Anda di halaman 1dari 14

MELAYANI DENGAN HATI:

Menghapus Diskriminasi dan Segregesi antara Anak Reguler


dengan Anak Berkebutuhan Khusus melalui Sekolah inklusif
YBPK Kota Kediri

Binti Su’aidah Hanur


STAI Badrus Sholeh Kediri
freeda0740@gmail.com

Sholeh Avif
STAI Badrus Sholeh Kediri
sholeh.avif@gmail.com

Abstract
Inclusive Education is an education which provides education for all students
and gives the equal chance for all students in the same class. Each students is
given chance to help, to take and give, to share each other although each of
them has the differences could be in the ability or in the capability, mentally or
physcally. Though, the concept of inculsive education had been existed in the
early of 1900s but there was misunderstanding in applying the concept. This
was related to the concept of classification or labelling by which it tends to two
paradoxs term, they are regular students and special needs students. Then it
affects the process and the output of each students. Students who is labelled by
“idiot” will cause discrimination and segregation problem toward students.
Hereby, this research was focused on how the methods applied in the learning
process in PAUD Inklusif could be proved eliminate the discrimination and
segregation problem between reguler students and special needs students and
also how the assessment system applied in the PAUD Inklusif can improve the
special needs students’ achievement.
Keywords: Inclusive education, special needs students

Pendahuluan dan kemajemukan bangsa.1 Hal ini berarti


Amanat UUD 1945 pasal 31 bahwa, setiap warga negara berhak untuk
menyatakan bahwa setiap warga negara mendapatkan layanan pendidikan yang
berhak mendapatkan pendidikan yang disediakan pemerintah, baik mereka yang
layak. Dalam Undang-undang RI Nomor 20 reguler (tidak cacat fisik/mental) maupun
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan yang tidak reguler. Bahwasanya
Nasional menyebutkan bahwa pendidikan keberadaan anak berkelainan dan anak
diselenggarakan secara demokratis dan
berkeadilan serta tidak diskriminatif 1
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003
dengan menjunjung tinggi hak asasi tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4 ayat 1.
manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, Selanjutnya pada pasal 5 ayat (1) Setiap warga negara
mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu.
Binti S. Hanur & Sholeh Avif, Melayani dengan Hati: Menghapus Diskriminasi 27
berkebutuhan khusus lainnya di Indonesia terdahulu.4 Pengertian “luar biasa” dalam
untuk mendapatkan kesamaan hak dalam dunia pendidikan mempunyai ruang
berbicara, berpendapat, memperoleh lingkup yang lebih luas dari pada
pendidikan, kesejahteraan dan kesehatan, pengertian “berkelainan atau cacat” dalam
sebagaimana yang dijamin oleh UUD 1945; percakapan sehari-hari. Istilah luar biasa
mendapatkan hak dan kewajiban secara dalam pendidikan mengandung pengertian
penuh sebagai warga negara, sebagaimana ganda, yaitu mereka yang menyimpang ke
tertuang dalam Deklarasi Universal Hak atas karena memiliki kemampuan yang luar
Asasi Manusia (1948), diperjelas oleh biasa dibanding orang reguler pada
Konvensi Hak Anak (1989), Deklarasi Dunia umumnya, dan mereka yang menyimpang
tentang Pendidikan untuk Semua (1990), ke bawah, yaitu mereka yang menderita
Peraturan Standar PBB tentang Persamaan kelainan, kekurangan atau ketunaan yang
Kesempatan bagi Para Penyandang Cacat tidak diderita orang pada umumnya.
(1993), Pernyataan Salamanca dan Peserta didik yang berkebutuhan
Kerangka Aksi UNESCO (1994), Undang- khusus – yang dimaksud di sini adalah
undang Penyandang Kecacatan (1997), Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) – yaitu
Kerangka Aksi Dakar (2000), Undang- peserta didik yang secara signifikan
undang RI Nomor 20 tentang Sistem mengalami kesulitan dalam mengikuti
Pendidikan Nasional (2003), dan Deklarasi proses pembelajaran karena mengalami
Kongres Anak Internasional (2004). kelainan fisik, mental, intelektual,
Seluruh dokumen tersebut memberikan emosional, dan atau sosial. Untuk peserta
jaminan sepenuhnya kepada anak didik yang memiliki karasteristik demikian
berkelainan dan anak berkebutuhan khusus ini, menurut Hallahan dan Kauffman
lainnya dalam memperoleh pendidikan (1986), mereka memerlukan pendidikan
yang bermutu dan berpartisipasi aktif dan layanan yang bersifat khusus untuk
dalam kehidupan masyarakat. Dilihat dari mengembangkan potensi kemanusiaan
reguleritas, bangsa Indonesia sangat mereka secara sempurna.5 Program
bervariasi, ada warga negara yang reguler pemerintah bagi peserta didik yang
dan ada pula warga negara yang tidak berkebutuhan khusus ini diwujudkan
reguler. Terkait dengan reguleritas ini, melalui pendirian dan pembentukan
lebih lanjut pada pasal 5 ayat 2 berbagai jenjang Pendidikan Luar Biasa
menyebutkan bahwa warga negara yang (PLB) dari Taman Kanak-kanak, SDLB,
memiliki kelainan fisik, emosional, mental, SMPLB, sampai dengan SMALB.
intelektual, dan/atau sosial berhak Sejak Repelita I sampai sekarang ini,
memperoleh pendidikan khusus.2 mutu dan pemerataan pendidikan
Pendidikan khusus merupakan merupakan masalah yang mendapat
pendidikan bagi peserta didik yang perhatian khusus. Namun tidak sedikit
memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti fakta yang menunjukkan ketimpangan
proses pembelajaran karena kelainan fisik, antara wilayah satu dengan yang lainnya,
emosional, mental, sosial, dan/atau antar komunitas, institusi, atau individu,
memiliki potensi kecerdasan dan bakat termasuk antara anak yang reguler dengan
istimewa.3 Pendidikan khusus merupakan anak yang tidak reguler. Jumlah ABK
perubahan nama dari Pendidikan Luar berkisar antara 1-3 persen dari
Biasa dalam sistem pendidikan nasional keseluruhan jumlah anak. Akan tetapi
6

