Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

B. RUMUSAN MASALAH
a. Apa yang menjadi tujuan pendidikan bagi anak dengan hambatan fisik
motoric
b. Bagaimana layanan rehabilitasi bagi anak dengan hambatan fisik motoric
c. Apa layanan pendidikan untuk anak dengan hambatan fisik motoric

C. TUJUAN PENULISAN
a. Untuk mengetahui tujuan pendidikan bagi anak dengan hambatan fisik
motoric
b. Untuk mengetahui layanan rehabilitasi bagi anak dengan hambatan fisik
motoric
c. Untuk mengetahui layanan pendidikan bagi anak dengan hambatan fisik
motoric

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. TUJUAN PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA

Anak Tunadaksa ada yang mengalami kelainan pada fisik atau tubuhnya saja,
namun juga ada yang selain mengalami kecacatan fisik juga disertai dengan berbagai
gangguan seperti gangguan kecerdasan, persepsi, komunikasi, dlsb. Keragaman jenis
dan tingkat kecacatannya akan berdampak pada segi layanan pendidikannya.

Tujuan pendidikan anak atunadaksa bersifat ganda (Dual Purpose), ini mengacu pada
UU NO 2 tahun 1989 tentang USPN dan Peraturan Pemerintah no 72 tahun 1991
tentang PLB yaitu:

1. Berhubungan dengan aspek rehabilitasi dan pengembangan fungsi fisik.


Tujuannya dalah untuk mengatasi permasalahan yang timbul sebagai akibat
langsung atau tidak langsung dari kecacatannya.
2. Berkaitan dengan pendidikan, tujuannya adalah untuk membantu
menyiapakan peserta didik agar peserta didik mampu mengembangkan sikap,
pengetahuan, dan keterampilan sebagai pribadi maupun anggota masyarakat
dalam mengadakan hubungan timbal balik dengan lingkungan sosial, budaya,
dan alam sekitar serta dapat mengembangkan kemampuan dalam dunia kerja
atau mengikuti pendidikan lanjutan.

Connor (1975) dalam musyafak Asyari (1995) mengemukakan bahwa dalam


pendidikan anak tuna daksa perlu dikembangkan 7 aspek yang diadaptasikan
sebagai berikut.

2
1. Pengembangan Intelektual dan Akademik
Pengembangan aspek ini dapat dilaksanakan secara formal disekolah melalui
kegiatan belajar. Disekolah khusus anak tunadaksa (SLB-D) tersedia
seperangkat kurikulum dengan semua pedoman pelaksanaannya, namun hal
yang lebih penting adalah pemberian kesempatan dan perhatian khusus pada
anak tunadaksa untuk mengoptimalkan perkembangan intelektual dan
akademiknya.
2. Membantu Perkembangan Fisik
Karena anak tunadaksa mengalami kecacatan fisik maka dalam proses
pendidikan guru harus turut bertanggung jawab terhadap perkembangan
fisiknya dengan cara bekerja sama dengan staf medis. Hambatan utama dalam
belajar adalah adanya gangguan motoric. Oleh karena itu guru harus dapat
mengatasi gangguan tersebut sehingga anak memperoleh kemudahan dalam
mengikuti pendidikan. Guru harus membantu memelihara kesehatan fisik
anak, mengoreksi gerakan yang salah dan mengembangkan kearah gerakan
yang normal.
3. Meningkatkan Perkembangan Emosi dan Penerimaan Diri Anak
Dalam proses pendidikan, para guru bekerja sama dengan psikolog harus
menanamkan konsep diri yang positif terhadap kecacatan agar dapat
menerima dirinya. Hal ini dapat dilakukan dengan menciptakan lingkungan
sekolah yang kondusif sehingga dapat mendorong terciptanya interaksi yang
harmonis.
4. Mematangkan Aspek Sosial
Aspek sosial yang meliputi kegiatan kelompok dan kebersamaannya perlu
dikembangkan dengan pemberian peran kepada anak tuna daksa agar turut
serta bertanggung jawab atas tugas yang diberikan serta dapat bekerja sama
dengan kelompoknya.

