Anda di halaman 1dari 32

PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL

(PPI),PRINSIP-PRINSIP PELAKSAAN PEMBELAJARAN,SISTEM


PENILAIAN DAN PELAPORAN

Makalah ini disusun dan diajukan untuk memenuhi tugas kelompok pada

Mata kuliah Pendidikan Inklusi

Dosen Pengampu Mata Kuliah : Idey Mulkiyah Fitroh, M.Pd

Disusun oleh kelompok 4

1. Filda HalimatUzzahroh (218620600023)


2. Risma Rahmayanti ( 218620600032 )
3. Siti Fauziah ( 218620600031 )
4. Ahmad Rizal Fazri ( 2186206000 )
5. Ratu Natasya N.A ( 21862060600 )
6. Jariyah ( 2186206000 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

SYKEH MANSHUR PANDEGLANG- BANTEN

2023
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT. Tuhan semesta alam yang karena-Nya tim
penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini, Shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, dan tidak lupa juga tim penulis
ucapkan terimakasih kepada ibu Idey Mulkiyah Fitroh, M.Pd selaku dosen
pengampu mata kuliah Pendidikan Inklusi yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
yang tim penulis tekuni.

Makalah dengan judul “perogram pembelajaran individual (PPI),Prinsip-


prinsip,pelaksanaan pembelajaran,sistem penilaian dan pelaporan.”, ini disusun
untuk memenuhi tugas kelompok pada mata kuliah Pendidikan Inklusi.

Tim penulis menyadari, makalah yang dibuat ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan tim penulis
nantikan demi kesempurnaan makalah ini. Dan kami memohon maaf yang
sebesar-besarnya apabila ada kesalahan dalam penulisan dan kami sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menguatkan makalah kami.

Pandeglang , 05 Mei 2023

Tim penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................1
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah.......................................................................................1
C. Tujuan..........................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................................3
A. Pengertian Identifikasi dan ABK....................................................................3
B. Aspek- aspek Identifikasi ABK.......................................................................4
C. Tujuan Identifikasi ABK......................................................................................5
D. Sasaran Identifikasi ABK.....................................................................................8
E. Pelaksanaan Identifikasi ABK.........................................................................9
F. Tindak Lanjut Identifikasi ABK....................................................................10
BAB III PENUTUP..............................................................................................15
A. Kesimpulan................................................................................................15
B. Saran..........................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................16

ii
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus sangat berkembang
pesat, terbukti dari banyaknya sekolah inklusi yang ada di Indonesia saat ini.
Berbagai program pun banyak kita jumpai, salah satunya yaitu PPI (Program
Pembelajaran Individual), Salah satu komponen penting dalam pengembangan
dan implementasi program pembelajaran individual (PPI), adalah penyusunan
program secara sistematis, konkrit dan relevan dengan kebutuhan belajar
siswa. Pengembangan program pembelajaran dalam PPI merupakan pedoman
dalam pelaksanaan pembelajaran dan oleh karena itu harus menjadi
kompetensi guru pendidikan luar biasa. Pengembangan program individual
sangat berbeda dari program pembelajaran (klasikal) yang biasa kita lakukan
di sekolah Program pembelajaran klasikal biasanya dikembangkan hanya dari
kurikulum yang telah ditetapkan secara nasional, tanpa memperhatikan
kebutuhan anak secara individual. Sedangkan Program Pembelajaran
Individual (PPI) dikembangkan berdasarkan atas dua sisi. Pertama,
berdasarkan data hasil asesmen yang menggambarkan kebutuhan belajar
siswa secara individual. Kedua didasarkan kepada materi kurikulum dari
bidang studi yang bersangkutan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa pengertian dari program pembelajaran individual?


2. Bagaimana prinsip-prinsip pelaksanaan pembelajaran?
3. Bagaimana sistem penilaian dan pelaporan?

1
2

C. Tujuan
1. Untuk menjelaskan dan mengetahui tentang arti dari program
pembelajaran individual
2. Untuk menjelaskan dan mengetahui tujuan dari prinsip-prinsip
pelaksanaan dan pembelajaran.
3. Untuk menjelaskan dan mengetahui bagaimana sistem penilaian dan
pelaporan
BAB II PEMBAHASAN

A. Definisi Program Pembelajaran Individual

Program Pembelajaran Individual dikenal dengan The


Individualized Education Program (IEP) yang diprakarsai oleh Samuel
Gridley Howe tahun 1871. yang merupakan salah satu bentuk layanan
pendidikan bagi ABK. Bentuk pembelajaran ini sudah diperkenalkan di
Indonesia sejak tahun 1992,yang merupakan satu rancangan pembelajaran
bagi anak berkebutuhan khusus agar mereka mendapatkan pelayanan
sesuai kebutuhannya dengan lebih memfokuskan pada kemampuan dan
kelemahan kompetensi peserta didik. Mercer and Mercer (1989)
mengemukakan bahwa "program pembelajaran individual menunjuk pada
suatu program pembelajaran dimana siswa bekerja dengan tugas-tugas
yang sesuai dengan kondisi dan motivasinya". Sejalan dengan pernyataan
itu Lynch (1994) menyatakan bahwa "PPI merupakan suatu kurikulum
atau merupakan suatu program belajar yang didasarkan kepada gaya,
kekuatan dan kebutuhan-kebutuhan khusus anak dalam belajar".

Dengan demikian PPI pada prinsipnya adalah suatu program


pembelajaran yang didasarkan kepada kebutuhan setiap individu (anak).
Kedua pengertian tadi mengandung pengertian bahwa siswalah yang harus
mengendalikan program dan bukan program yang mengendalikan siswa.
Para ahli pendidikan sepakat bahwa salah satu pijakan dalam penyusunan
program hendaknya bertitik tolak dari kebutuhan anak, sebab anak adalah
individu yang akan dibelajarakan. Oleh karenanya, perkembangan dan
minat anak menjadi orientasi di dalam mempertimbangkan penyusunan
program. Dan dengan adanya perbedaan antar individu pada Anak
Berkebutuhan Khusus yang sangat beragam, layanan pendidikannya pun
lebih diarahkan pada layanan yang bersifat individual. sehingga dapat
dikatakan bahwa PPI merupakan ciri atau jiwa dari pendidikan

3
berkebutuhan khusus, meskipun layanan yang bersifat klasikal dalam batas
tertentu masih diperlukan.

Program Pembelajaran Individual harus merupakan program yang


dinamis, artinya sensitif terhadap berbagai perubahan dan kemajuan
peserta didik, yang diarahkan pada hasil akhir yaitu kemandirian yang
sangat berguna bagi kehidupannya, mampu berperilaku sesuai dengan
lingkungannya atau berperilaku adaptif. Program Pembelajaran Individual
(PPI) ini bertolak dari suatu pandangan yang mengakui bahwa manusia
merupakan mahluk individu. Individu mengandung arti suatu kesatuan
dari jiwa dan raga (a whole being) yang tidak terpisahkan satu sama lain
yang dikenal sebagai organisme. Di dalam organisme tersebut terdapat
dorongan (drives) yang bersumber pada kebutuhan-kebutuhan dasar (basic
needs) dan merupakan daya penggerak (motivation) untuk
mempertahankan kebutuhan hidupnya (survive). Dorongan, kebutuhan dan
motivasi tersebut sifatnya berbeda-beda, dalam arti memiliki ciri khas
tersendiri antara organisme yang satu dengan yang lainnya. Pandangan ini
pada dasarnya menghendaki agar kegiatan proses pembelajaran lebih
bersifat individual.

