Anda di halaman 1dari 54

TUGAS INDIVIDU KEPERAWATAN ANAK

ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

Dosen Pengampu : Haryani SST., M. Kep.

DISUSUN OLEH :

MUGI ASRIANTI (015SYE18)

YAYASAN RUMAH SAKIT ISLAM NUSA TENGARA BARAT

SEKOLAH TINGGI KESEHATAN YARSI MATARAM

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN JENJANG D3

MATARAM 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT sehingga


penyusunan makalah tentang “Anak Berkebutuhan Khusus” ini dapat
terselesaikan tepat pada waktunya. Selain itu kami ingin mengucapkan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada dosen pembimbing mata
kuliah ”KEPERAWATAN ANAK” atas bimbingan dan motivasinya.

Penulis menyadari akan kekurangan dalam penyusunan


makalah ini. Karena itu kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak demi kesempurnaan makalah ini.

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................4
PENDAHULUAN...................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...............................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..........................................................................................4
1.3 Tujuan.............................................................................................................5
BAB II......................................................................................................................6
PEMBAHASAN......................................................................................................6
2.1 KEADAAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS.....................................6
2.2. FASILITAS PENDUKUNG UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN
KHUSUS............................................................................................................17
2.3 PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN UNTUK ANAK
BERKEBUTHAN KHUSUS.............................................................................29
2.4 PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS..............................32
BAB III..................................................................................................................51
PENUTUP..............................................................................................................51
3.1 KESIMPULAN............................................................................................51
3.2 SARAN........................................................................................................52
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................53

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan kebutuhan dasar setiap manusia untuk menjamin


keberlangsungan hidupnya agar lebih bermartabat. Karena itu negara memiliki
kewajiban untuk memberikan pelayanan pendidikan yang bermutu kepada setiap
warganya tanpa terkecuali termasuk mereka yang memiliki perbedaan dalam
kemampuan (difabel) seperti yang tertuang pada UUD 1945 pasal 31 (1). Namun
sayangnya sistem pendidikan di Indonesia belum mengakomodasi keberagaman,
sehingga menyebabkan munculnya segmentasi lembaga pendidikan yang berdasar
pada perbedaan agama, etnis, dan bahkan perbedaan kemampuan baik fisik
maupun mental yang dimiliki oleh siswa. Jelas segmentasi lembaga pendidikan ini
telah menghambat para siswa untuk dapat belajar menghormati realitas
keberagaman dalam masyarakat.

Selama itu anak-anak yang memiliki perbedaan kemampuan (difabel)


disediakan fasilitas pendidikan khusus disesuaikan dengan derajat dan jenis
difabelnya yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB). Secara tidak disadari
sistem pendidikan SLB telah membangun tembok eksklusifisme bagi anak-anak
yang berkebutuhan khusus. Tembok eksklusifisme tersebut selama ini tidak
disadari telah menghambat proses saling mengenal antara anak-anak difabel
dengan anak-anak non-difabel. Akibatnya dalam interaksi sosial di masyarakat
kelompok difabel menjadi komunitas yang teralienasi dari dinamika sosial di
masyarakat. Masyarakat menjadi tidak akrab dengan kehidupan kelompok difabel.
Sementara kelompok difabel sendiri merasa keberadaannya bukan menjadi bagian
yang integral dari kehidupan masyarakat di sekitarnya

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana keadaan anak berkebutuhan khusus di indonesia?

2. Bagaimana fasilitas pendukung untuk anak berkebutuhan khusus?

4
3. Bagaimana penyediaan fasilitas kesehatan untuk anak berkebutuhan
khusus?

4. Bagaimana perawatan anak berkebutuhan khusus?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui keadaan anak berkebutuhan khusus di indonesia

2. Mengetahui fasilitas pendukung untuk anak berkebutuhan khusus

3. Mengetahui penyediaan fasilitas kesehatan untuk anak berkebutuhan


khusus

4. Mengetahui perawatan anak berkebutuhan khusus

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 KEADAAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A. PERKEMBANGAN PENDIDIKAN ANAK BERKEBUTUHAN DI


INDONESIA

Dewasa ini peranlembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang


dalam berolah system maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu lembaga
pendidikantidakhanya sebagai wahana untuk system bekal ilmu pengetahuan,
namun juga sebagai lembaga yang dapat memberi skill atau bekal untuk hidup
yang nanti diharapkan dapat bermanfaat didalam masyarakat.