3
5. Mematangkan Moral dan Spritual
Dalam proses pendidikan perlu diajarkan kepada anak tentang nilai-nilai,
norma kehidupan dan keagamaan untuk membantu mematangkan moral dan
spritualnya.
6. Meningkatkan Ekspresi Diri
Ekspresi diri anak tuna daksa perlu ditingkatkan melalui kegiatan kesenian,
keterampilan, atau kerajinan.
7. Mempersiapkan Masa Depan Anak
Dalam proses pendidikan, guru dan personil lainnya bertugas untuk
menyiapkan masa depan anak. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara
membiasakan anak bekerja sesuai dengan kemampuannya, membekali mereka
dengan latihan keterampilan yang menghasilkan sesuatu yang dapat dijadikan
bekal hidupnya.

Ketujuh sasaran pendidikan tersebut di atas sebenarnya bersifat dual purpose


{ganda), yaitu berkaitan dengan pemulihan fungsi fisik dan pengembangan dalam
pendidikannya. Tujuan utamanya adalah terbentuknya kemandirian dan keutuhan
pribadi anak tuna daksa.

B. LAYANAN PENDIDIKAN ANAK TUNADAKSA

a. Bentuk layanan pendidikan

Bentuk-bentuk layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus dapat


dikelompokkan menjadi 3 besar, yaitu ;

1. Pendidikan Segregasi

Sistem layanan pendidikan segregasi adalah pendidikan yang terpisah dari


sistem pendidikan anak normal. Pendidikan anak berkebutuhan khusus melalui sistem
segregasi meksudnya adalah penyelenggaran pendidikan yang dilakasanakan secara
khusus, dan terpisah dari penyelenggarakan pendidikan untuk anak normal. Dengan

4
kata lain anak berkebutuhan khusus diberikan layanan pendidikan pada lembaga
pendidikan khusus untuk anak berkebutukhan khusus. Seperti SDlB, SMPLB,
SMALB.

Sistem pendidikan segregasi merupakan sistem pendidikan yang paling tua.


Pada awal pelaksanakan, sistem ini diselenggarakan karena adanya kekhawatiran atau
keraguan terhadap kemampuan anak berkebutuhan khusus untuk belajar bersama
dengan anak normal. Selain itu, adanya kelainan fungsi tertentu pada anak
berkebutuhan khusus memerlukan layanan pendidikan dengan menggunakan metode
yang sesuai dengan kebutuhan khusus mereka.

Ada empat bentuk penyelenggarakan pendidikan dengan sistem segregasi,


yaitu :

a. Sekolah Luar Biasa (SLB)

Bentuk Sekolah Luar Biasa merupakan bentuk sekolah yang paling tua. Bentuk
SLB merupakan bentuk unit pendidikan. Artinya, penyelenggarakan sekolah mulai
dari tingkat persiapan sampai dengan tingkat lanjutan diselenggarakan dalam satu
unit sekolah dengan satu kepala sekolah. SLB berkembang sesuai dengan kelainan
yang ada(satu kelaianan saja), sehingga ada SLB untuk Tunanetra(SLB-A), SLB
untuk tunarungu (SLB-B), SLB untuk tunagrahita (SLB-C), SLB untuk tunadaksa
(SLB-D), SLB untuk tunalaras (SLB-E). Di SLB tesebut ada tingkat persiapan,tingkat
dasar, dan tingkat lanjut. Sistem pengajarannya lebih mengarah ke sistam
individualisasi.

b. Sekolah Luar Biasa Ber-asrama

Sekolah Luar Biasa Berasrama merupakan bentuk sekolah luar biasa yang di
lengkapi dengan fasilitas asrama. Peserta Didik SLB berasrama tinggal bersama.
Pengelolaan asrama menjadi satu kesatuan dengan pengelolaan sekolah, sehinggan di
SLB tersebut ada tingkat persiapan, tingkat dasar, dan tingkat lanjut, serta unit

5
asrama.bentuk satuan pendidikannyapun sama dengan SLB diatas, sehinggan aapda
SLB-A,B,C,D,dan E.

