Anda di halaman 1dari 53

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr wb.

Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan
rahmat dan karunia kepada hambaNya. Shalawat dan salam senantiasa
tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang merupakan suri tauladan
kita semua.

Alhamdulillahirobbil’alamiin atas rahmat dan karunia sang Maha


Pengasih maka penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
“Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus”, yang bertujuan untuk
melengkapi tugas serta nilai pada jurusan BI-PGSD Unit Program Belajar Jarak
Jauh (UPBJJ) Padang Pokjar Sitiung Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Terbuka

Masukan yang bermanfaat untuk karya yang lebih baik adalah hal yang
penulis harapkan. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi orang lain dan bagi
penulis khususnya.

Wassalamu’alaikum wr wb.

Ibul, November

Rafika Hanum

1
DAFTAR ISI

Isi hal

KATA PENGANTAR........................................................................................ i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii

I...................................................................................PENDAHULUAN
....................................................................................................................1
1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1
1.2 Tujuan ................................................................................................. 1

II......................................................................................PEMBAHASAN
....................................................................................................................2
Modul 1 Hakikat ABK................................................................................. 2
Modul 2 Hakikat Pendidikan Bagi ABK...................................................... 7
Modul 3 Pendidikan Khusus Bagi Anak Berbakat ...................................... 11
Modul 4 Pendidikan Anak Tunanetra .......................................................... 14
Modul 5 Pendidikan Anak Tunarungu dan Anak dengan Gangguan
Komunikasi ................................................................................... 23
Modul 6 Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita ......................................... 30
Modul 7 Pendidikan Anak Tunadaksa dan Tunalaras ................................. 36
Modul 8 Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar ......................................... 38
Modul 9 Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus di SD Biasa .................... 42

III..............................................................................................PENUTUP
..................................................................................................................46
3.1.....................................................................................Kesimpulan
...........................................................................................................46
3.2...............................................................................................Saran
...........................................................................................................46

DAFTAR PUSTAKA

2
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (Pengantar Pendidikan
ABK) merupakan mata kuliah pengantar yang secara umum mengajak kita
membahas tentang hakikat anak berkebutuhan khusus, dampak, dan kebutuhan
pendidikannya. Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) mempunyai hak dan
kewajiban yang sama dengan anak-anak lainnya.
Jika ABK berada di Sekolah Luar Biasa (SLB), dapat dipastikan bahwa
hak mereka untuk mendapatkan layanan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan/potensi mereka akan terpenuhi karena para guru SLB memang
disiapkan khusus untuk melayani kebutuhan pendidikan ABK. Namun bagaimana
halnya, jika ABK berada di SD biasa? Apakah guru SD mampu memenuhi
kebutuhan pendidikan mereka? Agar dapat melayani ABK sesuai dengan
kebutuhan pendidikan mereka, para guru SD seyogianya memiliki wawasan yang
memadai tentang hakikat, dampak, dan kebutuhan pendidikan ABK.
Materi yang disajikan dalam mata kuliah ini berupa hakikat kebutuhan
khusus dan pelayan ABK, dampak, dan kebutuhan pendidikan ABK dari berbagai
jenis kebutuhan khusus, serta pelayanan ABK di SD biasa, diharapkan mampu
membekali guru dengan wawasan yang memadai tentang ABK.
Berdasarkan latar belakang yang sudah dipaparkan di atas, dalam makalah
ini akan dibahas mengenai Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.

1.2. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini diharapkan
memiliki kemampuan berikut.
1. Menjelaskan hakikat anak berkebutuhan khusus (ABK).
2. Menjelaskan hakikat pendidikan bagi ABK.
3. Menjelaskan dampak keberbakatan bagi anak dan pendidikannya
4. Menjelaskan dampak ketunanetraan bagi anak dan pendidikannya.
5. Menjelaskan dampak ketunarunguan dan gangguan komunikasi bagi anak
dan pendidikannya.
6. Menjelaskan dampak ketunagrahitaan bagi anak dan pendidikannya.
7. Menjelaskan dampak tunadaksa dan tunalaras bagi anak dan
pendidikannya.
8. Menjelaskan dampak kesulitan belajar bagi anak dan pendidikannya.
9. Memberikan layanan pendidikan bagi ABK yang ada di SD biasa.

3
BAB II
PEMBAHASAN

Modul 1. Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)


Setelah menyelesaikan modul ini, guru diharapkan mampu
menjelaskan hakikat pendidikan khusus. Secara khusus, guru diharapkan
mampu melakukan hal-hal berikut.
1. Menjelaskan pengertian berbagai istilah yang terkait dengan
pendidikan khusus dari berbagai sumber.
2. Mengidentifikasi berbagai jenis anak dengan kebutuhan khusus.
3. Menjelaskan penyebab munculnya kebutuhan khusus.
4. Menjelaskan dampak munculnya kebutuhan khusus bagi anak,
keluarga, dan masyarakat.
5. Mengidentifikasi kebutuhan anak dengan kondisi khusus.
6. Menjelaskan hak dan kewajiban anak berkebutuhan khusus.
Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, modul ini diorganisasikan
menjadi 3 Kegiatan Belajar sebagai berikut.
Kegiatan Belajar 1: Definisi dan Jenis Kebutuhan Khusus.
Kegiatan Belajar 2: Penyebab dan Dampak Munculnya Kebutuhan Khusus
Kegiatan Belajar 3: Kebutuhan serta Hak dan Kewajiban Anak Berkebutuhan
Khusus.

KB 1. Definisi dan Jenis Kebutuhan Khusus


1. Definisi berbagai istilah
1. Sebelum terbitnya Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU No.20/2003
tentang Sisdiknas), istilah yang digunakan untuk anak berkebutuhan
khusus adalah anak luar biasa, dan pendidikan bagi anak-anak ini
disebut sebagai pendidikan luar biasa (PLB), yaitu pendidikan bagi
anak yang memiliki keluarbiasaan.
2. PP No. 17/2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan,
anak luar biasa disebut sebagai peserta didik berkelainan. Setiap orang
mempunyai kekurangan atau kelemahan dan kelebihan atau kekuatan.
Namun, pada peserta didik berkelainan (anak luar biasa), kekurangan
atau kelebihan atau yang sering disebut penyimpangan atau kelainan
tersebut sangat signifikan sehingga menunjukkan perbedaan yang
sangat jelas dengan anak-anak normal pada umumnya.

Secara harfiah, handicapped children, berarti anak-anak yang


mempunyai rintangan, impaired children, berarti anak-anak yang memiliki
kendala khusus, disabled children, berarti anak yang tidak mampu (dalam

4
bidang tertentu), retarded children, berarti anak cacat, dan gifted children,
berarti anak berbakat.
Anak berkebutuhan khusus (ABK) memang mewakili semua anak
yang mempunyai kelainan atau penyimpangan dari anak normal, baik
penyimpangan tersebut bersifat fisik, tingkah laku maupun kemampuan.
Istilah yang lebih halus digunakan untuk menggambarkan kondisi setiap
jenis penyimpangan, terutama yang penyimpangannya berada di bawah
normal, seperti tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, dan tunalaras.

2. Klasifikasi anak dengan kebutuhan khusus


Kategori anak/ peserta didik dengan kelainan atau kebutuhan khusus
berdasarkan jenis penyimpangan, menurut Mulyono Abdulrachman
(2000) dibuat untuk keperluan pembelajaran. Kategori tersebut adalah
sebagai berikut.
a) Kelompok yang mengalami penyimpangan atau kelainan dalam
bidang intelektual, terdiri dari anak yang luar biasa cerdas
(intellectually superior) dan anak yang tingkat kecerdasannya rendah
atau yang disebut tunagrahita.
b) Kelompok yang mengalami penyimpangan atau keluarbiasaan
yang terjadi karena hambatan sensoris atau indra, terdiri dari anak
tunanetra dan tunarungu.
c) Kelompok anak yang mendapat kesulitan belajar dan gangguan
komunikasi.
d) Kelompok anak yang mengalami penyimpangan perilaku, yang
terdiri dari anak tunalaras dan penyandang gangguan emosi, termasuk
autis.
e) Kelompok anak yang mempunyai keluarbiasaan/penyimpangan
ganda atau berat dan sering disebut sebagai tunaganda.

PP No. 17/2010 tentang Penyelenggaraan dan Pengelolaan


Pendidikan, Pasal 129, ayat 3 menetapkan 12 jenis peserta didik
berkelainan, yaitu tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunagrahita,
tunadaksa, tunalaras, berkesulitan belajar, autis, memiliki gangguan
motorik, menjadi korban penyalahgunaan narkotika, obat terlarang, dan zat
adiktif lain, serta yang memiliki kelainan lain. Di samping itu, disebutkan
juga kelainan yang merupakan gabungan dari dua atau lebih jenis kelainan.
1. Tunanetra
Tunanetra berarti kurang penglihatan istilah ini dipakai untuk
mereka yang mengalami gangguan penglihatan yang
mengakibatkan fungsi penglihatan tidak dapat dilakukan.
2. Tunarungu (Hearing impaired atau Hearing disorder)

5
Mengalami gangguan pendengaran, mulai dari yang ringan
sampai dengan yang berat. Gangguan ini dapat terjadi sejak lahir
(merupakan bawaan), dapat juga terjadi setelah kelahiran.
3. Gangguan Komunikasi (Communication disorder)
Gangguan yang cukup signifikan karena kemampuan berkomunikasi
memungkinkan seseorang untuk berinteraksi dengan orang lain. Terbagi
menjadi 2 kategori yaitu:
 Gangguan bicara (karena kerusakan organ bicara) sering
disebut Tunawicara. Gangguan bicara yang sering disebut sebagai
tunawicara dapat disebabkan oleh gangguan pendengaran yang
terjadi sejak lahir atau kerusakan organ bicara, misalnya lidah yang
terlampau pendek sehingga anak tidak dapat memproduksi bunyi
secara sempurna.
 Gangguan bahasa (speech disorder dan language disorder),
ditandai oleh munculnya kesulitan bagi anak dalam memahami dan
menggunakan bahasa, baik dalam bentuk lisan maupun tertulis.
agar mampu memahami dan menggunakan bahasa, baik secara lisan
maupun tertulis, seseorang harus menguasai sistem bunyi bahasa,
tata kata, tata kalimat, semantik (makna), dan penggunaan bahasa
sesuai dengan konteks. Gangguan bahasa akan terjadi jika seseorang
tidak menguasai satu atau lebih aspek tersebut. Gangguan bahasa
dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis:
 Gangguan bahasa yang terjadi karena perkembangan yang
terlambat, misalnya anak usia 10 tahun, penguasaan bahasanya
sama dengan anak usia dua tahun.
 Gangguan yang dihubungkan dengan kesulitan belajar atau
learning disabilities.
 Gangguan bahasa yang terjadi sebagai akibat gangguan
saraf. Misalnya, orang yang mengalami gegar otak atau stroke,
mungkin kehilangan kemampuan berkomunikasi
4. Tunagrahita/Cacat Mental
Kemampuan mental yang berada di bawah normal. Tolok ukur yang
sering dikenakan untuk ini adalah tingkat kecerdasan atau IQ.
Tunagrahita juga dapat dikelompokkan menjadi tunagrahita ringan,
sedang, dan berat. Anak yang kemampuan akademiknya jauh di bawah
rata-rata kelas secara sepintas (meskipun belum pasti), anak yang
demikian ini dapat diidentifikasi sebagai anak tunagrahita.
5. Tunadaksa/Cacat Fisik
Anak tersebut tidak dapat menjalankan fungsi fisik secara normal
seperti
 Anak yang kakinya tidak normal karena kena polio
 Anggota tubuhnya diamputasi karena suatu penyakit
 Gangguan fisik dan kesehatan yang dialami oleh anak sehingga
fungsi yang harus dijalani sebagai anak normal, seperti koordinasi,

6
mobilitas, komunikasi, belajar, dan penyesuaian pribadi, secara
signifikan terganggu.
 Anak-anak yang menderita penyakit epilepsy (ayan), cerebral
palsy, kelainan tulang belakang, gangguan pada tulang dan otot.
6. Tunalaras (Behavior disorder)
Anak yang mengalami gangguan emosi (emotionally disturbance).
 Gangguan perilaku, seperti suka menyakiti diri sendiri (misalnya
mencabik-cabik pakaian atau memukul-mukul kepala), suka
menyerang teman (agresif) atau bentuk penyimpangan perilaku yang
lain.
 Penderita Autistik
 Attention deficit disorder (ADD) adalah mereka yang mendapat
kesulitan dalam memusatkan perhatian (tidak mampu memusatkan
perhatian) sehingga perhatiannya selalu beralih dan Attention deficit
hyperactive disorder (ADHD) ditandai oleh ketidakmampuan
memusatkan perhatian yang disertai dengan hiperaktif, tidak mau
diam.
7. Anak Berkesulitan Belajar
Anak berkesulitan belajar merupakan anak-anak yang mendapat
kesulitan belajar bukan karena kelainan yang dideritanya. Anak-anak ini
pada umumnya mempunyai tingkat kecerdasan yang normal, namun
tidak mampu mencapai prestasi yang seharusnya karena mendapat
kesulitan belajar.
8. Tunaganda
Kelompok penyandang kelainan jenis ini adalah mereka yang
menyandang lebih dari satu jenis kelainan. Misalnya, penyandang
tunanetra dan tunarungu sekaligus, penyandang tunadaksa disertai
tunagrahita atau bahkan tunadaksa, tunarungu, dan tunagrahita
sekaligus.

Berdasarkan arah kelainan, dikenal kelainan di atas normal yaitu


anak berbakat, dan kelainan di bawah normal yang terdiri dari tunanetra,
tunarungu, gangguan komunikasi, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, anak
berkesulitan belajar, dan tunaganda.
KB 2. Penyebab dan Dampak Munculnya Kebutuhan Khusus
1. Penyebab munculnya kebutuhan khusus
Berdasarkan waktu terjadinya, penyebab kelainan dapat dibagi
menjadi tiga kategori seperti berikut.
a) Penyebab Prenatal, yaitu penyebab yang beraksi sebelum
kelahiran. Artinya, pada waktu janin masih berada dalam kandungan,
mungkin sang ibu terserang virus, misalnya virus rubela, mengalami
trauma atau salah minum obat, yang semuanya ini berakibat bagi
munculnya kelainan pada bayi. Berdasarkan penyebab ini, Anda tentu
dapat memahami kehati-hatian yang ditunjukkan oleh seorang calon
ibu selama masa kehamilan. Kehati-hatian ini merupakan satu usaha

7
untuk mencegah beraksinya berbagai penyebab yang memungkinkan
terjadinya kelainan.
b) Penyebab Perinatal, yaitu penyebab yang muncul pada saat atau
waktu proses kelahiran, seperti terjadinya benturan atau infeksi ketika
melahirkan, proses kelahiran dengan penyedotan (di-vacuum),
pemberian oksigen yang terlampau lama bagi anak yang lahir
premature. Dari uraian ini Anda dapat menduga betapa pentingnya
proses kelahiran tersebut. Keteledoran yang kecil dapat berakibat fatal
bagi bayi. Misalnya, keterlambatan memberi oksigen, kecerobohan
menggunakan alat-alat atau kelebihan memberi oksigen akan
mengundang munculnya kelainan yang tentu saja akan mengagetkan
orang tua bayi.
c) Penyebab Postnatal, yaitu penyebab yang muncul setelah
kelahiran, misalnya kecelakaan, jatuh, atau kena penyakit tertentu.
Penyebab ini tentu dapat dihindari dengan cara berhati-hati, selalu
menjaga kesehatan, serta menyiapkan lingkungan yang kondusif bagi
keluarga.

