Anda di halaman 1dari 33

MAKALAH

BENTUK LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

DOSEN PENGAMPU

Asriawal S.SiT.M,Mkes

OLEH:
ALIMAH PUTRI (PO714261201037)
BERLIN PAEMBONG (PO714261201041)
NUR HIJRIYATI SYAM (PO714261201051)

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR

JURUSAN KESEHATAN GIGI

KELAS 4B PRODI D.IV

2023/2024
PRAKATA

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat beriringan

salam juga penulis sampaikan kepada nabi Muhammad SAW yang telah berjasa

membawa perubahan pada umat manusia yaitu dari zaman kebodohan ke zaman

yang serba canggih seperti sekarang ini.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dari Bapak

Asriawal, S.SiT, M.Mkes pada mata kuliah Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi dan

Mulut Kelompok Berkebutuhan Khusus. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk

menambah wawasan tentang Bentuk Layanan Anak Berkebutuhan Khusus bagi para

pembaca dan juga bagi penulis.

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing selakun

dosen mata kuliah yang telah memberikan tugas ini untuk menambah pengetahuan

dan wawasan penulis terkait dengan bidang yang di tekuni.

Penulis menyadari makalah ini masih jauhdari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik

dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Makassar, 07 Agustus 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI
SAMPUL..................................................................................................................i

PRAKATA.................................................................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................................ii

DESKRIPSI SINGKAT MATA KULIAH........................................................................iii


KEGUNAAN MATA KULIAH.....................................................................................iv
TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN............................................................................v
BAB I BENTUK LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS......................................1

1.1 Pendahuluan...................................................................................................1

1.1.1 Deskripsi Bab....................................................................................... 2

1.1.2 Tujuan Pembelajaran...........................................................................3

1.1.3 Kompetensi Khusus..............................................................................3

1.2 Penyajian.......................................................................................................... 3
1.2.1 Bentuk-Bentuk Layanan Anak Berkebutuhan Khusus............................4

1.2.2 Layanan Pendidikan Inklusif…………………………………………………..............7

1.3 Penutup.......................................................................................................... 10

1.3.1 Evaluasi..............................................................................................11

1.3.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut..........................................................13

1.3.3 Daftar Pustaka....................................................................................13

ii
DESKRIPSI SINGKAT MATA KULIAH

Kesehatan gigi merupakan salah satu hal terpenting bagi pertumbuhan anak. Namun,

di Indonesia tidak banyak orang tua yang peduli akan kesehatan gigi anak, terlebih

pada anak dengan kebutuhan khusus (disabled children). “Mereka” (anak

berkebutuhan khusus) adalah anak-anak yang mengalami gangguan mental seperi

autis, down syndrome dan celebral palsy,” anak berkebutuhan khusus memiliki resiko

yang lebih tinggi akan masalah kesehatan gigi dan mulut. “Itu karena mereka

memiliki kekurangan dan keterbatasan mental maupun fisik untuk melakukan

pembersihan gigi sendiri yang optimal.

Selain itu, mata kuliah ini menguraikan tentang Bentuk Layanan Anak Berkebutuhan

Khusus, Bentuk-bentuk layanan anak berkebutuhan khusus dan Layanan Pendidikan

inklusif.

iii
KEGUNAAN MATA KULIAH

1. Agar mahasiswa mampu menguasai pengertian Bentuk layanan pada anak;

2. Agar mahasiswa mampu menguasai Bentuk-bentuk layanan pada anak

berkebutuhan khusus;

3. Agar mahasiswa mampu menguasai Layanan Pendidikan inklusif.

iv
TUJUAN UMUM PEMBELAJARAN

Secara umum tujuan pembelajaran mata kuliah ini adalah agar mahasiswa mampu

memahami dan menguasai Bentuk layanan pada anak berkebutuhan khusus serta

mahasiswa dapat mengaplikasikannya pada pelayanan kesehatan Asuhan

Keperawatan Gigi Dan Mulut Berkebutuhan Khusus yang mencakup Bentuk-bentuk

layanan anak berkebutuhan khusus dan layanan pendidikan inklusif.

v
BAB I BENTUK LAYANAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

1.1 Pendahuluan

Pendidikan merupakan salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan

mutu sumber daya manusia Indonesia. Pendidikan dapat diperoleh melalui

lembaga pendidikan baik formal, informal, dan non formal. Sekolah

merupakan contoh dari lembaga pendidikan yang bersifat formal. Dewasa ini,

peran sekolah sangat penting. Sekolah tidak hanya sebagai wahana untuk

mencari ilmu pengetahuan saja, tetapi juga sebagai tempat yang dapat

memberi bekal keterampilan untuk hidup yang nanti diharapkan dapat

bermanfaat di dalam masyarakat. Di sekolah anak juga dibimbing untuk

bersosialisasi dengan orang lain. Keberadaan sekolah tidak saja penting bagi

anak normal, melainkan bermanfaat pula untuk anak berkebutuhan khusus

yang memiliki keterbatasan dan kekurangan ketika harus berinteraksi dengan

orang lain. (Nugraheni, Rosida and Illiandri, 2019)