Pada SLB berasram, terdapat kesinambungan program pembelajaran antara


yang disekolah dengan yang di asrama, sehinggan asrama merupakan tempat
pembinaan setelah anak di sekolah. Selain itu SLB asrama merupakan pilihan sekolah
yang sasuai bagi peserta didik yang berasal dari luar daerah, karena mereka terbatas
fasilitas antar jemput.

c. Kelas Jauh/Kelas Kunjung

Kelas Jauh /Kelas Kunjung adalah lembaga yang disediakan untuk memberi
pelayanan pendidikan anak berkebutuhan khusus yang tinggal jauh dari SLB atau
SDLB. Penyelenggarakan kelas ini merupakan kebijaksnaan pemerintah dalam
rangka menuntaskan wajib belajar sertapemerataan kesempatan belajar.

Dalam penyelenggarakan kelas jauh/kelas kunjung ini menjadi tanggung jawab


SLB terdekat. Tenaga guru yang bertugas di klas tersebut berasal dari guru SLB-SLB
di dekatnya. Mereka berfungsi sebagai guru kunjung (itenerant teacher). Kegiatan
administrasinya dilaksanakan di SLB terdekat.

d. Sekolah Dasar Luar Biasa

Dalam rangka menuntaskan kesempatan belajar bagi anak berkebutuhan


khusus, pemerintah mulai Pelita II enyelenggarakan Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB). Di SDLB merupakan unit sekolah yang terdiri dari berbagai kelainan yang
dididik dalam satu atap. Dalam SDLB terdapat anak tunanetra, tunarungu,
tunagrahita, dan tunadaksa.

Selain tenaga kependidikan, di SDLB dilengkapi tenaga ahli yang berkaitan


dengan kelainan mereka antara lain dokter umum, dokter spesialis, fisiotherapi,
psikolog, speech therapis, audiolog. Selain itu ada tenaga administrasi dan penjaga
sekolah.

6
Kegiatan belajar dilakukan secara individual, kelompok, dan klasikal sesuai
dengan ketunaan masing-masing. Pendekatan yang dipakai juga lebih ke pendidikan
individualisasi. Selain kegiatan pembejaran, dalam rangka rehabilitasi di SDLB juga
diselenggarakan pelayanan khusus sesuai dengan ketunaan anak. Anak tunanetra
memperoleh latihan menulis dam membaca braille dan orientasi mobilitas, anak
tunarungu memperoleh latihan membaca ujaran, komunikasi total, bina persepsi
bunyi dan irama, anak tunagrahita memperoleh layanan mengurus diri sendiri dan
anak tunadaksa memperoleh layanan fisiotherapi dan latihan koordinasi motorik.

2. Pendidikan Terpadu / Integrasi /Inklusi

Bentuk layanan pendidikan terpadu/integrasi/inklusi adalah sistem pendidikan


yang memberikan kesempatan kepada anak berkebutuhan khusus untuk belajar
bersama-sama dengan anak biasa (normal) di sekolah umum. Dengan demikian,
melalui sistam integrasianak berkebutuhan khusus bersama-sama dengan anak normal
belajar dalam satu atap.

Pada sistem keterpaduan secara penuh dan sebagian, jumlah anak berkebutuhan
khusus dalam satu kelas maksimal 10% dari jumlah keseluruhan. Selain itu dalam
satu kelas hanya ada satu jenis kelainan. Hal ini untuk menjaga agar beban guru kelas
tidak terlalu berat, dibanding jika guru harus melayani berbagai macam kelainan.