Sementara itu lembaga pendidikan tidak hanya di tunjukkan kepada anak


yang memiliki kelengkapan fisik, tetapi juga kepada anak yang memiliki
keterbelakangan mental. Mereka dianggap sosok yang tidak berdaya, sehingga
perlu di bantu dan di kasihani untuk mengatasi permasalahan tersebut perlu di
sediakan berbagai bentuk layanan pendidikan atau sekolah bagi mereka. Pada
dasarnya pendidikan untuk berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak-
anak pada umumnya. Disamping itu pendidikan luar biasa, tidak hanya bagi anak
– anak yang berkebutuhan khusus, tetapi juga di tujukan kepada anak-anak normal
yang lainnya.

Beberapa sekolah telah dibuka bagi anak-anak dengan kebutuhan khusus


ini. System pembelajaran yang disesuaikan dengan keadaan siswa menjadi salah
satu keunggulan yang ditawarkan sekolah – sekolah ini. Jadi anda tidak perlu
khawatir dengan masa depan anak anda karena sekolah ini membekali anak untuk
bisa hidup mandiri dalam hidupnya dengan segala kekurangan dan kelebihannya.

6
1. Pengertian Pendidikan Luar Biasa

Pendidikan luar biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik


yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena
kelainan fisik,emosional, mental sosial, tetapi memiliki potensi kecerdasan dan
bakat istimewa. Selain itu pendidikan luar biasa juga berarti pembelajaran yang
dirancang khususnya untuk memenuhi kebutuhan yang unik dari anak kelainan
fisik. Pendidikan luar biasa akan sesuai apabila kebutuhan siswa tidak dapat
diakomodasikan dalam program pendidikan umum. Secara singkat pendidikan
luar biasa adalah program penbelajaran yang disiapakan untuk memenuhi
kebutuhan unik dari individu siswa.

2. Sejarah Perkembangan Pendidikan Anak Luar Biasa

Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya


pendidikan luar biasa pada akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19. Di indonesia
sejarah perkembangan luar biasa dimulai ketika belanda masuk ke indonesia,
( 1596 – 1942 ) meraka memperkenalkan system persekolahan dengan
orientasibarat. untuk pendidikan bagi anak–anak penyandang cacat di buka
lembaga-lembaga khusus.lembaga pertama untuk pendidikan anak tuna netra,tuna
grahita tahun 1927 dan untuk tuna rungu tahn 1930. Ketiganya terletak di kota
Bandung.

Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI


mengundang-undangkan yang pertama mengenai pendidikan. Mengenai anak-
anak yang mempunyai kelainan fisik atau mental , undang – undang itu
menyebutkan pendidikan danpengajaran luar biasa diberikan dengan khusus untuk
mereka yang membutuhkan ( pasal 6 ayat 2 ) dan untuk itu anak –anak tersebut
( pasal 8) yang mengatakan semua anak – anak yang sudah berumur 6 tahun dan 8
tahun berhak dan diwajibkan belajar disekolah sedikitnya 6 tahun dengan ini
berlakunya undang – undang tersebut maka sekolah – sekolah baru yang khusus

7
bagi anak – anak penyandang cacat.Termasuk untuk anak tuna daksa dan tuna
laras, sekolah ini disebut sekolah luar biasa.

Berdasarkan urutan sejarah berdirinyaSLB pertama untuk masing – masing


katagorikecacatan SLB itu dikelompokan menjadi :

a. SLB bagian A untuk anaktuna netra

b. SLB bagian B untuk anak tuna rungu

c. SLB bagian C untuk anak tuna Grahta

d. SLB bagian D untuk anak tuna daksa

e. SLB bagian E untuk anak tuna laras

f. SLB bagian Funtuk anak tuna ganda

3. Pasal – Pasal Yang Melandasi Pendidikan Luar Biasa

Seluruh warga negara tanpa terkecuali apakah dia mempunyai kelainan


atau tidak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan. Hal ini
dijamin oeh UUD 1945 pasal 31 ayat1 yang mengumumkan. Bahwa tiap-tiap
warga negara berhak mendapat pengajaran.