Di samping berdasarkan masa terjadinya, penyebab kelainan dapat


dikelompokkan berdasarkan agen pembawa kelainan, pada dasarnya
penyebabnya dapat dibagi 2, yaitu penyebab bawaan (turunan) dan
dapatan. Banyak jenis pengelompokan yang dibuat oleh berbagai
organisasi, namun pada dasarnya pengelompokan ini bertitik tolak dari
jenis kelainan. Misalnya,
 Tunagrahita. dapat terjadi karena virus infeksi dan keracunan.
Trauma, gangguan metabolisme atau kekurangan gizi, serangan/gegar
otak, kelainan kromosom, dan pengaruh lingkungan atau karena bawaan
(keturunan).
 Tunarungu dapat disebabkan oleh keturunan, meningitis, influenza
yang berkepanjangan, penyakit gondok, campak, serta pengaruh
lingkungan seperti perubahan tekanan udara yang ekstrim, ada benda
asing yang masuk dalam telinga, dan bunyi yang sangat keras.
 Tunanetra, selain disebabkan oleh keturunan, juga disebabkan oleh
penggunaan obat yang salah/berlebihan selama hamil, pemberian
oksigen yang berlebihan pada bayi premature, kecelakaan, tumor, dan
penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah.
2. Dampak kelainan dan kebutuhan khusus
a. Dampak Kelainan bagi Anak
Kelainan akan mempengaruhi perkembangannya dan berdampak
selama hidupnya. Intensitas dampak ini dipengaruhi pula oleh jenis dan
tingkat kelainan yang diderita, serta masa munculnya kelainan.
b. Dampak Kelainan bagi Keluarga

8
Dampak kelainan bervariasi, namun pada umumnya keluarga merasa
shock dan tidak siap menerima kelainan (khususnya yang di bawah
normal) yang diderita oleh anaknya
c. Dampak Kelainan bagi Masyarakat
Sikap masyarakat mungkin sangat bervariasi tergantung dari latar
belakang sosial budaya dan pendidikan. Ada masyarakat yang
bersimpati bahkan ikut membantu menyediakan berbagai fasilitas, ada
yang bersikap acuh tak acuh, bahkan tidak jarang ada yang bersikap
antipati sehingga melarang anak-anaknya bergaul atau berteman dengan
ABK (terutama yang di bawah normal). Tidak jarang pula keberadaan
ABK di satu daerah dianggap sebagai hukuman bagi masyarakat
sekitar. Adanya ABK dalam keluarga dan masyarakat membuat
keluarga dan masyarakat menyediakan layanan dan fasilitas yang
dibutuhkan oleh ABK tersebut.
KB 3. Kebutuhan serta Hak dan Kewajiban Anak Berkebutuhan Khusus
1. Kebutuhan anak berkelainan (berkebutuhan khusus)
Pada dasarnya, kebutuhan penyandang kelainan dapat dikelompok-kan
menjadi 3, yaitu
 Kebutuhan fisik/kesehatan, berkaitan dengan sarana/fasilitas yang
dibutuhkan yang berkaitan dengan kondisi fisik/kesehatan penyandang
kelainan, seperti tongkat, alat bantu dengar, lift atau jalan miring sebagai
pengganti tangga dan pelayanan kesehatan secara khusus. ,
 kebutuhan sosial-emosional, berkaitan dengan bantuan yang
diperlukan oleh penyandang kelainan dalam berinteraksi dengan
lingkungan, terutama ketika menghadapi masa-masa penting dalam
hidup, seperti masa remaja, masa perkawinan atau mempunyai bayi
 Kebutuhan pendidikan, berkaitan dengan bantuan pendidikan khusus
yang diperlukan sesuai dengan jenis kelainan
2. Hak penyandang kelainan
Para penyandang kelainan mempunyai hak dan kewajiban yang sama
dengan warga negara lainnya, yaitu hak untuk mendapat pendidikan,
jaminan sosial, menggunakan fasilitas umum, serta mendapat pekerjaan.
Khusus untuk hak mendapatkan pendidikan, konferensi dunia menerbitkan
kerangka kerja yang antara lain menekankan agar sekolah biasa siap
menerima ABK dengan menyediakan layanan pendidikan yang berfokus
pada siswa.
3. Kewajiban penyandang kelainan
Para penyandang kelainan mempunyai kewajiban mengikuti pendidikan
dasar, menghormati hak orang lain, menaati aturan/undang-undang yang
berlaku, menjunjung tinggi bangsa dan negara, serta ikut serta membela
dan membangun bangsa dan negara.

Modul 2. Hakikat Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

9
Hakikat pelayanan pendidikan bagi ABK, mencakup kajian tentang
pengertian dan sejarah layanan pendidikan khusus di Indonesia, bentuk
pelayanan pendidikan segresi dan integrasi, termasuk inklusif, karakteristik
berbagai jenis pelayanan, serta pendekatan kolaboratif dalam pelayanan
ABK.
Pelayanan pendidikan bagi anak berkelainan merupakan satu
kebutuhan esensial untuk mengembangkan potensi yang dimiliki ABK
secara optimal. Bentuk dan jenis pelayanan pendidikan bagi ABK, seperti
Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Unggul, Sekolah Terpadu, atau Panti
Rehabilitasi.
Setelah menyelesaikan modul ini, guru diharapkan dapat menguasai
kemampuan berikut.
1. Menjelaskan pengertian pelayanan pendidikan bagi ABK
2. Menjelaskan makna dan jenis pelayanan pendidikan bagi ABK
3. Menjelaskan sejarah perkembangan layanan pendidikan khusus di
Indonesia
4. Membedakan bentuk pelayanan pendidikan segresi dan bentuk
pelayanan pendidikan integrasi
5. Menjelaskan karakteristik berbagai jenis pelayanan
6. Menjelaskan pendekatan kolaboratif dalam pelayanan pendidikan
ABK

KB 1. Pengertian Pelayanan Pendidikan dan Sejarah Perkembangan


Pendidikan Khusus di Indonesia
1. Makna dan Jenis Pelayanan Pendidikan bagi ABK
a) Makna Pelayanan Pendidikan
 Pelayanan dalam bahasa asing disebut service, merupakan
suatu jasa yang diberikan oleh seseorang atau satu lembaga untuk
memenuhi kebutuhan orang lain.
 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 571),
pelayanan diartikan sebagai (1) perihal atau cara melayani; (2) usaha
melayani kebutuhan orang lain dengan memperoleh imbalan (uang);
(3) kemudahan yang diberikan sehubungan dengan jual beli barang
atau jasa.
 Di dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yang mengumumkan.
Bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Pada
tahun 2003 pemerintah mengeluarkan undang- undang no 20 tentang
system pendidikan nasional ( UUSPN ).
 Dalam undang – undang tersebut dikemukakan hal- hal
yang erat hubungan dengan pendidikan bagi anak-anak dengan
kebutuhan pendidikan khusus sebagai berikut;
 Bab 1 (pasal 1 ayat 18) Wajib belajar adalah program
pendidikan minimal yang harus diikuti oleh warga negara
Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah

10
 Bab II (pasal 4 ayat 1) Pendidikan diselenggarakan secara
demokratis berdasarkan HAM, agama, kultural, dan
kemajemukan bangsa.
 Bab IV (pasal 5 ayat 1) Setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik
yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual atau
sosial berhak memperoleh pendidikan khusus.
 Bab V bagian 11 Pendidikan khusus (pasal 32 ayat 1)
Pendidikan khusus bagi peserta yang memiliki tingkat kesulitan
dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial atau memiliki potensi kecerdasan.

b. Jenis Pelayanan Pendidikan bagi Anak Berkebutuhan Khusus


Jenis pelayanan pendidikan dapat dibedakan menjadi 3 kategori
sebagai berikut.
1) Layanan pendidikan yang berkaitan dengan bidang kesehatan dan
fisik seperti ahli terapi.
2) Layanan pendidikan yang berkaitan dengan kebutuhan emosional
sosial, seperti psikolog dan pekerja sosial.
3) Layanan pendidikan yang memang berkaitan langsung dengan
kebutuhan pendidikan.

2. Sejarah Perkembangan Layanan Pendidikan Khusus


Pendidikan khusus tumbuh dari satu kesadaran awal bahwa beberapa
anak membutuhkan sejenis pendidikan yang berbeda dari pendidikan biasa
agar dapat mengembangkan potensi mereka. Akar dari kesadaran ini dapat
ditelusuri di Eropa pada tahun 1700-an ketika para pionir tertentu mulai
membuat upaya-upaya terpisah untuk pendidikan anak berkebutuhan khusus.
Salah satu upaya tersebut dengan mendirikan lembaga-lembaga
residensial yang didirikan di Amerika Serikat untuk mengajar penyandang
cacat terbanyak di awal 1800-an. Hal ini membuat Amerika Serikat menjadi
negara yang memimpin negara-negara lain dalam pengembangan pendidikan
khusus di seluruh dunia.
Dewasa ini, peran lembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh
kembang dalam mengolah system maupun cara bergaul dengan orang lain.
Selain itu lembaga pendidikan tidak hanya sebatas untuk system bekal ilmu
pengetahuan, namun juga memberi skil hidup yang diharapkan bermanfaat di
masyarakat.
Di Indonesia dimulai ketika Belanda masuk ke Indonesia (1596-1942),
dimana dengan memperkenalkan system persekolahan dengan orientasi barat,
untuk pendidikan bagi anak penyandang cacat dibuka lembaga-lembaga
khusus. Lembaga pertama untuk anak tunanetra, tunagrahita tahun 1927 dan
untuk tunarungu tahun 1930 yang ketiganya terletak di Kota Bandung.

11
Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, Pemerintah RI
mengundang-undangkan tentang pendidikan. Undang-undang tersebut
menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar biasa diberikan dengan khusus
untuk mereka yang membutuhkan (pasal 6 ayat 2) dan untuk itu anak-anak
tersebut berhak dan diwajibkan belajar di sekolah sedikitnya 6 tahun (pasal
8).
Dengan ini dapat dinyatakan berlakunya undang-undang tersebut maka
sekolah-sekolah baru yang khusus bagi anak-anak penyandang cacat,
termasuk untuk anak tunadaksa dan tunalaras yang disebut dengan Sekolah
Luar Biasa (SLB). Berdasarkan urutan berdirinya SLB pertama untuk
masing-masing kategori kecacatan SLB dikelompokkan menjadi:
1. SLB A untuk anak tunanetra
2. SLB B untuk anak tunarungu
3. SLB C untuk anak tunagrahita
4. SLB D untuk anak tunadaksa
5. SLB E untuk anak tunalaras
6. SLB F untuk anak tunaganda

KB 2. Berbagai Bentuk dan Jenis Layanan Pendidikan bagi Anak


berkebutuhan Khusus
A. Pelayanan Pendidikan Segresi, Integrasi dan Inklusi
1. Layanan Pendidikan Segresi
Sistem pendidikan dimana anak berkelainan terpisah dari sistem
pendidikan anak normal. Penyelenggaraan sistem pendidikan segregasi
dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaran
pendidikan untuk anak normal.
 Keuntungan sistem pendidikan segregasi
 Rasa ketenangan pada anak luar biasa
 Komunikasi yang mudah dan lancar
 Metode pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi
dan kemampuan anak
 Guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa
 Sarana dan prasarana yang sesuai
 Kelemahan sistem pendidikan segregasi
 Sosialisasi terbatas
 Penyelenggaraan pendidikan yang relative mahal

2. Layanan Pendidikan Integrasi


Sistem Pendidikan Integrasi adalah sistem pendidikan luar biasa
yang bertujuan memberikan pendidikan yang memungkinkan anak luar
biasa memperoleh kesempatan mengikuti proses pendidikan bersama
dengan siswa normal agar dapat mengembangkan diri secara optimal.
Keuntungan Sistem Integrasi

12
 Merasa diakui haknya dengan anak normal terutama dalam
memperoleh pendidikan
 Dapat mengembangkan bakat ,minat dan kemampuan secara
optimal
 Lebih banyak mengenal kehidupan orang normal
 Mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi
 Harga diri anak luar biasa meningkat
3. Layanan Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusi adalah pelayanan pendidikan anak berkebutuhan
khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Klasifikasi Anak
Berkebutuhan Khusus.
Pengelompokan anak berkebutuhan khusus dan jenis pelayanannya,
sesuai dengan Program Direktorat Pembinaan Sekolah Luar Biasa
Tahun 2006 dan Pembinaan Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan
Dasar Dan Menengah Departemen Pendidikan Nasional Pendidikan
adalah sebagai berikut :
a) Tuna Netra
b) Tuna Rungu
c) Tuna Grahita: (a.l. Down Syndrome)
d) Tuna Grahita Ringan (IQ = 50-70)
e) Tuna Grahita Sedang (IQ = 25-50)
f)Tuna Grahita Berat (IQ 125 ) J. Talented : Potensi bakat istimewa
(MultipleIntelligences : Language, Logico mathematic, Visuo-
spatial, Bodily-kinesthetic, Musical, Interpersonal, Intrapersonal,
Natural, Spiritual).
g) Kesulitan Belajar (a.l. Hyperaktif, ADD/ADHD,
Dyslexia/Baca, Dysgraphia/Tulis, Dyscalculia/Hitung,
Dysphasia/Bicara, Dyspraxia/ Motorik)
h) Lambat Belajar ( IQ = 70 –90 )
i)Autis
j)Korban Penyalahgunaan Narkoba
k) Indigo
B. Jenis Pelayanan Pendidikan Khusus
1. Layanan di sekolah biasa
2. Sekolah Biasa dengan guru konsultan
3. Sekolah Biasa dengan guru kunjung
4. Model Ruang sumber
5. Model Kelas Khusus
6. Model sekolah khusus siang hari
7. Model sekolah dalam panti asuhan/rumah sakit

C. Pendekatan Kolaboratif Dalam Pelayanan


Pendidikan ABK

13
1. Pelayanan Pendidikan tidak dapat dilakukan satu orang tetapi
melibatkan banyak pihak
2. Anggota team mencakup para pakar sebagai berikut
 Guru sekolah biasa
 Guru Pendidikan khusus
 Kepala sekolah
 Pengawas sekolah
 Orang tua ABK
 Psikolog sekolah
 Dokter dari beberapa spesialis
 Perawat sekolah
 Ahli terapi fisik
 Guru bina wicara
 Pekerja sosial
 Guru penjas
 ABK sendiri
Apa yang perlu dilakukan Guru dalam tim ?
 Memberikan supervisi kepada orang tua untuk membantu
pendidikan anaknya
 Menilai kemajuan siswa
 Bekerja sama dengan orang tua siswa dalam menangani
ABK
 Berkonsultasi dengan orang tua siswa tentang situasi
sekolah dan rumah yg mungkin mempengaruhi anak
 Guru bertindak sebagai orang tua anak ABK

Modul 3. Pendidikan Khusus Bagi anak Berbakat


Tujuan Perkuliahan:
 Mahasiswa dapat menjelaskan definisi keberbakatan
 Mahasiswa dapat menjelaskan dampak keberbakatan
 Mahasiswa dapat menjelaskan kebutuhan anak berbakat
 Mahasiswa dapat menjelaskan berbagai jenis layanan khusus bagi
anak berbakat

KB 1. Definisi dan dampak Anak Berbakat


A. Definisi
Pengertian anak berbakat sangat beragam tergantung dari pandangan
masyarakat.
a. Menurut Publik Law (AS)
Anak berbakat adalah anak yang menunjukkan kemampuan yang
tinggi dalam bidang, misalnya intelektual, kreatif, seni dsb.
b. Versi Indonesia
Mereka mendefinisikan oleh orang orang profesional mampu
mencapai profesi yang tinggi karena memiliki kemampuan yang luar
biasa.