Untuk membantu kesulitan yang dialami oleh anak berkebutuhan khusus, si


sekolah terpadu di sediakan Guru Pembimbing Khusus (GPK). GPK dapat berfungsi
sebagai konsultan bagi guru kelas,kepala sekoah, ata anak berkebutuhan khusus itu
sendiri. Selain itu, GPK juga berfungsi sebagai pembimbing di ruang bimbingan
khusus atau guru kelas pada kelas khusus.

Ada tiga bentuk keterpaduan dalam layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan
khusus menurut Depdiknas (1986). Ketiga bentuk tersebut adalah :

7
1. Bentuk Kelas Biasa

Dalam bentuk keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus belajar dikelas biasa
secara penuh dengan menggunakan kurikulum biasa. Bentuk keterpaduan ini sering
juga disebut keterpaduan penuh.

Dalam keterpaduan ini, guru pembimbing khusus hanya berfungsi sebagai


konsultan bagi kepala sekolah, guru kelas/guru bidang studi, atau orang tua anak
berkebutuhan khusus. Sebagai konsultan, guru pembimbing khusus berfungsi sebagai
penasehat mengenai kurikulum, maupun permasalahan dalam mengajar anak
berkebutuhan khusus.

2. Kelas Biasa dengan Ruang Bimbingan Khusus

Pada keterpaduan ini, anak berkebutuhan khusus belajar di kelas biasa dengan
menggunakan kurikulum biasa serta mengikuti pelayanan khusus untuk mata
pelajaran tertentu yang tidak dapat diikuti oleh anak berkebutuhan khusus bersama
dengan anak normal. Pelayanan khusus tersebut diberikan di ruang bimbingan khusus
oleh guru pembimbing khusus (GPK), dengan menggunakan pendekatan individu dan
metode peragaan yang sesuai. Misalnya untuk anak tunanetra, di ruang bimbingan
khusus disediakan alat tulis braille, peralatan orientasi mobilitas. Keterpaduan pada
tingkat ini seing disebut juga keterpaduan sebagian.

3. Bentuk Kelas Khusus

Dalam keterpaduan ini anak berkebutuhan khusus mengikuti pendidikan sama


dengan kurikulum di SLB secara penuh di kelas khusus pada sekolah umum yang
melaksanakan program pendidikan terpadu. Keterpaduan ini disebut juga keterpaduan
lokal/bangunan atau keterpaduan yang bersifat sosialisasi. Pada tingkat ini, guru
pembimbing khusus berfungsi sebagai pelaksana program di kelas khusus.
Keterpaduan pada tingkat ini hanya bersifat fisik dan sosial, artinya anak
berkebutuhan khusus dapat dipadukan untuk kegiatan yang bersifat non akademik,
seperti olahraga, keterampilan, juga sosialisasi pada waktu jam-jam istirahat atau
acara lain yang diadakan oleh sekolah

8
b. Pendekatan Layanan Pendidikan

Anak-anak berkebutuhan khusus yang mengalami kelainan fisik, yang dalam


konteks ini adalah anak tunadaksa membutuhkan layanan pendidikan dengan
pendekatan dan strategi khusus. Layanan pendidikan yang spesifik bagi anak
tunadaksa adalah pada bina gerak. Untuk memberikan layanan bina gerak yang
tepat diperlukan dukungan terapi, khususnya fisioterapi untuk memulihkan kondisi
otot dan tulang anak agar tidak semakin menurun kemampuannnya. Selain itu
dukungan untuk bina diri diperlukan terapi okupasi dan bermain.

