Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH PENJAS ADAPTIF

JENIS/KLASIFIKASI ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

(GANGGUAN PENGLIHATAN/TUNANETRA)

Disusun Oleh Kelompok 1 :

Ghina Chaerunida (2010631070077)

Guntur Ageng Auliawan (2010631070078)

Gustiana Pramudia Wardani (2010631070079)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN JASMANI KESEHATAN DAN REKREASI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang sudah melimpahkan rahmat, taufik, dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyusun tugas Penjas Adaptif ini dengan baik serta tepat
waktu

Tugas ini kami buat untuk memberikan ringkasan Klasifikasi Anak Berkebutuhan Khusus salah
satunya tunanetra/gangguan penglihatan. Mudah-mudahan makalah yang kami buat ini bisa
menaikkan pengetahuan kita jadi lebih luas lagi. Kami menyadari kalau masih banyak
kekurangan dalam menyusun makalah ini.

Oleh sebab itu, kritik serta anjuran yang sifatnya membangun sangat kami harapkan guna
kesempurnaan makalah ini. Kami mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata
kuliah penjas adaptif ini. Kepada pihak yang sudah menolong turut dan dalam penyelesaian
makalah ini. Atas perhatian serta waktunya, kami sampaikan banyak terima kasih.
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Pendidikan sangatlah penting dalam mempengaruhi perkembangan manusia untuk


seluruh aspek kepribadian dan kehidupannya. Selain itu pendidikan memiliki pengaruh yang
dinamis dalam menyiapkan kehidupan manusia dimasa depan. Pendidikan juga dapat
mengembangkan berbagai potensi yang dimiliki secara optimal, yaitu pengembangan
potensi individu dalam aspek fisik, intelektual, emosional, sosial dan spiritual, sesuai
dengan tahap perkembangan serta karakteristik lingkungan fisik dan lingkungan sosial
budaya dimana dia hidup. Menurut kamus Internasional Pendidikan (International Dictionary Of
Education) dalam pendidikan memiliki tiga ciri utama: a. Proses pengembangan kemampuan
sikap, dan bentuk – bentuk tingkah laku lainnya di dalam masyarakat di mana dia hidup. b.
Proses sosial di mana seseorang dihadapkan pada pengaruh lingkungan yang terpilih dan
terkontrol (Khususnya yang datang dari Sekolah) untuk mencapai kompetensi sosial dan
pertumbahan individu secara optimal. c. Proses pengembangan pribadi atau watak manusia.

Pendidikan adalah proses memanusiakan manusia muda atau pengangkatan manusia


muda ke taraf insani dan di wujudkan di dalam seluruh proses atau upaya pendidikan.
Berdasarkan pendapat tersebut anak yang memiliki kebutuhan khusus pun memiliki hak yang
sama dalam memperoleh pendidikan. Oleh karena itu di dalam dunia pendidikan, konsep
perbedaan atau kebhinekaan adalah terkait dengan individual differences sedangkan konsep
kesamaan adalah kesamaan dalam misi yang diemban oleh manusia dalam kehidupannya.

Perbedaan dapat bersifat vertikal dan dapat pula bersifat horizontal. Perbedaan vertikal
menunjuk pada itelegensi, ketajaman sensoris, kekuatan fisik, kematangan emosi, dan ketajaman
intuisi. Perbedaan horizontal menunjuk pada ras, suku bangsa, agama, adat istiadat, dan
bahasa yang semuanya memiliki posisi yang setara sehingga tidak ada yang lebih rendah atau
lebih tinggi. Dengan adanya perbedaan tersebut maka dimungkinkan manusia dapat saling
berhubungan dalam rangka saling membutuhkan. Kesamaan menunjuk pada ketunggalan
tugas semua manusia dalam hidupnya, yaitu semata-mata mengabdi kepada Tuhan Yang maha
Esa. Untuk mengimplementasi tersebut pemerintah membuat sekolah inklusi yang bertujuan
semua anak memiliki hak sama dalam memperoleh pendidikan.