B. Tujuan Program Pembelajaran Individual

Secara garis besarnya tujuan Program Pembelajaran Individual


adalah untuk membantu siswa yang bermasalah dalam belajarnya karena
berbagai keterbatasan, sehingga sering tidak dapat menyerap materi belajar
yang diberikan secara klasikal sehingga membutuhkan layanan
pembelajaran yang berbeda dengan anak-anak pada umumnya. Adapun
fungsi penyusunan PPI bagi guru adalah:

1. Untuk mengetahui kekuatan, kelemahan dan minat siswa, program yang


diindividualisasikan akan terarah pada kebutuhan dan sesuai dengan tahap
kemampuannya dan memberi arah pembelajaran saat ini.

3
2. Membantu setiap ABK memiliki program yang diindividualkan untuk
mempertemukan kebutuhan khas mereka dan mengkomunikasikan program
tersebut kepada orang-orang yang berkepentingan.
3. Meningkatkan keterampilan guru dalam melakukan asesmen tentang
karakteristik kebutuhan belajar tiap anak dan melakukan usaha mempertemukan
dengan kebutuhan-kebutuhan siswa.
4. Meningkatkan komunikasi antar/dengan anggota tim, khususnya keterlibatan
orang tua, sehingga sering bertemu dan saling mendukung untuk keberhasilan
Anak Berkebutuhan Khusus dalam pendidikan
5. Menjadi wahana bagi peningkatan usaha untuk memberikan pelayanan
pendidikan yang lebih efektif.

C. Langkah-Langkah Program Pembelajaran Individual

Program pembelajaran individual disusun dengan maksud untuk


memenuhi kebutuhan setiap siswa. Prosedur yang ideal untuk mengembangkan
program pembelajaran individual dikemukakan Kitano and Kirby (1986) memiliki
lima aspek yaitu: pembentukan tim PPI, menilai kebutuhan khusus anak,
mengembangkan tujuan jangka panjang dan jangka pendek, merancang metode
dan prosedur pembelajaran dan menentukan evaluasi kemajuan anak Masing-
masing aspek akan dijelaskan sebagai berikut:

1. Pembentukan Tim PPI

Langkah awal dalam penyusunan program pembelajaran individual adalah


membentuk suatu tim yang disebut dengan tim PPI. Tim PPI inilah yang kelak
mempunyai tugas untuk merancang dan menyusun suatu program pembelajaran.
Anggota tim perancang PPI, idealnya bersifat multidisiplin dan terdiri dari orang-
orang yang bekerja dan memiliki informasi untuk dapat dikembangkan lebih
lanjut di dalam menyusun rancangan program secara komprehensif. Secara umum
anggota yang dimaksud dalam tim PPI adalah para guru PLB, Kepala sekolah,
Guru umum, orang tua, dan specialis lain (seperti; kanselor, speech therapist,
fisio-therapis, pediatris dan psikolog). Dicantumkannya guru reguler karena pada

3
awalnya PPI diperuntukkan di sekolah umum (reguler) yang didalamnya terdapat
anak luar biasa.

Untuk kondisi Indonesia tuntutan pembentukan tim seperti yang


digambarkan akan mengalami kesulitan bahkan mungkin akan menjadi hambatan
proses pelaksanaan pembelajaran individual. Untuk menghindari hal seperti itu
maka pembentukkan tim PPI yang dimaksud anggotanya terdiri dari para guru
bersama kepala sekolah dan orang tua siswa yang memiliki komitmen terhadap
pendidikan Pembentukkan tim yang terdiri dari para guru, kepala sekolah dan
orang tua tidak akan mengurangi makna proses penyusunan program, karena
sesungguhnya merekalah yang sangat memahami seluk-beluk keberadaan anak.
Dalam proses pembentukan tim PPI, kepala sekolah merupakan ujung
tombak. Dalam tim itu, kepala sekolah memiliki posisi sebagai koordinator dan
konsultan bagi para guru dan orang tua. Posisi ini dilakukan untuk menjaga
kebebasan guru dan orang tua di dalam mengemukakan pendapat dan temuannya.
Kepala sekolah, guru dan orang tua akan duduk bersama untuk merembukkan dan
mencari kesepakatan-kesepakatan serta solusi atas program yang akan dan atau
telah dirancang guru.

Ada dua hal yang penting sebelum pembentukan tim antara pihak sekolah (guru,
kepala sekolah) dengan orang tua yang harus disiapkan pihak sekolah:

Pertama pihak sekolah harus sudah menyiapkan gambaran umum masing-masing


anak yang diperoleh berdasarkan hasil asesmen, untuk dikonfirmasikan lebih
lanjut kepada orang tua. Hal ini penting karena orang tua cenderung menganggap
bahwa pihak sekolahlah (guru dan kepala sekolah) yang memahami segalanya
tentang kondisi putra-putrinya. Akibatnya para orang tua menjadi pasif untuk
membantu memberikan latihan atau membantu pendidikan anaknya di rumah.
Anggapan seperti itu keliru dan perlu dijeskan pada mereka bahwa orang tualah
yang sesungguhnya memahami secara detil tentang perilaku, kemampuan dan
kelemahan putranya. Informasi mengenai keberadaan kondisi anak di rumah,
merupakan data penting bagi sekolah (guru dan kepala sekolah) dalam menindak
lanjuti proses pembelajaran mereka. Hal lain yang perlu dipersiapkan adalah

3
alasan-alasan kenapa perlu dibentuk tim PPI secara jelas dan rinci seperti; tujuan
dan sasaran serta posisi orang tua di dalam tim tersebut.

Kedua Menyiapkan kuesioner mengenai harapan-harapan orang tua dan gambaran


umum mengenai putra-putrinya, sehingga diakhir pertemuan diharapkan dicapai
kesepakatan-kesepakatan mengenai prioritas dan sasaran yang akan ditetapkan
dalam PPI.

2. Menilai kebutuhan

Menilai kekuatan dan kelemahan yang akan menjadi rujukan di dalam


menetapkan kebutuhan anak merupakan langkah awal dari tugas guru selaku tim
PPI. Informasi ini akan menjadi data penting dan pertama harus ditemukan untuk
selanjutnya dikembangkan di dalam merumuskan tujuan pembelajaran. Proses
menemukan kekuatan dan kelemahan tersebut merupakan penilaian penting yang
diperoleh melalui hasil kerja asesmen (para guru dan orang tua). Perolehan
mengenai data tadi dapat dilakukan guru melalui kegiatan observasi, baik di
dalam maupun di luar kelas.