Menurut Frieda Mangunsong, dkk (1998) layanan pendidikan bagi anak


tunadaksa perlu memperhatikan tiga hal, yaitu :

 Pendekatan multidisipliner dalam program rehabilitasi anak tunadaksa

Pendekatan multidisipliner merupakan layanan pendidikan yang melibatkan


berbagai ahli terkait secara terpadu dalam rangka mengoptimalkan memampuan
yang dimiliki oleh anak. Beberapa ahli terkait memberikan layanan rehabilitasi
adalah ahli medis (dokter), dokter tulang, dokter syaraf, ahli pendidikan, psikolog,
pekerja sosial, konselor, ahli fisioterapi, ahli terapi okupasi, ahli pendidikan khusus.
Dalam program rehabilitasi dikenal empat stadium, yaitu pertama, stadium akut
antara 0 – 6 sejak menderita. Pada stadium ini merupakan stadium “survival”,
berjuang untuk bertahan hidup. Kedua, stadium sub acut: 6 – 12 minggu, merupakan
stadium perawatan rutin, pemberian fisioterapi dan terapi okupasi agar
perkembangan otot dapat pulih dan tumbuh walaupun minimal. Ketiga, stadium
mandiri; pada stadium ini anak lebih diarahkan untuk memperoleh keterampilan
kerja untuk kehidupan mendatang. Keempat, stadium “after care”; pada stadium ini
anak dipersipkan kembali ke rumah atau ke sekolah untuk mengikuti program
pendidikan selanjutnya.

9
 Program pendidikan sekolah

Program pendidikan sekolah bagai mereka yang tidak mengalami kelainan mental
relatif sama dengan anak normal, hanya bina gerak masih terus dikembangkan
melalui fisioterapi dan terapi okupasi, utamanya untuk perbaikan motoriknya.
Orientasi pembelajaran juga lebih bersifat individu, walaupun dapat juga secara
klasikal. Bagi anak cerebral palcy, binagerak masih terus diupayakan agar anak
memperoleh perkembangan yang optimal.

 Layanan bimbingan dan konseling

Layanan bimbingan dan konseling diarahkan untuk mengembangkan “selfrespect”


(menghargai diri sendiri). Sunarya Kartadinata, (1998/1999) menyatakan bahwa
anak tunadaksa perlu mengembangkan self-respect, yaitu menghargai diri sendiri
dengan cara menerima diri sesuai dengan apa adanya, sehingga anak merasa bahwa
dirinya adalah sebagai seorang pribadi yang berharga.

c. Fasilitas pendidikan anak tunadaksa

Fasilitas pendidikan merupakan sarana penunjang dan pelengkap dalam mencapai


tujuan pendidikan. Bahkan fasilitas pendidikan merupakan salah satu faktor yang
sangat penting dan menentukan dalam mencapai efektifitas belajar. Dengan fasilitas
penunjang belajar yang memadai diarapkan anak berkebutuhan khusus akan lebih
mudah memahami materi pelajaran yang diberikan oleh guru.

Prasarana yang dirancang untuk anak tunadaksa hendaknya memenuhi tiga


kemudahan (Musjafak Assjari, 1995), yaitu mudah keluar masuk, mudah bergerak
dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian. Sesuai dengan ketentuan
tersebut, bangunan seyogyanya menghindari model tangga, bila terpaksa harus
disediakan lief, lantai tidak banyak reliefnya, tidak banyak lubang, lebar pintu harus
sesuai, kamar mandi dan WC memungkinkan kursi roda dan treepot bisa masuk,

10
ada parallel bars, dinding kelas di lengkapi dengan parallel bars, meja dan kursi
anak disesuaikan dengan kelainan anak.