dalam kenyataan prosentase ABK yang


4
Undang-undang RI Nomor 2 tahun 1989
2
UU Nomor 20..... Ibid., disebutkan juga pada tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 8 ayat 1.
5
ayat 4, bahwa warga negara yang memiliki potensi Abdul Hadis, Pendidikan Anak Berkebutuhan
kecerdasan dan bakat istimewa berhak memperoleh Khusus-Autistik, (Bandung: Alfabeta, 2006), 5
6
pendidikan khusus. S.M. Lumbantobing, Anak dengan Mental
3
UU Nomor 20..... Ibid., Pasal 32 ayat 1 Terbelakang, (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006), 1.
28 Jurnal al–Hikmah vol. 6 no. 2 Oktober 2018 27~40
mendapatkan layanan pendidikan ABK yang diselenggarakan pada sekolah-
jumlahnya amat sedikit. Paling tidak ada sekolah biasa bersama dengan anak-anak
beberapa faktor yang menjadi penyebab reguler yang dibimbing oleh guru sekolah
utama, di antaranya: pertama, jumlah reguler bekerjasama dengan guru
sekolah luar biasa yang dibiayai pembimbing khusus.8 Sistem pendidikan ini
pemerintah sangat terbatas dan mayoritas disediakan bagi peserta didik yang
berada di perkotaan sehingga sulit dijagkau berkelainan dan berkebutuhan khusus,
oleh mereka yang berada di wilayah yaitu peserta didik yang mengalami
pinggiran; kedua, biaya pendidikan di SLB tunanetra, (gangguan penglihatan),
swasta sangat mahal sehingga sulit diakses tunarungu (gangguan pendengaran),
masyarakat ekonomi lemah; ketiga, tunawicara (gangguan komunikasi),
dikarenakan masih adanya hambatan pada tunagrahita (gangguan kecerdasan),
pola pikir masyarakat kita yang tunadaksa (gangguan fisik dan kesehatan),
mengabaikan potensi ABK. Pada umumnya
7 tunalaras (gangguan emosi dan perilaku),
masyarakat memandang kecacatan anak yang berkesulitan belajar, anak yang
(disability) sebagai penghalang (handicap) lamban belajar, anak autistik, anak dengan
untuk berbuat sesuatu. Padahal telah gangguan motorik, anak korban
banyak bukti bahwa orang cacat mampu penyalahgunaan narkoba, dan gabungan
melakukan sesuatu dengan sukses dan dari dua atau lebih jenis-jenis anak
berhasil. Banyak orang yang tidak memiliki berkelainan di atas.9
tangan ternyata bisa menghasilkan lukisan Sekalipun kehadiran konsep
dengan baik, ada orang yang tidak bisa pendidikan inklusif sudah ada sejak awal
berjalan namun menjadi ahli fisika ternama dekade 90-an, namun terjadi pasang surut
seperti Stephen Hopkins, ada juga orang minat penggunaan konsep ini. Belakangan
yang tidak bisa bicara dengan baik namun ini konsep pendidikan inklusif mulai
berhasil menjadi model seperti Katrin. diminati oleh beberapa kalangan
Faktor-faktor di atas menyebabkan pendidikan termasuk pemerintah. Dengan
tidak jarang ABK disekolahkan pada pendidikan inklusif, diyakini dapat
sekolah-sekolah konvensional yang pada menghapus atau paling tidak
gilirannya mereka mendapatkan layanan meminimalisir kesan diskriminasi dan
yang sama dengan anak reguler. Tentu saja segregasi antara anak yang berkebutuhan
anak berkebutuhan khusus dengan segala khusus dengan anak reguler. Dengan
keterbatasannya tidak mampu mengintegrasikan anak yang berkebutuhan
berkompetisi dengan anak reguler, bahkan khusus bersama anak yang reguler dalam
sebaliknya menjadi bahan permainan, satu pengelolaan pembelajaran, diharapkan
ejekan, atau cemoohan kawan-kawannya, mereka dapat berinteraksi, komunikasi,
yang pada gilirannya anak berkebutuhan dan sosialisasi dengan teman sekelasnya
khusus menempati posisi yang marginal (anak reguler), selanjutnya dengan operant
dalam proses pembelajaran. Sekalipun conditioning terespon berperilaku
dalam sekolah konvensional, anak-anak sebagaimana anak reguler sebayanya.
yang berkelainan ini semestinya perlu Sampai saat ini belum ada standar
mendapatkan perhatian khusus, sebab anak dan model yang baku atau bahkan
yang berkelainan mempunyai kebutuhan peraturan perundangan mengenai konsep
yang berbeda dengan anak reguler. Untuk pembelajaran inklusif. Oleh karenanya
mengintegrasikan kepentingan ini, sangat memungkinkan terjadinya
beberapa pihak mulai melirik konsep keragaman di lembaga pendidikan satu
pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif dengan lembaga pendidikan lainnya dalam
sebagai sistem pendidikan khusus untuk
8
Abdul Hadis, Pendidikan....., 35
7 9
Nurkolis, Reformasi Kebijakan Pendidikan Direktorat PLB Ditjendikdasmen Depdiknas,
Luar Biasa, http/www.artikel.usnurkolis2.html.htm 2003.
Binti S. Hanur & Sholeh Avif, Melayani dengan Hati: Menghapus Diskriminasi 29
beberapa aspek, seperti: kurikulum, akibat pada masing-masing individu (pada
manajemen, pendekatan, strategi, dan dua jenis anak tersebut). Seperti pelabelan
metode pembelajaran. Dalam mengkaji yang dilakukan oleh penegak hukum
pendidikan inklusif pada pembelajaran (Polisi, jaksa atau hakim) pada seorang
anak berkebutuhan khusus kami yang telah melakukan tindak kriminal
mengkategorikan Pertama, Kelas Reguler dengan sebutan penjahat. Pelabelan bisa
untuk pembelajaran anak-anak reguler; juga terjadi dalam aspek kehidupan yang
Kedua, Kelas Pra-Kalsikal untuk lain baik yang bersifat positif maupun
pembelajaran ABK kategori sedang; dan negatif, seperti: genius, berbakat,
Ketiga, Kelas Khusus yang digunakan untuk berprestasi, bisu, atau buta, tuli dan lain
pembelajaran ABK kategori berat. sebagainya. Pelabelan terhadap anak yang
Selanjutnya dengan konsep tersebut mendapat layanan khusus akan memberi
menarik untuk dilakukan studi apakah pengaruh pada penodaan. Minoritas anak
dapat dibuktikan mampu menghapus yang diberi label idiot misalnya,
diskriminasi dan segregasi antara ABK menimbulkan permasalahan diskriminasi
dengan anak yang reguler, atau bahkan dan pemisahan pada anak didik. Sunardi