Guru juga dapat meminta informasi anak didiknya dari orang tua. Data
yang diperlukan meliputi riwayat hidup anak, kebiasaan-kebiasaan atau perilaku
yang sering ditunjukkan, serta bantuan yang sering atau pernah dilakukan orang
tua misalnya; ketika orang tua berhadapan dengan putranya pada saat ia belajar,
berkomunikasi, memberi respon terhadap perintah dan kebiasaan- kebiasaan
tertentu yang sering ia perlihatkan, dll. Untuk memudahkan di dalam memperoleh
data ini Tim PPI hendaknya membuat instrumen atau format isian seperti; data
riwayat hidup, perkembangan bahasa, motorik, perilaku, dll.

3. Mengembangkan Tujuan Pembelajaran

Dalam mengembangkan tujuan pembelajaran. prosesnya dapat dilakukan


melalui penyelarasan antara materi yang ada dalam kurikulum dengan temuan
hasil asismen. Posisi hasil asesmen mungkin akan diletakan di bawah, di tengah
atau di atas dari urutan materi yang terdapat dalam kurikulum, hal ini akan
tergantung kepada kondisi dan kemempuan yang diperlihatkan oleh setiap anak.
Dalam IEP tujuan pembelajaran itu dikenal dengan istilah tujuan jangka panjang

3
dan jangka pendek. Guru tidak perlu khawatir dengan penggunaan istilah itu.
Guru dapat menggunakan istilah yang biasa dilakukan seperti tujuan
instraksional umum (TU) untuk tujuan jangka panjang, dan tujuan instraksional
khusus (TIK) untuk tujuan jangka pendek. Tujuan jangka panjang merupakan
tujuan yang akan ditempuh dalam jangka waktu relatif panjang (lama) mungkin
untuk satu semester atau untuk satu tahun. Sementara tujuan jangka pendek atau
tujuan instraksional khusus, merupakan tujuan yang akan menuntut terjadinya
perubahan perilaku yang diharapkan dalam waktu yang relatif singkat. Untuk itu
tujuan jangka pendek ini hendaknya dirumuskan secara spesifik (mungkin hanya
menuntut satu atau dua perilaku), jelas, mudah diukur dan bersifat kuantitatif.
Artinya, rumusan tujuan jangka pendek menuntut suatu pernyataan yang jelas
tentang perilaku yang diharapkan serta derajat keberhasilan yang dikehendaki.
Melalui rumusan semacam itu akan memungkinkan guru dapat melakukan
penilaian keberhasilan belajar siswa secara lebih tepat dan akurat.

4. Merancang Metode dan Prosedur Pembelajaran

Proses pembelajaran yang dirancang dalam PPI hendaknya mampu


menggambarkan bagaimana setiap tujuan pembelajaran itu akan dan dapat
diselesaikan, serta bagaimana penilaian keberhasilan anak dalam mencapai tujuan
pembelajaran tersebut. Proses pembelajaran mungkin dirancang dengan cara
mengelompokkan anak berdasarkan kondisi dan karakteristik materi yang akan
dibelajarkan secara kooperatif, mungkin sangat heterogen dan dikelola lebih
bersifat individual. Proses pembelajaran secara kooperatif ini akan dikelola guru
sesuai kondisi dan situasi peserta didik yang dihadapinya. Perubahan strategi atau
metode sangat mungkin terus terjadi. Untuk itu dalam mengelola proses
pembelajaran, kreativitas guru menjadi sangat menentukan.

5. Menentukan Evaluasi

Kemajuan Evaluasi kemajuan belajar hendaknya mengukur derajat


pencapaian tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan dalam setiap tujuan
jangka pendek atau tujuan instraksional khusus. Hal penting yang harus dicamkan
dalam melakukan evaluasi keberhasilan siswa adalah melihat terjadinya
perubahan perilaku pada diri siswa itu sendiri sebelum dan setelah diberikan

3
perlakuan, dan bukan membandingkan keberhasilan tingkat pencapaian tujuan
belajar yang dicapai dengan siswa lain yang ada di kelas itu. Metode evaluasi
dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, apakah melalui test secara tertulis, lisan
atau bersifat perbuatan yang ditampilkan dan dicatat melalui observasi guru.
Evaluasi keberhasilan ini harus dilakukan dari dua sisi yaitu evaluasi
proses dan evaluasi hasil. Evaluasi proses dilakukan dan terjadi selama proses
pembelajaran berlangsung, sementara evaluasi hasil dilakukan setelah pemberian
materi tuntas diselesaikan. Kedua penilaian ini memiliki posisi dan kepentingan
yang berbeda. Evaluasi proses penting dalam kaitannya melakukan berbagai.
perubahan dalam strategi pembelajaran, sementara evaluasi hasil penting untuk
melihat tingkat pencapaian keberhasilan tujuan pembelajaran yang telah
ditetapkan. Laporan evaluasi kemajuan siswa hendaknya bersifat kualitatif, sebab
cara penilaian ini akan memberi gambaran secara nyata, riil dan tidak akan
mengaburkan gambaran kemampuan yang sesungguhnya dicapai siswa, Penilian
secara kuantitatif seringkali memberikan gambaran yang tidak jelas. Pemberian
nilai dengan angka 8 misalnya, tidak memberi makna apa-apa. bahkan
memungkinkan menyesatkan. Penilaian secara kuantitatif boleh dilakukan dengan
catatan dibelakang angka-angka itu dijelaskan secara kulitatif misalnya:
pemberian angka 7 dibelakang angka itu dijelaskan misalnya, dalam membaca
kata makan. Dengan demikian nilai 7, menjadi lebih realistis, karena nilai yang
dimaksud hanya menunjuk kepada kemampuan di dalam membaca kata "makan"
Program pembelajaran individual hendaknya diperbaiki secara terus menerus.
Perubahan itu hendaknya merujuk kepada pencapaian tujuan yang telah
dan sedang diselesaikan, serta temuan-temuan yang diperoleh berdasarkan
observasi selama proses pembelajaran berlangsung. Perubahan ini kerap kali
terjadi secara signifikan, dan jangan diartikan sebagai kegagalan. melainkan
sebagai kemajuan program di dalam melakukan perubahan- perubahan tujuan
yang lebih positif dan realistis, sejalan dengan kebutuhan anak yang senantiasa
berubah-ubah. Oleh karenanya PPI jangan dijadikan semacam kontrak yang
sifatnya baku dan kaku, melainkan lentur dan sangat fleksibel. Jika perubahan itu
memerlukan modifikasi yang relatif besar, maka hasil modifikasi itu hendaknya
dikomunikasikan kepada orang tua dalam pertemuan rutin Tim PPI,

3
Mengkomunikasikan kepada orang tua ini penting untuk memperoleh persetujuan
dan mengakomodasi harapan baru, sekaligus mengkomunikasikan tugas-tugas
yang harus dilakukan orang tua di dalam membantu keberhasilan belajar anaknya.

Perlu dipahami, PPI merupakan fungsi mata rantai terpadu antara asesmen
dan pengajaran, jadi pengembangan PPI tergantung pada pengumplan data
asesmen. PPI memberi tekanan pada keterbatasan minimal, kesesuaian
penempatan dan garis besar program pengajaran. Untuk itu PPI harus dievaluasi
kemudian ditulis ulang dalam jangka waktu satu tahun, sepanjang layanan masih
dibutuhkan.