14
IMPLIKASI DARI KEBERBAKATAN
No Anak Berbakat
1 Bakat merupakan potensi yang memungkinkan seseorang
berpartisipasi tinggi
2 Anak berbakat ada yang underachiever
3 Terdapat keragaman dalam bakat
4 Anak berbakat cenderung salah satu saja yang muncul
5 Perlunya layanan khusus bagi anak berbakat
Kesimpulan :
Anak Berbakat adalah anak yang mempunyai kemampuan yang unggul dari
anak rata rata lainnya baik kemampuan intelektual maupun non intelektual
sehingga mereka memerlukan layanan khusus.

B. Dampak Keberkatan
1) Aspek Akademik
1. Perkembangan kognitif lebih cepat
b. Bosan dalam pengajaran reguler
c. Kecepatan perk kognitif tdk direspon
d. Orang tua, anak akan kecewa
2. Aspek sosial/emosi
1. Emosi tidak stabil
2. Individu rawan terhadap kritik
3. Mengambil jln pintas menyelesaikan masalah

Ciri-ciri anak berbakat:


1. Diterima oleh teman sebaya
2. Keterlibatan mereka dalam kegiatan sosial
3. Cenderung jadi juru damai dalam pertengkaran
4. Memiliki kejujuran
5. Tenggang rasa
6. Bebas dari tekanan emosi
7. Mampu bergaul dengan teman sebaya
8. Mampu memotivasi orang lain
9. Memiliki humor

Dampak anak berbakat terhadap kesehatan:


1. Memiliki penampilan yang menarik dan rapi
2. Kesehatannya lebih baik dari teman lainnya

Menurut Renzuli karakteristik anak berbakat sebagai berikut:


a. Kemampuan kecerdasan jauh di atas rata rata
b. Memiliki kreativitas yang tinggi
c. Tanggung jawab atau pengikatan diri thd tugas

15
KB 2. Kebutuhan Pendidikan dan Jenis Layanan bagi Anak Berbakat
1. Kebutuhan pendidikan anak berbakat
 Dari segi anak itu sendiri
- Membutuhkan peluang untuk aktualisasi diri
- Berinteraksi dengan teman
- Mengembangkan kreativitas
 Kebutuhan anak berkaitan dengan masyarakat
- Membutuhkan kepedulian dari masyarakat terhadap
pengembangan bakatnya
- Membutuhkan pengembangan SDM berbakat
- Membutuhkan keserasian kemampuan dengan pengalaman belajar.
- Mewujudkan kemampuan anak berbakat secara nyata (riil)
2. Jenis Layanan bagi Anak Berbakat
a) Komponen Sebagai Persiapan Penentuan Jenis Layanan
 Pengidentifikasian anak berbakat
Menurut Kirk (1986) yaitu Kelancaran (kemampuan untuk
memberikan jawaban bagi pertanyaan yang diberikan), kelenturan
(kemampuan untuk memberikan berbagai macam jawaban atau
beralih dari satu macam respon ke respon yang lain), dan kemurnian
(kemampuan untuk memberikan respon yang unik dan layak).
Menurut Renzulli dikutip Conny Semiawan (1995) mengemukakan
bahwa identifikasi anak berbakat mewakili kemampuan intelektual
umum, komitmen terhadap tugas, dan kreativitas.
 Tujuan umum pendidikan anak berbakat yaitu (1) anak
berbakat harus menguasai sistem konseptual mata pelajaran, (2) anak
berbakat harus mengembangkan keterampilan dan strategi menjadi
mandiri, kreatif, dan memenuhi kebutuhan dirinya, dan (3) anak
berbakat harus mengembangkan suatu kesenangan dan kegairahan
(Samuel A. Kirk, 1986).
 Kebutuhan pendidikan anak berbakat baik kepentingan
individu maupun kepentingan masyarakat.

b) Komponen sebagai alternatif implementasi jenis layanan


 Ciri khas layanan kebutuhan anak berbakat
- Adaptasi lingkungan belajar
Menurut Gallagher, dkk. (1983) adaptasi lingkungan belajar ada
beberapa cara sebagai berikut:
1) pKelas Pengayaan, guru kelas melaksanakan suatu
program tanpa bantuan petugas dari luar.
2) Guru konsultan, pelaksanaan program pengajaran dalam
kelas biasa dengan bantuan konsultas khusus yang terlatih.
3) Ruang sumber belajar, mengunjungi ruang sumber untuk
menerima pengajaran dari guru yang terlatih.

16
4) Studi mandiri, siswa memilih proyek dan mengerjakannya
dibawah pengawasan seorang guru yang berwenang.
5) Kelas khusus, siswa berbakat dikelompokkan bersama-
sama di sekolah dan diajar oleh guru yang dilatih khusus.
6) Sekolah khusus, siswa berbakat menerima pengajaran di
sekolah khusus dengan staf guru yang dilatih secara khusus.

Utami Munandar (1996) mengemukakan bahwa alternatif


lingkungan belajar/tempat belajar anak berbakat dapat berupa
sekolah unggulan yang dapat menampung anak berprestasi tinggi
dari daerah sekitarnya.
- Adaptasi program
1) Melalui percepatan/akselerasi siswa
2) Melalui pengayaan
3) Pencanggihan materi pelajaran
4) Pembaruan
5) Modifikasi kurikulum sebagai alternatif
- Kurikulum plus
- Kurikulum berdiferensiasi
 Strategi pembelajaran dan model layanan
- Strategi pembelajaran
a) Kecepatan dan tingkat kompleksitas yang lebih
b) Berorientasi pada modifikasi proses, isi/content, dan
produk.
- Model model layanan
a) Kognitif-afektif
b) Perkembangan moral
c) Perkembangan nilai
d) Bidang khusus (kepemimpinan, seni rupa, dan seni
pertunjukkan)
 Layanan perkembangan kreativitas, terdiri dari beberapa
tingkat, kreativitas pertama ditandai oleh fleksibilitas, originalities;
kreativitas kedua ditandai adanya pemetaan masalah; kreativitas
ketiga mengadakan perumusan.
 Stimulasi imajinasi (mengembangkan fungsi otak kiri dan
faktor khusus) dan proses inkubasi (tahap berpikir kreatif dan cara
mengatasi masalah)
 Desain pembelajaran dipersiapkan untuk mencapai
perkembangan yang optimal.
 Evaluasi dengan tujuan untuk mengetahui ketuntasan
belajar anak berbakat.

Modul 4. Pendidikan Anak Tunanetra


Tujuan Perkuliahan :

17
1. Pengertian,klasifikasi, penyebab serta cara pencegahan terjadinya
ketunanetraan
2. Menjelaskan dampak ketunanetraan
3. Menjelaskan layanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan
anak tunanetra

KB 1. Definisi, Klasifikasi, Penyebab, dan Cara Pencegahan terjadinya


Ketunanetraan
1. Definisi dan Klasifikasi Tunanetra
a. Definisi legal (berdasarkan Peraturan Perundang
Undangan)
Digunakan pada profesi Medis untuk menentukan apakah seseorang
berhak memperoleh akses keuntungan tertentu seperti: asuransi
tertentu, bebas bea transportasi dan untuk menentukan perangkat alat
bantu yang sesuai dengan kebutuhannya. Ada 2 aspek yang diukur:
1) Ketajaman penglihatan
2) Medan pandang

Cara yang paling umum untuk mengukur ketajaman mata dengan


Kartu Snelen yg terdiri dari huruf huruf atau angka angka yang
tersusun berbaris berdasarkan ukuran besarnya.
Klasifikasi ketajaman penglihatan menurut WHO:
Mata normal : 6/6 hingga 6/18
Mata kurang awas : < 6/18 hingga >3/60
Buta : < 3/60

Contoh kartu Snellen

18
Langkah - langkah pemeriksaan menggunakan kartu Snellen:
1) Meminta pasien duduk atau berdiri dengan jarak 5-6
meter atau 20 kaki dari katu Snellen
2) Meminta pasien membaca atau menyebutkan huruf
yang ada pada kartu Snellen, pembacaan dimulai dari huruf
terbesar sampai ke huruf terkecil
3) Jika ada kesalahan pasien dalam membaca, mintalah
pasien untuk mengulanginya hingga 3 kali
4) Jika masih salah, berarti pada baris tersebut
ketajaman matanya sudah menurun. Dan visus (ketajaman
mata) dibaca dibaris terakhir pasien masih bisa menyebutkan
seluruh baris tersebut.
5) Disetiap baris huruf, terdapat kode angka yang
menunjukkan beberapa meter huruf sebesar itu oleh orang
bermata normal masih bisa dibaca
6) Contoh visus 20/40 maka dibaca: pasien dapat
menyebutkan huruf pada kartu snellen pada jarak 20 kaki

19
sedangkan orang dengan mata normal dapat menyebutkan
huruf pada kartu Snellen pada jarak 40 kaki.

b. Definisi Edukasional/Fungsional
Secara edukasional, seseorang dikatakan tunanetra apabila untuk
kegiatan pembelajaran dia memerlukan alat bantu khusus, metode
khusus atau teknik tertentu sehingga dia dapat belajar. Klasifikasi
ketunanetraan
1) Klasifikasi berdasarkan waktu
 Tunanetra sebelum dan sejak lahir
 Tunanetra setelah lahir dan atau pada usia kecil
 Tunenatra pada usia sekolah atau pada masa remaja
 Tunanetra pada usia dewasa
 Tunanetra dalam usia lajut.
2) Berdasarkan kemampuan daya penglihatan
 Tunanetra ringan
 Tunanetra setengah berat
 Tunanetra berat

2) Penyebab terjadinya ketunanetraan


Proses melihat, terjadi pada saat kelopak mata terbuka, kemudian
cahaya masuk melalui kornea, pupil, lensa, dan cairan yang ada dalam
bola mata (vitreous humor), kemudian gambaran objek yang merangsang
memantul pada retina dalam keadaan terbalik. Gambaran obyek yang
merangsang retina itu kemudian diteruskan kepusat penglihatan di otak
(lobus oksipitalis) melalui syaraf penglihatan (optic nerve) sehingga
gambaran obyek tadi ditafsirkan dan memperoleh makna. Gangguan pada
salah satu di antara organ-organ ini dapat mengakibatkan masalah
penglihatan.
Berikut ini adalah beberapa kondisi umum yang dapat
menyebabkan ketunanetraan, yang diurut secara alfabetis
1) Albisnisme
Kondisi herediter di mana terdapat kekurangan pigmen pada
sebagian atau seluruh tubuh (iris mata berwarna putih atau putih
kemerahan; terlalu peka terhadap cahaya/silau; mengalami
nistagmus/mata terus-menerus berkedip)
2) Amblyopia
Diterapkan pada penglihatan yang buruk yang tidak diakibatkan oleh
suatu penyakit yang dapat teramati, dan yang tidak dapat dikoreksi
dengan kaca mata. Kondisi ini dapat bersifat bawaan (conginetal,
artinya sudah ada sejak lahir) atau mungkin berkembang kemudian.
3) Buta Warna
Pada umumnya merupakan karakteristik yang diwariskan
berdasarkan garis kelamin melalui chromosom jantan, meskipun
dapat pula terjadi akibat keracunan atau penyakit retina.