dapat meningkatkan prestasi ABK. Yayasan (1996) menyatakan bahwa labelisasi pada
Badan Pendidikan Kristen (YBPK) kediri beberapa penelitian menghasilkan dua hal
pada tahun 2016 meresmikan PAUD yang kontradiktif. Penelitian yang
inklusif yang beralamat di Jl. Mayor Bismo dilakukan Ragers dan Saflaske, Margarit
No. 52 Kelurahan Semampir Kota Kediri dan Zak, serta Caroll, Fridrich dan Hand
setelah sebelumnya pada tahun 2011 menyimpulkan bahwa – dengan labelisasi –
secara resmi mendirikan SMP inklusif YBPK harga diri anak berkebutuhan khusus lebih
Kota Kediri meskipun sebelum itu sudah rendah dari pada harga diri anak reguler.
menerima peserta didik berkebutuhan Sementara penelitian yang dilakukan oleh
khusus. Implementasi dan pelaksanaan Silverman dan Zigman, serta Stone dan
pendidikan inklusif di YBPK kota kediri Colleman menyimpulkan bahwa harga diri
belum terlaksana secara maksimal tetapi anak berkebutuhan khusus dan anak
sekolah ini berusaha melaksanakan reguler tidak berbeda, baik yang dilayani di
pendidikan inklusif yang terbaik di kota PAUD khusus penuh atau tidak penuh.10
kediri. Pendidikan inklusif di PAUD YBPK Model pendidikan inklusif di
kota kediri dipilih sebagai representasi dari Indonesia sebagaimana yang dikemukakan
implementasi pendidikan inklusif di kota oleh Idayu dan Olim Walentiningsih adalah
kediri. sebagai berikut:
Pendidikan inklusif a. Kelas Reguler (inklusif Penuh), yaitu
Pendidikan inklusif adalah pendidikan anak yang berkebutuhan khusus
yang menampung semua murid di PAUD belajar dengan anak reguler dengan
yang sama dan memberi kesempatan yang kurikulum yang sama.
sama pada setiap anak di PAUD yang sama. b. Kelas Reguler dengan Kluster, yaitu
Setiap anak diberi kesempatan untuk saling peserta didik berkebutuhan khusus
membantu, saling menolong, saling belajar dengan anak reguler di PAUD
menerima karakteristik yang berbeda-beda reguler dalam kelompok khusus.
kemampuan dan kesempurnaan baik sifat, c. Kelas Reguler dengan Pull Out, yaitu
fisik, maupun psikisnya. Penanganan pserta didik berkebutuhan khusus
seperti itu tentu saja masih tidak bisa lepas belajar dengan anak reguler di PAUD
dari klasifikasi atau ”pelabelan” yang reguler tapi dalam waktu-waktu
mengarah pada dua hal yang paradoks, tertentu ditarik dari kelas reguler ke
yaitu antara anak reguler dan anak
berkebutuhan khusus sendiri, yang 10
Anton Sukarno, Pelayanan dan Model
selanjutnya mempengaruhi proses dan Pembelajaran Anak Berkesulitan Belajar, (Surakarta:
Sebelas Maret Unversity Press, 2006), 21
30 Jurnal al–Hikmah vol. 6 no. 2 Oktober 2018 27~40
ruang sumber untuk belajar dengan Khusus di Sekolah inklusif YBPK Kota
guru pembimbing khusus. Kediri
d. Kelas Reguler dengan Cluster dan Pull Proses regulerisasi ABK yang
Out, yaitu peserta didik berkebutuhan sesungguhnya adalah ketika ABK mulai
khusus belajar dengan anak reguler di diintegrasikan dalam kegiatan
PAUD reguler dalam kelompok khusus pembelajaran kelas reguler. regulerisasi
namun alam waktu-waktu tertentu dilakukan dengan pengintegrasian dan
ditarik dari kelas reguler ke ruang mainstreaming. Setelah anak reguler sudah
sumber untuk belajar dengan guru bisa menerima keberadaan ABK, maka
pembimbing khusus. pada giliran berikutnya secara khusus ABK
e. Kelas Khusus dengan Berbagai mulai dibimbing untuk berinteraksi dan
Perintegrasian, yaitu peserta didik bersosialisasi dengan teman-temannya.
berkebutuhan khusus belajar dalam Seperti pandangan Michel Foucoult, bahwa
kelas khusus tetapi dalam bidang- dengan konsep penjara bagi penjahat atau
bidang tertentu dapat belajar bersama perawatan medik bagi orang gila dalam
anak reguler lainnya di PAUD reguler. rumah sakit jiwa, sudah tidak relevan dan
f. Kelas Khusus Penuh, yaitu peserta tidak efektif lagi, sebab dengan pembatasan
didik berkebutuhan khusus belajar itu merupakan penghambat proses
dalam kelas khusus pada sekolah regulerisasi.12 Sejalan dengan Foucoult,
reguler. Paulo Freire mengemukakan bahwa tidak
Ada dua model penilaian di PAUD mungkin memisahkan satu dengan yang
inklusif yang dilakukan secara fleksibel, lainnya (logika dominasi dan tertindas),
yaitu tes dan non tes. Penilaian model tes karena penyelanggaraan pendidikan pasti
berbentuk tulisan, lisan, dan perbuatan, berkaitan dengan pengetahuan dan
sedangkan penilaian model non tes gerakan sosial yang radikal.13 Dengan
berbentuk observasi, wawancara, dan skala demikian, menurut konsep ini, setiap
sikap. Fleksibel bermakna terdapat individu – terutama ABK – sedapat
penyesuaian cara, waktu dan isi kurikulum, mungkin diberikan pendidikan dan
multimetode dan berkelanjutan serta ada lingkungan hidup yang reguler, agar ABK
komunikasi dengan orang tua. tidak disalahkan karena kekurangan dan
Penyelanggaraan kelas inklusif terdiri dari keterbatasan mereka, agar ABK tidak
banyak pihak dintaranya guru kelas, guru dihukum sepanjang hidupnya, tidak hanya
pembimbing khusus (GPK), serta dukungan oleh orang lain tetapi juga oleh diri mereka
dari terapis, tenaga medis, dokter, psikolog, sendiri.
laboran dan pihak-pihak terkait.11 penilaian PAUD inklusif YBPK Kota Kediri
yang dilakukan harus memperhatikan telah berdiri sejak tahun 2009. pada tahun
keseimbangan kebutuhan antara peserta ajaran ini PAUD inklusif menerima 5 (lima)
didik berkebutuhan khusus dengan anak anak inklusif yaitu 2 (dua) tuna rungu yang
reguler lannya. Penilaian yang dilakukan duduk di Kelompok Bermain (KB), 1 (satu)
untuk mengetahui ABK dan tindakan yang speech delay dan 1 (satu) lambat kembang
diperlukan yang kemudian di di TK A, dan 1 (orang) hiperaktif
komunikasikan dengan orang tua ABK. sebagaimana tabel dibawah ini.

