Dosen Pengampu :
Siti Fadjryana Fitroh, S.Psi., MA
OLEH KELOMPOK 1 :
1. Dahlia Agustina R.H. 170611100041
2. Laili Dwi Hidayanti 170611100048
3. Septiana Revayana Eka Safitri 170611100052
4. Nuris Saadah 170611100053
5. Tika Vellina Rachman 170611100058
6. Agung Pramono 170611100062
7. Binti Aisah 170611100071
8.. Fajrina Zulfa Darumiarsi 170611100073
Landasan yuridis
Landasan yuridis internasional pendidikan inklusi adalah Deklarasi Salamanca
(UNESCO, 1994) oleh para menteri pendidikan sedunia. Deklarasi ini adalah
penegasan kembali atas deklarasi lanjutan yang berujung pada Peraturan Standar
PBB tahun 1993 tentang kesempatan yang sama bagi individu penyandang
disabilitas memperoleh pendidikan sebagai bagian integral dari sistem pendidikan
yang ada. Deklarasi Salamanca menekankan bahwa selama memungkinkan,
semua anak seyogyanya belajar bersama-sama tanpa memandang kesulitan
ataupun perbedaan yang mungkin ada pada mereka. Di Indonesia, penerapan
pendidikan inklusi dijamin oleh UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, yang dalam penjelasannya menyebutkan bahwa
penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang berkebutuhan khusus atau
memiliki kecerdasan luar biasa diselenggarakan secara inklusif atau berupa satuan
pendidikan khusus (SLB).
Landasan Pedagogis
Manusia dapat dididik sekaligus dapat mendidik serta saling mendidik
sesamanya. Seorang manusia akan menjadi manusia yang sebenarnya hanya
melalui pendidikan yang dilakukan oleh manusia lainnya. Pendidikan hanya
mungkin terjadi apabila manusia itu berhubungan dengan manusia lainnya yang
menyelenggarakan pendidikan.
Landasan Empiris
Landasan empiris ditunjukkan melalui penelitian tentang inklusi yang telah
banyak dilakukan negara-negara barat sejak tahun 1980-an, namun penelitian
yang berskala besar dipelopori oleh Pte National Academy Of Sciences (Amerika
Serikat). Hasilnya, menunjukkan bahwa klasiiikasi dan penempatan anak
berkebutuhan khusus di sekolah, kelas atau tempat khusus tidak efektif dan
diskriminatif. Layanan ini merekomendasikan agar pendidikan khusus secara
segregatif hanya diberikan terbatas berdasarkan hasil identifikasi yang tepat
(Heller, Holtzman dan Messick, 1982). Beberapa pakar bahkan mengemukakan
bahwa sangat sulit untuk melakukan identifikasi dan penempatan anak
berkelainan secara tepat, karena karakteristik mereka yang sangat heterogen
(Baker, Wang dan Walberg, 1994 1995).
Beberapa peneliti kemudian melakukan meta analisis (analisis lanjut) atas hasil
banyak penelitian sejenis. Hasil analisis yang dilakukan oleh Carlberg dan Kavale
( 1980) terhadap 50 buah penelitian, Wang dan Baker (1985 1986) terhadap 11
buah penelitian dan Baker (1994) terhadap 13 buah penelitian menunjukkan
bahwa pendidikan inklusi berdampak positif, baik terhadap perkembangan
akademik maupun sosial anak berkebutuhan khusus dan teman sebayanya.
B. KONSEP PENDIDIKAN INKLUSIF
Pendidikan Inklusif adalah suatu filosofi Pendidikan dan sosial. Dalam
Pendidikan inklusif, semua orang adalah bagian yang berharga dalam
kebersamaan, apapun,perbedaan mereka. Pendidikan inklusif berarti bahwa semua
anak, terlepas dari kemampuan maupun ketidakmampuan mereka, jenis kelamin,
status sosial-ekonomi, suku, latar belakang budaya atau bahasa dan agama
menyatu dalam komunitas sekolah yang sama. Pendidikan inklusif merupakan
pendekatan yang memerhatikan cara mentransformasikan sistem Pendidikan,
sehingga dapat merespon keaneragaman peserta didik yang memungkinkan guru
dan peserta didik merasa nyaman dengan keaneragaman tersebut, serta melihatnya
lebih sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar daripada
melihatnya sebagai suatu problem.
Sekolah inklusif menurut Stainback dan Stainback (1990) adalah sekolah yang
menampung semua siswa di kelas yang sama. Sekolah ini menyediakan program
Pendidikan yang layak, menantang, tetapi sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan setiap peserta didik. Lebih dari itu, sekolah inklusif juga merupakan
tempat setiap peserta didik berterima, menjadi bagian dari kelas tersebut, dan
saling membantu dengan guru dan teman sebayanya, maupun anggota masyarakat
lain agar kebutuhan individualnya dapat terpenuhi.
Sejak tahun 2001, pemerintah mulai uji coba perintisan sekolah inklusi seperti
di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan 12 sekolah didaerah Gunung
Kidul dan di Provinsi daerah Khusus Ibukota Jogyakarta dengan 35 sekolah. Pada
tahun 2002 pemerintah secara resmi mulai melakukan proyek ujicoba di sembilan
propinsi yang memiliki pusat sumber dan sejak saat itu lebih dari 1500 siswa
berkelainan telah bersekolah di sekolah regular. Yang kemudian pada tahun 2005
meningkat menjadi 6.000 siswa atau 5,11% dari seluruh jumlah anak
berkebutuhan khusus, sedangkan pada tahun 2007 meningkat menjadi 7,5% atau
15.181 siswa yang tersebar di 796 sekolah inklusif yang terdiri dari 17 TK, 648
SD, 75 SLTP, dan 56 SLTA.
Pada tahun 2004, di Bandung diselenggarakan deklarasi Indonesia menuju
inklusi yang membahas khusus penyelenggaraan Pendidikan Inklusi di sekolah-
sekolah reguler Indonesia. Indonesia Menuju Pendidikan inklusi Secara formal
dideklarasikan pada tanggal 11 agustus 2004 di Bandung, dengan harapan dapat
menggalang sekolah reguler untuk mempersiapkan pendidikan bagi semua anak
termasuk penyandang cacat anak. Setiap penyandang cacat berhak memperolah
pendidikan pada semua sektor, jalur, jenis dan jenjang pendidikan (Pasal 6 ayat 1).
Setiap penyandang cacat memiliki hak yang sama untuk menumbuh kembangkan
bakat, kemampuan dan kehidupan sosialnya, terutama bagi penyandang cacat
anak dalam lingkungan keluarga dan masyarakat (Pasal 6 ayat 6 UU RI No. 4
tahun 1997 tentang penyandang cacat).