20
Campak Jerman (Rubella) sering terjadi pada ibu hamil pada masa
tiga bulan pertama kehamilannya.
4) Cedera (trauma) dan Radiasi
Terjadi karena akibat kecelakaan
5) Defisiensi Vitamin A – Xerophthalmia
6) Glaukoma
Cairan bening didalam bagian depan mata tidak mengalir keluar
sebagaimana mestinya.
7) Katarak
Kekeruhan atau keburaman pada lensa mata sehingga menghambat
masuknya cahaya kedalam mata.
8) Kelainan mata bawaan
- Aniridia- tidak adanya atau hampir tidak adanya iris
- Microphthalmos- mata yang sangat kecil
- Megalophthalmos – mata yang luar biasa besarnya sejak
lahir
- Analophthalmos – tidak adanya bola mata (rongga mata dan
kelopak matanya biasanya ada)
- Colobama – retakan atau celah pada iris dan/atau retina.
9) Myopia (Penglihatan Dekat)
Cacat mata tidak bisa melihat jauh, hal ini karena bayangan jatuh
pada depan retina.
10) Nistagmus
Gerakan mata yang menghentak hentak/gerakan bola mata yang
cepat tanpa disengaja (di luar kemampuan)
11) Ophthalmia Neonatorum
Peradangan pada mata bayi yang baru lahir. Penyakit ini bukan
turunan, disebabkan oleh bakteri dari rongga rahim ibu ke dalam
mata bayi.
12) Penyakit Kornea dan Pencangkokan Kornea
Merupakan bagian mata yg terdepan berfungsi sbg selaput jendela
dan pelindung tempat lewatnya sinar. Bila kornea mata rusak dapat
dilakukan pertolongan dengan pencakokan kornea mata

13) Retinitis Pigmntosa (RP)


Sederetan penyakit yang diwariskan secara genetik. Salah satu ciri
dari penyakit ini adalah degenerasi retina mata. Indikasi penyakit
tersebut pada awalnya adalah kesulitan melihat dengan jelas pada
kondisi pencahayaan yang kurang terang (temaram). Gejala ini akan
berlanjut dengan penyempitan jarak pandang hingga puncaknya
adalah terjadi kebutaan pada usia paruh baya.
14) Retinopati Diabetika
Merupakan komplikasi kronis diabetes melitus berupa
mikroangiopati progresif yang ditandai oleh kerusakan mikro

21
vaskular pada retina dengan gejala penurunan atau perubahan
penglihatan secara perlahan.
15) Retinopathy of Prematury
Penderita ini terjadi akibat persalinan dng pembedahan, luka pada
jaringan bola mata, dapat pula karena pembesaran pembuluh darah
pada mata.
16) Sobeknya dan Lepasnya Retina
Sebagai bagian dari proses penuaan, kadang-kadang sudah diwarisi
dari orang tuanya
17) Strabismus/ mata juling
Disebabkan oleh ketidakseimbangan otot-otot mata.
18) Trakhoma
Disebabkan oleh sejenis virus, yang menyerang kelopak mata dan
kornea
19) Tumor
20) Uveitis
Peradangan pada uvea, yaitu lapisan tengah mata antara sclera dan
retina.
3) Pencegahan terjadinya Ketunanetraan
Upaya WHO mempunyai strategi yang terdiri dari tiga langkah
dalam memerangi kebutaan dan kurang awas yaitu
1) Memperkuat program kesehatan dasar mata
2) Mengembangkan pelayanan terapi dan pembedahan ntuk
menangani gangguan mata yang dapat disembuhkan
3) Mendirikan pusat pelayanan optik dan pelayanan penyandang
tunanetra.

Strategi untuk mencegah ketunanetraan pada anak dikembangkan


atas tiga tingkatan sebagai berikut
1. Pencegahan primer yaitu pencegahan terjangkitnya penyakit
2. Pencegahan sekunder yaitu pencegahan timbulnya komplikasi yang
mengancam penglihatan
3. Pencegahan tersier yaitu meminimalisir ketunanetraan

10 Strategi utama mencegah ketunanetraan:


1. Penggunaan prosedur yang sistematis
2. Pemberian imunisasi
3. Perawatan kehamilan yang tepat
4. Perawatan bayi yang baru lahir
5. Perbaikan gizi
6. Pendidikan kepada masyarakat
7. Penyuluhan genetika
8. Perundang undangan
9. Deteksi dini
10. Meningkatkan higienis dan perawatan kesehatan

22
KB 2. Dampak Ketunanetraan terhadap Kehidupan Seseorang Individu
1. Proses Penginderaan
Organ pengindraan berfungsi memperoleh informasi dari luar
diproses dalam otak, untuk diproses, disimpan, dan ditindaklanjuti. Semua
informasi yang akan diproses diotak melewati tiga prosesor dalam bentuk
linguistik, nonlinguistik, atau afektif. Hubungan antara ketiga prosesor
tersebut dengan informasi yang dipersepsi melalui indra-indra dapat dilihat
dalam gambar berikut

Linguistik

Outside Sensory Sensory


World Perception Non Lingiustik Perception

Affective

2. Latihan Keterampilan Penginderaan


a) Indra Pendengaran
Pengembangan keterampilan mendengarkan secara bertahap akan
membantu anda sadar pola perilaku tetangga anda dan kegiatan rutin
mereka. Jika dilatih anak tunanetra akan peka bunyi bunyi kecil di
dalam rumahnya, seperti tetesan air, kran bocor dsb.
b) Indra Perabaan
Anak tunanetra perlu dikenalkan indera peraba sehingga ia dapat
mengenal berbagai bentuk benda: kancing baju, uang, karpet, tikar
dsb. Dapat juga dibantu dengan tongkat untuk mengetahui sekitarnya:
tanah becek, rumput, got, trotoar dsb. Catatan tentang penggunaan
tongkat sebagai berikut:
 Panjat tongkat setinggi ulu hati penggunanya
 Pada saat pegang tongkat lengan membentuk sudut 900
 Tongkat diayun kiri kanan selebar badan
 Pada saat tongkat diayun ke kiri kaki kanan melangkah
c) Indra Penciuman
Mengembangkan indra penciuman seperti mengenali bahan makanan,
mengenali lingkungan dengan memasuki pusat perbelanjaan sehingga
dapat membedakan aroma toko makanan, toko pakaian, toko sepatu,
toko obat, dll.
d) Sisa Indra Penglihatan
Mengasah keterampilan dan memanfaatkan sisa penglihatan untuk
menentukan kekuatan dan kelemahannya sendiri.

23
3. Visualisasi, Ingatan Kinestetik, dan Persepsi Obyek
a. Visualisasi
Perlu dilatih dalam ingatan visualisasi agar ia dapat mengenal:
- Benda disekelilingnya
- Mengingat letak benda disekelilingnya
- Jika masuk ke ruangan perlu disampaikan gambaran
tentang ruangan itu
b. Ingatan Kinestetik
Perlu dilatih gerakan mengenai jalan belok lurus dengan tepat tanpa
memakai tongkat.
c. Persepsi Obyek
Yaitu kemampuan yang memungkinkan individu tunanetra itu
menyadari bahwa suatu benda hadir disampingnya meskipun tidak
memiliki penglihatannya.
4. Bagaimana Cara Membantu Seorang Tunanetra
1) Cara Menuntun Orang Tunanetra
 Kontak pertama
 Cara memegang
 Posisi pegangan
 Jalan sempit
 Membuka/menutup pintu
 Melewati tangga
 Melangkahi lubang
 Duduk di kursi
 Naik ke dalam mobil
2) Cara Mengorientasikan
Untuk menunjukkan arah menuju suatu tempat atau benda dilakukan
dengan cara yang lebih spesifik misalnya 10 meter ke depan,
disebelah kiri, 5 langkah ke kanan, di atas TV dsb.
KB 3. Pendidikan bagi Siswa Tunanetra di Sekolah Umum dalam Setting
Pendidikan Inklusif
1. Kebutuhan khusus Pendidikan Siswa Tunanetra
a. Perlu mendapat intervensi efektif agar perkembangan sosial emosi
dan akademiknya optimal
b. Berikan cara belajar melalui media alternatif menggunakan indera
lain
c. Memerlukan pengajaran individual
d. Membutuhkan ketrampilankhusus serta buku materi dan peralatan
khusus
e. Terbebas dalam memperoleh info melalui belajar secara incidental
Berikut ini adalah penjelasan untuk beberapa dari kebutuhan khusus
tersebut
1) Pengembangan Konsep, merupakan simbol atau istilah yang
menggambarkan suatu obyek, kejadian, atau keadaan tertentu.
2) Teknik alternatif dan alat bantu belajar khusus, adalah cara khusus
(baik dengan ataupun tanpa alat bantu khusus) yang memanfaatkan

24
indra-indra nonvisual atau sisa indra penglihatan untuk melakukan
suatu kegiatan yang normalnya dilakukan dengan indra penglihatan.
Alat bantu khusus seperti jam tangan “Braille”, komputer bicara, sistem
tulisan yang terdiri dari titik-titik timbul (Braille) dsb.
3) Keterampilan Sosial/Emosional, yaitu kegiatan bermain
4) Keterampilan Orientasi dan Mobilitas, yaitu keterampilan untuk
bergerak secara leluasa di dalam lingkungannya. Sedangkan
kemampuan orientasi yaitu kemampuan untuk hubungan lokasi antara
satu obyek dan obyek lainnya di dalam lingkungan
5) Keterampilan menggunakan sisa penglihatan, yaitu memanfaatkan
sisa penglihatan dengan pengaturan pencahayaan, penggunanaan
kacamata magnifikasi (pembesaran tampilan tulisan).
2. Strategi dan Media Pembelajaran
1) Strategi Pembelajaran, pada dasarnya adalah pendayagunaan
secara tepat dan optimal dari semua komponen yang terlibat dalam
proses pembelajaran yang meliputi tujuan, materi pembelajaran, media,
metode, siswa, guru, lingkungan belajar, dan evaluasi sehingga proses
pembelajaran tersebut berjalan dengan efektif dan efesien.

Pertimbangan dalam proses pembelajarana antara lain sebagai berikut:


- Berdasarkan pengolahan pesan, deduktif dan induktif yaitu
materi pembelajaran dimulai yang umum dilanjutkan kepada yang
khusus (deduktif) begitu sebaliknya.
- Berdasarkan pihak pengolah pesan, ekspositorik yaitu
gurulah yang mencari dan mengolah pesan yang akan disampaikan
dan siswa hanya menerima; sedangkan heuristik siswa harus
mencari dan mengolah pesan dan guru berperan sebagai fasilitator
dan pembimbing.
- Berdasarkan pertimbangan pengaturan guru, yaitu strategi
pembelajaran dengan seorang guru dan beregu.
- Berdasarkan pertimbangan jumlah siswa, terdapat strategi
pembelajaran klasikal, kelompok kecil dan individual.
- Berdasarkan interaksi guru dan siswa, terdapat strategi
pembelajaran tatap muka dan melalui media.

Disamping strategi yang telah dijelaskan di atas, ada strategi lain yang
dapat diterapkan yaitu
- Strategi individualisme, yaitu strategi dengan menggunakan
program yang disesuaikan denngan perbedaan-perbedaan individu,
baik karakteristik, kebutuhan, maupun kemampuannya secara
perorangan. Strategi ini dikenal dengan Individual Educational
Program (IEP), atau Program Pendidikan Individualisasi (PPI).

25
- Strategi kooperatif adalah menekankan unsur gotong
royong atau saling membantu satu sama lain dalam mencapai
tujuan pembelajaran.
- Strategi modifikasi perilaku adalah strategi yang tujuannya
mengubah perilaku siswa ke arah yang lebih positif melalui
kondisioning atau pembiasaaan.

Prinsip-prinsip dasar dalam pembelajaran siswa tunanetra, yaitu sebagai


berikut:
- Prinsip individual
Proses pembelajaran guru harus memperhatikan perbedaan setiap
individu.
- Prinsip kekongkritan/pengalaman penginderaan langsung
Anak tunanetra mendapatkan pengalaman secara nyata dari apa
yang dipelajarinya.
- Prinrip totalitas
Siswa tunanetra memperoleh pengalaman objek atau situasi total
atau menyeluruh.
- Prinsip aktivitas mandiri (self-activity)
Siswa memperoleh kesempatan untuk belajar secara aktif dan
mandiri.

2) Media Pembelajaran
Fungsi media dalam pembelajaran, antara lain untuk memperlancar
proses pembelajaran itu sendiri, memperjelas sebuah konsep, serta
membangkitkan minat dan perhatian terhadap pembelajaran. Menurut
fungsinya media pembelajaran dibedakan menjadi dua kelompok
sebagai berikut:
a. Untuk memperjelas penanaman konsep, yang disebut
sebagai alat peraga sebagai beriktu:
 Objek atau situasi yang sebenarnya
 Benda asli yang diawetkan
 Tiruan (model): model tiga dimensi dan dua dimensi.
b. Untuk membantu kelancaran proses pembelajaran itu
sendiri disebut sebagai alat bantu pembelajaran yaitu sebagai
berikut:
 Reglet & pen (stylus), mesin ketik Braille, papan huruf dan
optacon (alat yang merubah huruf cetak menjadi huruf timbul).
 Kaca pembesar, OHP, CCTV dan slide proyektor
 Papan hitung (cubaritme), abakus (sempoa), kalkualtor
bicara (talking calculator)
 Tape-recorder

3) Evaluasi Pembelajaran

26
Evaluasi terhadap pencapaian hasil belajar pada dasarnya sama dengan
yang dilakukan terhadap siswa awas, namun ada sedikit perbedaan yaitu
materi/tes tidak mengandung unsur persepsi visual. Soal yang diberikan
kepada hendaknya dalam bentuk huruf Braille, bersikap objektif dalam
mengevaluasi pencapaian prestasi belajar, waktu pelaksanaan tes lebih
lama.

Modul 5. Pendidikan Anak Tunarungu dan Anak dengan Gangguan


Komunikasi
Anak tunarungu merupakan anak berkebutuhan khusus yang memiliki
kelainan dalam pendengarannya, sehingga berdampak negatif bagi
perkembangannya.Oleh karena itu perlu mendapatkan layanan pendidikan khusus
pada sekolah khusus, sekolah reguler maupun pendidikan inklusi. Tujuan
perkuliahan:
1. Menjelaskan definisi, klasifikasi, penyebab dan cara pencegahan
terjadinya tunarungu
2. Menjelaskan dampak tunarungu dan gangguan komunikasi
3. Menjelaskan kebutuhan khusus dan layanan pendidikan anak
tunarungu

KB 1. Definisi, klasifikasi, Penyebab Ketunarunguan


1. Definisi Tunarungu
Istilah tunarungu diambil dari kata “tuna” dan “rungu”, tuna artinya
kurang dan rungu artinya pendengaran. Orang dikatakan tunarungu apabila
ia tidak mampu mendengar atau kurang mampu mendengar suara yang
pada umumnya ada pada ciri fisik orang tunarungu yaitu sebagai berikut:
1) Cara berjalannya kaku dan anak membungkuk. Hal ini disebabkan
terutama terhadap alat pendengaran.
2) Gerakan matanya cepat agak beringas. Hal ini menunjukkan bahwa ia
ingin menangkap keadaan yang ada di sekelilingnya.
3) Gerakan kaki dan tangannya sangat cepat atau kidal. Hal tersebut
tampak dalam mengadakan komunikasi dengan gerak isyarat.
4) Pernafasannya pendek dan agak terganggu.

Ciri ciri dari segi sosial:


1) Perasaan rendah diri dan merasa diasingkan oleh keluarga atau
masyarakat.
2) Perasaan cemburu dan salah sangka diperlakukan tidak adil
3) Kurang menguasai irama gaya bahasa.

