Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian atau makna dan jenis pelayanan pendidika bagi ABK?
2. Bagaimana sejarah perkembangan layanan pendidika khusus di Indonesia?
3. Apa perbedaan bentuk pelayanan pendidikan segregasi, integresi, dan pelayanan
pendidikan inklusi?
4. Bagaimana karakteristik berbagai jenis pelayanan khusus?
5. Bagaimana pendekatan kolaboratif dalam pelayanan pendidikan ABK?
C. Tujuan Masalah
1. Menjelaskan makna dan jenis pelayanan pendidika bagi ABK
2. Menjelaskan sejarah perkembangan layanan pendidika khusus di Indonesia
3. Membedakan bentuk pelayanan pendidikan segregasi, integrasi dan pelayanan
inkluisi.
4. Menjelaskan karakteristik berbagai jenis pelayanan khusus
5. Menjelaskan pendekatan kolaboratif dalam pelayanan pendidikan ABK
BAB II
PEMBAHASAN
Gambar
Rentangan Pelayanan Pendidikan Khusus
Dari Gambar 2.2 di atas dapat Anda lihat rentangan layanan pendidikan khusus dari
integrasi penuh atau inklusi (ABK berada di sekolah biasa) sampai dengan segregasi
penuh, yaitu ABK berada di panti-panti atau di rumah sakit untuk mendapat layanan
kesehatan dan pendidikan. Di antara kedua ekstrem tersebut terdapat berbagai variasi,
seperti ABK yang bersekolah di kelas biasa, tetapi sewaktu-waktu mendapat layanan
pendidikan khusus di kelas tersebut; yang sering disebut sebagai selfcontained classroom,
kemudian sekolah atau kelas biasa, namun sewaktuwaktu ABK meninggalkan kelas untuk
mendapat layanan di ruang sumber.
Rentangan berikutnya yang sudah mengarah kepada segregasi adalah sekolah
terpisah, yaitu SLB; selanjutnya sekolah terpisah yang berasrama, dan akhirnya yang
dapat disebut segregasi penuh adalah panti-panti atau rumah yang memberikan layanan
kesehatan dan pendidikan bagi ABK. Dengan berbekalkan pada pemahaman ini, kini kita
akan mengkaji jenis-jenis layanan pendidikan khusus yang umumnya tersedia, terutama
di negara-negara maju.
Di Indonesia, model layanan ini dikenal dengan nama Sekolah Terpadu, yang
sebenarnya sudah ada (meskipun tidak resmi) sejak tahun 70-an, ketika anak-anak
tunanetra belajar di SLTA (SPG) biasa. Secara formal, seperti yang Anda kaji pada
Kegiatan Belajar 1, Sekolah Terpadu ada pada jenjang SD, namun kemudian
berkembang ke jenjang SLTP dan SLTA. Para ABK pada umumnya dilayani penuh
di sekolah biasa dengan melakukan berbagai penyesuaian, seperti lebih banyak
memberikan ulangan lisan kepada tunanetra atau para tunanetra menulis jawaban
dengan huruf Braille, kemudian mereka membacakan jawabannya atau orang lain
yang ditugaskan menuliskan jawaban tersebut dengan huruf Latin.
Pelayanan pendidikan untuk ABK merupakan satu kegiatan atau proses yang
sangat kompleks yang memerlukan kerja sama dari berbagai pakar/personel yang terkait
dengan ABK. Oleh karena itu, Anda barangkali sepakat bahwa pelayanan pendidikan
terhadap ABK tidak dapat dilakukan seorang diri, lebih-lebih untuk ABK tingkat parah.
Sebagai seorang guru, Anda memerlukan bantuan profesional dari berbagai bidang yang
terkait dengan ABK yang Anda layani, dengan perkataan lain jika Anda mengharapkan
hasil optimal, Anda tidak mungkin melayani kebutuhan pendidikan ABK seorang diri.
pendekatan kolaboratif atau sering juga disebut pendekatan tim (team approach), yang
berasumsi bahwa pelayanan pendidikan yang efektif hanya akan terjadi jika diberikan
oleh satu tim yang bekerja sama (berkolaborasi) dalam membantu ABK mengembangkan
potensinya secara optimal.