D.Fungsi Program Pembelajaran Individual

a. Untuk memberi arah pengajaran dengan mengetahui kekuatan, kelemahan, dan


minat siswa maka program yang di individualisasikan terarah pada tujuan atas
dasar kebutuhan sesuai dengan tahap kemampuanya saat ini.

b. Menjamin setiap ABK memiliki suatu program yang di individualkan untuk


mempertemukan kebutuhan khusus mereka dan mengkomunikasikan program
tersebut kepada yang berkepentingan.

c. Meningkatkan ketrampilan guru dalam melakukan asesmen tentang


karakteristik kebutuhan belajar tiap anak dan melakukan usaha mempertemukan
dengan kebutuhan-kebutuhan siswa. d) Meningkatkan potensi untuk komunikasi
antar atau dengan tim, khususnya keterlibatan orang tua, sehingga sering bertemu
dan sering mendukung untuk keberhasilan ABK dalam pendidikan. e) Menjadi
wahana bagi peningkatan usaha untuk memberikan pelayanan pendidikan yang
lebih efektif.

Prinsip Pembelajaran Secara Umum

1. Prinsip motivasi

Dalam pelaksanaan pembelajaran guru harus senantiasa memberikan motivasi


kepada siswa agar tetap memiliki gairah dan semangat dalam melakukan
pembelajaran.

2. Prinsip latar/konteks

3
Guru harus mengenal dan mngetahui latar belakang siswa secara lebih mendalam,
dalam proses pembelajaran penggunaan contoh-contoh, memanfaatkan sumber
belajar yang ada di lingkungan sekitar, serta menghindari pengulangan yang tidak
diperlukan jika anak sudah mampu memahami sesuatu yang dipelajari.

3. Prinsip keterarahan

Sebelum melakukan pembelajaran guru diharuskan untuk merumuskan lalu


menjelaskan tujuan yang akan dicapai setelah pembelajaran selesai dilakukan,
kemudian menyiapkan bahan dan alat yang sesuai dengan materi yang diberikan
serta menggunakan strategi pembelajaran yang dapat mempermudah siswa dalam
memahami materi yang diberikan.

4. Prinsip hubungan sosial

Interaksi antar guru dengan siswa, siswa dengan siswa, siswa dengan lingkungan
dan seterusnya sangat dibutuhkan dalam mengoptimalkan pembelajaran yang
diberikan sehingga tercapai tujuan yang diharapkan.

5. Prinsip belajar sambil bekerja

Dalam melakukan pembelajaran siswa harus banyak diberikan kesempatan untuk


melakukan percobaan atau praktek sesuai dengan materi yang ada, siswa
diharapkan dapat menemukan pengertiannya dalam psoses pembelajaran sehingga
hasil belajar yang dicapai dapat lebih bermakna.

6. Prinsip Individualisasi

Kemampuan guru dalam mengenali dan memahami siswa secara individu baik
kelebihan ataupu kelemahan siswa dapat diketahui oleh guru,sehingga dalam
melakukan pembelajaran guru tidak menyamakan kemampuan siswa sehingga
masing-masing siswa mendapatkan perhatian dan perlakuan yang sesuai dengan
kemampuannya.

6. Prinsip menemukan

3
7. Guru diharuskan mampu mengembangkan strategi pembelajaran yang mampu
memancing dan melibatkan siswa untuk aktif, baik secara fisik, mental, sosial, dan
emosional.

8. Prinsip pemecahan masalah

Hendaknya pembelajaran yang dilakukan mengandung unsur pemecahan masalah


sehingga siswa dilatih untuk berfikir, merumuskan, mengumpulkan data dan
menganalisis serta menyelesaikan permasalahan yang ada.

9. Prinsip kasih sayang

Pembelajaran yang dilakukan hendaknya tidak mengesampingkan prinsip kasih


sayang sehingga siswa merasakan ketenangan dan kenyamanan dalam belajar,
tanpa merasa takut dan tertekan.

E.Penilaian Dan Laporan Hasil Belajar Peserta Didik di Sekolah Inklusif

Pendidikan sebagai upaya inklusif lebih bersifat melihat perkembangan


individu secara menyeluruh sambil tetap memperhatikan perkembangan perilaku
intelektual dan sosial individu sebagai produk dari belajarnya (child centered).
Setiap individu memiliki kebutuhan yang berbeda-beda antara satu anak dengan
anak lainnya. Pembelajaran secara individual pada dasarnya merupakan
pembelajaran untuk semua anak, termasuk program untuk anak berkebutuhan
khusus yang mempunyai kelambanan dalam perkembangannya, mengalami
gangguan emosional, dan anak yang memiliki cacat fisik atau mental. Setiap anak
diberi kebebasan untuk memilih materi pembelajaran yang diinginkannya dan
memperoleh materi yang berbeda-beda.

Setiap kegiatan belajar mengajar harus memiliki tujuan yang perlu dinilai
dengan berbagai cara. Penilaian harus menjabarkan hasil belajar, yaitu
memberikan gambaran mengenai keberhasilan siswa dalam mengembangkan
serangkaian keterampilan (psikomotor), pengetahuan (kognitif), dan perilaku
(afektif) selama pembelajaran, topik atau kurikulum yang fleksibel. Untuk
mengetahui ketercapaian kompetensi setiap siswa maka peranan penilaian sangat
besar artinya. Dalam seting pendidikan inklusif penilaian hasil belajar secara
sistematis dan berkelanjutan bertujuan untuk menilai hasil belajar siswa di

3
sekolah, mempertanggung jawabkan penyelenggaraan pendidikan kepada
masyarakat, dan mengetahui mutu pendidikan pada sekolah.

Penilaian (Assessment) dapat dilakukan sebelum pembelajaran dimulai


untuk mendapatkan datatentang baseline setiap anak sebelum pembelajaran
dilakukan oleh guru. Pada saat pembelajaran berlangsung untuk melihat apakah
anak mengalami hambatan, melihat respon anak thd proses, dan melihat atmosfir
kelas (LIRP). Pada akhir pembelajaran untuk melihat perkembangan yang terjadi.
Adapun fungsi dari penilaian (Assessment) meliputi Screening &
Indentification(penyaringan dan penjaringan), Child’s Educational Needs
exploration (eksplorasi kebutuhan belajar anak) dan Intructional Planning
(perencanaan pembelajaran) serta Evaluation (penilaian hasil). Dalam Screening
dan identification dilakukan untuk mendapatkan data siapakah anak yang
mengalami hambatan belajar (memiliki kebutuhan khusus) baik yang bersifat
internal baik kebutuhan khusus karena factor diri anak itu sendiri (kecacatan atau
keberbakatan) maupun bersifat eksternal, kebutuhan khusus akibat
sistem/lingkungan. Sedangkan fungsi dalam eksplorasi kebutuhan belajar anak
untuk mendapatkan data tentang apa yang sudah dikuasai anak saat ini, apa yang
menjadi hambatan bagi anak untuk belajar dan apa yang menjadi kebutuhan
belajarnya.