Implementasi Penghapusan
Diskriminasi dan Segregesi antara anak
reguler dengan Anak Berkebutuhan

11
Ninik Zuraidah dan Fathimatul Zahrol F.
12
Implementasi Pendidikan inklusif di Kota Kediri: Studi Mitchel Foucoult, Kegilaan dan
Kasus di SMP YBPK Kediri. Jurnal Empirisma Vol. 24 Peradaban...Ibid., 86-87
13
No. 2 Juli 2015 hlm. 220 Paulo Freire, Politik Pendidikan..., 11
Binti S. Hanur & Sholeh Avif, Melayani dengan Hati: Menghapus Diskriminasi 31
T a b e l 1 : J u m l a h S i s w a R e g u l e r m e n u r u t K e l a s (R o m b o n g a n B e l a ja r ) d a n J e n i s K e l a m i n
S i s w a B a r u
Kel ompok B e l a j a r <= 3 Tahun 4 T a h u n 5 T a h u n 6 T a h u n >= 7 Tahun
J u m l a h
L P L P L P L P L P
Kelompok Bermain 3 3
K e l o m p o k A 7 3 1 0
K e l o m p o k B 8 2 1 0

Tabel 2: Jumlah Siswa Berkebutuhan Khusus menurut Kelas dan Jenis Kelamin

J e n i s Jumlah Siswa Berkebutuhan Khusus menurut Kelas ( Rombongan Belajar ) dan Jenis Kelamin
Kebutuhan Khusus
Kelompok Bermain Kelompok A Kelompok B
J U M L A H
L P L P L P
Tuna Netra (A)
Tuna Rungu (B) 2 2
Tuna Grahita Sedang (C)
Tuna Grahita Ringan (C1)
Tuna Daksa Seda ng (D)
Tuna Daksa Ringan (D1)
Tuna Laras (E)
Tuna Wicara (F)
Tuna Ganda (G)
Hiperaktif (H)/ADHD 1 1
Cerdas Istimewa (I)
Bakat Istimewa (J)
Kesulitan Belajar (K)
N a r k o b a ( N )
I n d i g o ( O )
Down Syndrom (P)
A u t i s ( Q )
Terpencil /Terbelakang
Bencana Alam/Sosial
Tida k Ma mpu Ekonomi
S p e e c h d e l a y 1 1
Lambat kembang 1 1
Sedangkan, pola interaksi yang bawah tanggung jawab wali14
dibangun antara anak reguler dan ABK, 14
ABK dengan fasiltiatornya dalam Anak autis dan hiperaktif ditempatkan di
kursi sendiri sampai emosi stabil dan bisa mandiri,
penanaman sikap dan pemenuhan kalau sudah bisa dilepas di dudukkan di kursi biasa
tanggung jawab sesuai tahapan usia AUD sebagaimana anak reguler. Kondisi ruangan untuk tuna
adalah sebagai berikut: rungu nomer 2 dari depan karena harus memperhatikan
1. Ketika anak sudah mandiri dan sudah lawan bicara, anak hiperaktif diletakkan di tempat
duduk yang dekat wali kelas, anak yang buth
mengerti instruksi maka sudah tidak pendampingan ditempatkan di belakang bersama
didudukkan sendiri, sudah membaur GPKnya biar tidak mengganggu teman yang lain sesuai
dengan teman-teman reguler dan di dengan Permen No. 70 tahun 2009 tentang Pendidikan
inklusif.
32 Jurnal al–Hikmah vol. 6 no. 2 Oktober 2018 27~40
2. Anak yang belum mengerti instruksi
dan belum mandiri maka didampingi Selain itu juga ada pengajaran
oleh GPK15. Pendampingan sesuai pengenalan bahasa isyarat di PAUD
kebutuhan anak, dilihat kebutuhannya otodidak, dan setiap hari sabtu ada
sampai bisa lepas. Faktor anak tidak pengenalan secara umum oleh relawan dari
bisa lepas/mandiri adalah karena anak Amerika. Sekolah ini juga mengadakan
jarang masuk, dan dirumah, orangtua kerjasama dengan TKLB Putra Asih
tidak mau melakukan treatment Balowerti. Anak inklusif yang dalam satu
sebagaimana GPKnya semester belum mampu mandiri dan juga
3. Guru memperlakukan sama ketika di belum mampu mengerti instruksi, maka
dalam maupun diluar kelas, ketika anak pihak sekolah akan membuat surat
reguler bermain dengan ABK, guru rekomendasi agar yang bersangkutan
hanya mengawasi dari jauh ketika disekolahkan di TKLB yang menjadi mitra
istirahat, guru melakukan apabila dari PAUD inklusif ini. Begitu juga
dianggap berbahaya meskipun ada sebaliknya, apabila ada Anak Berkebutuhan
walimurid yang menunggu tapi Khusus yang sekolah di TKLB mitra dalam
pengawasan full dari GPK, jadi ketika satu semester bisa mandiri dan mengerti
jam istirahat semua GPK keluar instruksi maka pihak TKLB mitra akan
mengawasi, tetapi sebelum istirahat merekomendasikan yang bersangkutan
anak-anak makan dahulu didalam kelas untuk disekolahkan disekolah PAUD
bersama-sama didalam kelas, setelah inklusif YBPK kota Kediri. Anak
makan meski tidak habis baru boleh berdasarkan hasil assessment dan
istirahat, ABK masih pendampingan penggolongan anak seharusnya di SLB
boleh disuapi. tetapi wali murid memaksa untuk
4. Metode pembelajaran yang diterapkan bersosialiasi maka sekolah akan
adalah kelas reguler dan pull out membuatkan MoU terkait keinginan orang
dimana dalam satu minggu anak tua karena sekolah tidak mungkin mengejar
berkebutuhan khusus diberikan materi target akademik merujuk pada hasil
tambahan di ruang sumber16. Ketika assessment awal selama keinginan orang
waktunya terapi ABK dibawa keluar tua wajar dan bisa dipenuhi oleh ABK yang
kelas 1x30 menit, 3x pertemuan, dan bersangkutan berdasarkan pandangan
yang mengantar ke ruang terapis adalah terapis. MoU ditanda tangani kepala
anak reguler. sekolah dan wali murid. Sistem assessment
5. Ketika ada ABK yang ngompol, maka yang dilakukan ada dua yaitu assessment
anak reguler akan segera bertindak awal PPDB dan di akhir semester.
membantu memberesi. Pembiasaan Assessment awal yang dilakukan ketika
dilakukan sejak masuk sekolah setiap PPDB adalah dengan cara semua anak yang
saat dan disisipkan di setiap aktivitas. didaftarkan di PAUD inklusif YBPK Kota
Bagi orangtua yang tidak mendukung Kediri baik yang reguler maupun ABK
pembiasaan maka akan diadakan WAJIB membawa diagnosa masing-masing
parenting terkait inklusif, parenting yang diperoleh dari dokter anak yang
diadakan 1x dalam setahun setelah dikenal oleh calon wali murid atau dokter
PPDB. yang direkomendasikan oleh pihak sekolah.
Dalam hal ini Sekolah PAUD inklusif YBPK
15
Guru umum yang mau jadi GPK harus kota Kediri berkerjasama dengan RS
melalui penguasaan teori assessment dan identifikasi
permasalahan anak secara umum dalam 15 kali tatap
BAPTIS, untuk usia 5 tahun keatas
muka dan praktek 15 kali tatap muka serta menangani direkomendasikan untuk menemui
anak sebanyak 15 anak Dr.Herdina SPKJ, sedangkan untuk anak
16
Terapis tidak pegang kelas karena di PAUD yang dibawah 5 tahun di sarankan ke
ada GPK lulusan umum, ruang terapi disebut ruang dokter tumbuh kembang anak. Setelah
sumber dimana terapis berpraktek
Binti S. Hanur & Sholeh Avif, Melayani dengan Hati: Menghapus Diskriminasi 33
pihak sekolah menerima hasil diagnosa diadakan secara individu untuk mewadahi
masing-masing anak baik anak reguler karakter orangtua yang bermacam-macam.
maupun reguler maka langkah selanjutnya Ada Model orangtua yang kooperatif, ada
adalah sekolah mengadakan assesment model orangtua yang 100% menyerahkan
terkait tes kemampuan dasar meliputi urusan pendidikan anak kepada pihak
prilaku, komunikasi, sosial dan emosi. sekolah dan adapula model orang tua yang
Anak-anak yang mempunyai kemampuan tidak mau tahu urusan anak ketika
dibawah rata-rata berdasarkan tes yang dirumah. Sedangkan sistem assessment
dilaksanakan oleh sekolah YBPK ini akhir yang dilaksanakan untuk menentukan
selanjutnya akan tetap di rekomendasikan kelulusan ABK adalah hasil gabungan dari
ke SLB yang bermitra dengan sekolah ini. jurnal terapis, KTS dan UAS yang meliputi
Prilaku yang diamati dalam assessment penilaian akademik, motorik, perilaku dan
awal ini adalah meliputi: kepatuhan dan sosial emosional yang kemudian dikirim ke
intruksi, kemampuan berkomunikasi baik GPK untuk digabungkan dengan
