Anda di halaman 1dari 21

PENDIDIKA

N INKLUSI
KELOMPOK 3 :
 AFIFAH NUR HIDAYATULLAH (K2318005)
 LAILATUL BILKISA PUTRI M (K2320048)
 MEIDIANA SYAFITRI (K2320052)
Materi yang akan dibahas :

1 2 3
Pendahuluan Pembahasan Penutup
1
PENDAHULUA
N
A. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hak dasar setiap warga Negara Indonesia, tak terkecuali mereka yang berkebutuhan khusus.
Seperti halnya dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 pada Pasal 5 Ayat 1, bahwa setiap warga negara mempunyai
hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Peran pemerintah dalam penyelenggaraan pendidikan yang
merata tentu sangat berpengaruh dan penting dalam pengembangan pendidikan. Selama ini Anak Berkebutuhan khusus
disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis kekhususannya yang disebut dengan Sekolah
Luar Biasa (SLB). Namun, Sekolah Luar Biasa (SLB) masih menjadi tembok pemisah bagi anak-anak berkebutuhan khusus
dengan anak-anak pada umumnya, hal ini menghambat proses interaksi di antara mereka.

Sekolah inklusi merupakan salah satu bentuk pemerataan dan bentuk perwujudan pendidikan tanpa diskriminasi
dimana anak berkebutuhan khusus dan anak-anak pada umumnya dapat memperoleh pendidikan yang sama. Pendidikan
inklusif menjadi alternatif pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang mengalami keterbatasan fisik namun masih dapat
mengikuti materi yang diajarkan di sekolah-sekolah umum. Banyak diantara mereka yang bersekolah di sekolah umum dapat
mengikuti pembelajaran dan bahkan mampu mengalahkan anak-anak yang tumbuh dengan fisik yang utuh dari materi yang
diujikan kepada mereka. Dengan bergabungnya mereka di sekolah reguler (non SLB) memberikan kesempatan bagi mereka
untuk dapat bersosialisasi dengan anak yang tumbuh dengan normal untuk membantu perkembangan emosional anak
tersebut agar tidak menjadi anak yang minder, dan bahkan menganggap diri mereka sama dengan anak yang lain. Hal inilah
yang mendasari pendidikan inklusif diselenggarakan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana filosofi, tujuan, dan manfaat pendidikan inklusi?
2. Bagaimana prinsip dan landasan penyelenggaraan pendidikan inklusif
peserta didik berkebutuhan khusus?
3. Bagaimana cara mengidentifikasi sekolah inklusi dan reguler?
4. Bagaimana cara mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus berdasarkan
ciri-ciri yang dimilikinya?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui filosofi, tujuan, dan manfaat pendidikan inklusi
2. Untuk mengetahui prinsip dan landasan penyelenggaraan pendidikan
inklusif peserta didik berkebutuhan khusus
3. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi sekolah inklusi dan reguler
4. Untuk mengetahui cara mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus
berdasarkan ciri-ciri yang dimilikinya
2
PEMBAHASAN
A. Filosofi, Tujuan, dan Manfaat Pendidikan
Inklusif
1.  Filosofi Pendidikan Inklusi

Berbicara tentang filosofis pendidikan inklusif di Indonesia, tidak luput dari filosofi bangsa Indonesia itu
sendiri. Sebagai bangsa yang berlandaskan Pancasila, kita dituntut untuk dapat menjunjung tinggi norma
Bhinneka Tunggal Ika, baik secara tekstual maupun kontekstual.

Adapun kaitan antara filosofi Indonesia dan pendidikan inklusif adalah landasan negara menuntut kita
untuk dapat mengemban tugas sebagai khalifah Tuhan dalam bidang pendidikan inklusif. Sebagai sesama
makhluk di dunia, manusia harus saling menolong, mendorong, dan memberi motivasi agar semua potensi
kemanusiaan yang ada pada diri setiap peserta didik, termasuk anak berkebutuhan khusus (ABK). Hal ini
dilakukan agar ABK dapat mengembangkan potensinya dengan optimal dan mampu meningkatkan kualitas
kemandiriannya. Suasana tolong menolong seperti yang dikemukakan di atas dapat diciptakan melalui suasana
belajar dan kerjasama yang silih asah, silih asih, dan silih asuh (saling mencerdaskan, saling mencinta, dan
saling tenggang rasa).
Filosofi Bhinneka Tunggal Ika mengajak kita untuk meyakini bahwa di dalam diri
manusia bersemayam potensi kemanusiaan yang bila dikembangkan melalui
pendidikan yang baik dan benar dapat berkembang tak terbatas. Perlu diyakini pula
bahwa potensi itu pun ada pada diri setiap ABK. Karena, seperti halnya ras, suku, dan
agama di tanah Indonesia, keterbatasan pada ABK maupun keunggulan pada anak
normal pada umumnya memiliki kedudukan yang sejajar.