Penilaian yang berkelanjutan berarti melakukan pengamatan secara terus


menerus tentang sesuatu yang diketahui, dipahami, dan dapat dikerjakan oleh
peserta didik. Observasi ini dapat dilakukan beberapa kali dalam setahun,
misalnya awal tahun, pertengahan tahun dan akhir tahun. Penilaian yang
berkelanjutan bisa juga dilakukan melalui: observasi, portofolio, bentuk ceklist
(keterampilan, pengetahuan, dan perilaku), tes dan kuis, dan penilaian diri serta
jurnal reflektif. (Direktorat PLB, Braillo Norway dan UNESCO: 2003).

Untuk mengetahui perkembangan, kemajuan, dan hasil belajar siswa


selama program pendidikan maka sistem penilaian yang dilaksanakan harus
komprehensif dan fleksibel. Dalam seting pendidikan inklusif, sistem penilaian
yang diharapkan di sekolah yaitu sistem penilaian yang fleksibel. Penilaian
disesuaikan dengan kompetensi semua anak termasuk anak berkebutuhan khusus.

3
Penilaian yang fleksibel memiliki dua model, yaitu dengan tes yang datanya bisa
kuantitatif dan kualitatif, salah satu contohnya fortofolio. Penerimaan siswa tanpa
tes serta ujian dilakukan secara lokal bagi tingkat dasar dengan model sistem
kenaikan kelas otomatis. Dengan demikian, peluang ini bisa dimanfaatkan untuk
menuju cara melaksanakan proses pembelajaran yang ramah bagi semua siswa,
karena proses pembelajarannya senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan dan
karakteristik setiap siswa. (Sunanto et all. ,2004:86-87).

Hal ini selaras dengan pendapat Budimansyah (2002:114) sebagai berikut


”Penilaian yang baik hendaknya memperhatikan kondisi dan perbedaan-perbedaan
individual (individual differences).”Penilaian (assessment) merupakan penafsiran
hasil pengukuran dan pencapaian hasil belajar. Data hasil belajar diperoleh
melalui pengukuran dan penilaian pendidikan merupakan informasi yang sangat
berguna sebagai umpan balik bagi pelaksanaan pengajaran dan strategis proses
belajar-mengajar. Penilaian dalam proses (lebih bersifat assessment), dapat
mengungkapkan hambatan belajar yang dialami siswa pada saat pembelajaran
berlangsung, sementra penilaian di akir pelajaran dapat melihat apakah tujuan
pembelajaran dapat dicapai atau tidak. Proses penilaian yang berkelanjutan
dimulai sejak keterlibatan anak di kelas secara administrative di sekolah
mencerminkan adanya pengakuan terhadap keberagaman karakteristik peserta
didik.

Hasil proses penilaian tersebut kemudian dijadikan bahan acuan dalam


pembuatan dan implementasi kurikulum, sehingga kebutuhan belajar masing-
masing peserta didik dapat diakomodasi oleh keberagaman aspek-aspek yang
terkandung dalam kurikulum. Salah satu kunci sukses dalam belajar mengajar
adalah kurikulum. Dalam penilaian peserta didik diberi kesempatan untuk
berprestasi sesuai kemampuannya sehingga anak dapat berkembang secara
optimal. Hal yang harus diperhatikan guru dalam melaksanakan aktivitas
penilaian pembelajaran (Muslich, 2008: 92) adalah:

1. Memandang penilaian sebagai bagian integral dari kegiatan pembelajaran.

3
2. Mengembangkan strategi pembelajaran yang mendorong dan memperkuat
proses penilaian sebagai kegiatan refleksi (bercermin diri dan pengalaman
belajar).

3. Melakukan berbagai strategi penilaian di dalam program pembelajaran untuk


menyediakan berbagai jenis informasi tentang hasil belajar siswa.

4. Mengakomodasi kebutuhan khusus siswa.

5. Mengembangkan sistem pencatatan yang menyediakan cara yang bervariasi


dalam pengamatan belajar siswa.

6. Menggunakan penilaian dalam rangka mengumpulkan informasi untuk


membuat keputusan tentang tingkat pencapaian siswa.Menurut Thorndike dan
Hagen (1977) tujuan dan kegunaan penilaian pendidikan dapat diarahkan kepada
keputusan-keputusan yang menyangkut

1. Pengajaran

2. Hasil belajar

3. Diagnosis dan usaha perbaikan

4. Penempatan

5. Seleksi

6. Bimbingan dan konseling,

7. Kurikulum, dan

8. Penilaian kelembagaan. Pendekatan

penilaian yang membandingkan hasil pengukuran seseorang dengan hasil


pengukuran yang diperoleh orang – orang lain dalam kelompoknya, dinamakan
Penilaian Acuan Norma (Norm – Refeereced Evaluation). Dan pendekatan
penilaian yang menbanding hasil pengukuran seseorang dengan patokan “batas
lulus” yang telah ditetapkan, dinamakan penilaian Acuan Patokan (Criterian –
refenced Evaluation).Penilaian bagi peserta didik berkebutuhan khusus sangat
beragam. Jenis dan model yang akan dipakai disesuaikan dengan kompetensi dan

3
indikator hasil belajar yang ingin dicapai, tipe materi pembelajaran, dan tujuan
penilaian itu sendiri.

Ada dua jenis penilaian yaitu tes dan non-tes. Tes meliputi kegiatan tes
lisan, tes tulis (uraian dan objektif), dan tes kinerja. Sedangkan non-tes meliputi
skala sikap, checklist,kuesioner, studi kasus, dan partofolio. Keragaman penilaian
tidak dimaksudkan memberikan keleluasaan guru untuk menerapkan dengan
seenaknya jenis penilaian tertentu. Sebaliknya dengan adanya keragaman
penilaian tersebut, guru dituntut lebih profesional dan bertanggung jawab ketika
menentukan pilihan Penilaian dilakukan secara berkelanjutan (continuous
evaluation) agar dapat mendorong penelaahan dan perefleksian siswa terhadap
kemampuan siswa dalam melakukan pembelajaran dan hasil yang dicapainya.
Artinya ini merupakan suatu proses penilaian yang dilakukan secara terus
menerus dan tidak berhenti serta terfokus pada ujian akhir saja, namun semua
proses dilihat secara seksama, sehingga guru memperoleh gambaran yang utuh
mengenai kondisi belajar siswa dari awal sampai akhir. Agar setiap siswa
memperoleh perhatian yang sama tetapi diberi yang berbeda sesuai kebutuhannya,
maka guru menyusun buku penilaian individu yang berisi rangkuman seluruh
hasil belajar siswa (hasil tes, hasil tugas perorangan, hasil praktikum, hasil
pekerjaan rumah, dsb.) tercatat dan terorganisir secara sistematik (Sunanto et all.,
2004:87)

3
DAFTAR PUSTAKA

Assjari, Musjafak. 2005. Program Pembelajaran Individual. (online).