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang memiliki karakteristik

khusus. Keadaan khusus membuat mereka berbeda dengan anak pada

umumnya. Pada mulanya, pengertian anak berkebutuhan khusus adalah

anak cacat (difabel), baik cacat fisik maupun cacat mental. Pengertian anak

berkebutuhan khusus demikian berkembang menjadi anak yang memiliki

kebutuhan individual yang tidak bisa disamakan dengan anak yang normal.
Anak berkebutuhan khusus sering dikucilkan atau termaginalkan dari

lingkungan sekitar. Anak-anak berkebutuhan khusus sering menerima

perlakuan yang diskriminatif dari orang lain. Bahkan untuk menerima

pendidikan saja mereka sulit. Beberapa sekolah regular tidak mau menerima

mereka sebagai siswa. Alasannya guru di sekolah tersebut tidak memiliki

kualifikasi yang memadai untuk membimbing anak berkebutuhan khusus.

Terkadang sekolah khusus letaknya jauh dari rumah mereka, sehingga banyak

anak berkebutuhan khusus yang tidak mengenyam pendidikan. (Nugraheni,

Rosida and Illiandri, 2019)

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu disediakan berbagai layanan

pendidikan atau sekolah bagi anak berkebutuhan khusus, baik menyangkut

sistem pembelajaran, fasilitas yang mendukung, maupun peran guru yang

sangat penting untuk memberikan motivasi dan arahan yang bersifat

membangun. Fokus permasalahan yang ingin dikaji dalam hal ini adalah

karakteristik dari anak berkebutuhan khusus yang memerlukan layanan

pendidikan dan model layanan pendidikan yang digunakan untuk membantu

anak berkebutuhan khusus dalam belajar dan mengembangkan kreativitasnya.

(Nugraheni, Rosida and Illiandri, 2019)


1.1.1 Deskripsi Bab

Bab ini menjelaskan tentang Bentuk Layanan Anak Berkebutuhan Khusus

diantaranya terdapat bentuk-bentuk layanan pada anak berkebutuhan

khusus dan Layanan Pendidikan inklusif. Mengetahui Bentuk Layanan

Anak Berkebutuhan Khusus juga sebagai dasar nantinya dalam

melakukan praktik dalam Pelayanan Asuhan Keperawatan Gigi Dan Mulut

Berkebutuhan Khusus. Mempelajari Bentuk Layanan Anak Berkebutuhan

Khusus sebagai prasyarat untuk dapat melakukan interaksi yang baik

terhadap antar sesama perawat, dokter maupun pasien.

1.1.2 Tujuan Pembelajaran

Setelah mempelajari bab ini, mahasiswa diharapkan mampu

menjelaskan Bentuk layanan anak berkebutuhan khusus. Secara

khusus mahasiswa diharapkan dapat menegtahui Bentu-bentuk

layanan anak berkebutuhan khusus dan Layanan Pendidikan inklusif.

1.1.3 Kompetensi Khusus

Pada akhir perkuliahan, mahasiswa diharapkan mampu:

Mengetahui Bentuk Layanan Anak Berkebutuhan Khusus yang

mencakup diantaranya seperti Bentuk-bentuk layanan anak

berkebutuhan khusus dan Layanan Pendidikan inklusif.

1.2 Penyajian
Pada bagian ini, akan disajikan Bentuk Layana Anak Berkebutuhan

Khusus meliputi Bentuk-bentuk layanan anak berkebutuhan khusus dan

Layanan Pendidikan inklusif. Bentuk-bentuk layanan anak berkebutuhan

khusus dengan berbagai pilihan diantaranya bentuk layanan Pendidikan

segregrasi dan bentuk layanan Pendidikan terpadu atau terintegrasi.

1.2.1 Hak – hak Yang Dimiliki Anak Berkebutuhan Khusus

Menurut Hallahan dan Kauffman (1991) bentuk penyelenggaraan

pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus ada berbagai pilihan, yaitu:

1) Reguler Class Only (Kelas biasa dengan guru biasa)

2) Reguler Class with Consultation (Kelas biasa dengan konsultan guru

PLB)

3) Itinerant Teacher (Kelas biasa dengan guru kunjung)

4) Resource Teacher (Guru sumber, yaitu kelas biasa dengan guru biasa,

namun dalam beberapa kesempatan anak berada di ruang sumber

dengan guru sumber)’

5) Pusat Diagnostik-Prescriptif

6) Hospital or Homebound Instruction (Pendidikan di rumah atau di rumah

sakit, yakni kondisi anak yang memungkinkan belum masuk ke sekolah

biasa).

7) Self-contained Class (Kelas khusus di sekolah biasa bersama guru PLB)

8) Special Day School (Sekolah luar biasa tanpa asrama)

9) Residential School (Sekolah luar biasa berasrama)


Samuel A. Kirk (1986) membuat gradasi layanan pendidikan

bagi anak berkebutuhan khusus bergradasi dari model segregasi

ke model mainstreaming bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak

berkebutuhan khusus dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok besar,

yaitu:

1) Bentuk Layanan Pendidikan Segregrasi

Sistem layanan pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan

yang terpisah dari sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak

berkebutuhan khusus melalui sistem segregasi maksudnya adalah

penyelenggaraan pendidikan yang dilaksanakan secara khusus, dan

terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk anak normal.