Sekolah inklusif dimulai dengan filosofi bahwa semua anak dapat belajar dan
tergabung dalam sekolah dan kehidupan komunitas umum. Pendidikan inklusif
merupakan perkembangan terkini dari model pendidikan bagi anak special need yang
secara formal kemudian ditegaskan dalam pernyataan Salamanca dalam konferensi
dunia tentang pendidikan berkelainan bulan Juni 1994, bahwa prinsip mendasar
pendidikan inklusi adalah selama memungkinkan, semua anak seyogyanya belajar
bersama-sama tanpa memandang kesulitan atau perbedaan yang mungkin ada
(Ermawati, 2008).
2. Tujuan Pendidikan Inklusi
Menurut Mohammad Takdir Ilahi, tujuan pendidikan
inklusi ada dua macam, yakni:

a) Memberikan kesempatan yang seluas-luasnya


kepada semua peserta didik yang memiliki
kelainan fisik, emosional, mental, dan sosial atau
memilki potensi kecerdasan dan bakat istimewa
untuk memperoleh pendidikan yang bermutu
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya.
b) Mewujudkan penyelenggaraan pendidikan yang
menghargai keanekaragaman, dan tidak
diskriminatif bagi semua peserta didik.
3. Manfaat

Manfaat dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif adalah:

1) Dalam pendidikan dasar maupun menengah, ditemukan bahwa prestasi akademis siswa pada sekolah
inklusif sama dengan atau lebih baik dari pada siswa yang berada di sekolah yang tidak menerapkan
prinsip inklusi (Baker, Wang, & Walbreg, 1994).
2) Adanya penerapan belajar co-teaching, siswa yang memiliki ketidakmampuan tertentu dan siswa
yang lambat dalam menyerap informasi mengalami peningkatan dalam keterampilan sosial dan
semua siswa mengalami peningkatan harga diri dalam kaitan dengan kemampuan dan kecerdasan
mereka.
3) Siswa yang memiliki ketidakmampuan tertentu mengalami peningkatan harga diri atau kepercayaan
diri semata-mata hanya karena belajar di sekolah reguler daripada sekolah luar biasa.
4) Siswa yang tidak memiliki ketidakmampuan tertentu mengalami pertumbuhan dalam pemahaman
sosial dan memiliki pemahaman dan penerimaan yang lebih besar terhadap siswa yang memiliki
ketidakmampuan tertentu karena mereka mengalami program inklusif (Freeman & Alkin, 2000).
B. Prinsip dan Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif
Peserta Didik Berkebutuhan Khusus

Budiyanto (2012: 13) mengemukakan bahwa dalam penyelenggaraan pendidikan inklusif terdapat beberapa
prinsip, yaitu: 

1. Prinsip pemerataan dan peningkatan mutu


Pemerintah mempunyai tanggung jawab untuk menyusun strategi upaya pemerataan kesempatan
memperoleh layanan pendidikan dan peningkatan mutu. Pendidikan inklusif merupakan salah satu
strategi upaya pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan karena lembaga pendidikan inklusi bisa
menampung semua anak yang belum terjangkau oleh layanan pendidikan lainnya. Pendidikan inklusif
juga merupakan strategi peningkatan mutu, karena model pembelajaran inklusif menggunakan
metodologi pembelajaran bervariasi yang bisa menyentuh pada semua anak dan menghargai
perbedaan. 
2. Prinsip kebutuhan individual
setiap anak memiliki kemampuan dan kebutuhan yang berbeda-beda oleh karena itu pendidikan
harus diusahakan untuk menyesuaikan dengan kondisi anak. 

Prinsip kebermaknaan
3. pendidikan inklusif harus menciptakan dan menjaga komunitas kelas yang ramah, menerima
keanekaragaman dan menghargai perbedaan. 

