Anda di halaman 1dari 12

Laporan Hasil Observasi SLBN 03 Kota Bengkulu

Tuna Rungu

Disusun Oleh :

Nama : Fitri Khasisah


Nim : 2111250006
Dosen Pengampu : Dita Lestari M, psi, Psikolog

Universitas Islam Negeri Fatmawati Sukarno Bengkulu


Fakultas Tarbiyah Dan Tadris
Tahun Ajaran 2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada saya
sehingga saya mampu menyelesaikan tugas ujian tengah semester (uts) mata kuliah pendidikan
anak berkebutuhan khusus ini.

Pada kesempatan ini, saya ingin menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu dan selalu memberi dukungan, mereka adalah :

1. Dita Lestari M, psi, Psikolog, selaku dosen mata kuliah Pendidikan Anak Berkebutuhan
Khusus yang telah memberikan bimbingan serta arahan dalam mengerjakan laporan ini.
2. IBU Adella Veranti, M.Pd, selaku Kepala SLBN 03 Kota Bengkulu yang telah
memberikan izin untuk melakukan observasi di SLB ini, sekaligus memberikan
informasi yang saya butuhkan
3. Segenap guru dan siswa/i SLBN 03 Kota Bengkulu yang telah berpartisipasi pada
observasi ini, memberikan dukungan dan bantuan moral serta materiil.
4. Kedua orang tua saya yang telah memberikan dukungan baik secara moral maupun
material sehingga saya bisa menyelesaikan makalah ini.
5. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan laporan ini.

Saya sadar bahwa kesempurnaan hanyalah milik Yang Maha Sempurna, tetapi usaha maksimal
telah saya lakukan dalam penulisan dan penyusunan Laporan Observasi ini. Kritik dan saran
akan saya terima dengan tangan terbuka. Saya berharap, semoga Laporan Observasi ini
memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk pengembangan wawasan dan
peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua. Serta dapat memberikan wawasan yang lebih
luas dan menjadi sumbangan pemikiran kepada pembaca khususnya mahasiswa Pendidikan
Islam Anak Usia Dini (PIAUD), Fakultas Tarbiyah Dan Tadris, Universitas Islam Negeri
Fatmawati Sukarno Bengkulu
.
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan serta meningkatkan mutu


kehidupan dan martabat manusia Indonesia dalam rangka upaya mewujudkan tujuan nasional.
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia
Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha
Esa dan berbudi pekerti luhur memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan
rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan
kebangsaan. Dalam UUD 1945 pasal 31 Ayat (1) menyebutkan bahwa : “Setiap warga negara
berhak mendapat pendidikan”. Hal ini menunjukkan bahwa Anak Berkebutuhan khusus berhak
mendapat pendidikan seperti hanya anakanak normal pada umumnya. Namun Karena
karakteristik dan hambatan yang dimilki, ABK memerlukan bentuk pelayanan pendidikan
khusus yang disesuaikan dengan kemampuan dan potensi mereka. Dalam UU No. 20 tahun
2003 Sistem Pendidikan Nasional juga telah diatur mengenai pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus yaitu Pasal 32 Ayat (1) : Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi
peserta didik yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik,emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa. Pendidikan Anak berkebutuhan khusus juga diatur dalam UndangUndang Republik
Indonesia Nomor 04 Tahun 1997 tentang penyandang cacat pasal 11 yang berbunyi setiap
penyandang cacat mempunyai kesamaan untuk mendapat pendidikan pada satuan, jalur, dan
jenjang pendidikan sesuai jenis dan derajat kecacatan, sedangkan pasal 12 menekankan bahwa
setiap Lembaga pendidikan memberikan kesempatan dan perlakuan yang sama kepada
penyandang cacat sebagai peserta didik pada satuan, jalur, jenis dan pendidikan sesuai dengan
jenis dan derajat kecacatannya serta kemampuannya. Anak-anak berkebutuhan khusus, adalah
anak-anak yang memiliki keunikan tersendiri dalam jenis dan karakteristiknya, yang
membedakanmereka dari anak-anak normal pada umumnya.The National Information Center
for Children and Youth with Disabilities (NICHCY) mengemukakan bahwa “children with
special needs or special needs children refer to children who have disabilities or who are at risk
of developing disabilities”. Anak berkebutuhan khusus adalah anak dengan karakteristik
khusus yang berbeda dengan anak pada umumnya tanpa selalu menunjukan pada
ketidakmampuan mental, emosi atau fisik. Yang termasuk kedalam ABK antara lain: tunanetra,
tunarungu, tunagrahita, tunadaksa, tunalaras, kesulitan belajar, gangguan perilaku, anak
berbakat, anak dengan gangguan kesehatan. Anak berkebutuan khusus biasanya bersekolah di
Sekolah Luar Biasa (SLB) sesuai dengan kekhususannya masing-masing. SLB bagian A untuk
tunanetra, SLB bagian B untuk tunarungu, SLB bagian C untuk tunagrahita, SLB bagian D
untuk tunadaksa, SLB bagian E untuk tunalaras dan SLB bagian G untuk cacat ganda. Di
Negara kita tidak sedikit anak berkebutuhan khusus yang perlu mendapat perhatian dari semua
pihak.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Prof dr Sunartini, SpA (K), PhD yang
berprofesi sebagai guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah Mada (UGM)
Yogyakarta, diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18tahun
menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus. Secara global, tuturnya,
diperkirakan ada 370 juta penyandang cacat atau sekitar 7 % populasi dunia, kurang lebih 80
juta di antaranya membutuhkan rehabilitasi. Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen mempunyai
akses pelayanan.

