Anda di halaman 1dari 10

RESUME

Pendidikan Inklusi AUD

Oleh

Muhammad Isra' 20.058

Dosen Pengampu:

Yulia Purnamasari, M.Pd.

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM

YAYASAN TARBIYAH ISLAMIYAH PADANG

1443 H / 2022 M
A. LANDASAN DAN KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM
PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK KEBUTUHAN KHUSUS
1. Kebijakan Pemerintah tentang Anak Berkebutuhan Khusus
KEBIJAKAN PEMERINTAH
1. UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang penyandang cacat disebutkan bahwa
“setiap penyandang cacat mempunyai hak yang sama dalam segala aspek kehidupan
dan penghidupan”.
Penjelasan :Tentunya aspek-aspek tersebut mencakup pula aspek pendidikan
yangmenjadi kebutuhan semua orang. Menjadikan bahan rujukan kita bersamauntuk
lebih mengayomi mereka yang berkebutuhan khusus. ABK jugamanusia sama
seperti yang lainnya dan mereka mempunyai hak yang samajuga untuk memperoleh
pendidikan yang layak.
2. Kemudian terdapat penjelasan tentang pendidikan khusus ini disebutkan pada pasal
32 ayat 1, pendidikan merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki
tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelaianan fisik,
emosional, mental, sosial, dan atau memiliki potensi kecerdasan
Penjelasan : Disini jelas sekali disinggung mengenai mereka,yang mendapat
pendidikan adalah yang memiliki kesukaran dalam pembelajaran.Berarti ABK harus
disajikan materi pembelajaran yang eksklusif juga karena memiliki keterbatasan.
Bukannya malah dikucilkan bahkan dikeluarkan dari sekolah karena dianggap
menjelekkan citra sekolah.
3. Permendiknas No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif bagi Peserta Didik
yang Memiliki Kelainan dan Memiliki Potensi Kecerdasan dan/atauBakat Istimewa:

 Pasal 3 (1): Setiap peserta didik yang memiliki kelainan fisik,emosional,


mental, dan sosial atau memiliki potensi kecerdasandan/atau bakat
istimewa berhak mengikuti pendididkan secara inklusif pada satuan
pendidikan tertentu sesuai dengan kebutuhan dankemampuannya.

 Pasal 4: Pemerintah kabupaten/kota menunjuk paling sedikit 1


(satu)sekolah dasar, dan 1 (satu) sekolah menengah pertama pada
setiapkecamatan dan 1 (satu) satuan pendidikan menengah
untukmenyelenggarakan pendidikan inklusif yang wajib menerima
pesertadidik sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 (1).

 Pasal 6 (1): Pemerintah kabupaten/kota menjamin


terselenggaranyapendidikan inklusif sesuai dengan kebutuhan peserta
didik.
 Pasal 6 (2): Pemerintah kabupaten/kota menjamin tersedianya
sumberdaya pendidikan inklusif pada satuan pendidikan yang ditunjuk.
 Pasal 6 (3): Pemerintah dan Pemerintah Provinsi membantutersedianya
sumber daya pendidikan inklusif.
2. UUD Yang Mengatur Tentang Anak Berkebutuhan Khusus

Pemerintah sendiri telah mengamanatkan hak atas pendidikan bagi anak


berkebutuhan khusus sebagaimana diatur dalam Pasal 54 Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia yaitu: "Setiap anak yang cacat fisik dan atau
mental berhak memperoleh perawatan, pendidikan, pelatihan, dan bantuan khusus
atas biaya negara, untuk menjamin kehidupannya sesuai dengan martabat
kemanusiaan, meningkatkan diri, dan kemampuan berpartisipasi dalam kehidupan
masyarakat dan bernegara".

Kemudian lewat Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (“UU Sisdiknas”) mengamanatkan pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus, yang berbunyi: "Warga Negara yang memiliki kelainan fisik,
emosional, mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan
khusus."

Selanjutnya dalam Pasal 32 UU Sisdiknas menjelaskan:


"Pendidikan khusus merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
sosial, dan/atau memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa".

