DISUSUN OLEH :
MATARAM 2020
1
KATA PENGANTAR
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4
1.3 Tujuan.............................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
2.1 KEADAAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.....................................6
2.2. FASILITAS PENDUKUNG UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS............................................................................................................17
2.3 PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN UNTUK ANAK
BERKEBUTHAN KHUSUS.............................................................................29
2.4 PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS..............................32
BAB III..................................................................................................................51
PENUTUP..............................................................................................................51
3.1 KESIMPULAN............................................................................................51
3.2 SARAN........................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................53
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
3. Bagaimana penyediaan fasilitas kesehatan untuk anak berkebutuhan
khusus?
1.3 Tujuan
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
1. Pengertian Pendidikan Luar Biasa
7
bagi anak – anak penyandang cacat.Termasuk untuk anak tuna daksa dan tuna
laras, sekolah ini disebut sekolah luar biasa.
8
c. Bab IV ( pasal 5 ayat 1 ) Setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang
memiliki kelainan fisik,emosionl,mental,intelektual atau sosial
berhakmemperoleh pendidikan khusus.
9
ketidakmampuan mental, gangguan pendengaran, gangguan pengllihatan,
ketidak mampuan belajar, autistuk, dan keterlambatan perkembangan.
a. Penakut, seperti takut pada binatang, takut pada gelap, kilatan petirdan
suara gemuruhyang menyertainya,takut pada orang asing dan atau rasa
takut yang muncul dalam benak anak berdasarkan fantasi yang
dibuatnya sendiri;
c. Pendiam, menarik diri dan atau rendah diri, perilaku ini disebabkan
oleh sikap orang tua yang terlalu berlebihan dalam mengontrol
perilaku anak, yaitu adanya berbagai larangan yangg pada akhirnya
berujung pada pengekangan pada diri anak. Hal ini tampak pada
orangtua yang selalu mengatakan ‘tidak boleh ini, tidak boleh
itu...atau jangan begini, jangan begitu...’.
10
Belakangan ini, seringkali juga terdengar istilah anak dengan budaya
Autisme. Kanner dalam Jamaris (2006:85) adalah orang yang mengemukakan
istilah autisme; Anak autis adalah anak yang mengalami outstanduing
fundamentaldisorder, sehingga tidak mampu melakukan interaksi dengan
lingkungannya. Oleh sebab itu, anak autis bersifat menutup diri dan tidak peduli,
serta tidak memperhatikan lingkungannya (Greenspan dan Wider dalam Jamaris,
(2006:85).
Kesulitan belajar ini disebabkan karena terjadi disfungsi ringan dalam susunan
syaraf pusat (minimal brain disfunction). Kesulitan belajar dapat diklasifikasikan
menjadi dua kelompok, yaitu:
11
manghubungkan pengalaman yang telah ada dengan pengalaman baru
(Reid dan Lovit dalam Jamaris, 2006:87-91).
12
bahwa anak tunagrahita atau anak mentally retarded adalah kelompok anak yang
memiliki tingkat intelegensi dibawah normal. Ketunagrahitaan tampak dalam
kesulitan ‘adaptive behavior’ atau penyesuaian perilaku, dimana mereka tidak
dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran (standar) kemandirian
dan tanggungjawab sosial. Anak tunagarahita juga mengalami masalah dalam
keterampilan akademik dan berpartisipasi dengan kelompok teman yang memiliki
usia sebaya.
Diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18
tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus.
“Apabila ditambah dengan anak-anak yang menggunakan kacamata, jumlahnya
akan lebih banyak lagi,” ungkap Prof dr Sunartini, SpA (K), PhD dalam pidato
pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
Mada (UGM) Yogyakarta di gedung senat perguruan tinggi itu, Kamis (28/5).
Secara global, tuturnya, diperkirakan ada 370 juta penyandang cacat atau sekitar 7
% populasi dunia,kurang lebih 80 juta di antaranya membutuhkan rehabilitasi.
Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen mempunyai akses pelayanan.
Istilah anak berkebutuhan khusus adalah klasifikasi untuk anak dan remaja
secara fisik, psikologis dan atau sosial mengalami masalah serius dan menetap.