Kerja sama atau kolaborasi diwujudkan dalam pertemuan bersama yang membahas kasus
yang ditangani. Setiap anggota tim akan membahas kasus dari bidang keahliannya
masing-masing
anggota tim pelayanan pendidikan bagi ABK berasal dari berbagai bidang keahlian
yang relevan dengan kebutuhan ABK yang ditangani. Secara umum, anggota tim
mencakup para pakar/personel berikut.
Berkaitan dengan hal ini, sebagai satu tim, guru diharapkan melakukan hal-hal
berikut terhadap orang tua siswa.
1. Memberikan supervisi kepada orang tua yang ingin membantu guru dalam
pendidikan anaknya.
2. Menilai kemajuan siswa, serta melaporkan dan menginterpretasikan hasil penilaian
tersebut kepada orang tua siswa.
3. Bekerja sama dengan orang tua siswa dalam membuat perencanaan dan mengambil
keputusan yang berkaitan dengan kebijakan dan penyelenggaraan sekolah.
4. Berkonsultasi dengan orang tua siswa tentang situasi sekolah dan situasi rumah yang
mungkin mempengaruhi anak.
5. Jika dianggap perlu dan tepat, guru bertindak sebagai orang tua terhadap siswa
asuhannya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pelayanan pendidikan bagi ABK adalah jasa yang diberikan berkaitan denga
pemenuhan kebutuhan para ABK, sehingga ABK tersebut dapat mengembangkan
potensinya. Kebutuhan tersebut terdiri dari kebutuhan fisik dan kesehatan, kebutuhan
yang berkaitan dengan emosional-sosial, dan kebutuhan pendidikan. Tersedianya
pelayanan pendidika yang sesuai dengan kebutuhan merupakan faktor kunci bagi
perkembagan ABK.
Keberadaan para penyandang kelainan dapat ditandai sejak zaman purba yang
masih primitif, sampai zaman yang paling mutakhir, yag ditandai dengan kecanggihan
teknologi. Pada awalnya, perlakuan terhadap para penyandang kelainan sangat
menyedihkan. Oleh karena pengaruh mistik dan berbagai kepercayaan, para penyandang
kelainan dikucilkan, bahkan ada yang dimusnahkan ketika masih bayi. Layanan
pendidikan terhadap penyandang kelainan dapat ditelusuri mulai abad ke-16, ketika di
Spanyol seorang anak tunarungu sejak lahir berhasil dididik. Di Amerika layanan
pendidikan ini baru mulai pada tahun 1817, dan di Indonesia dapat ditelusuri mulai tahun
1901.
Penyediaan layanan pendidikan bagi ABK di Indonesia tidak semaju di negara lain.
Namun, perhatian masyarakat dan pemerintah makin lama makin besar sehingga
berbagai sekolah untuk ABK mulai didirikan. Perkembangan yang menggembirakan dari
jumlah sekolah dan jumlah siswa merupakan pertanda meningkatnya pelayanan
pendidikan bagi ABK. Meskipun peran swasta sangat besar dalam penyediaan layanan
pendidikan bagi ABK, namun perhatian pemerintah juga terus meningkat. Menjelang
tahun 90-an perhatian juga ditujukan untuk membantu ABK yang ada di sekolah biasa.
Perhatian ini terwujud dalam berbagai penelitian tentag keberadaan ABK dan berbagai
program pelatihan untuk membantu ABK yang berada di sekolah biasa, khususnya para
penyandang kesulitan belajar.
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aminah, M. (1985). Country Report On Special Education in Indonesia. Yokosuka. The Fifth
APEID Regional Seminar On Special Education
Dukes, Chris dan Maggie Smith. 2009. Cara Menangani Anak Berkebutuhan Khusus-
Panduan Guru dan Orang Tua. Jakarta: Indeks.