3. Perkembangan anak berkebutuhan khusus di Indonesia

Para ahli sejarah menggambarkan bahwa pendidikan luar biasa bagi penyandang
kebutuhan khusus telah ada pada abad ke 18 atau awal abad ke 19. Di Indonesia sejarah
perkembangan luar biasa di mulai ketika belanda masuk ke Indonesia (tahun 1596 –
1942). Mereka telah memperkenalkan sistem persekolahan dengan orientasi barat. Untuk
pendidikan bagi anak – anak berkebutuhan khusus telah di buka lembaga – lembaga
khusus pertama untuk tunanetra pada tahun 1901, tunagrahita berdiri pada tahun 1927
dan untuk tuna rungu berdiri pada tahun 1930 yang terletak di kota Bandung. Sedangkan
konsep pendidikan terpadu diperkenalkan di indonesia pada tahun 1978 yang bertujuan
khusus untuk anak tuna netra. Dalam perkembangannya terdapat sekolah untuk anak –
anak berkebutuhan khusus antara lain :

a. SLB bagian A untuk anak tuna netra


b. SLB bagian B untuk anak tuna rungu
c. SLB bagian C untuk anak tuna Grahita
d. SLB bagian D untuk anak tuna daksa
e. SLB bagian E untuk anak tuna laras
f. SLB bagian F untuk anak tuna ganda
B. Ruang Lingkup , Faktor penyebab, Klasifikasi & Karakteristik ABK
1. developmental disability is multiply determined, yaitu bahwa hambatan perkembangan
yang muncul bisa disebabkan oleh banyak faktor sehingga dalam mengidentifikasi dan
menanganinya pun (mengintervensi) tidak bisa hanya dilakukan terhadap satu faktor
saja, contohnya : jika kita ingin membantu anak yang memiliki masalah belajar maka
kita tidak hanya meng-assess kemampuan belajarnya saja tetapi juga kemampuannya di
bidang yang lain dan hal-hal lain yang mungkin mempengaruhi kemampuannya tersebut.

2. Child and the environment are interdependent (transactional view), yaitu bahwa individu
dan lingkungan saling mempengaruhi dan berkontribusi dalam memunculkan perilaku
adaptif maupun maladaptif

3. It involves continuities and discontinuities of behavior pattern over time, yaitu bahwa ada
pola perkembangan yang dapat diramalkan dan sulit diramalkan bagaimana selanjutnya
begitu pula kondisi hambatan perkembangan yang dialami individu. Asumsi ini
membawa kita untuk tetap optimis dalam membantu mengoptimalkan kemampuan anak-
anak berkebutuhan khusus. Tidak selalu hambatan perkembangan akan berprognosis/
memiliki potensi menjadi lebih parah seiring bertambahnya usia.

4. Changes, typical and atypical, yaitu bahwa dalam perkembangan selalu membawa
perubahan dimana perubahan yang terjadi bisa bersifat typical maupun atypical.
Perubahan yang bersifat typical maksudnya adalah perubahan yang menunjukkan
capaian positif seiring bertambahnya usia (normal achievements) sedangkan atypical
menunjukkan perubahan dalam bentuk problem/ masalah yang kemungkinan dialami
pada tiap-tip fase perkembangan (common behavior problems). Perubahan yang bersifat
typical maupun atypical semuanya normal dan sangat mungkin dialami oleh hampir
semua individu. Namun, untuk perubahan yang bersifat atypical jika tidak mendapatkan
perlakuan yang tepat akan mengarah pada munculnya gangguan atau developmental
psychopatholgy

 Klasifikasi ABK
a. ABK Temporer
Kategori ini terjadi karena suatu persoalan yang bersifat sementara, seperti
masalah Kesulitan Belajar, Anak Berbakat, Hiperaktif, Indigo dan masalah lain
dalam diri individu. Masalah tersebut dikatakan bersifat sementara karena,
terdapat kemungkinan jika masalah tersebut dapat teratasi dengan langkah-
langkah tapeutik yang tepat.
b. ABK Permanen
ABK permanen merupakan kasus dimana kelainan pada anak merupakan sesuatu
yang bersifat tetap dan kemungkinan untuk berubahnya kecil. ABK permanen
dapat dilihat pada anak yang menderita Tunagrahita, Tunanetra Cerebal Palsy
(Lumpuh Otak) Tunadaksa, Tunalaras, Tunaganda dan Autis.
 Karakteristik