Anak berkebutuhan khusus ini dapat diartikan mempunyai kekhususan dari segi
kebutuhan layanan kesehatan, kebutuhan pendidikan khusus, pendidikan layanan
khusus, pendidikan inklusi, dan kebutuhan akan kesejahteraan sosial dan bantuan
sosial. “Selama dua dekade terakhir istilah anak cacat telah digantikan dengan
istilah anak dengan kebutuhan kesehatan khusus,” jelasnya.
13
dapat dimasukkan sebagai program yang diutamakan di berbagai departemen yang
berkaitan. Namun dia mengakui, masalah anak dengan kebutuhan khusus di
bidang kesehatan belum menjadi prioritas, masih kalah dengan penyakit infeksi
dan berbagai keadaan kurang gizi.
Selain itu, ia menambahkan, sampai saat ini terjadi keterbatasan dan belum
disediakannya fasilitas khusus seperti jalan yang bisa dilalui kursi roda, jalan yang
aman bagi anak dengan palsi serebral, jalan yang dibuat khusus bagi anak tuna
netra hingga bisa mandiri sampai tujuan. Penggunaan jalan seringkali
menyebabkan kesulitan bagi anak berkebutuhan khusus. Demikian juga fasilitas
kesehatan, masih sukar dicapai para penyandang cacat, di samping petugas kurang
tanggap.
Secara uji multivariat, bahan organik pada ibu hamil yang bekerja di pabrik
menunjukkan adanya pengaruh kurang baik terhadap perkembangan motorik,
tingkah laku, perhatian dan hiperaktivitas. Demikian halnya ibu yang mengalami
depresi dalam periode satu tahun pertama dapat mengakibatkan gangguan
14
perkembangan kognitif sampai umur 18 bulan gangguan tingkah laku, gangguan
perkembangan sosial dan perilaku terutama pada anak laki-laki usia balita.
a. Sosialisasi terbatas
15
2. System Pendidikan Integrasi
16
2.2. FASILITAS PENDUKUNG UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS
17
braille dan peralatan orientasi mobilitas, serta media pelajaran yang
menungkinkan anak untuk memanfaatan fungsi perabaan dengan optimal.
Ada tiga cara untuk menulis braille, yaitu dengan (1) reglet
dan pen atau stilus, (2) mesik tik braille, dan (3) komputer yang
dilengkapi dengan printer braille. Media yang digunakan berupa
kertas tebal yang tahan lama (manila, atau yang lain). Kertas
standar untuk braille adalah kertas braillon.
18
Tongkat putih merupakan fasilitas pendukung anak
tunanetra untuk orientasi dan mobilitas. Dengan tongkat putih anak
tunanetra berjalan untuk mengenali lingkungannya. Berbagai
media alat bantu mobilitas dapat berupa tongkat putih, anjing
penuntun, kacamata elektronik, tongkat elektronik.
19
ujung jari telunjuk. Untuk membaca, telunjuk diletakkan
pada tactile array di mana bentuk yang bergetar itu muncul. Jika
kamera membaca sebuah kata, huruf-huruf dari kata itu akan
muncul satu per satu pada tactile array secara bergantian. Optacon
dapat dipergunakan untuk membaca tulisan pada kertas maupun
pada layar komputer. Sebuah mouse (yang dikendalikan oleh
perangkat lunak yang dijalankan dalam komputer) atau lensa dalam
Optacon diperlukan untuk dapat membaca layar komputer itu.
Untuk dapat membaca dengan Optacon ini, tunanetra harus sudah
mengenal bentuk tulisan awas.
f) Kurzweil Reading Machine
g) VersaBraille dan VersaBraille II
b. Fasilitas pendidikan untuk anak tunarungu
20
pendengaran: 125 – 250 – 500 – 1000 – 2000 – 4000 – 8000 Hz.
Audiometer kontinyu mengukur pendengaran antara 125 - 12000
Hz.
b) Hearing Aids
21
c) Telephone-typewriter
22
4. Anak tunarungu dapat berkomunikasi interaktif dengan
informasi yang ada dalam program mikrokomputer.
e) Audiovisual
23
Spatel adalah alat bantu untuk membetulkan posisi organ
bicara, terutama lidah. Spatel digunakan untuk menekan lidah,
sehingga kita dapat membetulkan posisi lidah anak tunarungu.