Pada tahun 2003 pemerintah mengeluarkan undang- undang no 20 tentang


systempendidikan nasional ( UUSPN ). Dalam undang – undang tersebut
dikemukakan hal- hal yang erat hubungan dengan pendidikan bagi anak-anak
dengan kebutuhan pendidikan khusus sebagai berikut ;

a. Bab 1 ( pasal 1 ayat 18 ) Wajib belajar adalah program pendidikan


minimal yang harus di ikuti oleh warga negara Indonesia atas
tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah

b. Bab II ( pasal 4 ayat 1 ) Pendidikan diselenggarakan secara


demokratis berdasarkan HAM,agama,kultural,dan kemajemukan
bangsa.

8
c. Bab IV ( pasal 5 ayat 1 ) Setiap warga negara mempunyai hak yang
sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu baik yang
memiliki kelainan fisik,emosionl,mental,intelektual atau sosial
berhakmemperoleh pendidikan khusus.

d. Bab Vbagian 11 Pendidikan khusus (pasal 32 ayat 1 ) Pendidikan


khusus bagi pesertayang memiliki tingkat kesulitan dalam
mengikuti proses pembelajaran karena kelainan
fisik,emosional,mental,sosial atau memiliki potensi kecerdasan.

B. LAYANAN PENDIDIKAN ANAK USIA DINI BERKEBUTUHAN


KHUSUS

Pada mulanya yang dimaksud dengan anak kebutuhan pendidikan khusus


hanyalah anak yang tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan saja.
Namun, dewasa ini anak dengan kebutuhan pendidikan khusustermasuk pula anak
lantib dan berbakat.

1. Hakikat Anak Berkebutuhan Khusus

Anak berkebutuhan khusus dapat dimaknai dengan anak-anak yang


tergolong cacat atau yang menyandang ketunaan, dan juga anak lantib dan
berbakat (Mulyono, 2006:26). Dalam perkembangannya, saat ini konsep
ketunaan berubah menjadi berkelainan (exception) atau luar biasa. Ketunaan
berbeda dengan konsep berkelainan. Konsep ketunaan hanya berkenaan
dengan dengan kecacatan sedangkan konsep berkelainan atau luar bisa
mencakup anak yang menyandang ketunaan maupun yang dikaruniai
keunggulan.

Banyak istilah digunakan untuk mencoba mengkategorikan anak-anak


dengan kebutuhan khusus, beberapa istilah yang dapat membantu guru
mengumpulkan informasi yang merencanakan untuk masing-masing anak
mencakup: dungu, gangguan fisik, lumpuh otak, gangguan emosional,

9
ketidakmampuan mental, gangguan pendengaran, gangguan pengllihatan,
ketidak mampuan belajar, autistuk, dan keterlambatan perkembangan.

2. Anak Usia Dini yang membutuhkan perhatian khusus

Pada kenyataannya, di berbagai Lembaga Pendidikan Anak Usia Dini


(LPAUD), baik di TK, Kelompok Bermain, Taman Penitipan Anak dan satuan
PAUD sejenislainnya selalu saja terdapat anak-anak yang membutuhkan
perhatian khusus. Hal ini dijelaskan oleh Jamaris (2006:80-92) dan Mulyono
(2006:6-9), bahwa terdapat masalah-masalah perilaku psikososial,
berkesulitan belajar, ataupun anak dengan gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktif. Disisi lain, Jamaris (2006:94-100) juga menjelaskan
bahwa terdapat anak dengan tingkat intelegensi yang luar biasa, seperti anak
tuna grahita atau anak gifted dan berbakat.