Dengan kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan

pendidikan pada lembaga pendidikan khusus untuk anak

berkebutuhan khusus, seperti Sekolah Luar Biasa atau Sekolah Dasar

Luar Biasa, Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa, Sekolah

Menangah Atas Luar Biasa. Sistem pendidikan segregasi merupakan

sistem pendidikan yang paling tua.

Pada awal pelaksanaan, sistem ini diselenggarakan

karena adanya kekhawatiran atau keraguan terhadap

kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama

dengan anak normal. Selain itu, adanya kelainan fungsi tertentu

pada anak berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan


dengan menggunakan metode yang sesuai dengan kebutuhan

khusus mereka. Misalnya, untuk anak tunanetra, mereka

memerlukan layanan khusus berupa braille, orientasi mobilitas. Anak

tunarungu memerlukan komunikasi total, binapersepsi bunyi; anak

tunadaksa memerlukan layanan mobilisasi dan aksesibilitas, dan

layanan terapi untuk mendukung fungsi fisiknya. Ada empat bentuk

penyelenggaraan pendidikan dengan sistem segregasi, yaitu:

a) Sekolah Luar Biasa (SLB)

Bentuk Sekolah. Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang

paling tua. Bentuk SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya,

penyelenggaraan sekolah mulai dari tingkat persiapan sampai dengan

tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu unit sekolah dengan

satu kepala sekolah. Pada awalnya penyelenggaraan sekolah dalam

bentuk unit ini berkembang sesuai dengan kelainan yang ada (satu

kelainan saja), sehingga ada SLB untuk tunanetra (SLB-A), SLB

untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB

untuk tunadaksa (SLB-D), dan SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di

setiap SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat

lanjut. Sistem pengajarannya lebih m.engarah ke sistem

individualisasi.

Selain, ada SLB yang hanya mendidik satu kelainan saja,

ada pula SLB yang mendidik lebih dari satu kelainan, sehingga

muncul SLB-BC yaitu SLB untuk anak tunarungu dan tunagrahita;


SLB-ABCD, yaitu SLB untuk anak tunanetra, tunarungu, tunagrahita,

dan tunadaksa. Hal ini terjadi karena jumlah anak yang ada di unit

tersebut sedikit dan fasilitas sekolah terbatas.

b) Sekolah Luar Biasa Berasrama

Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk

sekolah luar biasa yang dilengkapi dengan fasilitas asrama.

Peserta didik SLB berasrama tinggal diasrama. Pengelolaan

asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah,

sehingga di SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan

tingkat lanjut, serta unit asrama. Bentuk satuan pendidikannyapun

juga sama dengan bentuk SLB di atas, sehingga ada SLB-A untuk

anak tunanetra, SLB-B untuk anak tunarungu, SLB-C untuk anak

tunagrahita, SLB-D untuk anak tunadaksa, dan SLB-E untuk anak

tunalaras, serta SLB-AB untuk anak tunanetra dan tunarungu.

Pada SLB berasrama, terdapat kesinambungan program

pembelajaran antara yang ada di sekolah dengan di asrama,

sehingga asrama merupakan tempat pembinaan setelah anak di

sekolah. Selain itu, SLB berasrama merupakan pilihan sekolah

yang sesuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah,

karena mereka terbatas fasilitas antar jemput.

c) Kelas jauh/Kelas Kunjung

Kelas jauh atau kelas kunjung adalah lembaga yang

disediakan untuk memberi pelayanan pendidikan bagi anak


berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau SDLB.

Pengelenggaraan kelasjauh/kelas kunjung merupak an

kebijaksanaan pemerintah dalam rangka menuntaskan wajib belajar

serta pemerataan kesempatan belajar.

Anak berkebutuhan khusus tersebar di seluruh pelosok

tanah air, sedangkan sekolah-sekolah yang khusus mendidik

mereka masih sangat terbatas di kotalkabupaten. Oleh karena itu,

dengan adanya kelas jauh/kelas kunjung ini diharapkan layanan

pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus semakin luas. Dalam

penyelenggaraan kelas jauh/kelas kunjung menjadi tanggung jawab

SLB terdekatnya. Tenaga guru yang bertugas di kelas tersebut

berasal dari guru SLB-SLB di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai

guru kunjung (itenerant teacher). Kegiatan administrasinya

dilaksanakan di SLB terdekat tersebut.

d) Sekolah Dasar Luar Biasa

Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak

berkebutuhan khusus, pemerintah mulai Pelita II

menyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB). Di SDLB

merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang

dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra,

tunarungu, tunagrahita, dan tunadaksa. Tenaga kependidikan di

SDLB terdiri dari kepala sekolah, guru untuk anak tunanetra, guru

untuk anak tunarungu, guru untuk anak tunagrahita, guru untuk


anak tunadaksa, guru agama, dan guru olahraga. Selain tenaga

kependidikan, di SDLB dilengkapai dengan tenaga ahli yang

berkaitan dengan kelainan mereka antara lain dokter umum, dokter

spesialis, fisiotherapis, psikolog, speech therapist, audiolog. Selain itu

ada tenaga administrasi dan penjaga sekolah.