Dengan posisi lidah yang benar mereka dapat bicara dengan benar.
h) Cermin
24
2. berkaitan dengan perabaan dan motorik tangan: manik-manik,
benang, crayon, wash, lotion, kertas amril, dsb.
3. berkaitan dengan pembau: kamper, minyak kayu putih, dsb.
4. berkaitan dengan koordinasi: menara gelang, puzzle, meronce,
dsb.
b) Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan
keseharian
25
Fasilitas pendukung pendidikan yang berkaitan dengan diri anak adalah:
a) Brace
Brace terbuat dari kulit yang kaku atau plastik yang tebal dilapisi
kain atau sepon atau karet pada tepi dan pinggirannya agar tidak
terjadi decubitus (lecet) pada jaringan yang kontak langsung.
b) Crutch (kruk)
26
Ada dua macam splint, yaitu splint untuk anggota tubuh bagian
atas (tangan) dan splint untuk anggota tubuh bagian bawah (kaki).
Splint dapat dibuat dari bahan gips, kulit sol, karton, kayu, celastic,
dan orthoplast. Bahan-bahan tersebut dibentuk menurut posisi
anggota gerak tubuh yang sakit.
d) Wheel chair (kursi roda)
27
b) Ruangan terapi bermain dan peralatannya
28
2.3 PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN UNTUK ANAK
BERKEBUTHAN KHUSUS
29
4. Karakteristik pribadi/sosial dan emosional, hampir sebagian besar siswa
dapat melakukan aktivitas sendiri, hanya sebagian kecil yang dapat ikut
kegiatan di masyarakat dan kegiatan sehari-hari di rumah.
a. Promotif
2) Media penyuluhan yang ada masih sangat minim, hanya ada poster di
beberapa SLB, tentang narkoba, dan cuci tangan.
b. Preventif
c. Kuratif
d. Rehabilitatif
30
Pelayanan rehabilitasi medik belum sesuai kebutuhan misalnya untuk alat
terapi jalan dan alat bantu dengar.
3. Perlunya dilakukan pelatihan bagi guru, siswa dan orang tua agar dapat
melakukan tindakan sederhana dalam mengatasi masalah kesehatan dan
meningkatkan kemandirian siswa.
31
5. Menggalang kemitraan dengan berbagai sektor terkait untuk pemenuhan
kebutuhan baik berupa dana dan sarana prasarana termasuk kemitraan
dengan Rumah Sakit, Universitas dan pihak terkait lainnya dalam upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan baik spesialistik dan psikologis secara
maksimal.
A. PENANGANAN A. UMUM
1. Anak berkebutuhan khusus adalah amanah Tuhan Yang Maha
Kuasa yang harus dijaga, dirawat, dan dipenuhi haknya. Untuk itu,
orangtua, keluarga, dan masyarakat perlu menerima keberadaan
anak tersebut dengan ikhlas. Hindarkan dari perasaan cemas,
kecewa, khawatir, marah, menyalahkan diri sendiri dan orang lain,
serta putus asa yang berlarut larut.
2. Menelantarkan anak berkebutuhan khusus merupakan perilaku
yang melanggar Hak Asasi Manusia. Untuk itu, orangtua, keluarga,
dan masyarakat tidak diperbolehkan menyembunyikan atau
menelantarkan anak tersebut..
3. Anak berkebutuhan khusus mempunyai hak yang sama dengan
anak lain dan dapat hidup mandiri, berprestasi sesuai dengan minat
dan potensi yang dimiliki. Untuk itu, orangtua, keluarga, dan
masyarakat wajib bertanggungjawab memenuhi hak-hak anak
dalam segala aspek kehidupan, seperti bersosialisasi di lingkungan,
berekreasi, dan berkegiatan lain yang bertujuan memperkenalkan
anak berkebutuhan khusus dengan kehidupan di luar rumah.
4. Anak berkebutuhan khusus bukan penyakit dan tidak menular.
Oleh karena itu, orangtua, keluarga, dan masyarakat perlu
menyebarluaskan informasi tentang hal dimaksud, termasuk
32
informasi mengenai prestasi atau kesuksesan yang didapat oleh
anak berkebutuhan khusus.