Masalah-masalah perilaku psikososial yang seringkali muncul adalah:

a. Penakut, seperti takut pada binatang, takut pada gelap, kilatan petirdan
suara gemuruhyang menyertainya,takut pada orang asing dan atau rasa
takut yang muncul dalam benak anak berdasarkan fantasi yang
dibuatnya sendiri;

b. Perilaku agresif, yang tampak pada tindakan-tindakan anak yang


cenderung melukai anak lain, seperti menggigit, mencakar atau
memukul. Biasanya perilaku seperti ini muncul sejak usia 2,5-3 tahun,
selanjutnya perilaku tersebut seolah hilang dan berganti dengan
ekspresi mencela, mencaci atau memaki (Jamaris 2006:81);

c. Pendiam, menarik diri dan atau rendah diri, perilaku ini disebabkan
oleh sikap orang tua yang terlalu berlebihan dalam mengontrol
perilaku anak, yaitu adanya berbagai larangan yangg pada akhirnya
berujung pada pengekangan pada diri anak. Hal ini tampak pada
orangtua yang selalu mengatakan ‘tidak boleh ini, tidak boleh
itu...atau jangan begini, jangan begitu...’.

10
Belakangan ini, seringkali juga terdengar istilah anak dengan budaya
Autisme. Kanner dalam Jamaris (2006:85) adalah orang yang mengemukakan
istilah autisme; Anak autis adalah anak yang mengalami outstanduing
fundamentaldisorder, sehingga tidak mampu melakukan interaksi dengan
lingkungannya. Oleh sebab itu, anak autis bersifat menutup diri dan tidak peduli,
serta tidak memperhatikan lingkungannya (Greenspan dan Wider dalam Jamaris,
(2006:85).

Anak yang mengalami kesulitan belajar adalah anak yang memiliki


intelegensi normal atau diatas normal, akan tetapi mengalami satu atau lebih
dalam aspek-aspek yang dibutuhkan untuk belajar. Istilah kesulitanbelajar
terjemahan dari learning disability, sebenarnya tidak tepat, seharusnya
diterjemahkan sebagai ketidakmampuan belajar (Mulyono, 2006:6)

Kesulitan belajar ini disebabkan karena terjadi disfungsi ringan dalam susunan
syaraf pusat (minimal brain disfunction). Kesulitan belajar dapat diklasifikasikan
menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Kesulitan belajar yang berhubungan dengan perkembangan


(development learning disability) dengan disfungsi yang dapat terlihat
pada kelainan persepsi, kesulitan dalam menerima informasi, menyusun
informasi agar dapat dipahami, bahkan sulit dalam mengkomunikasikan
informasi yang diterima atau didengar, yang berdampak pada kesulitan
bahasa dan komunikasi, seperti sulit dalam mengucapkan kata-kata,
merangkai kata, sulit menyebutkan nama benda akibat keterbatasan
kosa kata; kesulitan koordinasi gerakan visual motorik, yang
berdampak pada kesulitan dalam melakukan koordinasi gerakan visual
(pandangan mata) – motorik (gerakan tangan, jari tangan atau kaki)
secara serempak dan terarah pada satu tujuan, seperti sulit memasukkan
sedotan kedalam botol kosong, menendang bola kaki, selalu meleset;
Kesulitan berpikir, yang menyangkut kesulitan dalam melakukan
operasi kognitif (berpikir), sulit dalam mengfungsika formasi konsep,
asosiasi dan pemecahan masalah, seperti tidak mampu membuat
klasifikasabenda-benda yang dapat terbang di angkasa, tidak mampu

11
manghubungkan pengalaman yang telah ada dengan pengalaman baru
(Reid dan Lovit dalam Jamaris, 2006:87-91).

b. Kesulitan belajar akademik (academic learing disabilities) yang


ditunjukan pada adanya kagagalan-kagagalan dalam pencapaian
prestasi akademik yang sesuai dengan kapasitas yang diharapkan,
mencakup kegagalan dalam penguasaan keterampilan dalam membaca,
manulis, dan atau matematika.