Kurikulum yang digunakan di SDLB adalah kurikulum yang

digunakan di SLB untuk tingkat dasar yang disesuikan dengan

kekhususannya. Kegiatan belajar dilakukan secara individual,

kelompok, dan klasikal sesuai dengan ketunaan masingmasing.

Pendekatan yang dipakai juga lebih ke pendekatan individualisasi.

Selain kegiatan pembelajaran, dalam rangka rehabilitasi di SDLB

juga diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan

anak. Anak tunanetra memperoleh latihan menulis dan membaca

braille dan orientasi mobilitas; anak tunarungu memperoleh

latihan membaca ujaran, komunikasi total, bina persepsi bunyi dan

irama; anak tudagrahita memperoleh layanan mengurus diri

sendiri; dan anak tunadaksa memperoleh layanan fisioterapi dan

latihan koordinasi motorik. Lama pendidikan di SDLB sama

dengan lama pendidikan di SLB konvensional untuk tingka

dasar, yaitu anak tunanetra, tunagrahita, dan tunadaksa

selama6 tahun, dan untuk anak tunarungu 8 tahun. Sejalan

dengan perbaikan sistem perundangan di RI, yaitu UU RI No. 2

tahun 1989 dan PP No. 72 tahun 1991, dalam pasal 4 PP No. 72


tahun 1991 satuan pendidikan luar biasa terdiri dari:

(a) Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB) dengan lama pendidikan minimal

6 tahun

(b) Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Luar Biasa (SLTPLB) minimal 3

tahun

(c) Sekolah Menengah Luar Biasa (SNILB) minimal 3 tahun. Selain itu,

pada pasal 6 PP No. 72 tahun 1991 juga dimungkinkan

pengelenggaraan Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB) dengan lama

pendidikan satu sampai tiga tahun.

2) Bentuk Layanan Pendidikan Terpadu atau Terintegrasi

Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi adalah

sistem pendidikan yang memberikan kesempatan kepada anak

berkebutuhan khusus untuk belajar bersama-sama dengan anak

biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian, melalui

sistem integrasi anak berkebutuhan khusus bersama-sama

dengan anak normal belajar dalam satu atap. Sistem pendidikan

integrasi disebut juga sistem pendidikan terpadu, yaitu sistem

pendidikan yang membawa anak berkebutuhan khusus kepada

suasana keterpaduan dengan anak normal. Keterpaduan tersebut

dapat bersifat menyeluruh, sebagaian, atau keterpaduan dalam

rangka sosialisasi.
Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagaian,

jumlah anak berkebutuhan khusus dalam satu kelas maksimal 10 %

dari jumlah siswa keseluruhan. Selain itu dalam satu kelas hanya

ada satu jenis kelainan. Hal ini untuk menjaga agar beban guru kelas

tidak terlalu berat, dibanding jika guru hams melayani berbagai

macam kelainan. Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh

anak berkebutuhan khusus, di sekolah terpadu disediakan Guru

Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungi sebagai konsultan

bagi guru kelas, kepala sekolah, atau anak berkebutuhan khusus

itu sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di

ruang bimbingan khusus atau guru kelas pada kelas khusus. Ada

tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak

berkebutuhan khusus menurut Depdiknas (1986). Ketiga bentuk

tersebut adalah:

a) Bentuk Kelas Biasa

Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus

belajar di kelas biasa secara penuh dengan menggunakan

kurikulum biasa. Oleh karena itu sangat diharapkan adanya

pelayanan dan bantuan guru kelas atau guru bidang studi

semaksimal mungkin dengan memperhatikan petunjuk-petunjuk

khusus dalam melaksanakan kegiatan belajar-mengajar di kelas

biasa. Bentuk keterpaduan ini sering juga disebut keterpaduan

penuh. Dalain keterpaduan ini guru pembimbing khusus hanya


berfungsi sebagai konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru

bidang studi, atau orangtua anak berkebutuhan khusus. Seagai

konsultasn, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai penasehat

mengenai kurikulum, maupun pei masalahan dalam mengajar

anak berkebutuhan khusus.

Oleh karena itu perlu disediakan ruang konsultasi untuk guru

pembimbing khusus, Pendekatan, metode, cara penilaian

yang digunakan pada kelas biasa ini tidak berbeda dengan yang

digunakan pada sekolah umum. Tetapi untuk beberapa mata

pelajaran yang disesuaikan dengan ketunaan anak. Misalnya, anak

tunanetra untuk pelajaran meriggambar, matematika, menulis,

membaca perlu disesuaikan dengan kondisi anak. Untuk anak

tunarungu mata pelajaran kesenian, bahasa asing/bahasa Indonesia

(lisan) perlu disesuaikan dengan kemampuan wicara anak.

b) Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus

Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar

di kelas biasa dengan menggunakan kurikulum biasa serta

mengikuti pelayanan khusus untuk mata pelajaran tertentu yang

tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama dengan

anak normal. Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang

bimbingan khusus oleh guru pembimbing khusus (GPK), dengan

menggunakan pendekatan individu dan metode peragaan yang

sesuai. Untuk keperluan tersebut, di ruang bimbingan khusus


dilengkapi dengan peralatan khusus untuk memberikan latihan

dan bimbingan khusus. Misalnya untuk anak tunanetra, di ruang

bimbingan khusus disediakan alat tulis braille, peralatan

orientasi mobilitas. Keterpaduan pada tingkat ini sering disebut

juga keterpaduan sebagian.

c) Bentuk Kelas Khusus

Dalam keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti

pendidikan sama dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas

khusus pada sekolah umum yang melaksanakan program pendidikan

terpadu. Keterpaduan ini disebut juga keterpaduan

lokalibangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi. Pada

tingkat keterpaduan ini, guru pembimbing khusus berfungsi

sebagai pelaksana program di kelas khusus. Pendekatan,

metode, dan cara penilaian yang digunakan adalah

pendekatan, metode, dan cara penilaian yang biasa digunakan

di SLB. Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan

sosial, artinya anak berkebutuhan khusus dapat dipadukan untk

kegiatan yang bersifat non akademik, seperti olahraga,

keterampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahat atau

acara lain yang diadakan oleh sekolah.

Pada akhirnya, setiap model layanan pendidikan yang

dikembangkan akan berhasil jika guru sebagai pengajar sekaligus

pendamping siswa harus mampu mengkondisikan supaya kebutuhan


pendidikan bagi masing-masing anak terpenuhi dengan baik. Seperti

yang dikemukakan oleh Tirtayani (2017), bahwa terdapat beberapa

hal mendasar yang harus dilakukan oleh seorang guru terhadap anak

berkebutuhan khusus yaitu: (1) menghilangkan persepsi negatif,

artinya dari awal guru tidak boleh beranggapan bahwa anak tersebut

tidak akan mampu mengikuti pembelajaran justru diberikan motivasi

khusus dengan strategi yang tepat; (2) upaya monitoring peran, guru

harus senantiasa menyadari bahwa penelolaan pembelajaran yang

dilakukan adalah berbeda dengan pembelajaran pada umumnya.

Karena peserta didik yang memiliki kebutuhan khsus akan sangat

berbeda perlakuan-perlakuan yang diberikan dibandingkan anak

dengan kondisi normal; (3) berefleksi dan memiliki harapan pada

peserta didiknya, apabila peserta didik belum mampu mencapai

tujuan pembelajaran maka guru juga harus melakukan refleksi

terhadap metode dan startegi yang dirancang serta menaruh harapan

tersendiri pada peserta didik agar kelak mereka mampu memiliki

kemampuan untuk pencapaian hasil belajar yang lebih baik lagi.

1.2.2 Layanan Pendidikan Inklusif

Anak Berkebutuhan Khusus dalam Pendidikan Inklusi

1. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Konsep anak berkebutuhan khusus memiliki arti yang lebih


luas dibandingkan dengan pengertian anak luar biasa. Anak

berkebutuhan khusus adalah anak yang dalam pendidikan

memerlukan pelayanan yang spesifik, berbeda dengananak pada

umumnya. Oleh sebab itu mereka memerlukan layanan pendidikan

sesuai dengan kebutuhan belajar masing-masing anak.

Anak berkebutuhan khusus meliputi dua kategori yaitu: anak

yang memiliki kebutuhan khusus yang bersifat permanen, yaitu

akibat dari kelainan tertentu, dan anak berkebutuhan khusus yang

bersifat temporer, yaitu mereka yang mengalami hambatan belajar

dan perkembangan yang disebabkan kondisi dan situasi lingkungan.

Misalnya, anak yang mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri

akibat kerusuhan dan bencana alam, atau tidak bisa membaca

karena kekeliruan guru mengajar, anak yang mengalami

kedwibahasaan (perbedaan bahasa di rumah dan di sekolah), anak

yang mengalami hambatan belajar dan perkembangan karena isolasi

budaya dan karena kemiskinan dsb. Anak berkebutuhan khusus

temporer, apabila tidak mendapatkan intervensi yang tepat dan

sesuai dengan hambatan belajarnya bisa menjadi permanen.

Anak berkebutuhan khusus memiliki perkembangan

hambatan belajar dan kebutuhan belajar yang berbeda-beda.

Hambatan belajar yang dialami oleh setiap anak, disebabkan oleh

tiga hal, yaitu: (1) faktor lingkungan; (2) faktor dalam diri anak
sendiri; dan (3) kombinasi antara faktor lingkungan dan faktor

dalam diri anak. Sesuai kebutuhan lapangan maka pada buku ini

hanya dibahas secara singkat pada kelompok anak berkebutuhan

khusus yang sifatnya permanen.

2. Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

Anak berkebutuhan khusus dikelompokkan menjadi anak

berkebutuhan khusus temporer dan permanen. Anak berkebutuhan

khusus permanen meliputi; Anak dengan gangguan fisik,

dikelompokkan lagi menjadi:

a. Anak dengan gangguan penglihatan (tunanetra)

1) Anak kurang awas (low vision)

2) Anak buta (blind)

b. Anak dengan gangguan pendengaran dan bicara

(tunarungu/wicara)

1) Anak kurang dengan (hard of hearing)

2) Anak tuli (deaf)

c. Anak dengan kelainan kecerdasan

1) Anak dengan gangguan kecerdasan (intelektual) di bawah rata-

rata (tunagrahita)

a) Anak tunagrahita ringan (IQ 50 - 70)

b) Anak tunagrahita sedang (IQ 25 - 49)

c) Anak tunagrahita berat (IQ 25 - ke bawah)


2) Anak dengan kemampuan in telegensi di atas rata-rata

a) Giffted dan genius, yaitu anak yang memiliki kecerdasan di

atas rata-rata

b) Talented, yaitu anak yang memiliki keberbakatan khusus

d. Anak dengan gangguan anggota gerak (tunadaksa)

1) Anak layuh anggota gerak tubuh (polio)

2) Anak dengan gangguan fungsi syarat otak (cerebral palcy)

e. Anak dengan gangguan perilaku dan emosi (tunalaras)

1) Anak dengan gangguan perilaku

a) Anak dengan gangguan perilaku taraf ringan

b) Anak dengan gangguan perilaku taraf sedang

c) Anak dengan gangguan perilaku taraf berat

2) Anak dengan gangguan emosi

a) Anak dengan gangguan emosi taraf ringan

b) Anak dengan gangguan emosi taraf sedang

c) Anak dengan gangguan emosi taraf berat

f. Anak gangguan belajar spesifik

g. Anak lamban belajar (slow learner)

h. Anak Autis

i. Anak ADHD

Identifikasi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) dalam Proses Pendidikan

Inklusi
Marendra (2003) berpendapat, setelah dilakukan identifikasi

dapat diketahui kondisi seseorang anak, apakah pertumbuhan dan

perkembangannya mengalami kelainan atau tidak. Bila mengalami

kelainan, dapat diketahui pula apakah anak tergolong; tunanetra,

tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, lamban belajar,

mengalami kesulitan belajar spesifik, autis, berbakat, ADHD (Attention

Deficit Hyperactivity Disorders), gangguan perhatian dan hiperaktif.

Kegiatan identifikasi sifatnya masih sederhana dan tujuannya

lebih menekankan pada menemkan (secara kasar) apakah seorang

anak tergolong anak berkebutuhan khusus atau bukan. Menurut Scot

Danforth (2006), dalam pelaksanaan identifikasi biasanya dapat

dilakukan oleh orang-orang yang dekat (sering berhubungan/

bergaul) dengan anak, seperti orang tuanya, pengaruh, guru dan

pihak lain yang terkait dengannya. Setelah dilakukan identifikasi

langkah selanjutnya yang sering disebut asesmen, dan bila diperlukan

dapat dilakukan oleh tenaga profesional, seperti dokter, psikolog,

neurolog, ortopedagogik, terapis, dan tenaga ahli lainnya.

Konsep Dasar Pendidikan Inklusi

Inklusi dari kata bahasa Inggris, yaitu inclusion, yang

mendiskripsikan sesuatu yang positif dalam usaha-usaha menyatukan

anak-anak yang memiliki hambatan dengan cara-cara yang realistis

dan komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang menyeluruh

(Smith, 2006)
Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang

mengikutsertakan anak- anak berkebutuhan khusus untuk belajar

bersama-sama dengan anak-anak yang sebayanya di sekolah reguler

dan pada akhirnya mereka menjadi bagian dari masyarakat tersebut,

sehingga tercipta suasana belajar yang kondusif (Moelyono, 2008)

Dalam Toolkit LIRP atau Lingkungan Inklusi Ramah

Pembelajaran, UNESCO (2007), memberikan batasan yang lebih

luas, inklusi berarti mengikutsertakan anak berkelainan seperti anak

yang memiliki kesulitan melihat, mendengar, tidak dapat berjalan,

lamban dalam belajar, dan sebagainya.

Inklusi dapat pula berarti bahwa tujuan pendidikan bagi siswa

yang memiliki hambatan, yaitu tujuan pendidikan bagi siswa yang

menyeluruh. Inklusi dapat berarti penerimaan anak-anak yang

memiliki hambatan ke dalam kurikulum, lingkungan, interaksi sosial

dan konsep diri (visi-misi) sekolah. Fuch dan Fuchs dalam Smith

(2006). Sebagian banyak menggunakan istilah inklusi sebagai banner

untuk menyerukan “full iclusion” atau “uncompromising inclusion”,

yang berarti penghapusan pendidikan khusus.

