurikulum, tenaga kependidikan, sarana
prasarana, dana, dan lingkungan memberikan kesempatan dan peluang kepada
ABK untuk dapat diterima dan mengikuti pendidikan bersama dengan anak
reguler, dan anak reguler menerima dengan saling menghargai sehingga
kurikulum menyesuaikan atau dimodifikasi sesuai dengan kemampuan awal dan
karakteristik peserta didik dan atau keberagaman anak.
Lingkungan. Tim PPI sesuai tugas dan fungsinya bekerjasama dengan anggota
masyarakat sekolah dan masyarakat umum terlibat menciptakan lingkungan
inklusif dan ramah terhadap pembelajaran.
Proses Pembelajaran. Proses pembelajaran bagi keberagaman peserta didik lebih
banyak memberikan kesempatan melalui pengalaman nyata, suasana yang
menyenangkan dengan menggunakan strategi, kegiatan, media, dan metoda yang
beragam pula sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dari peserta didik.
Beberapa peserta didik mungkin lebih senang belajar secara individual, sedangkan
yang lainnya lebih senang secara berkelompok.

13
2.5 Penilaian dan Evaluasi Pembelajaran serta Laporan Pembelajaran
yang bermakna

Layanan dalam pendidikan inklusif harus memperhatikan hasil identifikasi


dan asesmen anak berkebutuhan khusus. Berdasarkan hasil identifikasi dan
asesmen tersebut dikembangkan berbagai kemungkinan alternatif program
layanan yang sesuai dengan kebutuhan anak. Layanan alternatif yang dimaksud
adalah layanan pendidikan yang disesuaikan dengan kemampuannya yang dalam
hal ini anak berkebutuhan khusus belajar bersama di dalam komunitas kelas yang
beragam di bawah bimbingan bersosialisasi dan hidup dalam lingkungan nyata.
Belajar sebagaimana siswa normal bersama guru kelas, guru bidang studi dan
guru lainnya. Sedangkan guru GPK (guru pendidikan khusus) bertanggung jawab
dalam pembuatan program, monitor pelaksanaan program dan mengevaluasi hasil
pelaksanaan program. Disamping itu pemberian layanan individual yang
disesuaikan dengan kebutuhan, kemampuan dan keistimewaan dimodifikasi
artinya anak berkebutuhan khusus belajar bersama dalam komunitas yang
beragam dibawah bimbingan guru kelas, guru bidang studi dan guru lainnya,
sedangkan guru pendidikan khusus berperan dalam membimbing beberapa
aktivitas tertentu yang tidak dapat di ikuti anak berkebutuhan khusus dengan
menggunakan program pembelajaran individual (PPI). Masalah evaluasi
pembelajaran pada sekolah dasar pen nyelenggara pendidikan inklusif merupakan
hal yang sangat penting untuk dikaji lebih dalam, sebab evaluasi pembelajaran
merupakan salah satu kunci keberhasilan sekolah dasar penyelenggara pendidikan
inklusif dalam membantu anak berkebutuhan khusus yang belajar di Sekolah itu.
Evaluasi yang bagaimanakah yang efektif digunakan di sekolah dasar
penyelenggara pendidikan inklusif sehingga dapat dijadikan suatu pegangan atau
bahkan dijadikan standar oleh sekolah dasar penyelenggara pendidikan inklusif
lainnya. Mengingat dalam 1 kelas mungkin akan terdapat beberapa anak
berkebutuhan khusus yang bersifat permanen ataupun temporer akibat kelainan
tertentu misalkan anak dengan gangguan perilaku dan emosi, anak dengan
gangguan spesifik , anak lamban belajar (slow learner) , anak autis dan anak
ADHD yang berada di Sekolah Dasar Penyelenggara Pendidikan Inklusif.

14
2.5.1 Evaluasi Anak Berkebutuhan Khusus
Evaluasi pembelajaran dapat diartikan sekumpulan komponen yang saling
berkaitan satu sama lain yang saling berkolaborasi didalam membuat program
perencanaan, pelaksanaan dan pelaporan hasil evaluasi yang dilaksanakan di
Sekolah Dasar Penyelenggara Pendidikan Inklusif untuk membantu guru dalam
menempatkan peserta didik dalam kelompok tertentu sesuai dengan kemampuan
dan kecakapan masing-masing serta membantu guru dalam menyusun rencana
evaluasi, menentukan waktu pelaksanaan dan melaporkan hasilnya yang tidak
membuat kesenjangan antara kenyataan dan harapan.
Menurut Peraturan pemerintah Republik Indonesia nomor 19 tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan, penilaian pendidikan terdiri atas: penilaian
hasil belajar oleh pendidik, penilaian belajar oleh satuan pendidikan, dan penilaian
hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian terdiri atas penilaian eksternal dan
penilaian internal. Penilaian eksternal merupakan penilaian yang dilakukan oleh
pihak lain yang tidak melaksanakan proses pembelajaran. Penilaian eksternal
dilakukan oleh suatu lembaga, baik dalam maupun luar negeri yang dimaksudkan
untuk penegnadalian mutu. Adapun penilaian internal adalah penilaian yang
dilakukan dan direncanakan oleh guru pada saat pembelajaran berlangsung dalam
rangka penjaminan mutu. Penilaian yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah
penilaian internal terhadap hasil belajar peserta didik yang dilakukan oleh guru di
kelas atas nama sekolah untuk menilai kompetensi peserta didik pada sekolah
dasar tertentu pada saat dan akhir pembelajaran. Penilaian ini lebih dikenal
dengan penilaian kelas. Kurikulum menghendaki adanya cara penilaian sehingga
dapat diketahui perkembanganan ketercapaian berbagai kompetensi peserta didik.
Pedoman ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk pelaksanaan penilaian hasil
belajar yang dilakuan oleh pendidik.
Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif menggunakan tiga model
kurikulum, yaitu kurikulum umum, kurikulum modifikasi dan kurikulum yang
diindividualisasikan. Implementasinya di pergunakan tiga jenis kurikulum dan
karakteristik peserta didik yang beragam pada sekolah inklusif, maka dibutuhkan
sistem penilaian fleksibel yang dapat dipergunakan untuk menilai kompetensi