Depdiknas:Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa. Di akses pada tanggal 5 Mei 2023 jam 12:06

Direktorat PL.B. 2004. Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan


Terpadu/InklusiPengembangan Kurikulum 1. Jakarta: Dirjen Pendasmen,
Depdiknas. Di akses pada tanggal 5 Mei 2023 jam 12:06

Parwoto, 2007. Strategi Pembelajaran ABK. Jakarta: Depdiknas Dirjen Dikti,


Direktorat Ketenagaan. Di akses pada tanggal 5 Mei 2023 jam 12:06

E.Rochyadi. Tanpa Tahun Program Pembelajaran Individual, (online).


http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR.PEND, LUAR BIASA/1956081819 85031-
ENDANG ROCHYADI/MAKALAH/MAKALAH PPI .pdf Di akses pada tanggal
5 Mei 2023 jam 12:06

Rinita rosalinda dewi http://rinitarosalinda.blogspot.com/2015/10/prinsip-prinsip-


pembelajaran-inklusif.html?m=1. diakses pada tanggal 5 mei 2023 jam 13.00

EndangRochyadi.2018http://etheses.iainkediri.ac.id/114/3/BAB%20II
%20REVISI.pdf Di akses pada tanggal 5 mei 2023 jam 11.23

3
4

a. Pengertian ABK

Anak Berkebutuhan Khusus ABK atau Anak Luar Biasa ALB


adalah anak yang secara signifikan berbeda dalam beberapa dimensi yang
penting dari fungsi kemanusiaannya. Mereka yang secara fisik, psikologis,
kognitif, atau sosial terhambat dalam mencapai tujuan-tujuan/kebutuhan
dan potensinya secara maksimal, meliputi mereka yang tidak bisa
mendengar, tidak bisa melihat, mempunyai gangguan bicara, cacat tubuh,
retardasi mental, gangguan emosional. Juga anak-anak yang berbakat
dengan intelegensi tinggi, dapat dikategorikan sebagai anak khusus/luar
biasa, karena memerlukan penanganan yang terlatih dari tenaga
profesional (Suran dan Rizzo, 1979).

Frieda Mangunsong dalam buku “Psikologi dan Pendidikan Anak


Berkebutuhan Khusus”, 2009:4 Anak Berkebutuhan Khusus atau Anak
Luar Biasa adalah anak yang menyimpang dari rata-rata anak normal
dalam hal; ciri-ciri mntal, kemampuan-kemampuan sensorik, fisik dan
neuromaskular, perilaku sosial dan emosional, kemampuan
berkomunikasi, maupun kombinasi dua atau lebih dari hal-hal diatas;
sejauh ia memerlukan modifikasi dari tugas-tugas sekolah, metode belajar
atau pelayanan terkait lainnya, yang ditujukan untuk pengembangan
potensi atau kapasitasnya secara maksimal.

A. Aspek- aspek Identifikasi ABK


Istilah identifikasi secara harfiah dapat diartikan menemukan atau
menemukenali. Dalam buku ini istilah identifikasi ABK dimaksudkan
sebagai usaha seseorang (orang tua, guru, maupun tenaga kependidikan
lainnya) untuk mengetahui apakah seorang anak mengalami
kelainan/penyimpangan (phisik, intelektual, sosial, emosional, dan atau
sensoris neurologis) dalam pertumbuhan/perkembangannya dibandingkan
dengan anak-anak lain seusianya (anak-anak normal).
5

Setelah dilakukan identifikasi dapat diketahui kondisi seseorang, apakah


pertumbuhan dan perkembangannya mengalami kelainan/penyimpangan
atau tidak. Bila mengalami kelainan/penyimpangan, dapat diketahui pula
apakah anak tergolong:
1. Tunanetra
2. Tunarungu
3. Tunagrahita
4. Tunadaksa
5. Anak Tunalaras
6. Anak lamban belajar
7. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik
8. Anak Autis
9. Anak Berbakat
10. Anak ADHD ( gangguan perhatian dan hiperaktif).
Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih
ditekankan pada menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tegolong
ABK atau bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang-
orang yang dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang
tuanya, pengasuh, guru dan pihak lain yang terkait dengannya. Sedangkan
langkah selanjutnya, dapat dilakukan screening khusus secara lebih
mendalam yang sering disebut assesmen yang apabila diperlukan dapat
dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog, neurolog,
orthopedagog, therapis, dan lain-lain.

B. Tujuan Identifikasi ABK


Secara umum tujuan identifikasi adalah untuk menghimpun
informasi apakah seorang anak mengalami kelainan/penyimpangan (pisik,
intelektual, sosial, emosional). Disebut mengalami kelainan/penyimpangan
tentunya jika dibandingkan dengan anak lain yang sebaya dengannya.
Hasil dari identifkasi akan dilanjutkan dengan asesmen, yang hasilnya
akan dijadikan dasar untuk penyusunan progam pembelajaran sesuai
dengan kemampuan dan ketidakmampuannya.
6

Dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif, kegiatan identifikasi anak


berkebutuhan khusus dilakukan untuk lima keperluan,yaitu:
1) Penjaringan (screening),
2) Pengalihtanganan (referal),
3) Klasifikasi,
4) Perencanaan pembelajaran, dan
5) Pemantauan kemajuan belajar.
Adapun penjelasan dari kegiatan tersebut sebagai berikut:
1. Penjaringan (screening)
Penjaringan dilakukan terhadap semua anak di kelas dengan alat
identifikasi anak berkebutuhan khusus. Contoh alat identifikasi
terlampir. Pada tahap ini identifikasi berfungsi menandai anak-anak
mana yang menunjukan gejala-gejala tertentu, kemudian menyimpulkan
anak-anak mana yang mengalami kelainan/penyimpangan tertentu,
sehingga tergolong Anak Berkebutuhan Khusus. Dengan alat identifikasi
ini guru, orangtua, maupun tenaga profesional terkait, dapat melakukan
kegiatan penjaringan secara baik dan hasilnya dapat digunakan untuk
bahan penanganan lebih lanjut.
2. Pengalihtanganan (referal),
Berdasarkan gejala-gejala yang ditemukan pada tahap penjaringan,
selanjutnya anak-anak dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok.
Pertama, ada Anak yang perlu dirujuk ke ahli lain (tenaga profesional)
dan dapat langsung ditangani sendiri oleh guru dalam bentuk layanan
pembelajaran yang sesuai. Kedua, ada anak yang perlu dikonsultasikan
keahlian lain terlebih dulu (referal) seperti psikolog, dokter,
orthopedagog (ahli PLB), dan therapis, kemudian ditangani oleh guru.
Proses perujukan anak oleh guru ke tenaga profesional lain untuk
membantu mengatasi masalah anak yang bersangkutan disebut proses
pengalihtanganan (referal). Bantuan ke tenaga lain yang ada seperti Guru
Pendidikan Khusus (Guru PLB) atau konselor.
3. Klasifikasi
7