Proses pendengaran
a. Mulai dari masuknya
gelombang suara masuk lewat
liang telinga menggetarkan selaput
gendang 27
b. Gelombang suara menujuke
tulang pendengaran dan diteruskan
ke tiga tulang setengah lingkaran
c. Suara diteruskan ke syaraf
2. Klasifikasi Tunarungu
Berdasarkan tingkat kehilangan pendengaran yang diperoleh melalui tes
dengan menggunakan audiometer, ketunarunguan diklasifikasikan sebagai
berikut:
1) Ringan (Mild Hearing Loss)
Mengalami kehilangan pendengaran 27 – 40 dB, Mempunyai kesulitan
mendengar bunyi – bunyi yang jauh, membutuhkan tempat duduk yang
strategis letaknya dan memerlukan terapi bicara
2) Sedang (Moderate Hearing Loss)
Mengalami kehilangan pendengaran 41 – 55 dB, Mengerti bahasa
percakapan, tidak dapat mengikuti diskusi kelas, membutuhkan alat
bantu dengar dan terapi bicara.
3) Agak Berat (Moderately Severe Hearing Loss)
Mengalami kehilangan pendengaran 56 – 70 dB, hanya mendengar
suara dari jarak dekat, perlu menggunakan hearing aid.
4) Berat (Severe Hearing Loss)
Mengalami kehilangan pendengaran 71 – 90 dB, hanya mampu
mendengar suara yang keras dari jarak dekat, membutuhkan alat bantu
dengar serta latihan mengembangkan kemampuan bicara dan
bahasanya.
5) Berat Sekali (Profound Hearing Loss)
Mengalami kehilangan pendengaran lebih dari 90 dB, masih
mendengar suara yang keras, tetapi ia lebih menyadari suara melalui
getarannya (vibrations) dari pada melalui pola suara.

Berdasarkan saat terjadinya ketunarunguan dapat diklasifikasikan menjadi


1) Ketunarunguan prabahasa (prelingual deafness) yaitu kehilangan
pendengaran yang terjadi sebelum kemampuan bicara dan bahasa
berkembang.
2) Ketunarunguan pasca bahasa (post lingual deafness), yaitu
kehilangan pendengaran yang terjadi beberapa tahun setelah
kemampuan bicara dan bahasa berkembang.

Berdasarkan letak gangguan pendengarn secara anatomis, diklasifikasikan


sebagai berikut:

28
1) Tipe konduktif, terjadinya kerusakan pada telinga bagian luar dan
tengah.
2) Tipe sensorineural, terjadinya kerusakan pada telinga dalam serta
saraf pendengaran (nervus chochlearis).
3) Tipe campuran, terjadi pada telinga luar/tengah dengan telinga
dalam/saraf pendengaran.

Berdasarkan etiologi atau asal usulnya diklasifikasikan sebagai berikut:


1) Endogen, yaitu tunarungu disebabkan oleh faktor genetik
(keturunan)
2) Eksogen, yaitu disebabkan oleh faktor non-genetik (bukan
keturunan).

3. Penyebab terjadinya Tunarungu


1) Penyebab terjadinya tunarungu tipe konduktif
- Kerusakan pada telinga luar karena tidak terbentuk telinga
bagian luar (atresia meatus akustikus externus) dari lahir;
terjadinya peradangan pada lubang telinga luar (otitis externa).
- Kerusakan pada telinga bagian tengah, karena
tekanan/benturan yang keras seperti jatuh, tabrakan, tertusuk dsb;
terjadinya peradangan/infeksi; terjadinya pertumbuhan tulang pada
kaki tulang stapes; adanya lapisan kalsium/zat kapur pada gendang
dengar dan tulang pendengaran (Tympanisclerosis); tidak
terbentuknya tulang pendengaran yang dibawa sejak lahir (anomali
congenital), akibat alergi atau tumor pada nasopharynx.
2) Penyebab terjadinya tunarungu tipe sensorineural
 Ketunarunguan disebabkan faktor genetik yaitu tunarungu
yg disebabkan oleh keturunan dari orang tua kepada anaknya.
 Ketunarunguan disebabkan faktor non genetik seperti
Rubela campak jerman, ketidaksesuaian darah ibu dengan anak,
meningitis, Trauma akustik.
4. Cara pencegahan terjadinya tunarungu
 Sebelum nikah
- Menghindari pernikahan sedarah
- Melakukan pemeriksaan darah dan konseling genetika
 Pada saat hamil
- Menjaga kesehatan dan periksa kehamilan
- Mengkonsumsi gizi seimbang
- Melakukan imunisasi anti tetanus
- Tidak boleh minum obat sembarangan
 Pada saat melahirkan
- Tidak menggunakan alat penyedot
- Jika ibu ada virus pada vagina maka lahirkan dengan caesar
 Pada saat setelah melahirkan
- Melakukan imunisasi, jika anak flu berobat jangan kelamaan

29
- Menjaga telinga dari kebisingan
5. Definisi gangguan komunikasi
Yaitu gangguan yang dialami seseorang dalam penyampaian informasi
baik melalui verbal, non verbal, tekanan, intonasi, kualitas suara dsb.
6. Klasifikasi gangguan komunikasi
Diklasifikasikan menjadi dua kelompok besar, yaitu
a. Gangguan bicara (speech disorder)
- Artikulasi
- Kelancaran
- Suara
- Bicara – oraficial
- Bicara – kerusakan saraf
b. Gangguan bahasa (language disorder)
- Bentuk bahasa (fonologi, morfologi, dan sintaksis)
- Isi bahasa (semantik)
- Fungsi bahasa (pragmatik)
- Aphasia
7. Penyebab gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi dapat disebabkan oleh berbagai faktor, diantaranya:
faktor kehilangan pendengaran, kelainan organ bicara, gangguan emosi,
keterlambatan perkembangan, mental retardasi, kerusakan otak, serta
faktor lingkungan.
Cara pencegahan terjadinya komunikasi memonitor tumbuh kembang
anak, melakukan intervensi dini terhadap kelainan yang ditemukan,
memberi dukungan dengan banyak memberikan stimulasi bunyi-bunyi
bahasa, serta menghindarkan penggunaan dwi bahasa pada awal masa
perkembangan bahasa.

KB 2. Dampak Tunarungu dan Gangguan Komunikasi bagi Perkembangan


Anak
1. Dampak Tunarungu bagi anak
a. Dampak Tunarungu terhadap Perkembangan Bicara dan
Bahasa
Tahapan normal perkembangan bicara yang dikemukakan oleh Robert
M. Smith dan Jhon T. Neiswork (1975) sebagai berikut
- Fase reflexive vocalization (0-6 minggu), bayi mengkomunikasikan
rasa lapar, sakit atau rasa tidak nyaman melalui tangisan.
- Fase vabling/vocal play (6 minggu – 6 bulan), bayi mengeluarkan
suara seperti berkumur, bereaksi terhadap suaranya sendiri,
mengoceh berulang-ulang.
- Fase lalling (6-9 bulan), bayi mengeluarkan suaranya sendiri dan
mengulanginya, vokal terdiri dari ma-ma-ma, pa-pa-pa.
- Fase echolalic (9-12 bulan), fase membeo, bayi meniru suara-suara
yang dibuat orang lain dan suara yang ditiru masih belum
mempunyai arti.

30
- Fase true speech (12-18 bulan), anak mengatakan kata pertamanya
biasanya berupa suku kata tunggal seperti “ma” atau dua suku kata
seperti “mama”.

Perbandingan dengan bayi tunarungu kegiatan meramban berhenti,


kurang mengoceh, tidak dapat mendengar suaranya dan suara orang
lainnya, perkembangannya terhambat, mengadakan komunikasi dengan
menggunakan isyarat, kesulitan dalam komunikasi mengakibatkan
memiliki kosa kata terbatas, sulit mengartikan ungkapan bahasa yang
mengandung kiasan, sulit mengartikan kata abstrak, serta kurang
menguasai irama dan gaya bahasa.
b. Dampak Tunarungu terhadap Kemampuan Akademis
Anak tunarungu cenderung memiliki prestasi akademik yang rendah
pada mata pelajaran bersifat verbal seperti Bahasa Indonesia, IPA, IPS,
PPKN, Matematika dan seni suara; tetapi mata pelajaran non verbal
seperti olahraga dan keterampilan pada umumnya relatif sama dengan
temannya yang mendengar.
c. Dampak Tunarungu terhadap Aspek Sosial-Emosional
Kecenderungan anak tunarungu bersikap adalah sebagai berikut
- Pergaulan yang terbatas pada sesama tunarungu
- Memiliki sifat egosentrik yang melebihi anak normal
- Memiliki perasaan takut (khawatir) terhadap lingkungan sekitar
- Perhatian anak tunarungu sukar dialihkan
- Memiliki sifat polos
d. Dampak Tunarungu terhadap Aspek Fisik dan Kesehatan
Dalam aspek fisik, anak tunarungu yang mengalami gangguan
keseimbangan menyebabkan cara berjalannya kaku, dan agak
membungkuk; gerakan mata lebih cepat; gerakan tangan lebih cepat;
pernafasannya pendek. Dalam aspek kesehatan secara umum
nampaknya sama.
2. Dampak Gangguan Komunikasi Bagi Anak
a. Hambatan dalam Berinteraksi Sosial
Anak tunarungu terhambat dalam interaksi sosial dengan
lingkungannya.
b. Hambatan dalam Pengembangan Kemampuan Akademik
Anak tunarungu memiliki kemampuan berbahasa tidak baik sehingga
sulit mengembangkan kemampuan akademiknya.

KB 3. Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunarungu dan Anak


dengan Gangguan Komunikasi
1. Kebutuhan khusus anak tunarungu
a. Layanan bina komunikasi
- Layanan pengembangan kemampuan berbahasa

31
Pengembangan bahasa melalui percakapan, dikenal dengan
Metode Maternal Reflektif (MMR). Metode ini menekankan pada
guru untuk menerapkan metode tangkap dan peran ganda. Guru
harus dapat menangkap apa yang diungkapkan anak melalui
suara/isyarat atau gerakan tubuh anak, kemudian
membahasankannya.
Dalam MMR, percakapan dibagi menjadi percakapan dari
hati ke hati (perdati) dan percakapan linguistik. Percakapan perdati
dibagi lagi menjadi perdati murni/bebas dan perdati melanjutkan
informasi. Namun anak yang sulit sekali berkomunikasi secara
verbal, diberikan layanan non verbal yang meliputi abjad jari,
isyarat konseptual, serta bahasa isyarat formal/struktural. Selain
dari itu berkomunikasi non verbal dapat dibantu dengan melakukan
komunikasi augmentative, melalui gesture, gambar, pantomim,
ekspresi wajah, isyarat mata, dsb.
- Layanan bina bicara/ Latihan artikulasi
Upaya meningkatkan kemampuan dalam mengucapkan
bunyi-bunyi bahasa dalam rangkaian kata-kata, agar dapat
dimengerti atau diinterprestasikan oleh orang yang mengajak
bicara.
Tujuannya agar anak tunarungu memiliki dasar ucapan yang
benar sehingga dapat dimengerti orang lain, memberi keyakinan
bahwa bunyi/suara melalui organ bicaranya harus mempunyai
makna, membedakan satu ucapan dengan ucapan lainnya, serta
memfungsikan organ-organ bicaranya yang kaku. Layanan bina
bicara meliputi:
a) Latihan prabicara: keterarahan wajah, keterarahan suara dan
pelemasan organ bicara.
b) Latihan pernafasan
c) Latihan pembentukan suara
d) Pembentukan fonem/huruf dalam rangkaian kata
e) Penggemblengan, pembetulan, serta penyadaran irama/aksen.

Metode yang digunakan dalam melaksanakan bina bicara


dengan metode kata lembaga (perkata) dan metode multi sensori.
Metode perkata yaitu memberikan latihan berupa kata-kata bukan
perhuruf, misal melatih konsonan b dalam kata buku (posisi awal),
ibu (posisi tengah) dan kitab (posisi akhir).
Metode multisensori yaitu penggunaan seluruh sensori/indra
anak untuk memperoleh kesan bicara seperti penglihatan,
pendengaran, perabaan, serta kinestetik.
- Layanan membaca ujaran

32
Memberikan layanan melalui gerakan bibir dan mimik yang
dilakukan berhadapan muka dalam jarak yang tidak terlalu jauh
(face to face), penerangan yang cukup, serta ucapan harus jelas.
b. Layanan bina persepsi bunyi dan irama (BPPI)
Memberikan layanan untuk melatih kepekaan/penghayatan
terhadap bunyi dan irama. Secara umum layanan bina persepsi bunyi
dan irama bertujuan agar kepekaan sisa pendengaran dan perabaan
vibrasi siswa semakin terlatih untuk memahami makna berbagai bunyi
terutama bunyi bahasa yang sangat menentukan keberhasilan dalam
berkomunikasi dengan lingkungannya dengan atau tanpa
menggunakan alat bantu mendengar (ABM) (Depdiknas 2007).
Adapun tujuan secara khusus diharapkan siswa dapat:
1) Mendekteksi bunyi
2) Mengidentifikasi bunyi
3) Mendiskriminasi bunyi
4) Memahami bunyi

Manfaat memberikan layanan persepsi bunyi dan irama antara lain:


siswa dapat beradaptasi, kehidupan emosi siswa berkembang,
keterampilan bicara ujaran meningkat, kemampuan bahasa reseptif
siswa berkembang, penyesuaian siswa lebih baik, meningkatkan
komunikasi siswa dengan sesama. Program BPBI, Depdiknas (2007)
dan Sadjaah, E. Dan Sukarja (1996:234-239) mencakup berbagai
latihan berikut ini
1) Latihan deteksi dini/ kesadaran terhadap bunyi
2) Latihan mengidentifikasi bunyi
3) Latihan membedakan/diskriminasi bunyi
4) Latihan memahami bunyi latar belakang dan bunyi bahasa

2. Kebutuhan khusus anak dengan gangguan komunikasi


a. Kebutuhan khusus anak dengan gangguan artikulasi, melatih
pendengarannya untuk membedakan berbagai fonem serta latihan
pengucapan.
b. Kebutuhan khusus anak yang gagap antara lain melakukan
komunikasi dalam suasana yang tenang, nyaman dan santai, pada anak
gagap kidal diberikan kebebasan untuk menggunakan tangan kirinya
secara dominan, kesabaran dari orang yang diajak bicara untuk mau
mendengarkan lingkungan yang tidak banyak menuntut.
c. Kebutuhan khusus anak yang mengalami keterlambatan dalam
komunikasi verbal antara lain: stimulasi bunyi-bunyi bahasa dari
lingkungannya; perhatian yang penuh saat anak membuka komunikasi
dan tanggapan positif; latihan kontak mata; memberi kesempatan
bereksplorasi dalam berkomunikasi; pengembangan kosakata; serta
pengembangan kepercayaan diri.