Selanjutnya, dijelaskan bahwa penyebab kesulitan belajar adalah faktor


internal, yaitu kemungkinan adanya disfungsi neurologis, sedangkan penyebab
utama problema belajar (learning problems) adalah faktor eksternal yaitu antara
lain berapa strategi pembelajaran tang keliru, pengelolaan kagiatan belajar yang
tidak memebangkitkan motivasi belajar anak, dan pemberian ulangan penguatan
(reinforcement) yang tidak tepat (Mulyono, 2006:13).

Perilaku lainnya adalah anak dengan gangguan pemusatan


perhatian/hiperaktif, dikenal dengan sebutan ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder) adalah anak yang sulit melakukan seleksi
terhadapstimulus yang ada disekitarnya, yang berakibat sulit dalam memusatkan
perhatiannya dan menjadi hiperaktif, tampak dalamperilaku yang selalu bergerak,
impulsif/ bertindak tanpa berpikir, tidak dapat menahan marah, kekecewaan dan
atau suka mengganggu. Papalia dan Olds ( 1995:298) menuliskan bahwa dari
keseluruhan populasi anak terdapat sekitar 3% anak dengan ADHD; Anak laki-
laki memiliki kemungkinan 6 sampai 9 kali lipat untuk mengalami ADHD
dibandingkan anak perempuan. Selanjutnya dikatakan bahwa tanda-tanda ADHD
teiah muncul pada usia 4 tahun atau dibawah 10 tahun, namun biasanya orang tua
baru menyadari anaknya cenderung ADHD setelah anak masuk sekolah.

Selain berbagai masalah dan kesulitan yang telah dikemukakan di atas,


terdapat juga anak usia dini dengan tingkat intelegensi yang luar biasa, yaitu anak
tunagrahita serta anak gifted dan berbakat. Jamaris (2006:94-95) menjelaskan

12
bahwa anak tunagrahita atau anak mentally retarded adalah kelompok anak yang
memiliki tingkat intelegensi dibawah normal. Ketunagrahitaan tampak dalam
kesulitan ‘adaptive behavior’ atau penyesuaian perilaku, dimana mereka tidak
dapat mencapai kemandirian yang sesuai dengan ukuran (standar) kemandirian
dan tanggungjawab sosial. Anak tunagarahita juga mengalami masalah dalam
keterampilan akademik dan berpartisipasi dengan kelompok teman yang memiliki
usia sebaya.

3. Anak Berkebutuhan Khusus di Indonesia

Diperkirakan antara 3-7 % atau sekitar 5,5-10,5 juta anak usia di bawah 18
tahun menyandang ketunaan atau masuk kategori anak berkebutuhan khusus.
“Apabila ditambah dengan anak-anak yang menggunakan kacamata, jumlahnya
akan lebih banyak lagi,” ungkap Prof dr Sunartini, SpA (K), PhD dalam pidato
pengukuhan jabatan guru besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gajah
Mada (UGM) Yogyakarta di gedung senat perguruan tinggi itu, Kamis (28/5).
Secara global, tuturnya, diperkirakan ada 370 juta penyandang cacat atau sekitar 7
% populasi dunia,kurang lebih 80 juta di antaranya membutuhkan rehabilitasi.
Dari jumlah tersebut, hanya 10 persen mempunyai akses pelayanan.

Istilah anak berkebutuhan khusus adalah klasifikasi untuk anak dan remaja
secara fisik, psikologis dan atau sosial mengalami masalah serius dan menetap.
Anak berkebutuhan khusus ini dapat diartikan mempunyai kekhususan dari segi
kebutuhan layanan kesehatan, kebutuhan pendidikan khusus, pendidikan layanan
khusus, pendidikan inklusi, dan kebutuhan akan kesejahteraan sosial dan bantuan
sosial. “Selama dua dekade terakhir istilah anak cacat telah digantikan dengan
istilah anak dengan kebutuhan kesehatan khusus,” jelasnya.

Menurut Sunartini, istilah anak dengan kemampuan dan kebutuhan khusus


sebagai pengganti istilah anak cacat. Ini dinilainya manusiawi, tapi di Indonesia
belum disepakati. Karena itu perlu ditetapkan dalam peraturan perundangan agar

13
dapat dimasukkan sebagai program yang diutamakan di berbagai departemen yang
berkaitan. Namun dia mengakui, masalah anak dengan kebutuhan khusus di
bidang kesehatan belum menjadi prioritas, masih kalah dengan penyakit infeksi
dan berbagai keadaan kurang gizi.

