Anda di halaman 1dari 13

e l o m p o k 9

Pendidikan Matematika Inklusi


Anggota Kelompok
Ais Arina Rahmawati (4101420052)
M. Amran Abdu Rosyid (4101420128)
Septia Nuraliza (4101420152)
Yusuf Maulana (4101421174)
Sinta Hidayati (4101421188)
Pengertian Inklusi berasal dari kata bahasa Inggris, yaitu inclusion, yang
mendiskripsikan sesuatu yang positif dalam usaha-usaha
menyatukan anak-anak yang memiliki hambatan dengan cara-cara
yang realistis dan komprehensif dalam kehidupan pendidikan yang
menyeluruh (Smith, 2006).
Beberapa ahli menuliskan pengertian pendidikan inklusif adalah
sistem layanan pendidikan yang mensyaratkan anak berkebutuhan
khusus (ABK) belajar di sekolah-sekolah terdekat di kelas biasa
bersama teman-teman seusianya (SaponShevin dalam O’Neil 1994).

Anak berkebutuhan khusus adalah mereka yang karena suatu hal


khusus membutuhkan pelayanan pendidikan khusus agar potensinya
dapat berkembang secara optimal.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 70 tahun 2009,
pemerintah mencetuskan pendidikan inklusi sebagai sistem layanan
pendidikan untuk anak-anak berkebutuhan khusus untuk belajar
bersama dengan anak normal lainnya di sekolah yang sama.
Tujuan Pendidikan Inklusif
Pendidikan inklusif di Indonesia diselenggarakan dengan tujuan:

memberi kesempatan yang seluas luasnya kepada semua anak (termasuk Anak Berkebutuhan Khusus)
agar mendapat Pendidikan yang layak sesuai kebutuhannya

membantu mempercepat program wajib belajar Pendidikan dasar

membantu meningkatkan mutu pendidikan dasar dan menengah


dengan cara menekan angka tinggal kelas dan putus sekolah

menciptakan sistem pendidikan yang menghargai keanekaragaman,


tidak diskriminatif serta ramah terhadap pembelajaran

Memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945, khususnya pasal 31 ayat 1 yang berbunyi “setiap warga
negara berhak mendapat pendidikan”, dan ayat 2 yang berbunyi “setiap warga Negara wajib mengikuti
pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
Landasan Pendidikan Inklusi
Pendidikan inklusif, sesuai dengan beberapa pengertian di atas, selain menampung anakanak yang memiliki
kelainan juga menampung anak-anak yang memiliki bakat dan/atau kecerdasan istimewa agar dapat belajar
bersamasama dalam satu kelas. Landasan yang digunakan dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif di
Indonesia yaitu landasan filosofis, landasan religius, landasan yuridis, landasan pedagogis, dan landasan empiris.
Secara terperinci, landasan-landasan tersebut dijelaskan sebagai berikut:
a. Landasan Filosofis
Landasan filosofis bagi pendidikan Inklusif di Indonesia yaitu:
1) Bangsa Indonesia adalah bangsa yang berbudaya dengan lambang Negara burung Garuda yang berarti “Bhineka
Tunggal Ika”. Keragaman dalam etnik, dialek, adat istiadat, keyakinan, tradisi, dan budaya merupakan kekayaan
bangsa yang menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan dalam NKRI.
2) Pandangan agama (khususnya islam): manusia dilahirkan dalam keadaan suci, kemuliaan manusia di hadapan
Tuhan (Allah) bukan karena fisik tetapi akwanya, allah tidak akan merubah nasib suatu kaum kecuali kaum itu
sendiri, manusia diciptakan berbedabeda untuk saling silaturrahmi (“inklusif”).
3) Pandangan universal hak azasi manusia menyatakan bahwa setiap manusia mempunyai hak untuk hidup layak,
pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan.
b. Landasan Religius
Pendidikan inklusif di Indonesia ternyata tidak hanya dilandasi oleh landasan filosofis yang merupakan cerminan
dari bentuk kepedulian terhadap anak berkebutuhan khusus. Sebagai bangsa yang beragama, penyelenggaraan
pendidikan inklusif tidak bisa lepas dari konteks agama karena pendidikan merupakan tangga utama dalam
mengenal Tuhan. Tuhan tidak sekaligus menjadikan manusia di atas bumi beriman kepada-Nya, tetapi masih
melalui proses kependidikan yang beriman dan Islami. Dalam hubungan dengan konsepsi pendidikan islam yang
navistis, faktor pembawaan diakui pula sebagai unsur pembentuk corak keberagaman dalam diri manusia (Arifin,
2003:145).
c. Landasan Yuridis
a) UUD 1945 (Amandemen) pasal 31:
1) Ayat (1): “setiap warga negara berhak mendapatpendidikan”
2) Ayat (2): “setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya”.
b) UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak:
1) Pasal 48: pemerintah wajib menyelenggarakan pendidikan dasar minimal 9 (sembilan) tahun untuk semua anak.
2) Pasal 49: Negara, pemerintah, keluarga, dan orang tua wajib memberikan kesempatan yang seluas-luasnya
kepada anak untuk memperoleh pendidikan.
c) UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5
1) Ayat (1): setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu.
2) Ayat (2): warga Negara yang mempunyai kelainan fisik, emosional, intelektual, dan atau social berhak
memperoleh pendidikan khusus.
3) Pasal 45 ayat (1) „Setiap satuan pendidikan formal dan non formal menyediakan sarana dan prasarana yang
memenuhi keperluan pendidikan sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan potensi fisik, kecerdasan
intelektual, sosial, emosional, dan kejiwaan peserta didik‟.