verbal dan non verbal, mampu didik atau pengamatan di PAUD oleh guru kelas dan
bisa tidaknya dimasukan program sekolah kemudian di uraikan dalam bentuk rapot
inklusif. Proses assessment awal ini ANEKDOT/DESKRIPSI. Di sekolah PAUD
dilakukan selama satu semester. Kalau inklusif YBPK kota Kediri ini tidak ada
selama satu semester tidak menunjukkan sistem tinggal kelas, semua anak inklusif
perubahan maka direkomendasikan ke SLB atau ABK wajib dan harus naik kelas
yang lebih bersifat vokasional atau apabila dinyatakan sudah cukup umur
pengajaran keahlian-keahlian tertentu entah itu nanti akan disekolahkan di
sesuai kemampuan dan kebutuhan ABK. sekolah inklusif lagi atau dikirim ke SLB.
Kemampuan penguasaan sosial dan emosi Terkait dengan model program
yang diamati meliputi: kemampuan layanan PAUD, maka model program
adaptasi dengan lingkungan baru. Ketika layanan PAUD inklusif YBPK kota Kediri
assessment ini dilaksanakan orangtua dalam memenuhi kebutuhan ABK dalam hal
dipisahkan dari anak, hal ini dimakasudkan kesehatan dan gizi, pengasuhan,
untuk mengukur tingkat kemandirian anak pendidikan dan perlindungan yang
apakah tangisan itu karena ruangan baru diimplemetasikan di sekolah PAUD inklusif
dan orang baru atau memang tidak bisa YBPK kota Kediri ini meliputi program-
lepas dari orang tua, karena anak yang program sebagai berikut:
menangis karena ruangan baru dan orang 1. Untuk program kesehatan dan gizi,
baru akan bisa dengan cepat ditangani. PAUD inklusif YBPK kota Kediri
Anak yang dalam pengobatan (ADHD), mengadakan program gizi 1 bulan
pengobatan diserahkan ke orang tua yang sekali setiap akhir bulan dalam bentuk
bekerjasama dengan psikiater yang di kenal makan bersama, yang menyediakan
orang tua tersebut. adalah sekolahan dan dananya
Setelah ada pengumuman diterima diperoleh dari hasil iuran gizi. Program
maka orang tua mengisi data validitas anak kesehatan yang disarankan hanya
dan kemudian dilanjutkan dengan dokter anak untuk melakukan deteksi
pengadaan parenting one by one untuk tumbang anak sebelum mereka di
membahas hasil screening dan apa saja
yang harus dilakukan untuk mendukung 1. Menumbuhkan rasa percaya diri.
tercapainya visi dan misi PAUD inklusif 2. Bertanggung jawab pada diri sendiri.
YBPK kota Kediri ini17. Selain itu, parenting 3. Mengembangkan bakat dan minat.
4. Mengembangkan kepedulian antar
siswa reguler dan inklusif
17
Visi: Beriman dan bertakwa kepada Tuhan 5. Bisa bekerjasama antara siswa
Yang Maha Esa, berbudi luhur, kreatif dan mandiri, reguler dan inklusif
saling menghargai, cinta sesama dan lingkungan. 6. Meningkatkan kesadaran siswa
Misi: dalam menjaga kebersihan lingkungan sekolah
34 Jurnal al–Hikmah vol. 6 no. 2 Oktober 2018 27~40
daftarkan di sekolah ini. masing-masing kecuali waktu program gizi
2. Untuk program pengasuhan, PAUD meskipun begitu selalu ada komunikasi
inklusif YBPK kota Kediri membiasakan tentang bekal yang mereka bawa karena
membangun komunikasi yang intensif GPK senantiasa membuat evaluasi tentang
terkait apapun yang terjadi pada anak bekal yang mereka bawa setiap harinya dan
disekolah, maka GPK harus melaporkannya ke wali murid perihal
memintakan maaf kepada orangtua kegiatan makal bekal tersebut. Hal ini
meski itu ulah anak sendiri dengan dimaksudkan agar wali murid bisa ikut
menjelaskan secara jujur apa yang memahami makanan apa saja yang disukai
terjadi disekolah karena ketika anak oleh anak reguler maupun anak inklusif
disekolah berarti seluruh tanggung yang juga mempunyai nilai kesehatan
jawab ada di gurunya. penunjang fisik dan psikis anak-anak
3. Program pendidikan dan perlindungan mereka. Untuk melatih kemandirian anak-
disamakan, ada raport inklusif untuk anak reguler dan anak inklusif, sekolah ini
ABK yang berisi kemampuan menerapkan aturan pembiasaaan
sebenarnya anak, materi terapi diambil pembiasaaan buang sampah ditempatnya,
dari identifikasi dan assessment awal. ketika makan di PAUD dibawah kotak
Kelas terapi wajib meski anak sudah makan ada tisu untuk menampung yang
mandiri karena dilihat dari banyak tercecer dan setelah selesei makan dilipat
aspek diantaranya kemampuan dibuang tempat sampah. Yang makan
akademik, sosialisasi dan cara dibawah dan makanannnya tercecer harus
komunikasi. GPK (Guru Pendidik dipel dengan pendampingan. Program gizi
Khusus) PAUD selalu di PAUD meski makan bersama ada pendampingan cuci
anak sudah mandiri, bertugas piring sendiri setelah selesei makan.
membantu dan mengawasi ABK. Di Membiasakan senyum sapa salam
PAUD inklusif ini, satu kelas berisi satu ketika penyambutan setiap pagi jam 6.30
guru wali kelas dan satu GPK dengan oleh guru piket didepan gerbang.
rata-rata jumlah murid adalah 10 Pembiasaaan melakukan gerakan S3 ini
(sepuluh) per kelasnya (lihat tabel 1). juga diterapkan baik kepada anak dan
kepada wali murid yang mengantar. Lebih
Penanaman nilai-nilai karakter yang lanjut lagi apabila anak didik bertengkar
dikembangkan dalam pembelajaran inklusif maka GPK mengarahkan untuk saling
dalam hal menerima ajaran agamanya; meminta maaf. anak reguler atau anak
menghargai diri sendiri, orang lain, reguler juga diberi kebebasan untuk
lingkungan; memiliki perilaku hidup sehat; menjadi tentor sebaya dan setiap orang
rasa ingin tahu; kreatif; estetis; percaya dewasa baik Kepala Sekolah, terapis, guru
diri; disiplin; sabar; mandiri; peduli; umum maupun GPK yang berada
toleran; menyesuaikan diri; bertanggung dilingkungan tersebut selalu menggunakan
jawab; jujur; rendah hati dan santun dalam bahasa “itu bukan tanggungjawabmu tetapi
beriteraksi diterapkan semua di PAUD itu temanmu jadi harus saling menyayangi”,
inklusif YBPK kota Kediri namun sekolah “temannnya memang berbeda tetapi tidak
ini mempunyai cara pengembangan semua temanmu mau dilahirkan seperti itu
tersendiri yaitu anak dibiasakan membeli jadi jaga dan sayangi temanmu” untuk
sendiri makanan ringan yang dijual di menanamkan rasa peduli dan toleran
kantin. Anak diperbolehkan membawa dalam hati peserta didiknya. Selain itu,
uang saku tetapi sekolah bekerja sama Anak yang memiliki model hambatan
dengan kantin untuk memberikan makanan apapun tetap mengikuti kegiatan
yang boleh dan tidak boleh makan. Anak pembelajaran pada umumnya tetapi diubah
diperbolehkan membawa bekal sendiri sesuai kemampuan anak contoh. Dalam
yang sudah disiapkan oleh wali murid pelajaran olahraga pembelajaran lari,
Binti S. Hanur & Sholeh Avif, Melayani dengan Hati: Menghapus Diskriminasi 35
dalam SKKD seharusnya anak waktunya hari jum.at untuk setiap rombel.
diajarkan lari zigzag maka ABK diajari lari 2. Ketika penyambutan pada pagi hari,
lurus. Kasti, ABK diajari lempar tangkap apabila ada anak inklusif yang minta
bola. Begitu juga dengan guru Mata dijemput anak reguler maka anak
Pelajaran lainnya harus menurunkan reguler menjemput teman yang
SKKDnya karena yng dinilai adalah memintanya untuk dijemput digerbang
prosesnya bukan hasil akhirnya. Penataan sekolah tersebut atau guru yang
lingkungan belajar yang mendukung disebut oleh ABK menghampiri anak
pembelajaran inklusif juga benar-benar yang dimaksud di gerbang sekolah dan