Fasilitas pendukung pendidikan yang berkaitan dengan diri anak adalah:

a) Brace

Brace merupakan alat bantu gerak yang digunakan untuk memperkuat otot dan
tulang. Brace biasanya digunakan di kaki, punggung, atau di leher. Fungsi brace
berguna untuk menyangga beban yang tertumpu pada otot atau tulang. Brace terbuat
dari kulit yang kaku atau plastik yang tebal dilapisi kain atau sepon atau karet pada
tepi dan pinggirannya agar tidak terjadi decubitus (lecet) pada jaringan yang kontak
langsung.

b) Crutch (kruk)

Kruk adalah alat penyangga tubuh yang ditumpukan pada tangan atau ketiak
untuk menyangga beban tubuh. Kruk terbuat dari kayu, pipa besi, pipa aluminium,
atau pipa stainless steel yang berbentuk bulat setinggi ukuran tubuh pemakainya.
Pada bagian atas tempat yang kontak dengan ketiak atau tangan diberi spon atau
karet agar lunak dan tidak menyebabkan lecet bila dipakai. Ada berbagai macam
bentuk kruk, yaitu (1) standard double bar upright under arm chrutch, (2) extension
crutch, (3) aluminium double bar upright extension crutch, (4) lofstrand crutch, (5)
tricep crutch, (6) standard axillary crutch.

c) Splint

Splint berasal dari bahasa Inggris yang berarti spalk ( bahasa Belanda). Alat ini
bertujuan untuk meletakkan anggota tubuh pada posisi yang benar agar anggota
tubuh yang sakit tidak salah bentuk Ada dua macam splint, yaitu splint untuk
anggota tubuh bagian atas (tangan) dan splint untuk anggota tubuh bagian bawah
(kaki). Splint dapat dibuat dari bahan gips, kulit sol, karton, kayu, celastic, dan
orthoplast. Bahan-bahan tersebut dibentuk menurut posisi anggota gerak tubuh yang
sakit.

11
d) Wheel chair (kursi roda)

Menurut bentuknya, kursi roda dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kursi roda yang
roda besarnya di depan, dan kursi roda yang roda besarnya di belakang. Kursi roda
yang roda besarnya di depan dapat berputar di tempat yang sempit. Kursi roda yang
roda besarnya di belakang, dapat masuk kolong tempat tidur, sehingga memudahkan
untuk berpindah tempat.

Selain fasilitas pendukung tersebut di atas, fasilitas lain yang mendukung pendidikan
untuk anak tunadaksa adalah ruangan terapi dan peralatan terapi. Terapi yang
berkaitan langsung dengan anak tunadaksa adalah fisioterapi, terapi bermain, dan
terapi okupasi.

C. LAYANAN REHABILITASI ANAK TUNADAKSA

Maksud rehabilitasi disini adalah suatu upaya yang dilakuakan pada penyandang
kelainan fungsi tubuh atau tunadaksa, agar memiliki kesanggupan untuk berbuat
sesuatu yang berguna baik bagi dirinya maupun orang lain. Sebagaimana telah di
singgung pada bagian sebelumnya bahwa kelainan pada fungsi anggota tubuh, baik
yang tergolong pada tunadaksa ortopedi maupun neurologis akan berpengaruh
terhadap kemampuan fisik, mental, dan sosial dalam meniti tugas perkembangannya.
Oleh karena itu, tekanan rehabilitasi penderita tunadaksa hendaknya menitikberatkan
kepada aspek-aspek tersebut. Jenis rehabilitasi bagi penyandang tunadaksa menurut
kebutuhannya antara lain:

1. Rehabilitasi Medis

Dalam rehabilitasi medis ada beberapa teknik yang dapat digunakan, antara
lain operasi ortopedi, fisioterapi, actives in daily living (ADL), occupational therapy
atau terapi tugas, pemberian pemberian protease, pemberian alat-alat ortopedi, dan
bantuan teknis lainnya. Operasi ortopedi dilakukan sebagai usaha untuk memperbaiki

12
salah bentukdan salah gerak dengan mengurangi atau menghilangkan bagian yang
menyebabkan terjadinya kesalahan bentuk atau gerak.