5. Orangtua, keluarga, dan masyarakat wajib memberikan
pendampingan di bidang agama masing-masing, pendidikan,
kesehatan dan kehidupan sosial.
6. Orangtua, keluarga, dan masyarakat perlu mempunyai
keterampilan dalam merawat dan mengasuh anak yang
berkebutuhan khusus melalui pelatihan-pelatihan.
7. Orangtua, keluarga perlu konsisten dan bersikap terbuka terhadap
lingkungan sekitar dalam menangani anak berkebutuhan khusus.
8. Orangtua, keluarga harus mempunyai kemampuan teknis dan
menstimulasi sedini mungkin perkembangan anak berkebutuhan
khusus di rumah dan lingkungannya .
B. KHUSUS
33
i. Pada saat matahari tenggelam tidak bisa melihat jelas
(rabun senja).
j. Sering membentur-benturkan kepala ke tembok.
34
b. Tidak bisa dibuat tenang dengan suara ibunya atau
pengasuh.
c. Tidak bereaksi bila dipanggil namanya atau acuh tak acuh
terhadap suara sekitarnya.
d. Tidak mampu menangkap maksud orang saat berbicara bila
tidak bertatap muka.
e. Tidak mampu mengetahui arah bunyi.
f. Kemampuan bicara tidak berkembang.
g. Perbendaharaan kata tidak berkembang.
h. Sering mengalami infeksi di telinga.
i. Kalau bicara sukar dimengerti.
j. Tidak bisa memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu
tertentu.
k. Kelihatan seperti anak yang kurang menurut atau
pembangkang.
l. Kelihatan seperti lamban atau sukar mengerti.
35
3. ANAK DISABILITAS INTELEKTUAL
36
itu orangtua, keluarga harus memberikan contoh tentang
sikap dan nilai berperilaku yang baik.
37
5. ANAK DISABILITAS SOSIAL
DAN HIPERAKTIF
38
Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktif :
39
f. Memberi perhatian positif dan mengajak anak berperilaku
baik.
g. Memberi perintah yang efektif dan langsung ke tujuan.
40
f. Tidak bisa berkomunikasi dua arah dan tidak menatap mata
lawan bicaranya.
g. Kalau dipanggil tidak mau menengok.
h. Merasa tidak nyaman dalam keramaian, misalnya pesta
ulang tahun, perkawinan, dan lain sebagainya.
i. Merasa lebih nyaman bila main sendiri
j. Berperilaku aneh seperti jalan berjinjit-jinjit, berputar-
putar, lompatlompat, mondar-mandir tak bertujuan.
k. Sering melihat dengan mata yang miring.
l. Kelekatan dengan benda tertentu, sehingga kemana-mana
harus membawa benda tersebut.
m. Mengamuk hebat kalau tidak mendapatkan keinginannya.
n. Tertawa/menangis/marah tanpa sebab yang jelas.
o. Tidak ada rasa empati.
p. Ada kebutuhan untuk mencium-cium sesuatu dan
memasukan segala benda yang dipegangnya ke dalam
mulut atau digigit-gigit.
41
e. Melibatkan anak dalam aktivitas sederhana di rumah
seperti mencuci piring, menyiram tanaman, menyapu
rumah, merapikan pakaian, dan lain sebagainya sesuai
kemampuannya.
f. Menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan
kebutuhan, misalkan ruangan untuk bergerak secara
bebas, alat bantu belajar, dan lain sebagainya.
g. Dalam menentukan pendidikan pada anak, harus
melihat tingkat kecerdasan dan intensitas gejala
autisnya, karena setiap anak autis berbeda.
42
f. Seringkali tidak mampu mengurus kebutuhan dasar mereka
sendiri seperti makan, berpakaian, buang air kecil, dan lain
sebagainya.
g. Jarang berperilaku dan berinteraksi secara konstruktif.
h. Dibalik keterbatasan-keterbatasan di atas, anak tunaganda
mempunyai ciri-ciri positif seperti ramah, hangat, punya
rasa humor, keras hati dan berketetapan hati.