diperhatikan di sekolah ini, penataan ketika pulang orang tua cukup
lingkungan yang mencakup kebersihan, menunggu di gerbang, anak bersama-
keamanan alat, perabot dan kondisi sama GPK diantar ke gerbang sekolah
ruangan serta penataan ruang yang rapi menemui penjemputnya
dimaksudkan untuk membentuk 3. Guru wali kelas dan GPK sama-sama
kebiasaaan anak berperilaku rapi dan berada di PAUD tetapi yang membuka
teratur. Penataan yang dilakukan juga kegiatan guru wali kelas, GPK
disesuaikan dengan tinggi badan, dalam hal bertindak ketika ada ABK yang
ini dimaksudkan agar anak berperilaku membuat kekacauan, selama tidak ada
mandiri.18 kekacauan pada anak inklusif maka
Sedangkan implementasi dalam GPK hanya diam dan mengawasi
stimulasi kemampuan berpikir saintifik19 karena seluruh KBM menjadi tanggung
yang dikembangkan oleh anak jawab wali kelas
reguler/reguler kepada ABK dan fasilitator 4. Ketika bermain, guru wali kelas dan
kepada ABK yang diterapkan di PAUD GPK menjadi satu mengamati dan
inklusif YBPK kota Kediri adalah dengan hanya bertindak ketika ada masalah
cara sebagai berikut: contoh ketika anak menangis,ketik
1. ABK yang belum bisa verbal dan anak bertengkar dan tidak
kesulitan pemahaman harus memungkinkan bagi anak reguler
menghadirkan media aslinya langsung untuk mengambil tindakan maka disini
dan anak reguler boleh menggunakan GPK dan guru umum akan bersegera
bahasa apapun yang dipahami oleh mengambil tindakan. Tindakan yang
ABK dalam komunikasi sehari-hari diambil bukanlah menyalahkan salah
contoh ketika anak inklusif waktunya satu pihak tetapi menuntun anak agar
terapi, waktunya makan bekal atau mau saling meminta maaf.
waktunya istirahat,maka anak Penerapan pendekatan saintifik yang
regulerlah yang menuntun untuk dikembangkan oleh anak reguler/reguler
mengikuti kegiatan tersebut. Selain itu, kepada ABK dan fasilitator kepada ABK
baik anak reguler maupun anak inklusif tidak lepas dar 6 (enam) lingkup
juga mendapatkan pengenalan alat perkembangan nilai agama dan moral,
bermain yang diperkenalkan setiap sosial emosional, seni, bahasa, fisik motorik
dan kognitif. Pengembangan nilai agama
18 dan moral misalnya, anak-anak reguler dan
Di setiap kelas ada loker yang terdapat nama
anak berisi buku dan ATK serta portofolio, tas ditaruh anak berkebutuhan khusus sama-sama
diluar kelas mendengarkan literasi tentang perilaku
Yang kecil ditaruh didepan dan yang besar baik dan tidak baik yang diambil dari ayat-
dibelakang, loker berbentuk segi empat dan tidak ada ayat kitab suci yang berisi cerita sehari-hari
penutupnya. Kelompok bermain belum ada loker tetapi
lesehan tergantung program dari wali kelas
apapun itu yang dilakukan oleh guru piket
19
Kemampuan berpikir saintifik adalah melalui speaker20. Anak-anak reguler
kemampuan menalar anak yang dibangun melalui
20
proses mengamati sampai dengan mengomunikasikan Ada buku khusus sinopsis ayat-ayat kitab
hasil pikirnya suci yang dikemas dalam bentuk cerita pendek yang
36 Jurnal al–Hikmah vol. 6 no. 2 Oktober 2018 27~40
maupun anak-anak berkebutuhan kusus maka anak dibiarkan melakukan aktivitas
juga dibiasakan berdoa sebelum memulai apapun yang tidak menyakiti dirinya
pelajaran dan sesudah selesei dengan didampingi oleh GPK dan ruangan
pembelajaran, dan setiap jum’at dalam satu dalam keadaan terkunci. Hal ini
bulan sekali diadakan kegiatan ibadah di dimaksudkan agar anak tidak lari keluar
gereja. Pengembangan aspek sosial dan melakukan kekacauan yang bisa
emosional dilakukan dengan cara mengganggu kegiatan belajar mengajar
pembiasaan bergaul dengan anak reguler, yang sedang berlangsung di ruang kelas.
anak-anak reguler dan anak-anak Setelah anak tersebut bisa mengendalikan
berkebutuhan khusus juga diminta bermain emosinya maka ruangan akan dibuka dan
sendiri tanpa bantuan GPK, dibiarkan anak akan diberi terapi perilaku lainnya
memecahkan masalah sendiri tanpa yang sesuai dengan kemampuan dan
bantuan GPK. Pengontrolan emosi lebih kebutuhannya. 3) Ruang ketrampilan bina
lanjut melalui kegiatan terapi, KBM, baris diri, ruangan ini digunakan untuk
berbaris, dan kegiatan menunggu giliran pengembangan ketrampilan seni dan
pulang tanpa membeda-bedakan anak-anak kreatifitas sekaligus penanaman
reguler dengan ABK. pembiasaan menjaga kebersihan karena
Ada tiga macam ruang yang digunakan dalam ruangan ini berisi peralatan cooking
dalam kegiatan terapi ini yaitu 1) Ruang class, alat kebersihan dan kamar mandi
sumber ABK, ruangan ini digunakan untuk untuk pengenalan kebersihan diri mulai
pembelajaran terapi bahasa, komunikasi, dari pembelajaran gosok gigi yang benar
kemampuan akademik dan motorik. serta cara mandi yang benar. Hal tersebut
Masing-masing anak didudukkan dikursi berlaku untuk anak reguler dan anak
terpisah satu sama lain dan ditangani oleh berkebutuhan khusus secara keseluruhan
satu orang terapis atau GPK. Satu sama lain tanpa pengecualian karena selain
dipisahkan oleh sekat papan, hal ini kemandirian, nilai-nilai karakter yang
dimaksudkan agar anak-anak dikembangkan adalah kerjasama dan
berkebutuhan khusus bisa berkonsentrasi toleransi.
pada proses pembelajaran yang sedang Pengembangan aspek seni dan bahasa
dijalaninya. 2) Ruang terapi perilaku, dilakukan melalui kegiatan mewarnai dan
ruangan ini digunakan untuk anak yang latihan komunikasi dua arah baik antara
belum mampu mengendalikan sosial anak reguler dengan ABK maupun ABK
emosionalnya terutama anak yang lambat dengan fasilitatornya. Namun semua
kembang dan hiperaktif. Didalam ruangan kegiatan belajarmengajar di PAUD
ini dilengkapi dengan berbagai macam alat semuanya diserahkan kepada guru kelas
terapi perilaku serta terdapat dua ruangan dan GPKnya masing-masing. Untuk ABK,
khusus bagi ABK yang mengalami masa kegiatan mewarnai dimulai dari mewarnai
tantrum. Ruang tantrum ini dinamai ruang lingkaran tanpa keluar baris, bagi yang
bulan dan bintang. Ruang bulan sudah bisa membedakan warna diminta
dikhususkan untuk ABK putri dan ruang mewarnai gambar sederhana, mewarnai
bintang dikhususkan untuk ABK putra. dengan komposisi warna yang benar sesuai
Kedua ruang tersebut dipasang kasur busa kemampuan dan kebutuhan anak karena
untuk melampiaskan emosi ABK dan meskipun sudah di jenjang TK A kadang
disekeliling dindingnya diberi hiasan warna kemampuan ABK masih seperti anak di
warni serta diatapnya diberi lampu disco. jenjang KB, oleh karena itu pengajaran seni
Hal tersebut dimaksudkan untuk memecah hanya sebatas cara memegang crayon.
konsentrasi anak agar tantrumnya segera Sedangkan latihan berkomunikasi
reda. Ketika anak sedang dalam tantrum, kebahasaan disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan anak. Ada
berisi tanggal pembacaan buatan gereja BAPTIS beberapa tingkatan kesulitan anak dalam
Kediri.
Binti S. Hanur & Sholeh Avif, Melayani dengan Hati: Menghapus Diskriminasi 37
berkomunikasi yaitu: a) Anak yg belum bisa reguler amupun anak yang menyandang
verbal atau belum bisa berbicara; b) Anak difabilitas.Landasan penyelenggaraan
yang bisa verbal tapi satu arah atau hanya pendidikan inklusif di Indonesia di dasari
bisa mengungkapkan akan tetapi tidak oleh lima pilar besar, yakni landasan