Fisioterapi adalah melatih otot-otot bagian badan yang mengalami kelainan,


yang dilakukan sebelum dan sesudah dilakukan tindakan medis. Dalam latihan ini
melibatkan otot atau gerak secara aktif melalui berbagai kegiatan fisik, latihan
berjalan, latihan keseimbangan, dan lain-lain. Untuk latihan fisioterapi ini sarana dan
metode yang digunakan sangat bervariasi, meliputi pengunaan air (bydrotherapy),
penggunaan panas sinar (thermotherapy), penggunaan listrik (electric therapy),
penggunaan gerak-gerak (kinesiotherapy), atau melalui pemijatan (massage).

Activities daily living adalah latihan berbagai kegiatan sehari-hari, dengan


maksud untuk melatih penderita agar mampu melakukan gerakan atau perbuatan
menurut keterbatasan kemampuan fisiknya. Latihan kegiatan sehari-hari dapat
dikaitkan dengan aktivitas di lingkunganrumah maupun dalam hubungannya dengan
pekerjaan dan kehidupan sosialnya.

Occupational therapy adalah bentuk usaha atau aktifitas bersifat fisik dan
psikis dengan tujuan membantu penderita tunadaksa agar menjadi lebih baik dan kuat
dari kondisi sebelumnya melalui sejumlah tugas atau pekerjaan tertentu. Sarana yang
dapat digunakan dalam kegiatan terapi tugas ini antara lain melukis, memahat,
membuat kerajinan tangan, menyulam, merajut, untuk melatih kemampuan tangan.

Pemberian protease adalah pemberian perangkat tiruan untuk mengganti


bagian-bagian dari tubuh yang hilang atau cacat, misalnya kaki tiruan, tangan tiruan,
mata tiruan, gigi tiruan, dan sebagainya. Dilihat dari kegunaannya protease bagi
penyandang tunadaksa dapat bersifat fungsional (mampu menggantikan funfsi tubuh
lain) dan bersifat kosmetik (sebagai pelengkap untuk menambah kepantasan atau
keindahan).

Perangkat ortopedi adalah perangkat yang berfungsi untuk menguatkan


bagian-bagian tubuh yang lemah atau layu. Perangkat tersebut dapat berupa brance
dan spint.Dilihat dari fungsinya perangkat ortopedi dapat dibagi menjadi:

13
a. Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian tulang punggung dan badan

b. Perangkat yang berfungsi sebagai penguat bagian-bagian anggota gerak atas

c. Perangkat yang berfungsi sebagai penguat anggota gerak bawah.

Adapun fungsi kedua dari alat tersebut antara lain:

a. Menguatkan dan mengembalikan fungsi

b. Mencegah agar tidak menimbulkan salah bentuk

c. Pembatasan gerak

d. Perbaikan salah bentuk

2. Rehabilitasi Vokasional

Rehabilitasi vokasional atau karya adalah rehabilitasi penderita kelainan


fungsi tubuh bertujuan member kesempatan anak tunadaksa untuk bekerja. Metode
atau pendekatan yang lazim digunakan dalam rehabilitasi vokasi ini antara lain:

• Counseling, adalah penyuluhan yang bertujuan untuk menumbuhkan


keberanian atau kemauan penderita tunadaksa yang diperoleh setelah lahir, sebeb ada
kalanya mereka tidak memahami jalan keluarnya setelah menderita ketunaan, untuk
bangkit kembali.

• Revalidasi, merupakan upaya mempersiapkan fisik, mental, dan sosial anak


tunadaksa untuk memperoleh bimbingan jabatan dan latihan kerja.

• Vocasional guide, adalah pemberian bimbingan kepada penderita tunadaksa


dalam kaitannya pemilihan jabatan yang sesuai dengan kondisinya.

• Vocasional assessment, merupakan penialian terhadap kemampuan


penyandang kelainan melalui sebuah bengkel kerja dalam melakukan berbagai
aktivitas keterampilan.

14
• Team work, adalah kerjasama antar berbagai ahli yang tergabung dalam tim
rehabilitasi, seperti kedokteran, ahli terapi fisik, pekerja sosial, konselor, psikolog,
ortopedagog, dan tenaga ahli lainnya.