Adapun filosofi yang mendasari pendidikan inklusi adalah keyakinan bahwa setiap
anak, baik karena gangguan perkembangan fisik (mental) maupun cerdas/bakat istimewa
berhak untuk memperoleh pendidikan seperti layaknya anak-anak “normal” lainnya dalam
lingkungan yang sama (Education for All). Sedangkandalam ensiklopedi online Wikipedia
disebutkan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan inklusi yaitu pendidikan yang memasukkan
peserta didik berkebutuhan khusus untuk bersama-sama dengan peserta didik normal
lainnya.

Pendidikan inklusif adalah mengenai hak yang sama yang dimiliki setiap anak.
Pendidikan inklusif merupakan suatu proses untuk menghilangkan penghalang yang
memisahkan peserta didik berkebutuhan khusus dari peserta didik normal agar mereka dapat
belajar dan bekerja sama secara efektif dalam satu sekolah. Sedangkan menurut Sapon-Shevin
dalam Oneil (1994) menyatakan pendidikan inklusi adalah sistem layanan pendidikan yang
mensyaratkan anak berkebutuhan khusus belajar di sekolah terdekat di kelas biasa bersama
teman-teman seusianya. Sedangkan menurut Stainback (1980) sekolah penyelenggara
pendidikan inklusi adalah sekolah yang menampung semua murid di kelas yang sama dan
sekolah ini menyediakan program pendidikan yang layak, menantang, tetapi disesuaikan
dengan kemampuan serta kebutuhan setiap murid maupun bantuan dan dukungan yang dapat
diberikan oleh para guru agar anak-anak berhasil. Seperti hal nya yang diatur dalam UUD
1945. Pasal 31 ayat 1 bahwa: “Tiap-tiap warga negara Indonesia berhak mendapatkan
pengajaran”. Maka jelas yang tertuang dalam Undang-undang 1945 tersebut bahwa tidak ada
kata diskriminasi dalam proses pembelajaran, baik mereka anak normal maupun anak
berkebutuhan khusus. Selain itu undang – undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 5 Ayat 1
menyebutkan bahwa setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.

Warga negara yang berkelainan juga telah disebutkan dalam Pasal 5 ayat 2, yang
menyebutkan bahwa warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental,
intelektual atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus. Maka dari hal tersebut
penyelanggaaraan pendidikan inklusi dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Sekolah biasa/
sekolah umum yang mengakomodasikan semua anak berkebutuhan khusus. 2. Sekolah
Luar biasa/Sekolah khusus yang mengakomodasikan anak normal. Adapun alternatif
layanan pendidikan inklusi dilakukan dengan cara antara lain: Kelas biasa penuh, kelas biasa
dengan tambahan bimbingan di dalam, kelas biasa dengan tambahan bimbingan di luar kelas,
kelas khusus dengan kesempatan bergabung di kelas biasa, kelas khusu penuh, sekolah khusus
dan sekolah khusus berasrama

Dengan demikian berarti dapat disimpulkan anak–anak yang dengan kebutuhan


khusus seperti, tunanetra, tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras dan anak-anak
berkesulitan belajar juga memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan.
Pelayanan khusus ini juga diperlukan bagi mereka yang menyandang tunanetra, tanpa
adanya perbedaan satu sama lain. Diperjelas dengan pendapat Crow and Crow (1960)
pendidikan adalah bimbingan terhadap individu dalam upaya memenuhi kebutuhan dan
keinginan yang sesuai dengan potensi yang dimilikinya sehingga memperoleh kepuasan dalam
aspek kehidupan pribadi dan kehidupan sosialnya.
B. Rumusan Masalah

1) Apa itu tunanetra ?


2) Apa penyebab tunanetra ?
3) Bagaimana karakteristik fisik motoric ?
4) Bagaimana karakteristik kognitif ?
5) Bagaimana karakteristik sosial emosi ?