Pada tahap klasifikasi, kegiatan identifikasi bertujuan untuk menentukan


apakah anak yang telah dirujuk ketenaga profesional benar-benar
memerlukan penanganan lebih lanjut atau langsung dapat diberi
pelayanan pendidikan khusus. Apabila berdasar pemeriksaan tenaga
profesional ditemukan masalah yang perlu penangan lebih lanjut
(misalnya pengobatan, terapi, latihan- latihan khusus, dan sebagainya)
maka guru tinggal mengkomunikasikan kepada orang tua siswa yang
bersangkutan. Jadi guru tidak mengobati dan atau memberi terapi
sendiri, melainkan memfasilitasi dan meneruskan kepada orang tua
tentang kondisi anak yang bersangkutan. Guru hanya memberi
pelayanan pendidikan sesuai dengan kondisi anak. Apabila tidak
ditemukan tanda-tanda yang cukup kuat bahwa anak yang bersangkutan
memerlukan penanganan lebih lanjut, maka anak dapat dikembalikan
kekelas semula untuk mendapatkan pelayanan pendidikan khusus di
kelas reguler.
4. Perencanaan pembelajaran
Pada tahap ini, kegiatan identifikasi bertujuan untuk keperluan
penyusunan program pembelajaran yang diindividualisasikan (PPI).
Dasarnya adalah hasil dari klasifikasi. Setiap jenis dan gradasi (tingkat
kelainan) anak berkebutuhan khusus memerlukan program pembelajaran
yang berbeda satu sama lain. Mengenai program pembelajaran yang
diindividualisasikan (PPI) akan dibahas secara khusus dalam buku yang
lain tentang pembelajaran dalam pendidikan inklusif.
5. Pemantauan kemajuan belajar
Kemajuan belajar perlu dipantau untuk mengetahui apakah program
pembelajaran khusus yang diberikan berhasil atau tidak. Apabila dalam
kurun waktu tertentu anak tidak mengalami kemajuan yang signifikan
(berarti), maka perlu ditinjau kembali. Beberapa hal yang perlu ditelaah
apakah diagnosis yang kita buat tepat atau tidak, begitu pula dengan
Program Pembelajaran Individual (PPI) serta metode pembelajaran yang
digunakan sesuai atau tidak dll Sebaliknya, apabila intervensi yang
diberikan menunjukkan kemajuan yang cukup signifikan maka
8

pemberian layanan atau intervensi diteruskan dan dikembangkan dengan


lima tujuan khusus diatas, indentifikasi perlu dilakukan secara terus
menerus oleh guru, dan jika perlu dapat meminta bantuan dan atau
bekerja sama dengan tenaga professional yang dekat dengan masalah
yang dihadapi anak.

C. Sasaran Identifikasi ABK


Secara umum sasaran indentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
adalah seluruh anak usia pra-sekolah dan usia sekolah dasar. Sedangakan
secara khusus (operasional), sasaran indentifikasi Anak Berkebutuhan
Khusus adalah:
1. Anak yang sudah bersekolah di Sekolah reguler
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan
menggunakan panduan identifikasi sederhana (contoh terlampir),
melakukan penjaringan terhadap seluruh peserta didik yang ada di
sekolah tersebut untuk menemukan anak-anak yang memerlukan
pelayanan pendidikan khusus. Anak yang terjaring melalui proses
identifikasi, perlu dilakukan langkah-langkah untuk pemberian
bantuan pendidikan khusus sesuai kebutuhannya
2. Anak yang baru masuk di Sekolah reguler
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan
menggunakan panduan identifikasi sederhana (contoh terlampir)
melakukan penjaringan terhadap seluruh murid baru (peserta didik
baru) untuk menemukan apakah di antara mereka terdapat ABK yang
memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak yang terjaring
melalui proses identifikasi ini, perlu diberikan tindakan pendidikan
yang sesuai dengan kebutuhannya.
3. Anak yang belum/tidak bersekolah
Guru Kelas atau tim khusus yang ditugasi sekolah, dengan
menggunakan panduan identifikasi sederhana, dan/atau bekerjasama
dengan Kepala Desa/Kelurahan, atau Ketua RW dan RT setempat,
melakukan pendataan anak berkebutuhan khusus usia sekolah di
lingkungan setempat yang belum bersekolah. Anak berkebutuhan
9

khusus usia sekolah yang belum bersekolah dan terjaring melalui


pendataan ini, dilakukan langkah-langkah untuk pemberian tindakan
pendidikan sesuai dengan kebutuhannya.

D. Pelaksanaan Identifikasi ABK


Ada beberapa langkah identifikasi anak berkebutuhan khusus.
Untuk identifikasi anak usia sekolah yang belum bersekolah atau drop out,
maka sekolah yang bersangkutan perlu melakukan pendataan di
masyarakat kerjasama dengan Kepala Desa/Lurah, RT, RW setempat dan
posyandu Jika pendataan tersebut ditemukan anak berkelainan, maka
proses berikutnya dapat dilakukan pembicaraan dengan orangtua, komite
sekolah maupun perangkat desa setempat untuk mendapatkan tindak
lanjutnya. Untuk anak-anak yang sudah masuk dan menjadi siswa di
sekolah, indentifikasi dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Menghimpun Data Anak

Pada tahap ini petugas (guru) menghimpun data kondisi seluruh siswa di
kelas (berdasarkan gejala yang nampak pada siswa) dengan
menggunakan Alat Indentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (AIABK).
Lihat Format 3 terlampir.

2. Menganalisis Data dan Mengklasifikasikan Anak


Pada tahap ini tujuannya adalah untuk menemukan anak-anak yang
tergolong Anak Berkebutuhan Khusus (yang memerlukan pelayanan
pendidikan khusus). Buatlah daftar nama anak yang diindikasikan
berkelainan sesuai dengan ciri-ciri. Jika ada anak yang memenuhi syarat
untuk disebut atau berindikasi kelainan sesuai dengan ketentuan tersebut,
maka dimasukkan ke dalam daftar nama- nama anak yang berindikasi
kelainan sesuai dengan format khusus yang disediakan seperti terlampir
(Lihat Format 4). Sedangkan untuk anak-anak yang tidak menunjukan
gejala atau tanda-tanda berkelainan, tidak perlu dimasukkan ke dalam
daftar khusus tersebut.
3. Mengadakan pertemuan konsultasi dengan kepala sekolah
10

Pada tahap ini, hasil analisis dan klasifikasi yang telah dibuat guru
dilaporkan kepada Kepala Sekolah untuk mendapat saran-saran
pemecahan atau tindak lanjutnya.
4. Menyelenggarakan pertemuan kasus (case conference)
Pada tahap ini, kegiatan dikoordinasikan oleh Kepala Sekolah setelah
data anak dengan kebutuhan khusus terhimpun dari seluruh kelas.
Kepala Sekolah dapat melibatkan: (1) Kepala Sekolah sendiri; (2)
Dewan Guru; (3) orang tua/wali siswa; (4) tenaga professional terkait,
jika tersedia dan dimungkinkan; (5) Guru Pembimbing Khusus (Guru
PLB) jika tersedia dan memungkinkan. Materi pertemuan kasus adalah
membicarakan temuan dari masing-masing guru mengenai hasil
identifikasi untuk mendapatkan tanggapan dan cara-cara pemecahan
serta penanggulangannya.
5. Menyusun laporan hasil pertemuan kasus
Pada tahap ini, tanggapan dan cara-cara pemecahan masalah dan
penanggulangannya perlu dirumuskan dalam laporan hasil pertemuan
kasus.