1. Sulit Komunikasi
2. Kesulitan Belajar
3. Kelainan Fisik
4. Bersikap membangkang
5. Emosional

C. Tuna Netra, Tuna Rungu, Tuna Daksa, Tuna Grahita, Tuna Laras
1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan
Tunanetra adalah anak yang mengalami gangguan daya penglihatannya, berupa kebutaan
menyeluruh atau sebagian, dan walaupun telah diberi pertolongan dengan alat-alat bantu
khusus masih tetap memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran

Tunarungu adalah anak yang kehilangan seluruh atau sebagian daya pendengarannya
sehingga tidak atau kurang mampu berkomunikasi secara verbal dan walaupun telah
diberikan pertolongan dengan alat bantu dengar masih tetap memerlukan pelayanan
pendidikan khusus.

3. Tunadaksa/mengalami kelainan angota tubuh/gerakan

Tunadaksa adalah anak yang mengalami kelainan atau cacat yang menetap pada alat gerak
(tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus.

4. Tunagrahita

Tunagrahita (retardasi mental) adalah anak yang secara nyata mengalami hambatan dan
keterbelakangan perkembangan mental jauh di bawah rata-rata sedemikian rupa sehingga
mengalami kesulitan dalam tugas-tugas akademik, komunikasi maupun sosial, dan
karenanya memerlukan layanan pendidikan khusus.

5. Lamban belajar (slow learner) :

Lamban belajar (slow learner) adalah anak yang memiliki potensi intelektual sedikit di
bawah normal tetapi belum termasuk tunagrahita. Dalam beberapa hal mengalami
hambatan atau keterlambatan berpikir, merespon rangsangan dan adaptasi sosial, tetapi
masih jauh lebih baik dibanding dengan yang tunagrahita, lebih lamban dibanding dengan
yang normal, mereka butuh waktu yang lebih lama dan berulang-ulang untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugas akademik maupun non akademik, dan karenanya memerlukan
pelayanan pendidikan khusus.

6. Anak yang mengalami kesulitan belajar spesifik


Anak yang berkesulitan belajar spesifik adalah anak yang secara nyata mengalami
kesulitan dalam tugas-tugas akademik khusus (terutama dalam hal kemampuan membaca,
menulis dan berhitung atau matematika), diduga disebabkan karena faktor disfungsi
neugologis, bukan disebabkan karena factor inteligensi (inteligensinya normal bahkan ada
yang di atas normal), sehingga memerlukan pelayanan pendidikan khusus. Anak
berkesulitan belajar spesifik dapat berupa kesulitan belajar membaca (disleksia), kesulitan
belajar menulis (disgrafia), atau kesulitan belajar berhitung (diskalkulia), sedangkan mata
pelajaran lain mereka tidak mengalami kesulitan yang signifikan (berarti).

7. Anak yang mengalami gangguan Komunikasi;

Anak yang mengalami gangguan komunikasi adalah anak yang mengalami kelainan suara,
artikulasi (pengucapan), atau kelancaran bicara, yang mengakibatkan terjadi
penyimpangan bentuk bahasa, isi bahasa, atau fungsi bahasa, sehingga memerlukan
pelayanan pendidikan khusus. Anak yang mengalami gangguan komunikasi ini tidak
selalu disebabkan karena faktor ketunarunguan.

8. Tunalaras/Anak yang Mengalami Gangguan Emosi dan Perilaku.

Tunalaras adalah anak yang mengalami kesulitan dalam penyesuaian diri dan bertingkah
laku tidak sesuai dengan norma-norma yang berlaku dalam lingkungan kelompok usia
maupun masyarakat pada umumnya, sehingga merugikan dirinya maupun orang lain, dan
karenanya memerlukan pelayanan pendidikan khusus demi kesejahteraan dirinya maupun
lingkungannya.