43
pembelajaran dibagi menjadi beberapa tahapan dan
dilakukan secara berulang-ulang. Pemberian
program harus melalui tahapan yang dipecah/diurai,
misalnya untuk mengajar cara menyikat gigi
dimulai dari mengambil sikat gigi, mengambil pasta
gigi, membuka tutup pasta gigi, menekan tube pasta
gigi di penutup pasta gigi, menyikat gigi bagian
depan, menyikat gigi bagian kiri, menyikat gigi
bagian kanan, menyikat bagian dalam atas depan,
dan seterusnya.
a. Berkonsultasi ke psikolog.
44
b. Mengikuti asesmen atau tes IQ untuk mengetahui
kemampuan dan kelemahan anak.
c. Orangtua, keluarga harus mengetahui apa saja yang sudah
dipelajari anak di sekolah dengan cara berkonsultasi pada
guru kelas.
d. Orangtua atau keluarga membimbing dan mendampingi
anak di rumah dalam belajar, baik mengulang materi
pelajaran yang sudah dipelajari di sekolah, maupun
menyiapkan anak pada materi pelajaran baru yang akan
dipelajari anak pada hari berikutnya.
e. Orangtua, keluarga harus selalu menghargai hasil belajar
yang diperoleh anak dari sekolah.
f. Orangtua, keluarga harus selalu memotivasi anak supaya
anak rajin belajar baik di sekolah maupun di rumah.
g. Orangtua, keluarga harus memberikan contoh tentang sikap
dan nilai berperilaku yang baik.
10. ANAK DENGAN KESULITAN BELAJAR KHUSUS
45
b, begitu sebaliknya. - Tidak mengindahkan tanda
baca.
2. Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)
46
d. Orangtua, keluarga harus selalu mendampingi dan
membimbing anak dalam belajar di rumah, terutama
mengoptimalkan kemampuan fisik motorik (perencanaan
gerak, orientasi kanan dan kiri, serta pembelajaran
kinestetik).
e. Memberikan alat-alat bantu dan peraga, sehingga anak
mampu menyentuh, melihat, dan mendengar serta
menghubungkan dengan konsep yang dipelajari seperti
huruf-huruf (untuk anak dengan kesulitan belajar
membaca), angka-angka, dan simbol-simbol +,-,:, dan x
yang terbuat dari plastik (untuk anak dengan kesulitan
belajar matematika), dan menebalkan huruf-huruf yang
sudah diberi titik-titik (untuk anak dengan kesulitan
belajar menulis).
f. Mendampingi anak ketika belajar dan mengerjakan
pekerjaan rumah.
g. Memberi pujian ketika anak berhasil menyelesaikan
tugasnya dengan baik dan benar, guna meningkatkan
kepercayaan diri dan kemandirian anak dalam belajar.
47
e. Kesulitan dalam mengisap, mengunyah, dan menelan saat
makan dan minum.
f. Belum mulai berbicara di usia sekitar 12 bulan.
g. Perbendaharaan kata atau kalimat minim.
h. Tidak mampu menyusun kalimat sederhana dan terkadang
hanya menyebutkan suku kata akhirnya saja.
i. Ada kelainan organ wicara, misalnya celah pada bibir atau
sumbing, dan kelainan bentuk lidah.
j. Suka menyendiri atau tidak bergaul.
k. Bicaranya sulit dimengerti.
l. Menujukkan gejala terpaku pada sesuatu yang sulit untuk
dialihkan (perseverasi)
48
12. ANAK DENGAN KECERDASAN DAN BAKAT
ISTIMEWA
49
Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak
menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut
50
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
51
keluarga tentang bagaimana merawat, mendidik, mengasuh dan memenuhi
kebutuhan anak-anak tersebut. Orangtua atau keluarga merupakan faktor
terpenting dalam memfasilitasi tumbuh kembang dan perlindungan anak
berkebutuhan khusus.
3.2 SARAN
52
DAFTAR PUSTAKA
http://getmyhope.wordpress.com/2010/04/23/anak-berkebutuhan-khusus-di-
indonesia/
53
Deputi Bidang Perlindungan Anak (2012). Buku Saku Anak Berkebutuhan
Khusus, Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia.
Nieman, Sandy dan Jacob, Namita, dialihbahasakan oleh Hellen Keller Indonesia
(2012). Membantu Keluarga dan Masyarakat Untuk Anak-Anak Yang memiliki
Gangguan Penglihatan. The Hilton/Perkins International Program.
54