4. Prinsip keberlanjutan
pendidikan inklusif diselenggarakan secara berlanjut pada semua jenjang pendidikan. 

Prinsip keterlibatan
5. penyelenggaraan pendidikan inklusif harus melibatkan seluruh komponen pendidikan terkait.
C. Mengidentifikasi Sekolah Inklusi dan Reguler
Berdasarkan Undang Undang Dasar 1945 pasal 31 ayat 1 dan Undang– Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional dapat disimpulkan bahwa negara memberikan jaminan sepenuhnya kepada anak
berkebutuhan khusus untuk memperoleh layanan pendidikan yang bermutu. Ini menunjukkan bahwa anak berkebutuhan
khusus berhak pula memperoleh kesempatan yang sama dengan anak lainnya (reguler) dalam pendidikan. Selama ini,
layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui tiga macam lembaga pendidikan
yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB), dan Pendidikan Terpadu. SLB, sebagai lembaga
pendidikan khusus tertua, menampung anak dengan jenis kelainan yang sama sehingga ada SLB untuk anak dengan
hambatan penglihatan (Tunanetra), SLB untuk anak dengan hambatan pendengaran (Tunarungu), SLB untuk anak
dengan hambatan berpikir/kecerdasan (Tunagrahita), SLB untuk anak hambatan (fisik dan motorik (Tunadaksa), SLB
untuk anak dengan hambatan emosi dan perilaku (Tunalaras), dan SLB untuk anak dengan hambatan majemuk
(Tunaganda). Sedangkan SLB menampung berbagai jenis anak berkebutuhan khusus. 
Sekolah umum atau biasa juga disebut sekolah reguler adalah pendidikan tingkat dasar
maupun menengah yang berfokus pada perluasan pengetahuan bagi peserta didik untuk
melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Sekolah ini bisa berbentuk SD (sekolah dasar), SMP
(sekolah menengah pertama) dan SMA (sekolah menengah atas). Pada sekolah ini umumnya
tidak terdapat program khusus di dalamnya.

Secara sederhana pengertian sekolah reguler adalah sekolah umum, tidak ada program-
program khusus di dalamnya. Secara umum pembelajarannya dimulai pagi hari sampai siang
hari. Yaitu mulai jam 07:00 – 12:30 WIB.
D. Mengidentifikasi Anak Berkebutuhan Khusus
Berdasarkan Ciri-ciri yang Dimilikinya
Menurut Munawir Yusuf (Budiyanto, 2012: 35) secara umum tujuan identifikasi adalah untuk
menghimpun informasi yang lengkap mengenai kondisi anak dalam rangka penyusunan program
pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan khususnya sehingga anak tersebut terhindar dari
problema belajar. Adanya identifikasi dapat digunakan untuk mengumpulkan berbagai informasi
yang berhubungan dengan kondisi anak sehingga dapat mengetahui jenis kebutuhan anak. Agar
identifikasi dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dan objektif, hendaknya identifikasi
dilakukan oleh orang yang terdekat dengan anak seperti orang tua, sanak saudara atau gurunya
yang selalu berhubungan dengan anak.
Dalam mengidentifikasi anak berkebutuhan khusus, guru diperlukan pengetahuan tentang
berbagai jenis dan tingkat kelainan anak, di antaranya adalah kelainan fisik, mental, intelektual,
sosial dan emosi. Masing- masing memiliki ciri dan tanda-tanda khusus atau karakteristik yang
dapat digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi anak dengan kebutuhan pendidikan khusus.
Pelaksanaan identifikasi anak berkebutuhan khusus terdapat daftar pernyataan yang berisi gejala-
gejala yang nampak pada anak untuk setiap jenis kelainan. Dengan mengamati anak yang
mengalami gejala tersebut, guru dapat menentukan anak yang membutuhkan layanan khusus. Alat
ini sifatnya masih sederhana, sebatas melihat gejala yang nampak. Sedangkan untuk
mendiagnosis yang secara menyeluruh dan mendalam, dibutuhkan tenaga profesional yang
berwenang, seperti dokter anak dan psikolog. Jika sekolah tidak tersedia tenaga profesional maka
dengan alat identifikasi guru, tenaga pendidikan dan orang tua dapat melakukan identifikasi. 
Habibi (2018: 153) mengatakan bahwa identifikasi
adalah kegiatan mengenal atau menandai suatu yang
dimaknai sebagai proses penjaringan atau proses
menemukan kasus, yaitu menemukan anak yang
mempunyai kelainan/ masalah, atau profesi pendeteksi
dini terhadap anak usia dini dengan tujuan untuk
mengetahui kebutuhan anak dan kondisi kesehatan, baik
fisik, psikolog, ataupun sosial. Identifikasi dapat diketahui
kondisi seorang anak, apakah pertumbuhan dan
perkembangan mengalami penyimpangan atau tidak. Jika
mengalami kelainan/penyimpangan, dapat diketahui
apakah anak tergolong (1) tunanetra, (2) tunarungu, (3)
tunagrahita, (4) tunadaksa, (5) tunalaras, (6) lambat
belajar, (7) autis, (8) ADHD, (9) Anak kesulitan belajar
spesifik, (10) Anak gangguan komunikasi, (11) Gifted.
3
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Filosofis pendidikan inklusif di Indonesia, tidak luput dari filosofi bangsa Indonesia yaitu
Bhinneka Tunggal Ika yang meyakini bahwa di dalam diri manusia bersemayam potensi
kemanusiaan yang dapat berkembang tak terbatas dan potensi itu pun ada pada diri setiap ABK
dimana semua siswa termasuk abk mendapat kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang
bermutu. 
2. Penyelenggaraan pendidikan inklusif terdapat beberapa prinsip : prinsip pemerataan dan
peningkatan mutu, prinsip kebutuhan individual, prinsip kebermaknaan, prinsip keberlanjutan,
dan prinsip keterlibatan. 
3. Layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di Indonesia disediakan melalui tiga
macam lembaga pendidikan yaitu, Sekolah Luar Biasa (SLB), Sekolah Dasar Luar Biasa
(SDLB), dan Pendidikan Terpadu. Untuk sekolah umum berbentuk SD (sekolah dasar), SMP
(sekolah menengah pertama) dan SMA (sekolah menengah atas). Pada sekolah ini umumnya
tidak terdapat program khusus di dalamnya.
4. Identifikasi dapat diketahui kondisi seorang anak, apakah pertumbuhan dan perkembangan
mengalami penyimpangan atau tidak. Jika mengalami kelainan/penyimpangan, dapat diketahui
apakah anak tergolong (1) tunanetra, (2) tunarungu, (3) tunagrahita, (4) tunadaksa, (5) tunalaras,
(6) lambat belajar, (7) autis, (8) ADHD, (9) Anak kesulitan belajar spesifik, (10) Anak gangguan
komunikasi, (11) Gifted
B. Saran