Pendidikan inklusi adalah pendidikan yang menyertkan setiap

anggota masyarakat, termasuk mereka yang berkebutuhan khusus

adalah mereka yang mempunyai kebutuhan permanen dan atau

sementara untuk memperoleh layanan pendidikan yang disesuaikan


dengan kebutuhan khususnya. Kebutuhan ini dapat muncul karena

kelainan bawaan atau diperoleh setelah lahir, kondisi sosial, ekonomi

dan atau politik (Hidayat, 2003)

Pendidikan inklusi adalah proses pembelajaran yang ditujukan

untuk mengatasi permasalahan pendidikan bagi anak yang

berkebutuhan khusus dalam sekolah umum (regular), dengan

menggunakan sumber daya yang ada untuk menciptakan kesempatan

bagi persiapan mereka hidup di dalam masyarakat. Penekanan

pendidikan inklusi adalah pengkajian ulang dan perubahan sistem

pendidikan agar menyesuaikan diri pada siswa” (Nasichin, 2003).

Dalam pendidikan inklusif, semua anak belajar dn memperoleh

dukungan yang sama dalam proses pembelajaran dengan anak-anak

regular. Apabila ada kegagalan dalam belajar, maka kegagalan itu

adalah kegagalan sistem. Pendidikan inklusif juga dapat menangani

semua jenis individu, bukan hanya anak yang mengalami kelainan.

Dengan demikian, guru dan sekolah bertanggung jawab terhadap

pembelajaran anak, dan pembelajaran berfokus pada kurikulum yang

fleksibel.

Soebagyo Brotosedjati (2003), memberikan batasan tentang

pendidikan inklusi yaitu suatu model penyelenggaraan program

pendidikan bagi anak berkelainan (berkebutuhan khusus)

yang diselenggarakan bersama anak normal di lembaga


pendidikan umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di

lembaga yang bersangkutan.

Definisi sejenis dibuat oleh Staub pak Peck masih dalam

Sunardi (2003), mengemukakan bahwa pendidikan inklusi adalah

penempatan anak luar biasa tingkat ringan, sedang dan secara

penuh di kelas biasa. Vaughn, Bos dan Schuman dalam Sunardi

(2003), pada praktiknya istilah inklusi sering dipakai bergantian

dengan istilah mainstreaming yang secara teori diartikan sebagai

penyediaan layanan pendidikan yang layak bagi anak berkebutuhan

pendidikan khusus sesuai dengan kebutuhan individunya.

Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang

berusaha mentransformasi sistem pendidikan dengan meniadakan

hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa untuk

berpartisipasi penuh dalma pendidikan. Hambatan yang ada bisa

terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial, kemiskinan dan

lain-lain. Salah satu kelompok yang paling tereksklusi dalam

memperoleh pendidikan adalah siswa penyandang cacat. Tapi ini

bukanlah kelompok yang homogen. Sekolah dan layanan pendidikan

lainnya harus fleksibel dan akomodatif untuk memenuhi

keberagaman kebutuhan siswa. Mereka juga diharapkan dapat

mencari anak-anak yang belum mendapatkan pendidikan.

Pendidikan inklusi adalah sebuah sistem pendidikan dimana

anak berkebutuhan khusus dapat belajar di sekolah umum yang ada


di lingkungan mereka dan sekolah tersebut dilengkapi dengan

layanan pendukung serta pendidikan yang disesuaikan dengan

kemampuan dan kebutuhan anak

(Konferensi Tingkat Menteri Pendidikan Negara-negara Afrika -

MINEDAF VIII).

Pendekatan inklusi merupakan layanan pendidikan yang

disesuaikan dengan kebutuhan-kebutuhan khusus anak secara

individual dalam pembersamaan klasikal (Gunarhadi, 2001). Dalam

pendekatan ini akan tidak dilihat dari segi ketidakmampuan dan tidak

pula dari segi kecacatannya. Seorang anak berkelainan mempunyai

kebutuhan-kebutuhan khusus yang berbeda dengan anak-anak

lainnya.

Sekolah inklusif menerima semua anak tanpa memandang

kemampuan, kecacatan, gender, latar belakang sosial, ekonomi,

etnik, agama maupun bahasanya. Sekolah inklusi merupakan sebuah

sistem yang beradabtasi dengan kebutuhan setiap anak. Anak

belajar sesuai dengan kecepatannya masing-masing untuk mencpai

perkembangan akademik, sosial, emosi, dan fisiknya secara optimal.

Anak penyandang kelainan dan anak-anak berkebutuhan khusus

lainnya serta para orang tua dan gurunya mempunyai akses ke

sebuah sistem pendukung berbasis sekolah atau masyarakat

maupun sistem pendukung eksternal (tanpa biaya). Sistem tersebut


dirancang untuk secara efektif merespon kebutuhan yang mungkin

dihadapi anak-anak tersebut.

Pendidikan inklusif atau pembelajaran inklusif mengacu pada

inklusi dan pengajaran semua anak dalam lingkungan belajar formal

atau non-formal tanpa mempertimbangkan gender, intelektual,

emosi, linguistik, budaya, agama atau karakteristik lainnya (Toolkit

LIRP, 2007).