C. Tujuan

1) Untuk mengetahui definisi tunanetra


2) Untuk mengetahui penyebab tunanetra
3) Untuk mengetahui karakteristik fisik motoric
4) Untuk mengetahui karakteristik kognitif
5) Untuk mengetahui karakteristik sosial emosi
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian

Peserta didik dengan gangguan penglihatan adalah mereka yang mengalami gangguan
penglihatan adalah mereka yang mengalami gangguan penglihatan secara signifikan, sehingga
membutuhkan pelayanan pendidikan atau pembelajaran khusus . Menurut Hallahan dan
Kauffman ( dalam Mangunsong , 2009 ) , seseorang dinyatakan tunanetra jika setelah dilakukan
berbagai upaya perbaikan terhadap kemampuan visualnya , ternyata ketajaman visualnya tidak
melebihi 20/200 atau setelah dilakukan beragai upaya perbaikan terhadap kemampuan visualnya
ternyata pandangannya tidak melebihi 20 derajat.

Sehubungan dengan tujuan pendidikan , gangguan penglihatan berarti adanya kerusakan


penglihatan dimana walaupun sudah dilakukan perbaikan masih mempengaruhi prestasi belajar
secara optimal . Oleh karena itu , berdasarkan sudut pandang pendidikan , ada dua kelompok
gangguan penglihatan yaitu :

1. Siswa yang tergolong buta akademis ( educationally blind ) mencakup siswa yang
tidak dapat lagi menggunakan penglihatannya untuk tujuan belajar huruf awas / cetak Pendidikan
yang diberikan pada siswa meliputi program pengajaran yang memberikan kesempatan anak
untuk belajar melalui non - visual senses ( sensori lain di luar penglihatan )

2. Siswa yang melihat sebagian / kurang awas ( the partially sighted / low vision ) ,
meliputi siswa dengan penglihatan yang masih berfungsi secara cukup diantara 20/70 sampai
20/200 , atau mereka yang mempunyai ketajaman penglihatan normai tapi medan pandangan
kurang dari 20 derajat . Dengan demikian cara belajar utamanya semaksimal mungkin
menggunakan sisa penglihatan .

B. Penyebab/Etiologi

Penyebab kerusakan penglihatan dapat terjadi pada masa pranatal atau sebelum anak
dilahirkan , pada proses kelahiran , maupun setelah anak dilahirkan . Kerusakan penglihatan
sejak lahir biasanya disebabkan berbagai hal , seperti : faktor keturunan , infeksi ( misalnya
campak Jerman ) , atau ditularkan oleh ibu saat janin masih dalam proses pembentukan di saat
kehamilan . Kerusakan penglihatan juga dapat merupakan akibat penggunaan oksigen berlebihan
ketika bayi prematur di dalam inkubasi Penyebab lainnya seperti komplikasi virus Rubella ,
kurangnya vitamin A , kelahiran dengan berat badan rendah , dan defisiensi warna .
Dari berbagai penyebab kerusakan penglihatan , penyebab utama timbulnya kebutaan di
negara - negara berkembang adalah Trachoma Trachoma muncul saat tertular mikro organisme
yang disebut chlamydia trachomatis sehingga terjadi peradangan dalam mata Kondisi ini
seringkali ditemukan di pedesaan miskin dengan kondisi tempat tinggal yang kumuh , sesak ,
kurang air , dan kurangnya sanitasi yang memadai .

Kerusakan atau kehilangan penglihatan jarang terjadi pada usia belasan , kalaupun terjadi
biasanya karena luka terbentur benda keras , bola , kecelakaan kendaraan , dan lain - lain . Anak
yang buta sejak lahir secara alamiah berbeda kondisinya dibandingkan dengan anak yang
kehilangan penglihatannya pada usia belasan tahun . Hal ini penting untuk diketahui oleh
pendidik , karena keduanya memiliki kemampuan yang berbeda . Anak yang buta sejak lahir
memiliki proses belajar melalui pendengaran , perabaan , dan indra non - visual lainnya yang
kuat . Sementara anak yang kehilangan penglihatan di usia belasan tahun memiliki pengalaman
visual yang luas , dimana ingatan visual tersebut dapat membantu dalam proses pendidikan .
Namun begitu , anak yang mengalami kebutaan setelah sebelumnya dapat melihat , biasanya
membutuhkan penerimaan dan dukungan emosional yang lebih besar . Oleh karena itu ,
penyesuaian yang dilakukan hendaknya dilakukan secara bertahap.