33
d. Kebutuhan anak dengan gangguan komunikasi karena autis yaitu
membutuhkan layanan komunikasi fungsional. Menurut Judarwanto, W.
(2009) yaitu memperhatikan hal yang paling menyenangkan;
mengetahui kemampuan anak; menciptakan situasi yang nyaman;
menerapkan perilaku komunikasi; evaluasi kemampuan anak serta
konsisten dalam menjalankannya.

3. Profil pendidikan khusus bagi anak tunarungu


1) Sistem pendidikan bagi anak tunarungu
a) Sistem pendidikan segresi
- Sekolah khusus
- Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
- Kelas Jauh/Kelas Kunjung
b) Sistem integrasi
c) Sistem pendidikan inklusif
2) Metode komunikasi
a). Metode oral-aural
b). Metode manual (isyarat)
- Abjad jari
- Bahasa tubuh
- Bahasa isyarat asli
 Bahasa isyarat alamiah
 Bahasa isyarat konseptual
- Bahasa isyarat formal
c). Komunikasi total
3) Prinsip-prinsip pembelajaran siswa tunarungu
- Dalam memberikan penjelasan hendaknya posisi saling
berhadapan (face to face).
- Penempatan siswa dikelas reguler, siswa tunarungu
hendaknya ditempatkan dibagian depan.
- Berbicara dengan tenang dan tidak cepat, pelafalan huruf
jelas, kalimat yang diucapkan simpel, hal-hal penting perlu ditulis
di papan tulis, memperhatikan arah sinar cahaya agar siswa tidak
silau melihat gerak bibir dan mimik guru.
- Menggunakan alat peraga yang bersifat visual
- Hindari pemakaian metode ceramah yang berlebihan,
gunakan metode visual seperti demonstrasi, bermain peran dsb
- Materi yang bersifat verbal seperti IPS dan PPKN,
dimodifikasi atau disederhanakan dengan menggunakan bahasa
yang dapat dipahami siswa tunarungu
- Memberikan tambahan kosakata serta memastikan siswa
tunarungu memahami dengan benar.
4) Strategi pembelajaran
a. Strategi individualisasi
b. Strategi kooperatif
c. Strategi modifikasi perilaku

34
5) Media pembelajaran: media visual, audio dan audio-visual
6) Fasilitas pendukung: ruang sumber dilengkapi dengan berbagai
media.
7) Penilaian (Asessment), dalam penilaian terhadap siswa tunarungu
ada beberapa prinsip yang harus diperhatikan yaitu penilaian dilakukan
secara berkesinambungan, penilaian harus menyeluruh, penilaian
dilakukan atas dasar obyekktif dan adaptif, penilaian (pendagogis)
bermanfaat untuk perbaikan dan peningkatan perilakunya.
4. Profil pendidikan anak dengan gangguan komunikasi
Untuk membantu siswa yang mengalami hambatan dalam berbahasa dan
berbicara yang perlu dilakukan guru yaitu mengadakan kerjasama sebagai
berikut
1) Kerjasama dengan tenaga ahli, terapi dan pembelajaran yang
intensif, terapis menjadi tim pengajar, terapis memberikan terapi
indiviual tradisional atau kelompok kecil, terapis sebagai konsultan
bagi guru-guru, terapis memberikan pelatihan kepada guru dan staf
sekolah lainnya.
2) Kerjasama dengan orang tua, orang tua dapat meneruskan latihan-
latihan pada anak dirumah sehingga memperkuat hasil yang dicapai.
3) Kerjasama dengan teman sebaya, guru perlu memberikan
pemahaman dan mempengaruhi siswa pada umumnya sehingga timbul
sikap positif pada diri mereka dalam bergaul dengan temannya yang
memiliki kebutuhan khusus.
4) Intervensi gangguan artikulasi
Prosedur umum layanan intervensi gangguan komunikasi meliputi:
- Pelaksanaan asessment
- Analisis hasil asessment
- Pembuatan program intervensi
- Pelaksanaan program intervensi
 Latihan pendengaran
 Latihan pengucapan
 Latihan kinestetik
 Latihan percakapan/pengucapan secara spontan
- Penilaian dan tindak lanjut

Modul 6. Pendidikan Khusus Anak Tunagrahita


KB 1. Definisi, Klasifikasi, Penyebab dan Cara Pencegahan Tunagrahita
1. Definisi Tunagrahita
a. Peristilahan
1). Mental retardation (AS)
2). Feebleminded (Inggris)
3). Mental subnormality (Inggris)
4). Mental deficiency
5). Mentally handicapped
6). Intellectually handicapped (New Zealand)

35
7). Intellectual disable (PBB)
8). Development mental disability

Adapun peristilahan di Indonesia mengenai tunagrahita, mengalami


perkembangan, seperti berikut:
1). Lemah pikiran, lemah ingatan (sekitar tahun 1967)
2). Terbelakang mental (1967 – 1983)
3). Tunagrahita (sejak 1983) hingga sekarang, diperkuat dengan
terbitnya PP No. 72/1991 Tentang Pendidikan Luar Biasa.

Kesimpulan: Menggambarkan kondisi terlambat dan terbatasnya


perkembangan kecerdasan seseorang jika dibandingkan
dengan rata-rata anak pada umumnya disertai dengan
keterbatasan dalam perilaku penyesuaian.

b. Pengertian
1) Definisi yang dirumuskan oleh Grossman (1983) yang
secara resmi digunakan AAMD (American Association on Mental
Deficiency) yaitu ketunagrahitaan mengacu pada fungsi intelektual
umum yang secara nyata (signifikan) berada di bawah rata-rata
(normal) bersamaan dengan kekurangan dalam tingkah laku
penyesuaian dan berlangsung (termanifestasi) pada masa
perkembangannya.
2) AFMR (Vivian Navaratman, 1987:403) menggariskan
bahwa seseorang yang dikategorikan tunagrahita harus melebihi
komponen keadaan kecerdasannya yang jelas-jelas dibawah rata-
rata, adanya ketidakmampuan dalam menyesuaikan diri dengan
norma dan tuntutan yang berlaku di masyarakat.

Dari definisi tersebut, beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah


berikut ini
a) Fungsi intelektual umum secara signifikan berada di bawah
rata-rata, maksudnya bahwa kekurangan itu harus benar-benar
meyakinkan
b) Kekurangan dalam tingkah laku penyesuaian (perilaku
adatif), maksudnya yang bersangkutan mampu melakukan
pekerjaan yang dapat dilakukan oleh anak yang usianya lebih
muda darinya.
c) Ketunagrahitaan berlangsung pada periode perkembangan,
yaitu sejak konsepsi hingga usia 18 bulan.

2. Klasifikasi Anak Tunagrahita

36
Klasifikasi anak tunagrahita yang telah lama dikenal adalah debil,
imbesil dan idiot. Sedangkan kaum pendidik di Amerika
mengklasifikasikan educable mentally retarded (mampu didik), trainable
mentally retarded (mampu latih) dan totallycustodial dependent (mampu
rawat)
Klasifikasi yang digunakan sekarang adalah yang dikemukakan
oleh American Asosiation on Mental Deficiency (Hallahan, 1982:43),
sebagai berikut
1). Mild mental retardation (tunagrahita IQ-nya 70 – 55 ringan)
2). Moderate mental retardation (tunagrahita IQ-nya 55 – 40 sedang)
Several mental retardation (tunagrahita IQ-nya 40 – 25 berat)
3). Profound mental retardation (tunagrahita IQ-nya 25 kebawah sangat
berat)

Klasifikasi yang digunakan di Indonesia saat ini sesuai dengan PP


72 Tahun 1991, adalah sebagai berikut
a) Tunagrahita ringan IQ-nya 50 - 70
b) Tunagrahita sedang IQ-nya 30 - 50
c) Tunagrahita berat dan sangat berat
IQ-nya kurang dari 30

Selain klasifikasi di atas ada pula pengelompokkan berdasarkan


kelainan jasmani yang disebut tipe klinis. Tipe-tipe klinis yang dimaksud
sebagai berikut
a) Down Syndrome (Mongoloid)
Memiliki raut muka menyerupai orang mongol, mata sipit dan miring,
lidah tebal suka menjulur keluar, telinga kecil, kulit kasar, susunan gigi
kurang baik.
b) Kretin (Cebol)
Ciri-ciri badan gemuk dan pendek, kaki dan tangan pendek dan
bengkok, kulit kering, tebal dan keriput, rambut kering, lidah dan bibir
tebal, kelopak mata kecil, telapak tangan dan kaki tebal, pertumbuhan
gigi terlambat.
c) Hydrocephalus
Ciri-ciri kepala besar, raut muka kecil, pandangan dan pendengaran
tidak sempurna, mata kadang-kadang juling
d) Microcephalus
Memiliki ukuran kepala kecil
e) Macrocephalus
Memiliki ukuran kepala lebih besar dari ukuran normal

Klasifikasi yang dikemukakan oleh AAMR 1992 yang


menitikberatkan pada kebutuhannya, yaitu

37
1) Intermitten needs, butuh bantuan
secara berkala atau tidak selalu membutuhkan bantuan
2) Limited needs, sering
membutuhkan bantuan
3) Extensive needs, membutuhkan
bantuan dalam jangka lama dan bantuannya serius.
4) Pervasive needs, membutuhkan
bantuan sepanjang waktu.

3. Penyebab dan Cara Pencegahan Ketunagrahitaan


1) Penyebab ketunagrahitaan
a) Penyebab genetik yang dikenal dengan Phenylketonuria dan faktor
kromosom adalah Down’s Syndrome disebabkan oleh adanya
kromosom ekstra.
b) Penyebab pada prakelahiran, terjadi setelah pembuahan. Adanya
penyakit Rubella pada janin selain itu adanya infeksi Syphilis,
racun dari alkohol, obat-obatan ilegal.
c) Penyebab pada saat kelahiran, adalah prematur yaitu adanya
masalah dalam proses kelahiran seperti kekurangan oksigen,
kelahiran yang dibantu oleh alat-alat dokter.
d) Penyebab-penyebab selama masa perkembangan anak-anak dan
remaja, terjadi karena adanya penyakit radang selaput otak
(meningitis) dan radang otak (encephalitis) yang tidak tertangani
dengan baik sehingga mengakibatkan kerusakan otak.
Selain itu, terjdai kecelakaan (cedera otak), kesadaran sosial dan
sikap/pemahaman masyarakat, keluarga yang tingkat sosial dan
ekonominya rendah menunjukkan kecenderungan prestasi
belajarnya menurun.
2) Usaha pencegahan ketunagrahitaan
a) Penyuluhan genetik
b) Diagnosa prenatal
c) Imunisasi
d) Tes darah
e) Melalui program KB
f) Tindakan operasi
g) Sanitasi lingkungan
h) Pemeliharaan kesehatan
i) Intervensi dini
j) Diet sesuai dengan petunjuk ahli kesehatan.

Selain cara-cara tersebut di atas terdapat pula cara umum, yaitu


dengan meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui peningkatan
sosial ekonomi, penyuluhan kepada masyarakat mengenai pendidikan
dini.

38
KB 2. Dampak Ketunagrahitaan
1. Dampak ketunagrahitaan secara umum
1) Dampak terhadap kemampuan akademik
Kemampuan mengenai hal-hal abstrak terbatas, cenderung menghindar
dari perbuatan berpikir, sukar memusatkan perhatian dan lapang
minatnya sedikit, cenderung cepat lupa, susah membuat kreasi baru
serta rentang perhatiannya pendek.
2) Sosial/Emosional
Ketidakmampuannya dalam menerima dan melaksanakan norma
sosial dan pandangan masyarakat yang masih menganggap bahwa anak
tunagrahita tidak dapat berbuat sesuatu. Tidak memiliki kemampuan
memahami aturan sosial dan keluarga, sekolah, serta masyarakat.
Dalam pergaulan tidak dapat mengurus diri, memelihara dan
memimpin diri, ketika masih muda mereka harus dibantu, cenderung
bergaul atau bermain bersama anak lebih muda darinya.
Tidak mampu menyatakan rasa bangga atau kagum, mempunyai
kepribadian yang kurang dinamis, mudah goyah, kurang menawan dan
tidak berpandangan luas, mudah disugesti atau dipengaruhi.
3) Fisik/Kesehatan
Baik struktur maupun fungsi kurang dari anak normal seperti baru
dapat berjalan dan berbicara pada usia yang lebih tua dari anak normal,
sikap dan gerakannya kurang indah, mengalami cacat bicara,
penglihatan dan pendengaran kurang sempurna.

2. Dampak ditinjau dari tingkatan ketunagrahitaan


1) Tunagrahita ringan
Masih mampu melakukan kegiatan bina diri seperti, merawat diri,
mengurus diri, menolong diri, berkomunikasi, adaptasi sosial dan
melakukan tata laksana rumah, mereka tidak mampu mempelajari hal-
hal bersifat abstrak
2) Tunagrahita sedang
Mampu melakukan kegiatan bina diri khususnya memenuhi
kebutuhannya sendiri misalnya dapat makan minum sendiri,
berpakaian, kekamar mandi sendiri dll. Mengerjakan sesuatu yang
sifatnya rutin (menganyam, menjelujur, menenun) dan membutuhkan
pengawasan. Bidang akademik hanya mampu melakukan hal-hal yang
sifatnya sosial seperti menulis namanya, alamatnya, nama orang
tuanya.
3) Tunagrahita berat dan sangat berat
Membutuhkan bantuan secara terus menerus dalam kehidupannya,
namun mereka masih dapat dilatih untuk melakukan sesuatu yang
sifatnya sederhana dan berulang-ulang, seperti mengampelas papan
tetapi harus dengan pengawasan.

39
3. Dampak dilihat dari waktu terjadinya ketunagrahitaan
1) Dampak masa kanak-kanak mempengaruhi dalam bermain,
rekasinya lambat, cepat tetapi tidak tepat.
2) Dampak pada masa sekolah, yaitu mengalami kesulitan pada
hampir semua mata pelajaran terutama pada mata pelajaran membaca,
berhitung dan membaca
3) Dampak pada masa puber, perkembangan berpikir dan kepribadian
berada di bawah usianya, mengalami kesulitan dalam pergaulan dan
mengendalikan diri.