Pentingnya penerapan pendidikan inklusif di sekolah-


sekolah reguler pada masing-masing daerah, agar anak
berkebutuhan khusus yang belum bersekolah dapat mencicipi
indahnya pendidikan di negeri ini. Begitu juga kepada sekolah-
sekolah yang telah menyelenggarakan pendidikan inklusif
hendaknya jangan putus asa dengan birokrasi yang ada, akan
tetapi tetap berkoordinasi dengan Direktorat Pendidikan Khusus
dan Layanan Khusus Pusat agar pendidikan anak berkebutuhan
khusus tetap terlaksana sebagaimana mestinya. Peran pendidik
juga sangat penting untuk melakukan tugas-tugasnya terutama
peran yang dilakukan guru pendamping. Pendidikan inklusif
hadir sebagai wadah peserta didik yang beragam untuk
mewujudkan pendidikan untuk semua (Education for All).
DAFTAR PUSTAKA
Arum, Wahyu Sri Ambar. 2005. Perspektif Pendidikan Luar Biasa dan Implikasinya Bagi Penyiapan Tenaga
Kependidikan. Jakarta: Depdiknas.
Baker, E., Wang, M. & Walbreg, H. 1994. The Effects of Inclusion on Learning. Educational Leadership, 52(4): 33-
35.
Darma, Indah Permata, & Binahayati Rusyidi. 2015. Pelaksanaan Sekolah Inklusi Di Indonesia. Prosiding Ks: Riset
& Pkm, 2 (2): 147 - 300.
Ermawati. 2008. Mengenal Lebih Jauh Sekolah Inklusif. Bandung: PT. Refika Aditama. 
Fatinah, Lisfatul. 2012. Filosofi Pendidikan Inklusif Berkeadilan.
https://www.kartunet.com/filosofi-pendidikan-inklusif-berkeadilan-1010/ Diakses pada 23 Maret 2022.
Freeman, S. & Alkin, M. 2000. Academic and Social Attainments of Children with Mental Retardation in General
Education and Special Education Settings. Remedial and Special Education, 2 (1): 3-18.
Hafiz, Abdul. (2017). Sejarah dan Perkembangan Pendidikan Inklusif Di Indonesia. Jurnal As-Salam, 1(3): 9-15.
Ilahi, Mohammad Takdir. 2013. Pendidikan Inklusif . Jogjakarta: Ar Ruzz Media
THAN
K YOU

Anda mungkin juga menyukai