B. Maksud dan Tujuan

1. Memahami dan mengenal anak berkebutuhan khusus kesulitan belajar di SLBN 03 Kota
Bengkulu

2. Memperoleh informasi tentang anak berkebutuhan khusus di SLBN 03 Kota Bengkulu

3. Mengetahui problem wali murid yang berkebutuhan khusus di SLBN 03 Kota Bengkulu

4. Memperoleh informasi mengenai kurikulum di SLBN 03 Kota Bengkulu

C. Metode penelitian

Metode yang digunakan dalam penyusunan laporan observasi ini adalah:


1. Observasi
2. Wawancara
BAB II
KAJIAN TEORI

A. Pengertian Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus (ABK) atau disebut juga anak luar biasa, anak berkelainan, anak
disabilitas, dan juga anak difabel adalah anak yang dalam proses pertumbuhan dan
perkembangan secara signifikan mengalami hambatan atau penyimpangan baik secara fisik,
mental- intelektual, sosial, atau emosional dibanding dengan anak-anak lain seusianya
sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus (Depdiknas, 2004:1).

Tien Supartinah mengemukakan dengan istilah anak berkebutuhan khusus yaitu anak yang
mempunyai kondisi luar biasa karena berbeda atau lain dari keadaan yang dimiliki oleh anak
pada umumnya atau normal (1999:1).

Muljono Abdurrahman juga menyatakan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
menyimpang dari kriteria normal atau rata-rata, penyimpangan tersebut terkait dengan
penglihatan atau pendengaran, intelektual, dan/atau sosial-emosional (1999:8).

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa anak berkebutuhan khusus adalah
anak yang dalam tumbuh dan kembangnya mengalami hambatan atau penyimpangan baik
secara fisik, mental- intelektual, sosial-emosional, dan komunikasi yang berbeda dengan anak-
anak lain seusianya sehingga mereka memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Dengan
demikian, meskipun seorang anak mengalami kelainan/ penyimpangan tertentu, tetapi
kelainan/penyimpangan tersebut tidak signifikan sehingga mereka tidak memerlukan
pelayanan pendidikan khusus, anak tersebut bukan termasuk anak dengan kebutuhan khusus