KB 3. Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Bagi Anak Tunagrahita


1. Kebutuhan Khusus anak Tunagrahita
1) Kebutuhan Pendidikan
a) Jenis Mata Pelajaran
Materi pembelajaran diarahkan pada pelajaran keterampilan, bobot
pelajaran keterampilan berkisar 70 % dan sisanya adalah
pembelajaran yang bersifat akademik dan apresiasi.
b) Waktu Belajar
Kebutuhan waktu dalam belajar dan pengulangan tergantung pada
berat dan ringannya ketunagrahitaan.
c) Kemampuan Bina Diri
2) Kebutuhan Sosial dan Emosi
Kebutuhan sosial dan emosi diperlukan oleh anak tunagrahita dengan
bantuan para ahli terkait baik untuk anak itu sendiri maupun orang tua
dan keluarganya agar menerima keadaan anaknya dan mau membantu
anaknya mengembangkan potensi yang dimilikinya.
3) Kebutuhan Fisik dan Kesehatan
Untuk tunagrahita sedang dan berat mengalami gangguan fisik
sehingga cenderung mengalami sakit.
2. Profil Pendidikan Anak Tunagrahita
1) Tujuan Pendidikan Anak Tungrahita
Menurut Kirk (1986) tujuan pendidikan anak tunagrahita adalah
(a) dapat mengembangkan potensi dengan sebaik-baiknya; (b) dapat
menolong diri, berdiri sendiri dan berguna bagi masyarakat; (c)
memiliki kehidupan lahir dan batin yang layak.
Menurut Suhaeri H.N. (1980) tujuan pendidikan tunagrahita
sebagai berikut
a. Ringan, adalah (1) agar dapat mengurus dan membina diri;
(2) agar dapat bergaul di masyarakat; dan (3) agar dapat
mengerjakan sesuatu untuk bekal hidupnya
b. Sedang, adalah (1) agar dapat mengurus diri, seperti makan
minum, berpakaian, dan kebersihan badan; (2) agar dapat bergaul
dengan anggota keluarga dan tetangga, serta (3) agar dapat
mengerjakan sesuatu secara rutin dan sederhana

40
c. Berat dan sangat berat, adalah (1) agar dapat mengurus diri
secara sederhana (memberi tanda atau kata-kata apabila
menginginkan sesuatu seperti makan); (2) agar dapat melakukan
kesibukan yang bermanfaat; (3) agar dapat bergembira

a. Tempat pendidikan
 Sekolah khusus
 Kelas Jauh
 Guru Kunjung
 Lembaga Perawatan (Institusi khusus)
b. Di sekolah umum dengan sistem integrasi (terpadu)
 Di kelas biasa tanpa kekhususan baik bahan pelajaran
maupun guru
 Di kelas biasa dengan guru konsultan
 Di kelas biasa dengan guru kunjung
 Di Kelas biasa dengan ruang sumber
 Di kelas khusus sebagian waktu
 Kelas khusus
c. Di sekolah biasa dengan sistem Inklusif (di sekolah
inklusif)
2) Ciri Khas Pelayanan
a. Ciri-ciri khusus
 Bahasa yang digunakan
 Penempatan anak tunagrahita di kelas
 Ketersediaan program khusus
b. Prinsip khusus
 Prinsip skala perkembangan mental
 Prinsip kecepatan motorik
 Prinsip keperagaan
 Prinsip pengulangan
 Prinsip individualisasi
3) Materi
Materi harus mengutamakan yang mempunyai ciri kecepatan motorik
atau yang mengandung unsur praktek serta berkaitan dengan
kehidupan anak-anak sehari dan sesuai dengan keadaan
lingkungannya.
4) Strategi Pembelajaran
a. Strategi pengajaran yang diindividualisasikan
 Pengelompokkan murid
 Pengaturan lingkungan belajar
 Mengadakan pusat belajar (learning center)
b. Strategi kooperatif
c. Strategi modifikasi tingkah laku
5) Media

41
Media yang harus disediakan yaitu form board, puzle, latihan
kematangan indra, alat latihan untuk mengurus diri sendiri, alat latihan
konsentrasi, alat latihan membaca, berhitung dll.
6) Sarana
Sarana belajar perlu memperhatikan ukuran, warna alat tidak
mencolok, dan bentuk dimodifikasi sesuai dengan keadaan anak
tunagrahita.
7) Fasilitas
Alat terapi bicara, alat permainan, miniatur yang berkaitan dengan
pelajarannya.
8) Evaluasi
a. Waktu mengadakan evaluasi
b. Alat evaluasi
c. Kriteria keberhalisan
d. Pencatatan hasil evaluasi

Modul 7. Pendidikan Anak Tunadaksa dan Tunalaras


KB 1. Definisi, Penyebab, Klasifikasi, dan Dampak Tunadaksa
1. Pengertian Tunadaksa
Tunadaksa adalah anak yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna,
sedangkan istilah cacat tubuh dan cacat fisik dimaksudkan untuk menyebut
anak cacat pada anggota tubuhnya, bukan cacat indranya.
2. Penyebab Tunadaksa
a. Sebab-sebab sebelum kelahiran (fase prenatal)
b. Sebab-sebab pada saat kelahiran (fase natal)
c. Sebab-sebab setelah proses kelahiran (fase postnatal)
3. Klasifikasi Tunadaksa
1) Kelainan pada sistim cerebral (cerebral system )
2) Kelainan pada sistim otot dan rangka ( musculus skeletal system )
4. Dampak Tunadaksa
1. Dampak Aspek Akademik
2. Dampak Sosial / Emosial
3. Dampak Fisik / Kesehatan

KB 2. Kebutuhan Khusus dan Prosil Pendidikan Anak Tunadaksa


A. Kebutuhan khusus tunadaksa
1. Kebutuhan akan Keleluasaan Gerakan dan Memosisikan Diri.
2. Kebutuhan Komunikasi
3. Kebutuhan Keterampilan Memelihara Diri
4. Kebutuhan Psikologi
B. Profil pendidikan anak tunadaksa
1. Tujuan Pendidikan
2. Sistem Pendidikan
3. Pelaksanaan Pembelajaran
4. Penataan Lingkungan Belajar dan Sarana Khusus
5. Personel

42
6. Evaluasi

KB 3. Definisi, Penyebab, Klasifikasi dan Dampak Tunalaras


A. Pengertian
Tunalaras adalah gangguan atau hambatan/kelainan tingkah laku sehingga
kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan
keluarga, sekolah dan masyarakat
B. Klasifikasi tunalaras
1. Menurut Rosembera, dkk
Anak Tunalaras dikelompokkan atas tingkah laku beresiko tinggi dan
beresiko rendah
2. Menurut Quay
a. Anak yang mengalami gangguan perilaku kacau
b. Anak yang cemas-menarik diri
c. Dimensi ketidakmatangan
d. Anak agresi sosialisasi
C. Penyebab tunalaras
1. Faktor keturunan
2. Faktor kerusakan fisik
3. Faktor lingkungan dan faktor lainnya
D. Dampak anak tunalaras
1. Dampak Aspek Akademik
2. Dampak Sosial / Emosial
3. Dampak Fisik / Kesehatan

KB 4. Kebutuhan Khusus dan Profil Pendidikan Anak Tunalaras


A. Kebutuhan khusus anak tunalaras
1. Kebutuhan penyesuaian lingkungan belajar
2. Kebutuhan untuk mengembangkan kemampuan fisik, bakat dan
intelektual
3. Kebutuhan keterampilan khusus untuk bekal hidup
4. Kebutuhan adanya rasa aman
5. Kebutuhan adanya kesempatan penyesuaian diri dilingkungan
masyarakat
6. Kebutuhan akan adanya suasana tidakmenambah rasa rendah diri dan
bersalah
B. Profil pendidikan anak tunalaras
1. Tujuan layanan
2. Model/Strategi Pembelajaran
3. Tempat Layanan
4. Sarana
5. Personil
6. Evaluasi

Modul 8. Pendidikan Anak Berkesulitan Belajar


Tujuan perkuliahan yang ingin dicapai agar Mahasiswa mampu :

43
1. Menjelaskan Definisi anak Berkesulitan Belajar
2. Menjelaskan Karakteristik anak berkesulitan belajar
3. Menjelaskan Bagaimana mengintervensi anak berkesulitan belajar

KB 1. Definisi, Penyebab, dan Jenis-jenis Kesulitan Belajar


A. Definisi Kesulitan Belajar
Anak berkesulitan belajar adalah anak yang mengalai kesulitan dalam
tugas tugas akademiknya yang disebabkan oleh gangguan dalam
psikologis dasar, sehingga berakibatnya terlambatnya dalam melaksanakan
tugas akademik.
B. Klasifikasi Kesulitan Belajar
Kirk dan Galagher menjelaskan bahwa kesulitan belajar dibagi dalam 2
kategori:
a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan:
Gangguan perhatian, ingatan, motorik,persepsi, berbahasa dan berpikir
b. Kesulitan belajar akademik:
Kesulitan belajar membaca, menulis, berhitung
C. Penyebab Kesulitan Belajar
1. Faktor organis/biologis, disebabkan disfungsi syaraf pusat
2. Faktor genetik, disebabkan keturunan dari org tua
3. Faktor lingkungan, disebabkan karena lingkungan keluarga kurang
mendukung

Dari penelitian para ahli diagnostik, ditemukan empat faktor yang dapat
memperberat gangguan dalam belajar (Kirk/Gallager, 1989:197) sebagai
berikut:
1. Kondisi fisik
2. Faktor lingkungan
3. Faktor motivasi
4. Kondisi psikologis

KB 2. Karakteristik Anak Berkesulitan Belajar


A. Karakteristik anak berkesulitan belajar secara umum
1. Masalah persepsi dan koordinasi
2. Gangguan dalam perhatian dan hiperaktif
3. Gangguan dalam mengingat dan berpikir
4. Kurang mampu dalam penyesuaian diri
5. Gejala siswa tidak aktif
6. Hasil belajar rendah
B. Karakteristik khusus anak berkesulitan membaca
1. Gangguan membaca lisan, anak yang berkesulitan belajar kurang
percaya diri untuk mengucapkan kata kata dengan lisan.
2. Gangguan ingatan jangka pendek, anak yg kesulitan membaca
mengalami kesulitan merekam huruf yaitu mengeja huruf secara teratur.
3. Gangguan pemahaman, Menunjukkan kelemahan dalam pemahaman
dan pendekatan melalui teks akan membuat anak pasif.

44
C. Karakteristik khusus anak berkesulitan menulis
1. Menulis dengan Tangan
 Loviit (1989:225) mengemukakan bahwa anak berkesulitan
belajar memiliki masalah dalam menulis tangan (1) menulis dengan
lambat; (2) salah dalam menulis huruf dan angka; (3) tulisannya
terlalu miring; (4) jarak tulisannya terlalu rapat; (5) kesulitan
mengikuti garis lurus; (6) tulisan tidak terbaca; (7) tekanan pensil
yang terlalu kuat atau terlalu lemah; serta (8) tulisan yang
berbayang.
 Lerner (1985:402) mengemukakan bahwa kemampuan
menulis dipengaruhi oleh faktor motorik, perilaku, persepsi,
memori, kemampuan memahami instruksi.
2. Mengeja
Kesulitan mengeja dalam bentuk tulisan ditandai dengan adanya:
a. Penambahan huruf yang tidak diperlukan
(Bandung~bandunga);
b. Penghilangan huruf (Bandung ~ badung);
c. Muncul pola bicara dialektis (Bandung~ embandung);
d. Muncul penggantian huruf seperti kesalahan ucapan
(roti~wroti);
e. Memutar balikkan huruf dalam kata seperti ibu ditulis ubi;
f. Memutar balikkan penempatan konsonan atau vokal dalam
kata, seperti berjalan ditulis bejrlan;
g. Memutar balikkan suku kata dalam kata seperti laba ditulis
bala;
h. Kombinasi dari kesalahan-kesalahan di atas.
3. Menulis Ekspresi
Yaitu mengungkapkan pikiran dan perasaan melalui tulisan yang dapat
dipahami oleh para pembaca sebahasa ditandai dengan kurang
terampilnya mengungkapkan pikiran melalui tulisannya.
4. Karakteristik Khusus Anak Berkesulitan Matematika/Berhitung
 Kesulitan mengenal simbol seperti : +,-,x,=,<,>
 Kesulitan mengoperasikan hitungan
 Sering salah membilang secara urut
 Ketidaksesuaian dalam menghitung benda secara berurutan
sambil menyebut bilangannya.
 Sering salah membedakan angka
 Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

KB 3. Intervensi Anak Berkesulitan Belajar


A. Intervensi anak berkesulitan membaca
1. Tipe bentuk kesulitan membaca
- Kurang mengenal huruf
- Bingung urutan letak huruf
- Menambah suara yang tidak ada (saya~sayah)
- Menghilangkan huruf yang ada (sudah~udah)

45
- Mengulang kata (Ali pergi ke Jakarta ~ A A Ali ….
- Menambahkan kata yang tidak ada dalam bacaan
- Menghilangkan kata yang ada dalam bacaan
2. Asessmen kemampuan membaca
 Asesmen formal
- Tes survei
- Tes diagnostik
 Asesmen informal antara lain Informal Reading Inventories
(IRI) kebanyakan dibuat oleh guru dengan menggunakan bahan-
bahan-bahan yang biasanya diajarkan di kelas; dan Cloze
Procedure teknik ini dikembangkan oleh Taylor (1983).
 Asessmen minat baca, Farr dan Roses dalam Lovitt
(1989:205) mengemukakan empat cara yaitu observasi, inventori
minat, wawancara dengan anak, dan wawancara dengan orang tua
3. Prosedur intervensi kesulitan membaca
 Identifikasi masalah
 Diagnosis
 Penyusunan program pelayanan
 Evaluasi
4. Pendekatan dan teknik dalam intervensi kesulitan membaca
 Teknik Gillingham dan Stilman
 Teknik Fernald
 Pendekatan untuk membaca pemahaman
B. Intervensi terhadap anak berkesulitan menulis
1. Tipe-tipe kesulitan menulis
 Kesalahan dalam menulis bentuk huruf
 Ukuran huruf yg tdk normal
 Ukuran huruf tidak proporsional
 Bentuk huruf tidak menentu
 Menulis tidak lancar
 Tulisan terlalu miring
 Kesulitan menentukan besarnya jarak per huruf
 Idak tepat menulis pada garis horisontal
 kotor
2. Asessmen kesulitan menulis
 Asessmen formal
Salah satu asessmen formal untuk anak berkesulitan menulis
adalah Basic School Skills Inventory-Diagnostic yang
dikemukakan oleh Hammill & Leigh (1983) untuk anak usia 4 – 7
½ tahun
 Asessmen informal, dapat dilakukan melalui observasi dan
menganalisis tulisan siswa. Observasi dilakukan pada saat anak
menulis. Analisa pola-pola kesalahan tulisan siswa mencakup
bentuk huruf, proporsional, ukuran, proporsional dan kesejajaran,