Selain itu, ia menambahkan, sampai saat ini terjadi keterbatasan dan belum
disediakannya fasilitas khusus seperti jalan yang bisa dilalui kursi roda, jalan yang
aman bagi anak dengan palsi serebral, jalan yang dibuat khusus bagi anak tuna
netra hingga bisa mandiri sampai tujuan. Penggunaan jalan seringkali
menyebabkan kesulitan bagi anak berkebutuhan khusus. Demikian juga fasilitas
kesehatan, masih sukar dicapai para penyandang cacat, di samping petugas kurang
tanggap.

Sunartini mengatakan, menghadapi terjadinya anak berkebutuhan khusus


karena penyimpangan perkembangan otak, langkah yang paling tepat adalah
mengenali atau mendeteksi dini kelainan yang ada, baik oleh penolong persalinan,
tenaga kesehatan, serta masyarakat, terutama orangtua dan keluarganya. Setelah
itu, diikuti penanganan atau intervensi dini, baik secara promotif, preventif,
kuratif, maupun rehabilitatif.

Banyak faktor penyebab gangguan pembentukan dan perkembangan otak


anak sejak saat pembuahan, lahir, saat bayi, masa anak sampai remaja. Pada awal
kehamilan terutama minggu kedua sampai keenambelas di saat pembentukan
organ ada berbagai hal yang dapat menyebabkan pembentukan otak tidak
sempurna atau rusak antara lain karena kekurangn gizi dan mikronutrien seperti
iodium, zink, selenium, kekurangan asam folat, obat-obatan teratogenik seperti
obat peluntur haid. Juga obat penenang seperti talidomid, keracunan logam berat
seperti Hg atau Pb (timbal), infeksi intra uterin seperti TORCH dan kekerasan
karena usaha pengguguran dengan pijatan.

Secara uji multivariat, bahan organik pada ibu hamil yang bekerja di pabrik
menunjukkan adanya pengaruh kurang baik terhadap perkembangan motorik,
tingkah laku, perhatian dan hiperaktivitas. Demikian halnya ibu yang mengalami
depresi dalam periode satu tahun pertama dapat mengakibatkan gangguan

14
perkembangan kognitif sampai umur 18 bulan gangguan tingkah laku, gangguan
perkembangan sosial dan perilaku terutama pada anak laki-laki usia balita.

C. MACAM-MACAM PENDIDIKAN LUAR BIASA

1. System pendidikan segregasi

System pendidikan dimana anak berkelainan terpisah dari system pendidikan


anak normal. Penyelenggaraan system pendidikan segregasi di laksanakan secara
khusus dan terpisah dari penyelenggaran pendidikan untuk anak normal.
Keuntungan system pendidikan segregasi

a. Rasa ketenangan pada anak luar biasa

b. Komunikasi yang mudah dan lancar

c. Metode pembelajaran yang khusus sesuai dengan kondisi dan


kemampuan anak

d. Guru dengan latar belakang pendidikan luar biasa

e. Sarana dan prasarana yang sesuai

Kelemahan system pendidikan segregasi

a. Sosialisasi terbatas

b. Penyelenggaraan pendidikanyang relative mahal

15
2. System Pendidikan Integrasi

System pendidikan luar biasa yang bertujuan memberikan pendidikan


yang memungkinkan anak luar biasa memperoleh kesempatan mengikuti proses
pendidikan bersama dengan siswa normal agar dapat mengembangkan diri secara
optimal.

Keuntungan System Integrasi

a. Merasa di akui haknya dengan anak normal terutama


dalammemperoleh pendidikan

b. Dapat mengembangkan bakat ,minat dan kemampuan secara


optimal

c. Lebih banyak mengenal kehidupan orang normal

d. Mempunyai kesempatan untuk melanjutkan pendidikan kejenjang


yang lebih tinggi

e. Harga diri anak luar biasa meningkat

3. Pendidikan Inklusi (Pendidikan Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus)

Pendidikan inklusi adalah termasuk hal yang baru di Indonesia umumnya.