B. Hakekat Anak Tuna Rungu

Anak tunarungu adalah mereka yang pendengarannya tidak berfungsi sehingga membutuhkan
pelayanan pendidikan khusus. Bagi anak yang tipe gangguan pendengaran lebih ringan dapat
diatasi dengan alat bantu dengar dan dapat sekolah biasa di sekolah formal. Gangguan
pendengaran dapat diklasifikasikan sesuai dengan frekuensi dan intensitasnya. Frekuensi
dijabarkan dalam bentuk cps (cycles per sound) atau hertz (Hz). Orang normal dapat mendengar
dalam frekuensi 18-18.000 Hertz. Intensitas diukur dalam desibel (dB). Kesemuanya itu diukur
dengan audiometer yang dicatat dalam audiogram. Perbedaan antara ketulian dengan gangguan
pendengaran menurut Hallahan dan Kauffman (2006) yakni orang tuli adalah mereka yang
ketidakmampuan mendengarnya menghambat keberhasilan memproses informasi bahasa
melalui pendengaran, dengan ataupun tanpa alat bantu dengar.
Namun gangguan pendengaran adalah gangguan pendengaran baik yang permanen maupun
berfluktuasi namun tidak tuli

Berdasarkan waktu mulainya terjadi ketulian dibagi menjadi 2, adalah:

1. Prelingual deafness, yaitu suatu kondisi seseorang dimana ketulian sudah ada sejak
lahir atau sebelum dimulainya perkembangan bicara dan bahasa
2. Postlingual deafness, yaitu kondisi dimana seseorang mengalami ketulian setelah ia
menguasai wicara atau bahasa Batasan lain bersifat kuantitatif yang menunjuk pada
gangguan pendengaran sesuai dengan hilangnya pendengaran dan diukur dengan alat
audiometric. Audiometri merupakan alat yang dapat mengukur seberapa jauh
seseorang bisa mendengar atau seberapa besar hilangnya pendengaran.

C. Perkembangan dan Karnkteristik Anak Tunarungu

Anak tunarungu pada hakekatnya adalah sama dengan anak-anak pada umumnya, yang
memiliki kebututuhan dan tugas-tugas perkembangan yang sama dengan anak-anak normal.
Kondisi tidak berfungsinya organ pendengaran secara normal menyebabkan anak-anak
tunarungu memiliki karakteristik yang spesifik, yang membedakan dirinya dengan anak-anak
pada umumnya.

Perkembangan Anak Tunarungu

Dilihat dari sisi perkembangannya, anak tunarungu memiliki pola yang bervariasi dalam
beberapa segi, yang umumnya berbeda dengan anak-anak normal. Secara rinci, beberapa
perkembangan yang spesifik diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Perkembangan Bahasa.

Secara umum perkembangan fisik anak tunarungu tidak banyak mengalami hambatan, kecuali
organ keseimbangan yang mengalami sedikit gangguan. Hal ini terjadi karena adanya kelainan,
baik organik maupun fungsional pada telinga tengah yang menyebabkan terganggunya organ
keseimbangan. Kendati demikian, masih ada sebagian kecil anak-anak tunarungu yang
mengalami hambatan dalam perkembangan fisiknya, yang disebabkan faktor-faktor genetik,
obat-obatan, serta adanya tekanan- tekanan psikologis. Kondisi ketunarunguan juga
menyebabkan hambatan dalam perkembangan bahasa seorang anak. Bagaimanapun,
kemampuan pendengaran sangat penting artinya dalam perkembangan bahasa seseorang,
sementara untuk anak tunarungu hal ini tidak dapat dilakukan dengan baik. Pola perkembangan
bahasa untuk anak tunarungu, secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Pada awal masa meraban tidak terjadi hambatan pada mereka, karena meraban merupakan
kegiatan alamiah motorik dari pernapasan dan pita suara. Pada akhir masa meraban mulai
terjadi perbedaan perkembangan bahasa antara anak tunarungu dan anak-anak normal. Anak-
anak pada umumnya merasakan adanya kenikmatan dalam meraban, karena dapat
mendengarkan adanya suara-suara yang keluar dari mulutnya. Sebaliknya, untuk anak-anak
tunarungu hal-hal seperti itu tidak dapat dilakukan, karena adanya hambatan pendengaran.
Dengan demikian, perkembangan bahasa anak tunarungu umumnya berhenti pada tahap
meraban.