mampu memberikan respon balik ke filosofis, religius, yuridis, pedagogis dan
terapis; dan c) Anak yang bisa verbal dua empiris. Landasan filosofisdidasarkan pada
arah atau bisa mengungkapkan sebab Bhinneka Tunggal Ika. Landasan religius
akibat terjadinya suatu masalah21. didasarkan pada kepercayaan kepada
Pengembangan fisik motorik dan kognitif Tuhan dan dihadapan Tuhan semua
dikembangkan melalui kegiatan meremas manusia itu sama, mempunyai hak hidup
plastisin, belajar meremas kertas, merobek yang sama antara satu dengan lainnya.
kertas untuk motorik tangan, meronce Landasan yuridis didasarkan pada
untuk konsentrasi, berjalan dipapan titian peraturan dan perundangan yang
untuk melatih keseimbangan kaki, berlari, diterbitkan dalam rangka pelaksanaan
berjalan, melompat, merayap, pendidikan inklusif, diantaranya UUD 1945
menendang(motorik kasar). sedangkan pasal 31, UU Nomor 20 Tahun 2003, UU
untuk pengembangan motorik halus melalu Nomor 23 Tahun 2002, Permendiknas
kegiatan menulis, mengancingkan baju, Nomor 70 tahun 2009. landasan pedagogis
menyusun puzzle, menali sepatu, bertujuan untuk membentuk warga negara
membedakan kasar dan halus, yang demokratis dan bertanggung jawab,
membedakan permukaan. Pengembangan yakni individu yang mampu menghargai
akademik calistung untuk ABK yang paling perbedaan, berpartisipasi dalam
dasar adalah mengenal huruf, warna, angka masyarakat. Landasan empiris berdasarkan
melalui berbagai media penunjang yang hasil penelitian tentang klasifikasi dan
telah disediakan oleh sekolah. Semua penempatan anak berkebutuhan khusus di
pembelajaran tersebut dilaksanakan di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak
PAUD bersama dengan anak reguler efektif dan diskriminatif.23
lainnya dan hanya ketika jam terapi saja Program pendidikan inklusif
ABK tersebut ditarik dari ruangan kelas. menanamkan nilai penghargaan terhadap
Masa belajar diruang terapi pun relatif sesama meski dengan latar belakang yang
lebih pendek bila dibandingkan dengan berbeda, menanamkan nilai penghormatan
masa belajar di PAUD reguler bersama secara otomatis bilamana pendidik
dengan anak-anak reguler lainnya22. menghargai merekadan tidak
mendiskrimasikan mereka karena apresiasi
Penutup yang baik akan meminimalisir tingkat
Amanat UUD 1945 pasal 31 kecemasan pada anak karena rasa cemas
menyatakan bahwa setiap warga negara yang berlebihan/stress akan berakibat
berhak mendapatkan pendidikan yang pada timbulnya perilaku diluar kendali.
layak dan Undang-undang RI Nomor 20 Program pendidikan inklusif juga
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan menanamkan sikap toleransi, sopan santun
Nasional adalah salah satu bentuk dan penghormatan terhadap anak yang
dukungan yang diberikan pemerintah. mempunyai perbedaan baik secara fisik
Pendidikan yang dimaksud adalah maupun mental karena itu adalah bentuk
pendidikan untuk semua baik anak yang dari respek yang bisa menjadikan anak
21
menghargai nilai yang ada dilingkungan
Belum bisa verbal artinya menggunakan sosialnya dan juga komunitas bermainnya.
bahasa ekspresif artinya mengungkapkan segala sesuatu
menggunakan bahasa isyarat.
22 23
Observer pertama kali tidak diperkenankan Ninik Zuraidah dan Fathimatul Zahrol F.
mengambil gambar tetapi harus memperkenalkan diri Implementasi Pendidikan inklusif di Kota Kediri: Studi
agar mereka merasa nyaman dulu dengan pendatang Kasus di SMP YBPK Kediri. Jurnal Empirisma Vol. 24
baru No. 2 Juli 2015, hlm. 218
38 Jurnal al–Hikmah vol. 6 no. 2 Oktober 2018 27~40
Lev Vygotsky dengan teori serta yang terakhir terdapat pemrosesan
Sosiokulturalnya menyebutkan bahwa kelompok dimana refleksi kelompok
perkembangan mental, bahasa, dan sosial dimunculkan agar mampu membuat
didukung dan ditingkatkan oleh orang lain keputusan.25
lewat interaksi sosial yang dinamis dan Anak-anak yang dididik dalam kelas
interaktif. 24 Menurut Vygotsky ketika anak- inklusif dan yang mendapatkan dukungan
anak berinteraksi dengan orang-orang mutlak dari lingkungan mereka akan
dewasa disekitarnya dan bekerja sama mampu menantang praktek-praktek
dengan teman-temannya maka proses ketidak adilan yang menimpa mereka,
perkembangan mental, bahasa dan sosial mengatasi isu-isu kesehatan dan gizi yang
anak akan bangkit. Pembangkitan proses menghambat pertumbuhan dan
perkembangan tersebut dapat diperoleh perkembangan mereka dan mampu
dari hasil dan proses belajar. Dalam hal ini menyuarakan pendapat mereka tentang
pendidik dan orang tua diharapkan mampu keadilan sosial26. materi-materi yang
memberikan kegiatan belajar yang dirancang dalam kelas inklusif adalah
berkualitas dan menyenangkan kepada untuk pembangunan pengetahuan dan
anak. pengalaman dimana semua anak beserta
Dalam kelas inklusif, anak-anak orang dewasa berpartisipasi secara aktif
penyandang difabilitas dan anak reguler dan responsif terhadapat perbedaan yang
ditempatkan di PAUD umum, tidak ada muncul dalam komunitas yang melibatkan
bantuan tambahan atau khusus. semua anak, bukan hanya anak yang
Penerimaan dan apresiasi terhadap berkebutuhan khusus serta para praktisi
perbedaan menunjukkan peningkatan, yang pendidikan anak usia dini. Para praktisi
diikuti berkembangannya keahlian bisa menggunakan kelas inklusif sebagai
komunikasi dan sosial yang lebih baik. tempat untuk mendengarkan pendapat
Selain itu, pengembangan moral, aturan anak sehingga mereka tidak mudah
etis, hubungan pertemanan yang hangat menyimpulkan tentang apa yang dipikirkan
dan perhatian serta kepercayaan diri juga anak-anak. Para praktisi juga bisa
menunjukkan peningkatan ketika anak- menggunakan kelas inklusif sebagai sarana
anak reguler dan anak-anak dengan untuk berkonsultasi dengan pengasuh atau
keterbatasan ditempatkan dalam ruang orangtua sehingga mereka bisa mengukur
yang sama. Perubahan prilaku ke arah dan melihat sejauh mana orang tua atau
positif yang ditunjukkan oleh anak-anak pengasuh terlibat dalam pembelajaran
dalam kelas inklusif mempunyai peranan anak. Pendidikan inklusif sangat tepat
besar dalam menangkal radikalisasi dan diterapkan pada pendidikan usia dini
ataupun menurunkan prilaku radikal karena pelaksanaannya dapat memenuhi
karena kelas inklusif menerapkan kebutuhan masing-masing individu dari
pembelajaran kooperatif dimana anak-anak semua anak, terutama kebutuhan akan
noram dan anak-anak dengan keterbatasan kesehatan dan hak memperoleh pendidikan
digabungkan dalam satu kelompok. Semua yang sama sesuai yang diamanatkan dalam
anak dalam kelompok dituntut untuk pembukaan UUD 1945.
bekerja sama sehingga memiliki
ketergantungan positif, saling beriteraksi
tatap muka, meempunyai pertanggungan
jawab pribadi, keahlian interpersonal
terasah dan kelompok kecil saling
menerima, mendukung dan menyeleseikan 25
George S Morrison, Dasar-dasar... hlm. 331
konflik dengan cara yang membangun, 26
Cathy Nutbrown,& Peter Clough.
Pendidikan Anak Usia Dini: Sejarah, filsafat dan
pengalaman. 2nd ed. Terj. Adhya Utami Larasat
24
George S Morrison, Dasar-dasar... hlm. 77 Pramono (Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2015), 275-284
Binti S. Hanur & Sholeh Avif, Melayani dengan Hati: Menghapus Diskriminasi 39
Bibliography