E. Tindak Lanjut Identifikasi ABK


Sebagai tindak lanjut dari kegiatan indentifikasi anak berkelaian
untuk dapat memberikan pelayanan pendidikan yang sesuai, maka
dilakukan tindak lanjut sebagai berikut:
1. Pelaksanaan Asesmen:
Asesmen merupakan kegiatan penyaringan terhadap anak-anak yang
telah teridentifikasi sebagai anak berkebutuhan khusus. Kegiatan
asesmen dapat dilakukan oleh guru, orang tua (untuk beberapa hal),
dan tenaga profesional lain yang tersedia sesuai dengan
kompetensinya. Kegiatan asesmen meliputi beberapa bidang, antara
lain:
a. Asesmen akademik:
Asesmen akademik sekurang-kurangnya meliputi 3 aspek yaitu
kemampuan membaca, menulis dan berhitung.
b. Asesmen sensoris dan motorik:
11

Asesmen sensoris untuk mengetahui gangguan penglihatan,


pendengaran. Sedangkan asesmen motorik untuk mengetahui
gangguan motorik kasar, motorik halus, keseimbangandan
lokomotor yang dapat mengganggu pembelajaran bidang lain.
c. Asesmen psikologis, emosi dan sosial
Asesmen psikologis dapat digunakan untuk mengetahui potensi
intelektual dan kepribadian anak. Juga dapat diperluas dengan
tingkat emosi dan sosial anak.Ada bagian-bagian tertentu yang
dalam pelaksanaan asesmen membutuhkan tenaga professional
sesuai dengan kewenangannya. Guru dapat membantu dan
memfasilitasi terselenggaranya asesmen tersebut sesuai dengan
kemampuan orangtua dan sekolah.
2. Perencanaan Pembelajaran
Pada tahap ini kegiatan yang dilakukan meliputi: menganalisis hasil
asesmen untuk kemudian dideskripsikan, ditentukan penempatan untuk
selanjutnya, dibuatkan program pembelajaran berdasarkan hasil
asesmenLangkah selanjutnya menganalisis kurikulum, dengan
menganalisis kurikulum maka kita dapat memilah bidang studi yang
perlu ada penyesuaian. Hasil analisis kurikulum ini kemudian
diselaraskan dengan program hasil esesmen sehingga tersusun sebuah
program yang utuh yang berupa Program Pembelajaran Individual
(PPI).Penyusunan PPI dilakukan dalam sebuah tim yang sekurang-
kurangnya terdiri dari guru kelas dan mata pelajaran, kepala sekolah,
orang tua/wali serta guru pembimbing khusus. Pertemuan perlu
dilakukan untuk menentukan kegiatan yang sesuai dengan anak serta
penentuan tugas dan tanggung jawab pelaksanaan kegiatan.
2. Pelaksanaan Pembelajaran
Pada tahap ini guru melaksanakan program pembelajaran serta
pengorganisasian siswa berkelainan di kelas regular sesuai dengan
rancangan yang telah disusun. Pelaksanaan pembelajaran dapat
dilakukan melalui individualisasi pengajaran artinya; anak belajar pada
topik yang sama waktu dan ruang yang sama, namun dengan materi
12

yang berbeda-beda. Cara lain proses pembelajaran dilakukan secara


individual artinya anak diberi layanan secara individual dengan
bantuan guru khusus. Proses ini dapat dilakukan jika dianggap
memiliki rentang materi/keterampilan yang sifatnya mendasar
(prerequisit). Proses layanan ini dapat dilakukan secara terpisah atau
masih kelas tersebut sepanjang tidak mengganggu situasi belajar secara
keseluruhan
3. Pemantauan Kemajuan Belajar dan Evaluasi
Untuk mengetahui keberhasilan guru dalam membantu mengatasi
kesulitan belajar anak, perlu dilakukan pemantauan secara terus
menerus terhadap kemajuan dan atau bahkan kemunduran belajar anak.
Jika anak mengalami kemajuan dalam belajar, pendekatan yang dipilih
guru perlu terus dipertahankan, tetapi jika tidak terdapat kemajuan,
perlu diadakan peninjauan kembali, baik mengenai materi, pendekatan,
maupun media yang digunakan anak yang bersangkutan untuk
memperbaiki kekurangan-kekurangannya. Dengan demikian
diharapkan pada akhirnya semua problema belajar anak, secara
bertahap dapat diperbaiki sehingga anak terhindar dari putus sekolah.
BAB

III PENUTUP
A. Kesimpulan
Identifikasi merupakan kegiatan awal  yang mendahului proses
asesmen. Identifikasi adalah kegiatan mengenal atau menandai sesuatu,
yang dimaknai sebagai proses penjaringan atau proses menemukan anak
apakah mempunyai kelainan/masalah, atau proses pendektesia dini
terhadap anak berkebutuhan khusus. Anak Berkebutuhan Khusus ABK
atau Anak Luar Biasa ALB adalah anak yang secara signifikan berbeda
dalam beberapa dimensi yang penting dari fungsi kemanusiaannya.

Dalam materi ini di jelaskan terkait bagaimana aspek-aspek,


tujuan, sasaran, pelaksaaan dan tindak lanjut identifikasi ABK. Kegiatan
identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya lebih ditekankan pada
menemukan (secara kasar) apakah seorang anak tegolong ABK atau
bukan. Maka biasanya identifikasi dapat dilakukan oleh orang- orang yang
dekat (sering berhubungan/bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya,
pengasuh, guru dan pihak lain yang terkait dengannya.

B. Saran
Sebaiknya pengunan media pembelajaran di SD harus didukung
kemampuan guru dalam membuat, memilih dan memanfaatkan media
pembelajaran tersebut secara tepat dan sesuai dengan kemampuan berfikir
siswa, agar memberikan dampak positif bagi peserta didik. Penulisan tugas
ini tidak luput dari kesalahan dan kekurangan, oleh sebab itu kritik dan
saran yang sifatnya membangun sangatlah penulis harapkan untuk
menyempurnakan tugas ini.

15
DAFTAR PUSTAKA

Wordpres, 2012, Pelaksanaan Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus,


https://kabarpendidikanluarbiasa.wordpress.com, 01 Maret 2023, 15.10,
Kabar Pendidikan Luar Biasa

Badan Penelitian dan Pengembangan Pendidikan dan Kebudayaan


Mengidentifikasi Siswa Berkesulitan BelajarPusat Pengembangan
Kurikulum dan Sarana Pendidikan. https://file.upi.edu , Jakarta. 1977.

Paud jateng, 2015, Pengertian Anak Berkebutuhan Khusu ABK Menurut Para
Ahli, https://paud.id, 01 Maret 2023, 15.30, Paud Jateng

Wordpress, 2012, Identifikasi dan Asesmen ABK,


https://ainununkurniansyah.wordpress.com, 01 Maret 2023, 16.00, Ainun
Kurniansyah

16

Anda mungkin juga menyukai