15
belajar semua peserta didik. Evaluasi pembelajaran anak berkebutuhan khusus
harus menjawab tiga pertanyaan penelitian dibawah ini:

1. Proses Perencanaan Evaluasi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus

a. Prinsip Penilaian Anak Berkebutuhan Khusus


1) Penilaian terhadap ABK ringan yang mengikuti kurikulum umum
dapat menggunakan kriteria penilaian reguler sepenuhnya.
2) Penilaian terhadap ABK sedang yang menggunakan kurikulum
modifikasi, sistem penilaiannya menggunakan perpaduan antara
sistem penilaian umum dan sistem penilaian individual.
3) Penilaian terhadap ABK berat pada sekolah inklusif yang
menggunakan kurikulum yang diindividualisasikan, sistem
penilaiannya menggunakan norma penilaian individual yang
didasarkan pada tingkat daya serap yang didasarkan pada baseline
seperti yang diterapkan pada sekolah khusus. Sistem laporan penilaian
kuantitatif bagi ABK harus dilengkapi dengan deskripsi naratifnya,
untuk menghidari kekaburan dan mempertegas jenis dan kualitas
kompetensi yang lebih dikuasai anak.

b. Teknik Penilaian
Terdapat tujuh penilaian yang dapat digunakan pada sekolah
penyelenggara pendidikan inklusif, yaitu penilaian unjuk kerja, penilaian
sikap, penilaian tertulis, penilaian projek, penilaian produk, penilaian
portofolio, dan penilaian diri. Peneliti akan membahas secara spesifik pada
penilaian tertulis dengan alasan bahwa penilaian tertulis biasa digunakan
pada sekolah-sekolah dan sudah lazim digunakannya, selain itu penilaian
tertulis mudah dilakukan dalam tata cara penyusunan perencanaan,
pelaksanaan dan bentuk pelaporannya. Hal ini tertuang dalam pengertian
penilaian tertulis yaitu penilaian yang digunakan secara tertulis dengan tes
tertulis. Ada dua bentuk soal tes tertulis, yaitu: Soal dengan memilih
jawaban serta soal dengan mensuplai jawaban

16
2. Proses Pelaksanaan Evaluasi Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus

Proses pelaksanaan evaluasi di sekolah dasar penyelenggara pendidikan


inklusif disesuaikan dengan kurikulum yang berlaku disekolah tersebut, jika
sekolah tersebut memakai kurikulum umum maka pelaksanaan evaluasi
disamakan dengan anak pada umumnya, jika sekolah memakai kurikulum
modifikasi maka pelaksanaan evaluasinya pun disesuaikan dengan kesepakatan
sekolah tersebut. Dan jika memakai kurikulum yang diindividualisasikan maka
pelaksanaan evaluasinya pun tergantung kesepakatan guru dan anak.

3. Bentuk Pelaporan Hasil Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus

a. Bagi siswa yang menggunakan model kurikulum reguler penuh, maka


model laporan hasil belajarnya (raport) menggunakan model raport reguler
yang sedang berlaku.
b. Bagi siswa yang menggunakan model kurikulum yang di modifikasi, maka
model laporan hasil belajarnya (raport) menggunakan raport reguler yang
dilengkapi dengan deskrifsi (narasi) yang menggambarkan kualitas
kemajuan belajarnya.
c. Bagi siswa yang menggunakan kurikulum yang diindividualisasikan, maka
menggunakan model raport kuantitatif yang dilengkapi dengan deskripsi
(narasi). Penilaian kuantitatif didasarkan pada kemampuan dasar
(baseline). (Maftuhatin, 2014)

17
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Individualized Education Program adalah alat pendidikan untuk membantu
anak berkebutuhan khusus beradaptasi dalam lingkungan yang lebih alamiah,
dimulai dengan lingkungan sekolah inklusi. Anak berkebutuhan khusus yang
berada di sekolah inklusi tentunya akan menghadapi tantangan yang tidak kecil,
sehingga pihak sekolah harus dapat membuat program yang membantu
peningkatan kemampuan ABK sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
Bagi anak-anak usia dini yang diindikasikan masuk dalam program pendidikan
khusus, terlebih dahulu harus melalui tiga program tertulis, yaitu: referral,
asesmen, dan identifikasi. Berbagai macam pelayanan dapat diberikan pada ABK,
mulai dari pendampingan sementara dari para terapis hingga pelayanan penuh,
kesemua bentuk program mengikuti program umum dalam pengembangan
perencanaan program individualisasi.

3.2 Saran
Disarankan agar pembaca bisa memberikan kritik dan saran atas kelebihan
maupun kekurangan dalam pembuatan makalah ini. Dikarenakan penulis masih
mempunyai banyak kekurangan.

18
DAFTAR PUSTAKA

19

Anda mungkin juga menyukai