C. Karakteristik Fisik Motorik

Perkembangan motorik anak tunanetra cenderung lambat Kemampuan orientasi arah


yang mereka miliki biasanya buruk , kesadaran tubuh ( body awarenessi tidak sesuai dan tidak
tepat mengkoordinasikannya , dan kurang dapat memperkirakan cara bergerak yang aman / tepat
pada situasi yang baru . Oleh karena itu , maka anak tunanetra juga memiliki keterbatasan
mobilitas atau kemampuan untuk berpindah tempat.

Anak tunanetra harus belajar cara berjalan dengan aman dan efisien dalam suatu
lingkungan . Biasanya , anak lebih termotivasi akan memiliki mobilitas yang lebih baik .
Sebaliknya , anak yang cenderung lebih frustasi menjadi kurang termotivasi untuk mencapai
keterampilan - keterampilan mobilitasnya.

D. Karakteristik Kognitif

Perbedaan antara anak tunanetra dengan anak normal , bahwa pada anak normal
mendapatkan pengalaman belajar tentang dunia melalui informasi taktil , visual , dan auditif
Sedangkan pada anak tunanetra , mereka lebih bergantung pada informasi taktil dan auditif .
Meskipun memiliki keterbatasan , namun dengan bimbingan sejak dini , biasanya anak tunanetra
dapat pula meningkatkan kemampuan eksplorasinya terhadap dunia dan lingkungan . Oleh
karena itu , tidak benar jika kebutaan selalu mengakibatkan intelegensi seseorang menjadi lebih
rendah Meskipun jika diukur dengan tes intelegensi , tingkat kecerdasan anak tunanetra biasanya
berada di taraf di bawah rata - rata . Hal ini disebabkan karena mereka hanya menyelesaikan
tugas - tugas verbal dan memiliki keterbatasan untuk menyelesaikan tugas tugas performance.
E. Karakteristik Sosial Emosi

Anak tunanetra biasanya memiliki masalah dalam penyesuaian diri , merasa tidak
berdaya , dan tergantung pada orang lain . Mereka cenderung pasif dan kurang memperhatikan
dirinya sendiri , sehingga cenderung membutuhkan orang lain untuk membantu aktifitas sehari -
harinya seperti makan , minum , berpakaian , dan lain lain . Perkembangan bahasa anak
tunanetra tidak menunjukkan perbedaan . Hanya saja , keterbatasan pengalaman visual
menyebabkan bahasa mereka lebih mengarah pada dirinya sendiri.

Kesulitan interaksi sosial biasanya terjadi karena respon masyarakat yang tidak sesuai
pada anak - anak tunanetra ini . Hal ini karena anak tunanetra biasanya memiliki ekspresi wajah
yang berbeda dari anak normal . Mereka sulit menyembunyikan perasaan yang sebenamya ,
terutama perasaan - perasaan yang negatif . Anak tunanetra juga sering menunjukkan perilaku
stereotipik atau gerakan yang sama dan diulang - ulang seperti menggoyang tubuh , mencongkel
atau menggaruk mata , gerakan jari atau tangan yang berulang - ulang diketuk - ketukkan .

BAB III

PENUTUPAN
Kesimpulan

Tunanetra yaitu individu yang mengalami kerusakan atau hambatan pada organ mata
serta berkurangnya fungsi atau ketidak fungsian indra penglihatan seseorang untuk melihat
bayangan benda dalam aktivitas sehari-hari sehingga membutuhkan pendidikan khusus guna
mendukung aktivitas belajarnya. Anak-anak yang mengalami gangguan penglihatan memiliki
faktor penyebab yang berbeda, ada yang berasal dari dalam diri mereka sendiri ataupun dari luar
diri mereka. Tunanetra terdiri dari tiga tahapan yaitu prenatal (sebelum kelahiran), neonatal (saat
kelahiran) dan posnatal (setelah kelahiran).

Anda mungkin juga menyukai