b. Pada tahap meniru, anak tunarungu terbatas pada peniruan bahasa secara visual
(penglihatan), yaitu melalui gerak-gerik dan isyarat. Sedangkan peniruan bahasa melalui
pendengaran (auditif) umumnya tidak dapat dilakukan. Bagi anak tunarungu, bahasa isyarat
merupakan bahasa ibu, sementara bahasa lisan merupakan bahasa yang asing bagi dirinya. Di
dalam kondisi yang demikian, perkembangan bahasa anak-anak tunarungu pada tahap
berikutnya sangat memerlukan bimbingan khusus, sesuai dengan derajat kenunaan dan
kemampuannya masing-masing. Secara umum, tahapan perkembangan bahasa anak adalah:

1. Tahap motorik (menangis, bernafas)

2. Tahap meraban

3. Tahap meniru

4. Tahap Yargon

5. Tahap perkembangan bahasa yang sebenarnya.

2. Perkembangan Inteligensi.

Perkembangan inteligensi sangat dipengaruhi oleh perkembangan bahasa, sehingga hambatan


perkembangan bahasa pada anak tunarungu mengakibatkan perkembangan inteligensinya juga
terhambat. Kerendahan tingkat inteligensi anak tunarungu, bukan karena kemampuan potensial
yang rendah, namun pada umumnya disebabkan karena inteligensinya tidak mendapat
kesempatan berkembang secara optimal.

Adanya bimbingan yang teratur, terutama dalam kecakapan berbahasa akan dapat membantu
perkembangan inteligensi anak tunarungu. Namun demikian, tidak semua aspek inteligensi
pada anak tunarungu terhambat perkembangannya, aspek yang mengalami hambatan adalah
yang berkenaan dengan kemampuan verbal,

seperti merumuskan pengertian. mengasosiasikan, menarik kesimpulan dan meramalkan


kejadian. Sedang aspek yang berkenaan dengan numerik dan motorik cenderung berkembang
lebih cepat.

Selain itu kemampuan intelektual anak tunarungu juga tergantung dari faktor kebahasaan,
sesuai derajat ketunaan yang disandangnya. Hal ini didasarkan adanya kenyataan, bahwa berat
ringannya kelainan akan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap kemampuan berbahasa
penyandang tunarungu.

3. Perkembangan Emosi.

Keterbatasan kecakapan berbahasa mengakibatkan adanya kesulitan berkomunikasi bagi anak


tunarungu, yang pada gilirannya akan menghambat perkembangan emosi. Emosi berkembang
karena adanya pengalaman berkomunikasi antara anak dengan anak yang lain, dengan orangtua
atau dengan lingkungannya. Selain adanya kesulitan berkomunikasi, keterbatasan berbahasa,
sikap masyarakat, dan kegagalannya dalam banyak hal menyebabkan emosi anak tunarungu
tidak stabil. Umumnya mereka selalu ragu-ragu, dan segala perilakunya senantiasa disertai
perasaan cemas. Kesempatannya untuk melihat kejadian, ketidakmampuannya untuk
memahami kejadian secara menyeluruh menyebabkan perkembangan perasaan curiga terhadap
lingkungan dan kurang percaya terhadap dirinya sendiri. 4. Perkembangan Kepribadian.
Perkembangan kepribadian terjadi pada pergaulan, perluasan pengalaman yang terfokus pada
faktor anak sendiri. Kombinasi antara faktor-faktor dalam diri anak tunarungu, seperti
keterbatasan persesi auditori, kemiskinan berbahasa, ketidakstabilan emosi, kelambatan
perkembangan intelektual, dan sikap lingkungan sekitar, menyebabkan terhambatnya
perkembangan kepribadian anak tunarungu. Rasa frustrasi dan kecewa, dalam interaksi
sosialnya menyebabkan mereka sering putus asa dan berkembangnya rasa curiga. Seorang anak
tunarungu berusaha berkomunikasi secara verbal dengan orang lain dan ditertawakan, atau
sering diisolir dari pergaulan masyarakat umum, menjadikan mereka enggan berkomunikasi,
berlatih bicara dan berinteraksi dengan masyarakat umum Tindakan-tindakan semacam itu,
seringkali mengakibatkan perasaan bersalah, merasa malu dan ketakutan yang menetap.
Kepribadian anak tunarungu dapat berkembang secara wajar apabila ada pengertian dan
perhatian dari lingkungan untuk membantunya, terutama yang sangat diharapkan adalah
lingkungan keluarga atau orang tua di rumah.
Karakteristik Anak Tunarungu