• Vocasional training, adalah pemberian kesempatan latihan kerja agar


penyandang tunadaksa mandiri dan produktif, serta berguna bagi masyarakat di
sekitarnya.

• Selective placement, adalah penempatan para penyandang tunadaksa pada


jabatan setelah selesai menjalani pendidikan dan latihan selama rehabilitasi.

• Follow up, adalah tindak lanjut yang dilaksanakan setelah penyandang


tunadaksa menempati jabatan pekerjaan.

3. Rehabilitasi Psikososial

Rehabilitasi psikososial adalah rehabilitasi yang dilakukan dengan harapan


mereka dapat mengurangi dampak psikososial yang kurang menguntungkan bagi
perkembangan dirinya. Pelaksanaan rehabilitasi psikososial dalam kaitannya dengan
program rehabilitasi yang lain dilakukan secara bersamaan dan terintegrasi. Sasaran
yang hendak dicapai dalam program rehabilitasi psikososial ini secara khusus yaitu:

1. Meminimalkan dampak psikososial sebagai akibat kelainan yang dideritanya,


seperti rendah diri, putus asa, mudah tersinggung, cemas, lekas marah, dan lain-lain.

2. Meningkatkan kemampuan dan kepercayaan diri, memupuk semangat juang


dalam meraih kehidupan dan penghidupan yang lebih baik, serta menyadarkan pada
tanggungjawab diri sendiri, keluarga, masyarakat dan Negara.

3. Mempersiapkan mental penyandang kelainan kelak setelah terjun di masyarakat


sehingga dapat berperan aktif tanpa harus merasa canggung atau terbebani oleh
ketunaan atau kelainannya.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Tunadaksa adalah . . . . Tujuan pendidikan anak tunadaksa yaitu untuk
mengembangkan intelektual dan akademik, membantu perkembagan fisik,
meningkatkan perkembangan emosi dan penerimaan diri anak, mematangkan
aspek sosial, mematangkan moral dan spiritual, meningkatkan ekspresi diri,
dan mempersiapkan masa depan anak. Tujuh tujuan tersebut diupayakan dapat
membnetuk kemandirian dan keutuhan pribadi anak tunadaksa.
Layanan pendidikan anak tunadaksa yaitu ;
a. Bentuk layanan pendidikan
b. Pendekatan layanan pendidikan
c. Fasilitas pendidikan anak tunadaksa

Layanan rehabilitasi anak tunadaksa adalah upaya yang dilakukan


kepada penyandang kelainan fungsi tubuh atau tunadaksa agar memiliki
kesanggupan untuk berbuat sesuatu yang berguna baik bagi dirinya maupun
orang lain. Jenis rehabilitasi yaitu rehabilitasi medis, rehabilitasi vokasional,
dan rehabilitasi psikososial.

16
DAFTAR PUSTAKA

http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pendidikan/Hermanto,%20S.Pd.,M.Pd./LCD-
PATD.pdf

repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/.../1/NURHIKMAH%20-
FDK.pdf

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195403101988032-
MIMIN_CASMINI/Pend._Bagi_ATD.pdf

Astati.Pengantar Pendidikan Luar Biasa.


http://webcache.googleusercontent.com/search?
q=cache:Yi0gSsyRdDUJ:file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/
194808011974032ASTATI/Karakteristik_Pend_ATD-
ATL.pdf+&cd=9&hl=id&ct=clnk&gl=id

http://utamywiji.blogspot.com/2012/12/tunadaksa-dan-layanan-pendidikannya.html

http://ppg.spada.ristekdikti.go.id/pluginfile.php/16676/mod_resource/content/1/
KEGIATAN%20BELAJAR%204%20PROSTETIS%20ORTOTIS%20DAN%20ALAT
%20BANTU.pdf
edi purwanto. pendidikan anak berkebutuhan khusus

17

Anda mungkin juga menyukai