46
kualitas garis, jarak huruf, kemiringan huruf, dan kecepatan
menulis.
 Perbaikan terhadap kesalahan anak dalam menulis
dilakukan melalui pengajaran remedi yang sesuai dengan tipe
kesalahannya.
3. Diagnostik dan remediasi
Mencakup menulis dengan tangan (hand writing), mengeja, dan
menulis ekspresif (expressive writing)
C. Intervensi terhadap anak berkesulitan belajar matematika
1. Pola-pola kekeliruan khusus
 Jumlah angka satuan dan puluhan ditulis tanpa
memperhatikan penempatan nilai
 Keseluruhan angka dijumlahkan
 Ketika kolom puluhan dijumlahkan, angka kesatuan hasil
penjumlahan bilangan satuan tidak turut dijumlahkan melainkan
dijumlahkan sebagai ratusan
 Angka dijumlahkan dari kiri kekanan, dan bila jumlahnya
lebih dari 10, kesatuan angka tersebut dibawa pada kolom sebelah
kanan serta tidak memperhatikan penempatan nilai.
 Setiap bilangan lebih kecil merupakan pengurangan dari
bilangan yang lebih besar tanpa memperhatikan penempatan
bilangan tersebut.
 Melakukan peminjaman angka, yang sebenarnya tidak
diperlukan
 Apabila peminjaman angka diperlukan lebih dari satu kali,
anak tidak melakukan pengurangan bilangan pada kolom kedua
 Kesatuan angka hasil perkalian bilangan satuan
ditambahkan pada bilangan puluhan dan diikutkan pada operasi
perkalian
 Kesatuan angka hasil perkalian bilangan satuan, tidak
ditambahkan pada hasil perkalian bilangan puluhan
 Antara pembagi dan yang dibagi, terbalik.
2. Asessmen kesulitan belajar matematika
a. Teknik wawancara diagnostik (diagnostik interview)
b. Teknik test survey yang dibuat guru
3. Pengajaran remedi
a. Nilai tempat
b. Penjumlahan
Pengajaran remedi yang diberikan kepada anak berkesulitan belajar
matematika harus sistematis, yaitu harus sesuai dengan urutan dari
tingkat konkret, semi konkret, dan tingkat abstrak.
4. Pengurangan, untuk masalah pengurangan, pengetahuan penjumlahan
dapat digunakan

47
Modul 9. Mendidik Anak Berkebutuhan Khusus di SD Biasa
KB 1. Identifikasi dan Asessment Anak Berkebutuhan Khusus
A. Identifikasi ABK
Identifikasi adalah proses untuk menemukan adanya gejala kelainan
pada siswa, yang berujung pada adanya dugaan bahwa seorang anak
menyandang kelainan. Identifikasi dapat dilakukan dengan berbagai cara
seperti observasi, wawancara dan tes sederhana. Keberhasilan identifikasi
tergantung dari banyak faktor, antara lain mantapnya pengetahuan guru
tentang karakteristik perilaku ABK dari berbagai jenis, serta kepekaan
guru terhadap munculnya gejala kelainan. Jika hasil identifikasi
menunjukkan bahwa seorang anak menyandang kelainan, hasil ini harus
dilanjutkan dengan asessmen.
1. Tenik observasi
Observasi dapat dilakukan dengan sengaja atau tidak sengaja.
Untuk membantu observasi yang kita lakukan (dugaan) bahwa
seseorang anak menderita kelainan, perlu melengkapi diri dengan
lembar observasi meskipun sifatnya informal. Kepekaan terhadap
perilaku anak merupakan salah satu syarat keberhasilan identifikasi.
Proses identifikasi dapat digambarkan sebagai berikut:

Melihat gejala → Observasi Cermat → Dugaan

Untuk memungkinkan proses ini berlangsung, lembar observasi


perlu dibuat akurat dengan menuangkan indikator perilaku sesuai
karakteristik fisik jenis ABK.
2. Teknik wawancara
Setelah dilakukannya observasi dan untuk melengkapi data yang
dikumpulkan dapat dilakukan wawancara dengan orang tua siswa,
teman-teman anak tersebut atau dengan guru lain. Untuk memudahkan
wawancara dengan orang tua siswa, guru dapat menggunakan lembar
observasi sebagai acuan dan memberikannya kepada orang tua siswa
sehingga orang tua menyadari kelainan yang muncul pada anaknya.
Wawancara tentu harus difokuskan pada data yang telah diperoleh
karena tujuannya untuk menguji apakah dugaan benar atau salah. Hasil
wawancara tersebut akan dapat menentukan apakah dugaan benar atau
salah.
3. Tes sederhana
Untuk mengidentifikasi munculnya kelainan pada anak perlu dibuat tes
sederhana baik berupa tes perbuatan maupun tes tertulis. Jika
berdasarkan hasil pengamatan, wawancara dan tes sederhana tersebut,
disimpulkan bahwa terjadinya kelainan terhadap anak maka langkah
selanjutnya adalah menetapkan tingkat kelainan yang disandang atau

48
tingkat kemampuan yang dimiliki anak sehingga kebutuhan layanan
pendidikan yang diperlukan dapat diberikan. Langkah inilah yang
disebut asessmen.
B. Asessmen
Kata asessmen berasal dari bahasa Inggri asessment, yang berarti
penafsiran atau penilaian. Asessmen ABK diartikan sebagai menilai atau
menaksir kemampuan yang dimiliki oleh anak sehingga hasil asessmen
dapat digunakan untuk menaksir bantuan yang diperlukan oleh anak
tersebut.
McLaughlin & Lewis (1985:5) mengutip definisi dari Wallace &
Mclaughlin sebagai berikut:
“Satu proses sistematis dalam mengajukan pertanyaan pendidikan yang
relevan tentang perilaku belajar seorang siswa dengan tujuan penempatan
dan pembelajaran”
Informasi yang diperoleh dari asessmen digunakan untuk
menempatkan anak pada sekolah atau kelas yang sesuai, serta
mengembangkan program pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan
ABK. Ada lima kode etik asessmen yang harus dipegang teguh
sebagaiman diungkapkan oleh Mclaughlin & Lewis (1985:608), yaitu
sebagai berikut:
1. Tidak ada kecerobohan dalam pengadministrasian.
Pengadministrasian dilakukan secara cermat dan akurat meliputi proses
pengumpulan informasi, pencacatan hasil tes dan identitas siswa.
2. Tidak ada jalan pintas dalam merancang rencana asessmen seorang
siswa. Langkah-langkah asessmen harus diikuti secara cermat tidak ada
langkah yang dilampaui/dilewati.
3. Tidak ada kecurangan dalam pemberian skor, artinya skor harus
diberikan secara objektif sehingga menggambarkan perilaku/kemapuan
anak yang sesungguhnya.
4. Dalam pertemuan, anggota tim tidak boleh diwakili. Anggota tim
wajib ikut dalam pertemuan yang membahas berbagai aspek asessmen.
Sehingga hasil pembahasan akan sesuai dengan persepsi snggota tim
yang sesungguhnya.
5. Tidak ada tindakan yang bersifat diskriminatif. Semua siswa harus
diperlakukan sama dalam asessmen tidak ada pilih kasih

Bidang-bidang yang menjadi sasaran asessmen berkaitan dengan


pendidikan antara lain mencakup kemampuan akademik, kemampuan
belajar, perilaku dalam kelas, serta kesulitan belajar tertentu.

KB 2. Tindak Lanjut Pelayanan Pendidikan Bagi Anak Berkebutuhan


Khusus
A. Mengidentifikasi jenis layanan pendidikan yang dibutuhkan ABK

49
Kebutuhan layanan bagi ABK tentu berbeda-beda dan bersifat
sangat unik, artinya kebutuhan antara satu ABK dengan ABK lain hampir
tidak ada yang sama. Hasil asesmen merupakan rujukan utama untuk
menentukan kebutuhan layanan pendidikan bagi ABK. Oleh karena itu,
penafsiran hasil asesman haru dilakukan secara akurat dan cermat.
Untuk melakukan penafsiran hasil asesmen, rambu-rambu berikut
dapat kita jadikan acuan.
1. Tujun asesmen adalah mengukur atau menafsirkan kemampuan yang
dimiliki oleh siswa dalam bidang yang kita duga ia mengalami
masalah/kelainan.
2. Hasil asesmen akan digunakan untuk mengembangkan program
bantuan/program pembelajaran bagi anak tersebut.
3. Penafsiran terutama berdasarkan pada informasi yang relevan,
sedangkan informasi lain hanya digunakan sebagai penunjang.

Agar perkiraan atau penafsiran dapat berlangsung secara terarah,


langkah-langkah berikut perlu kita pertimbangkan dalam penafsiran
kebutuhan layanan pendidikan.
1. Tetapkan kemampuan yang semestinya dikuasai oleh anak.
2. Deskripsikan kemampuan yang dimiliki anak berdasarkan hasil
asesmen.
3. Bandingkan kemampuan yang dimiliki anak dengan kemampuan yang
seharusnya dia kuasai.
4. Gambarkan kesenjangan antara kemampuan yang dimiliki anak dengan
kemampuan yang harus dia miliki.
5. Berdasarkan kesenjangan tersebut, tafsirkan kebutuhan program
layanan pendidikan untuk mencapai kemampuan yang semestinya.

Dalam setiap pelayanan mulai dari perencanaan sampai dengan


evaluasi dan tidak lanjut, pelayanan pendidikan harus dilakukan secara
kolaboratif. Oleh karena itu, senagai guru di sekolah biasa, sebagaimana
halnya dengan langkah-langkah identifikasi dan asesmen, tahap penafsiran
inipun sebaiknya dilakukan dengan tim.

B. Mengembangkan program layanan pendidikan


Hasil asesmen dan segala usaha untuk menafsirkan kebutuhan
layanan pendidikan bagi ABK tidak akan ada artinya jika tidak kita lanjuti
dengan pengembangan program. Program yang disusun adalah Program
Pemebelajaran Individual (PPI), karena memang program tersebut
diperuntukkan bagi anak secara individual.
Format PPI hampir sama dengan format rencana pembelajaran,
bedanya format PPI hanya diperuntukkan bagi seorang siswa yang

50
identitasnya dicantumkan secara eksplisit, sedangkan rencana
pembelajaran yang biasa dibuat untuk satu kelas.

C. Pelaksanaan program
Berbagai hal yang berkaitan dengan pelaksanaan program yang
perlu dipersiapkan, antara lain:
1. Jadwal pelaksanaan harus disiapkan sesuai dengan rencana pada PPI.
2. Materi pelajaran serta media yang akan digunakan, seperti kartu kata,
kalimat dan paragraf serta rekaman bacaan harus disiapkan secara
tuntas.
3. Pemberitahuan kepada orang tua harus dilakukan sebelum pelaksanaan
dimulai.
4. Jika guru akan dibantu oleh anggota tim lain, misalnya guru lain, tim
harus menetapkan langkah-langkah pelaksanaan dan peran masing-
masing anggota tim.

D. Penilaian program pelayanan pendidikan


Program yang telah dilaksanakan haruslah dinilai keefektifannya
bagi Tedi. Penilaian terutama ditekankan padadampak program terhadap
Tedi, berdasarkan hasil observasi/catatan setiap latihan dan hasil ter akhir.
Kemungkinan penilaian/pertimbangan yang dapat kita lakukan untuk
setiap komponen program, antara lain:
1. Barangkali tujuan yang kita tetapkan terlalu tinggi.
2. Barangkali materi yang kita siapkan kurang menarik atau kurang
relevan dengan tujuan yang akan dicapai.
3. Bagaimana kesesuaian latihan atau kegiatan belajar dengan kemampuan
anak ABK, barang kali terlalu berat.
4. Bagaimana kualitas tes yang kita berikan, apakah sudah sesuai untuk
mengukur tujuan yang ingin kita capai atau ada hambatan dalam
pelaksanaan.

51
BAB III
PENUTUP

3.1. KESIMPULAN
Anak berkebutuhan khusus (dulu disebut sebagai anak luar biasa)
didefinisikan sebagai anak yang memerlukan pendidikan dan layanan khusus
untuk mengembangkan potensi kemanusiaan mereka secara sempurna.
Penyebutan sebagai anak berkebutuhan khusus, dikarenakan dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya, anak ini membutuhkan bantuan layanan pendidikan, layanan
sosial, layanan bimbingan dan konseling, dan berbagai jenis layanan lainnya yang
bersifat khusus.
Dalam penanganan anak berkebutuhan khusus, terdapat tiga hal yang perlu
diperhatikan, diantaranya yaitu penguatan kondisi mental orang tua yang memiliki
anak berkebutuhan khusus, dukungan sosial yang kuat dari tetangga dan
lingkungan sekitar anak berkebutuhan khusus tersebut, dan yang terakhir adalah
peran aktif pemerintah dalam menjadikan pelayanan kesehatan dan konsultasi
bagi anak berkebutuhan khusus.

3.2. SARAN
Setelah mengetahui, memahami dan menguasai segala sesuatu hal tentang
anak berkebutuhan khusus, sangat diharapkan bagi masyarakat Indonesia terutama
bagi para pendidik dalam menyikapi dan mendidik anak yang menyandang
berkebutuhan khusus dengan baik dan sesuai dengan yang diharapkan. Karena
pada dasarnya anak seperti itu bukan malah dijauhi akan tetapi didekati dan
diperlakukan sama dengan manusia normal lainnya akan tetapi caranya yang
berbeda.

52
DAFTAR PUSTAKA

Losaries, Imam. (2013, 11 April). Modul 2 Pembelajaran di Sekolah Dasar.


Diperoleh 5 Maret 2015, dari h_p://software-
comput.blogspot.com/2013/04/modul-2-pembelajaran-di-sekolah-
dasar.html (h_p://software-comput.blogspot.com/2013/04/modul-2-
pembelajaran-di-sekolah-dasar.html)

Anggarda, Giantara. (2014, 25 Juni). Karakteristik Pembelajaran di


Sekolah Dasar. Diperoleh 5 Maret 2015, dari
h_p://conditionaloflife.blogspot.com/2013/05/karakteristik-
pembelajaran-di-sekolah.html
(h_p://conditionaloflife.blogspot.com/2013/05/karakteristik-
pembelajaran-di-sekolah.html)

Ambarwati, Unik. 2015. Karakteristik Proses Belajar di SD. Diperoleh 5


Maret 2015, dari h_p://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Karakteristik
%20proses%20belajar%20SD%201.px
(h_p://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Karakteristik%20proses
%20belajar%20SD%201.pptx)

53

Anda mungkin juga menyukai