d) Peraturan Pemerintah No. 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan. Pasal 2 ayat (1) Lingkungan Standar
Nasional Pendidikan meliputi Standar isi, Standar proses, Standar kompetensi lulusan, Standar pendidik dan
kependidikan, Standar sarana prasarana, Standar pengelolaan, Standar pembiayaan, dan Standar penilaian
pendidikan. Dalam PP No. 19/2005 tersebut juga dijelaskan bahwa satuan pendidikan khusus terdiri atas: SDLB, SMPLB
dan SMALB.
e) Surat Edaran Dirjen Dikdasmen Depdiknas No.380/C.C6/MN/2003 tanggal 20 Januari 2003 Perihal Pendidikan
inklusif: menyelenggarakan dan mengembangkan di setiap Kabupaten/ Kota sekurang kurangnya 4 (empat)
sekolah yang terdiri dari: SD, SMP, SMA, dan SMK.
d. Landasan Pedagogis
Pasal 3 UU No. 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas menyebutkan bahwa tujuan pendidikan nasional adalah
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa terhadap Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis dan
bertanggung jawab. Jadi melalui pendidikan, peserta didik berkelaian dibentuk menjadi warga Negara yang
demokratis dan bertanggung jawab, yaitu individu yang mampu menghargai perbedaan dan berpartisipasi dalam
masyarakat. Tujuan ini mustahil tercapai jika sejak awal mereka diisolasikan dari teman sebayanya di sekolah
sekolah khusus. Betapapun kecilnya, mereka harus diberi kesempatan bersama teman sebayanya.
Landasan Empiris
1. Deklarasi Hak Asasi Manusia, 1948
2. Konvensi Hak Anak, 1989
3. Konferensi dunia tentang Pendidikan untuk semua, 1990
4. Resolusi PBB nomor 48/49 tahun 1993 tentang persamaan kesempatan bagi orang berkelainan.
5. Pernyataan Salamanca tentang pendidikan inklusi, 1994
6. Komitmen Dakar mengenai Pendidikan untuk semua, 2000
7. Deklarasi Bandung (2004) dengan komitmen “Indonesia menuju pendidikan Inklusi”.
8. RekomendasiBukittinggi (2005), bahwa pendidikan yang inklusi dan ramah terhadap anak
seyogyanya dipandang sebagai:
a. Sebuah pendekatan terhadap peningkatan kualitas sekolah secara menyeluruh yang akan
menjamin bahwa strategi nasional untuk semua adalah benar-benar untuk semua.
Landasan Empiris
b. Sebuah cara untuk menjamin bahwa semua anak memperoleh pendidikan dan pemeliharaan
yang berkualitas di dalam komunitas tempat tinggalnya sebagai bagian dari program-program
untuk perkembangan usia dini anak, pro sekolah dasar dan menengah, terutama mereka yang
pada saat ini masih belum diberi kesempatan untuk memperoleh pendidikan di sekolah umum
atau masih rentan terhadap marginalisasi dan eksklusi.