B. Karakteristik Anak dengan kebutuhan khusus

Setiap anak dengan kebutuhan khusus memiliki karakteristik (ciri-ciri) tertentu yang
berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Untuk keperluan identifikasi, di bawah ini
akan disebutkan ciri-ciri yang menonjol dari masing-masing jenis anak dengan kebutuhan
khusus.

1. Tunanetra/anak yang mengalami gangguan penglihatan

 Tidak mampu melihat

 Tidak mampu mengenali orang pada jarak 6 meter

 Kerusakan nyata pada kedua bola mata,

 Sering meraba-raba/tersandung waktu berjalan,

 Mengalami kesulitan mengambil benda kecil di dekatnya,

 Bagian bola mata yang hitam berwarna keruh/besisik/kering,

 Peradangan hebat pada kedua bola mata,

 Mata bergoyang terus.


2. Tunarungu/anak yang mengalami gangguan pendengaran

 Tidak mampu mendengar,

 Terlambat perkembangan bahasa

 Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi

 Kurang/tidak tanggap bila diajak bicara

 Ucapan kata tidak jelas

 Kualitas suara aneh/monoton,

 Sering memiringkan kepala dalam usaha mendengar

 Banyak perhatian terhadap getaran,

 Keluar cairan ‘nanah’ dari kedua telinga

3. Tunadaksa/anak yang mengalami kelainan angota tubuh/gerakan

 Anggauta gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh,

 Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak terkendali),

 Terdapat bagian anggauta gerak yang tidak lengkap/tidak sempurna/lebih


kecil dari biasa,

 Terdapat cacat pada alat gerak,

 Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam,

 Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan menunjukkan sikap tubuh


tidak normal

 Hiperaktif/tidak dapat tenang.

4. Tunagrahita

 Penampilan fisik tidak seimbang, misalnya kepala terlalu kecil/ besar,

 Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usia,

 Perkembangan bicara/bahasa terlambat

 Tidak ada/kurang sekali perhatiannya terhadap lingkungan (pandangan


kosong),

 Koordinasi gerakan kurang (gerakan sering tidak terkendali),

 Sering keluar ludah (cairan) dari mulut (ngiler)


5. Anak Lamban Belajar

 Rata-rata prestasi belajarnya selalu rendah (kurang dari 6),

 Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering terlambat dibandingkan


teman-teman seusianya,

 Daya tangkap terhadap pelajaran lambat,

 Pernah tidak naik kelas.

6. Anak yang mengalami kesulitan belajar Spesifik

a, Anak yang mengalami kesulitan membaca (disleksia)

 Perkembangan kemampuan membaca terlambat,

 Kemampuan memahami isi bacaan rendah,

 Kalau membaca sering banyak kesalahan

b. Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)

 Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai,

 Sering salah menulis huruf b dengan p, p dengan q, v dengan u, 2 dengan 5, 6


dengan 9, dan sebagainya,

 Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca,

 Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang,

 Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.

c. Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung (diskalkulia)

 Sulit membedakan tanda-tanda: +, -, x, :, >, <, =

 Sulit mengoperasikan hitungan/bilangan,

 Sering salah membilang dengan urut,

 Sering salah membedakan angka 9 dengan 6; 17 dengan 71, 2 dengan 5, 3


dengan 8, dan sebagainya,

 Sulit membedakan bangun-bangun geometri.


7. Anak yang mengalami gangguan Komunikasi

 Sulit menangkap isi pembicaraan orang lain,

 Tidak lancar dalam berbicaraa/mengemukakan ide,

 Sering menggunakan isyarat dalam berkomunikasi,

 Kalau berbicara sering gagap/gugup,

 Suaranya parau/aneh,

 Tidak fasih mengucapkan kata-kata tertentu/celat/cadel,

 Organ bicaranya tidak normal/sumbing.

8. Tunalaras (anak yang mengalami gangguan emosi dan perilaku).

 Bersikap membangkang,

 Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah

 Sering melakukan tindakan aggresif, merusak, mengganggu

 Sering bertindak melanggar norma social/norma susila/hukum

Anda mungkin juga menyukai