Beberapa karakteristik yang yang umumnya dimiliki oleh anak tunarungu antara lain adalah
sebagai berikut:

1. Segi Fisik

a. Cara berjalannya agak kaku dan dan cenderung membungkuk

b. Pernapasannya pendek

c. Gerakan matanya cepat dan beringas

d. Gerakan tangan dan kakinya

2. Bahasa
a. Miskin kosa kata
b. Sulit mengartikan ungkapan-ungkapan dan (idiomatik). kata-kata yang abstrak
c. Sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kalimat panjang, serta bentuk
kiasan-kiasan.

d. Kurang menguasai irama dan gaya bahasa. Dalam segi bahasa, anak tunarungu
banyak mengalami kelemahan. Mereka melihat alam ini sebagai sesuatu yang bisu,
meskipun sebenarnya pada diri anak munarungu ada garis khayal dalam pikirannya,
namun mereka tidak dapat

mengungkapkannya disebabkan putusnya garis khayal pendengaran. Mereka umumnya hanya


dapat mengekspresikan bentuk dan manfaatnya, dan ini merupakan salah satu keterbatasan
berbahasa bagi anak tunarungu.

Untuk mengetahui dan menganalisis karakteristik anak tunarungu secara mendalalam, maka
dapat dilakukan assesment dengan metode observasi dan test. Hal mi dilakukan terutama untuk
mengetahui fenomena perilaku seseorang tunarungu dalam setting kehidupan yang wajar dalam
kehidupan sehari-hari. Observasi akan lebih baik dilakukan dalam ruang yang dirancang secara
khusus dilengkapi dengan one way screen untuk memudahkan pengamat mengobservasi
perilaku anak, dengan tampa disadari oleh anak tersebut. Banyak hal yang bisa diperoleh
dengan observasi selain mengenai perilaku, juga bisa dilihat kondisi fisik, dan karakteristik
lainnya. Sedang test dalam hal ini dapat dilakukan untuk mengetahui kemampuan potensial,
fungsional dan aktual), derajat ketunaan, sikap dan kepribadian anak tanarungu. Kondisi anak
tunrungu sangat bervariasi, sehingga dengan dilakukan assesment akan dapat diketahui
karakteristik dan kebutuhan (belajar) anak. Hasil ini jaga akan sangat membantu pendidik
dalam memberikan bimbingan dan pelayanan bagi mereka. Ketepatan pemberian bimbingan
dan pelayanan pendidikan, tertama yang berkenaan dengan karakteristik individual,
memungkin kan anak untuk dapat berkembang sescara optimal.

Pada umumnya anak tunarungu memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar, mereka juga
sangat senang dipuji atas prestasinya. Namun sayangnya perkembangan belajarnya lamban,
disebabkan keterbatasan persepsi auditorinya, dan ini sangat mengganggu kemampuan dan
proses berfikirnya. Kondisi demikian menyebabkan kemampuan belajarnya tidak dapat dicapai
secara optimal.

D. Sebab-Sebab Anak Tuna Rungu

Faktor penyebab ketunarunguan menurut para ahli pada umumnya dapat digambarkan sebagai
berikut:

1. Penyebab ketunarunguan sebelum anak dilahirkan atau anak masih dalam kandungan (masa
prenatal);

2. Penyebab ketunarunguan pada waktu proses kelahiran atau baru dilahirkan (masa natal);

3. Penyebab ketunarunguan sesudah dilahirkan atau masa postnatal (Moh Amin dalam
Sardjono, 1997: 10).

a. Sebab Ketunarunguan pada Masa Prenatal yaitu Karena:

1) Faktor keturunan (Heriditas)

Anak mengalami ketunarunguan atau kurang dengar karena merupakan keturunan orang tua
(ayah atau ibu) yang menderita tuna rungu, tuna rungu jenis ini biasa disebut tuna rungu genetis.
Tuna rungu karena heriditas ini akibat coclea (rumah siput) tidak berkembang secara normal,
dan ini menyebabkan kelainan pada corti (selaput-selaput dalam telinga).