1.3 Penutup

Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang dianggap memiliki kemampuan

berada diluar rentang kemampuan anak sebayanya. Secara garis besar anak

dengan kebutuhan khusus dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu anak

berkebutuhan khusus dibidang kecerdasan dan anak dengan keterlambatan

perkembangan akibat masalah medis, fisik, atau emosional. Secara khusus, anak

luar biasa menujukkan karakteristik fisik, intelektual, dan emosional yang lebih

rendah atau lebih tinggi dari anak normal sebayanya, atau berada diluar

standar norma-norma yang berlaku dimasyarakat apakah itu menyimpang “ke

atas” maupun “ke bawah” baik dari segi fisik, intelektual maupun emosional sehingga

mengalami kesulitan dalam meraih sukses baik dari segi sosial, personal maupun

aktivitas pendidikan.

1.3.1 Evaluasi

1. Menurut Undang-Undang (Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 dan

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014) anak adalah seseorang yang

belum berusia 18 tahun, termasuk anak yang masih ....


A. Dalam kandungan

B. Balita

C. Anak usia 5-6 tahun

D. Anak Bayi usia 3 bulan

E. Anak Remaja

2. suatu keadaan atau kondisi di mana individu mengalami kehilangan atau

abnormalitas psikologis, fisiologis atau fungsi struktur anatomis secara

umum pada tingkat organ tubuh merupakan pengertian dari...

A. Disability

B. Handicaped

C. Impairment

D. Bility

E. Handility

3. Anak penyandang kelainan sama haknya dengan anak-anak normal lainnya

dalam hal pendidikan. Hal ini telah diatur dalam Bab IV Undang-undang

Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dalam pasal 6

ayat 5, yang berbunyi ……

A. setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh

pendidikan yang bermutu

B. Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,

intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusu

C. warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa

berhak memperoleh pendidikan khusus


D. Setiap warga negara berhak mendapat kesempatan meningkatkan

pendidikan sepanjang hayat

E. Setiap anak yang cacat fisik dan atau mental berhak memperoleh

perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus atas biaya

negara

4. Sejak berlakunya UU No. 20/2003 tentang Sisdiknas, maka digunakan

istilah pendidikan khusus, pendidikan khusus dimaksudkan untuk peserta

didik yang …

A. Nakal

B. sering membolos sekolah

C. tidak disiplin

D. Anak depresi

E. memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa

5. Salah satu penyebab munculnya kebutuhan khusus bagi anak-anak

tertentu adalah …

A. memiliki kondisi fisik, emosional, mental, sosial, dan/atau kecerdasan

atau bakat istimewa

B. adanya perbedaan antara siswa yang satu dengan lainnya

C. adanya kebutuhan umum < yang dimiliki oleh anak-anak

D. kurangnya kasih sayang dari orang tua dan lingkungan anak

E. Adanya kebutuhan tertentu khusus

1.3.2 Umpan Balik dan Tindak Lanjut

Membuat Metode Sistem Praktikum:


Diskusikan dalam kelompok tentang hal berikut:

a. Bentuk layanan anak berkebutuhan khusus

b. Layanan Pendidikan inklusif

1.3.3 Daftar Pustaka


Angreni, S. and Sari, R.T. (2020) ‘Identifikasi Dan Implementasi Pendidikan Inklusi Bagi Anak
Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Sumatera Barat’, AULADUNA: Jurnal Pendidikan Dasar
Islam, 7(2), p. 145. Available at: https://doi.org/10.24252/10.24252/auladuna.v7i2a4.2020.
Astri, M. (2019) ‘Pemenuhan Hak-Hak Anak Berkebutuhan Khusus dalam Perspektif Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas : Studi kasus di Desa Sonoageng
Kecamatan Prambon Kabupaten Nganjuk.’, SAKINA : Journal of Family Studies, 3(2), pp. 1–12.
Available at: http://urj.uin-malang.ac.id/index.php/jfs.
Nugraheni, D., Rosida, L. and Illiandri, O. (2019) ‘Pendidikan Inklusi Terhadap Anak
Berkebutuhan Khusus’, Https://Www.Academia.Edu/, pp. 20–32.
(Astri, 2019)(Angreni and Sari, 2020)
GLOSARIUM

Hak = Sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung

kepada kita sendiri.

Hak Anak = Bagian dari hak asasi manusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan

dipenuhi oleh orang tua, keluarga, masyarakat, pemerintah, dan negara.

Pelayanan : Pelayanan adalah setiap tindakan atau kegiatan yang dapat ditawarkan

oleh suatu pihak kepada pihak lain yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak

mengakibatkan kepemilikan apapun.

Anak berkebutuhan khusus = Anak yang dalam proses tumbuh kembangnya

mengalami kelainan/perbedaan baik dari emosi, intelektual., bila dibandingkan


dengan anak sebayanya, sehingga perlu mendapatkan pendidikan dan pelayan

khusus.

Inklusif : Inklusif juga bisa memiliki arti memahami sesuai sudut pandang orang atau

kelompok lain dengan latar belakang yang berbeda-beda.

Pendidikan inklusif : Pendidkan inklusif adalah sistem penyelenggaraan pendidikan

yang memberikan kesempatan bagi siswa normal maupun siswa difabel untuk

mengikuti proses pembelajaran dalam satu lingkungan yang sama

Difabel = anak penyandang kecacatan

Motorik = gangguan gerak

Anda mungkin juga menyukai