c. Sebuah konstribusi terhadap pengembangan masyarakat yang menghargai dan menghormati


perbedaan individu semua warga negara.
Kebijakan Pemerintah dalam Pendidikan Inklusif
Pemerintah Indonesia menimbang bahwa sebagai pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, dipandang perlu menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Pendidikan Luar Biasa. Pendidikan luar
biasa adalah pendidikan yang khusus diselenggarakan bagi peserta didik yang menyandang kelainan fisik atau mental,
pendidikan bagi penyandang disabilitas ini disediakan dalam tiga jenis lembaga pendidikan, yakni:
Sekolah Luar Biasa (SLB)
Sekolah luar biasa (SLB) sebagai lembaga pendidikan tertua yang menampung peserta didik dengan jenis kelainan sama,
yakni SLB Tunarungu, SLB Tunagrahita, SLB Tunanetra, SLB Tunadaksa, dan SLB Tunalaras.
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
SLDB menampung berbagai jenis peserta didik yang berkelainan menjadi satu, sehingga dalam satu lingkup sekolah
bahkan satu kelas terdiri dari berbagai macam peserta didik yang berkelainan, misalnya tunarungu, tunadaksa,
tunanetra, tunalaras, tunagrahita dan sebagainya.
Pendidikan Terpadu
Merupakan sekolah reguler yang menampung anak berkelainan dengan kurikulum, guru, sarana pengajaran, dan
kegiatan belajar mengajarnya sama.
Kebijakan Pemerintah dalam Pendidikan Inklusif
Dalam perkembangannya pemerintah kemudian mengeluarkan UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional.
Pada penjelasan pasal 15 dan pasal 32 menyebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan pendidikan untuk peserta didik
yang memiliki kecerdasan luar biasa dan diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat
pendidikan dasar dan menengah.

Aturan terbaru yang mengatur pendidikan inklusif tersebut termuat pada Permendiknas No, 70 tahun 2009 yang menyebutkan
bahwa pendidikan inklusif sebagai sistem penyelenggara pendidikan yang memberikan kesempatan kepada semua peserta
didik yang memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan dan atau bakat istimewa untuk mengikuti pendidikan atau
pembelajaran dalam lingkungan pendidikan secara bersama-sama dengan peserta didik pada umumnya

Hal tersebut menjadi terobosan bentuk pelayanan pendidikan bagi anak penyandang disabilitas yang bertujuan untuk
memberikan kesempatan seluas-luasnya dan mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang menghargai keanekaragaman
dan tidak diskriminatif.
Kebijakan Pemerintah dalam Pendidikan Inklusif
Kebijakan pemerintah sebagai komitmen untuk mewujudkan penyelenggaraan pendidikan inklusif Indonesia,
ditandai dengan lahirnya Undang-Undang sebagai berikut :
UU No. 4 tahun 1997 pasal 5 tentang penyandang cacat.
UU No. 23 tahun 2002 pasal 48 dan 49 tentang perlindungan anak.
UU No. 20 tahun 2003 pasal 5, ayat 1 sampai dengan 4 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Surat Edaran Dirjen Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Kemendiknas No. 380/C.C6/MN/2003, tanggal
20 Januari 2003.
Permendiknas No, 70 tahun 2009 tentang Pendidikan Inklusif.
PP No. 17 tahun 2010 pasal 127 sampai dengan 142, tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan.
Terimakasih

Anda mungkin juga menyukai