Abdul Hadis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus-Autistik, (Bandung: Alfabeta, 2006)


Anton Sukarno, Pelayanan dan Model Pembelajaran Anak Berkesulitan Belajar, (Surakarta:
Sebelas Maret Unversity Press, 2006)
Agus Salim, Metode Interaksionis Simbolik dalam: Agus Salim, Teori dan Paradigma
Penelitian Sosial, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006)
Benni Setiawan, Manifesto Pendidikan di Indonesia, (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2006)
Direktorat PLB Ditjendikdasmen Depdiknas, 2003.
Foucoult, Mitchel, Kegilaan dan Peradaban, dalam George Ritzer, Teori Sosial Postmodern,
Idayu dan Olim Walentiningsih,. Pakem Sekolah inklusif,. Malang: Bayumedia Publishing,
2011
Morrison, George S. Dasar-dasar Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), 5th ed.. terj. Suci
Romadhona & Apri Widiastuti. Jakarta: Indeks. 2012
Nutbrown, Cathy& Peter Clough. Pendidikan Anak Usia Dini: Sejarah, filsafat dan
pengalaman. 2nd ed. Terj. Adhya Utami Larasat Pramono. Yogyakarta:Pustaka
Pelajar, 2015
Permen No. 70 Tahun 2009 tentang Pendidikan inklusif di Indonesia.
S.M. Lumbantobing, Anak dengan Mental Terbelakang, (Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 2006)
(Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2006)
Sulaiman dan Sudarsono, Kamus Pendidikan dan Pengajaran Umum (Jakarta: Rineka Cipta,
1994)
Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 4 ayat
1. Pasal 5 ayat (1) Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan yang bermutu.
UU Nomor 20 ayat 4, bahwa warga negara yang memiliki potensi kecerdasan dan bakat
istimewa berhak memperoleh pendidikan khusus.
UU Nomor 20Pasal 32 ayat 1
Undang-undang RI Nomor 2 tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Zuraidah, Ninik dan Fathimatul Zahrol F. Implementasi Pendidikan inklusif di Kota Kediri:
Studi Kasus di SMP YBPK Kediri. Jurnal Empirisma Vol. 24 No. 2 Juli 2015. Kediri:
STAIN Kediri Press.
*****

40 Jurnal al–Hikmah vol. 6 no. 2 Oktober 2018 27~40

Anda mungkin juga menyukai