2) Penyakit cacar air, campak (Rubella)

Penyebab ketunarunguan jenis ini terjadi pada waktu ibu sedang mengandung menderita
penyakit campak, cacar air, sehingga anak yang dilahirkan akan menderita tuna rungu mutisma
(deaf mute, mereka tidak dapat bicara secara lisan). Akibat penyakit campak tersebut dapat
merusak coclea dan terjadilah tuli perseptif (perceptive loss deafness) terjadi kerusakan telinga
bagian dalam.

3) Terjadi keracunan darah (Toxemia)

Pada waktu ibu sedang mengandung menderita keracunan darah (toxemia), hal ini dapat
berakibat placenta menjadi rusak sehingga berpengaruh pada janin menjadi tuna rungu.

4) Penggunaan pil kina atau obat-obatan dalam jumlah yang besar.

Banyak kasus seorang ibu yang karena bayi yang dikandung itu tidak diharapkan, maka
berusaha menggugurkan kandungannya itu, tetapi ternyata bayi tetap tidak gugur, jika reaksi
obat berbahaya tadi mengenai pada organ pendengarannya, maka kemungkinan besar bayi
tersebut menjadi tuna rungu karena terjadi kerusakan pada coclea (rumah siput) (Moh. Amin
dalam Sardjono, 1997: 10).

b. Sebab Ketunarunguan Saat Kelahiran Bisa Terjadi Karena:

1) Kelahiran prematur, bayi yang dilahirkan premature sebagian besar berat badannya tidak
normal serta jaringan tubuhnya lemah dan sering mengalami kekurangan darah, jika ini terjadi,
maka inti coclea akan rusak hingga menjadi tuna rungu.

2) Kekurangan oksigen, kekurangan oksigen dapat mengakibatkan kerusakan sistem saraf di


otak, sehingga anak yang dilahirkan dapat menjadi tuna rungu.

3) Anak mengalami kelainan organ pendengarannya sejak lahir seperti; liang telinga sempit
(microtis) sehingga anak yang dilahirkan mengalami tuna rungu, atau anak tidak mempunyai
membrane tympani atau membrannya terlalu tebal atau mengerut, sehingga anak mengalami
kelainan pendengaran.

4) Saat melahirkan menggunakan alat (tang) jika penggunaan alat ini mengenai salah satu organ
pendengaran maka akan berakibat anak mengalami tuna rungu.

5) Faktor rhesus (Rh) ibu dan anak tidak sejenis.

c. Sebab-sebab Ketunarunguan Sesudah Anak Dilahirkan (Masa Postnatal)

Ketunarunguan setelah dilahirkan dapat disebabkan karena infeksi, meningitis, tuna rungu
perseptif, otitis media yang kronis, terjadi infeksi pada alat pernapasan, dan lain-lain (Sardjono,
1997:9-11). Pendapat senada juga disampaikan Prof. dr. Soewito bahwa sebab- sebab
ketunarunguan dibedakan menjadi tiga yaitu masa prenatal, perinatal, dan postnatal.
1) Prenatal, yaitu penyebab ketunarunguan karena heriditer atau keturunan atau sedang
penyebab nonheriditer misalnya karena infeksi virus rubella, defisiensi nutrisi (malabsorbsi),
beri-beri, diabetes mellitus (kencing manis), obat-obatan ototoksis yang dapat merusak
pendengaran antara lain; thalidomide, kinine, streptochyin, dan gangguan kelenjar endoktrin
(cretinisme atau cebol).

2) Perinatal, yaitu penyebab ketunarunguan karena kurvaicretus kelainan faktor Rh dalam


darah ibu dan anak, trauma persalinan, prematuritas, dan anoksemia.

3) Postnatal, yaitu ketunarunguan yang disebabkan karena infeksi, misalnya parotitis, otitis
media, meningitis (radang selaput otak), trauma fisik dan akustik, serta proses degenerasi
preisbyacusis (Sardjono, 1997: 23).

Anda mungkin juga menyukai