Ada beberapa pengertian mengenai pendidikan inklusi, diantaranya adalah
pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi
sistem pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat
menghalangi setiap siswa untuk berpartisipasi penuh dalam pendidikan.
Hambatan yang ada bisa terkait dengan masalah etnik, gender, status sosial,
kemiskinan dan lain-lain. Dengan kata lain pendidikan inklusi adalah pelayanan
pendidikan anak berkebutuhan khusus yang dididik bersama-sama anak lainnya
(normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya.

16
2.2. FASILITAS PENDUKUNG UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN

KHUSUS

A. MACAM-MACAM FASILITAS ANAK BEKEBUTUHAN  KHUSUS


a. Fasilitas Pendidikan untuk Anak Tunanetra

Fasilitas penunjang pendidikan untuk anak tunanetra secara umum


sama dengan anak normal, hanya memerlukan penyesuaian untuk
informasi yang memungkinkan tidak dapat dilihat, harus disampaikan
dengan media perabaan atau pendengaran. Fasilitas fisik yang berkaitan
dengan gedung, seyogyanya sedikit mungkin parit dan variasi tinggi
rendah lantainya, dinding dihindari yang mempunyai sudut lancip dan
keras. Perabot sekolah sedapat mungkin dengan sudut yang tumpul.

Fasilitas penunjang pendidikan yang diperlukan untuk anak tunanetra


menurut Annastasia Widjajanti dan Imanuel Hitipeuw (1995) adalah

17
braille dan peralatan orientasi mobilitas, serta media pelajaran yang
menungkinkan anak untuk memanfaatan fungsi perabaan dengan optimal.

Fasilitas pendidikan bagi anak tunanetra antara lain adalah:


a) Huruf Braille

Huruf Braille merupakan fasilitas utama penyelenggaraan


pendidikan bagi anak tunanetra. Huruf Braille ditemukan pertama
kali oleh Louis Braille. Ia menyusun tulisan yang terdiri dari enam
titik dijajarkan vertikal tiga tiga. Dengan menempatkan titik
tersebut dalam berbagai posisi maka terbentuklah seluruh abjad.
Dengan menggunakan tulisan tersebut akan mempermudah para
tuna netra membaca dan menulis.

Untuk membaca, titik timbul positif yang dibaca. Cara


membaca seperti pada umumnya, yaitu dari kiri ke kanan.
Sedangkan untuk menulis, prinsip kerjanya berbeda dengan
membaca. Cara menulis huruf braille tidak seperti umunya yaitu
mulai dari kanan ke kiri, biasanya sering disebut dengan menulis
secara negatif. Jadi menulis braille secara negatif akan
menghasilkan tulisan secara timbul positif, yang dibaca adalah
tulisan timbulnya.

Ada tiga cara untuk menulis braille, yaitu dengan (1) reglet
dan pen atau stilus, (2) mesik tik braille, dan (3) komputer yang
dilengkapi dengan printer braille. Media yang digunakan berupa
kertas tebal yang tahan lama (manila, atau yang lain). Kertas
standar untuk braille adalah kertas braillon.

Untuk mendukung pembelajaran anak tunanetra, buku-buku


pelajaran seyogyanya dialihtuliskan ke huruf braille dan disimpan
dengan rapi secara berdiri tidak ditumpuk.
b) Tongkat putih

18
Tongkat putih merupakan fasilitas pendukung anak
tunanetra untuk orientasi dan mobilitas. Dengan tongkat putih anak
tunanetra berjalan untuk mengenali lingkungannya. Berbagai
media alat bantu mobilitas dapat berupa tongkat putih, anjing
penuntun, kacamata elektronik, tongkat elektronik.

Program latihan orientasi dan mobilitas meliputi: jalan


dengan pendamping orang awas, jalan mandiri, dan latihan bantu
diri (latihan di kamar mandi dan wc, latihan di kamar makan,
latihan di kamar tidur, latihan di dapur, latihan di kamar tamu) dan
latihan orientasi di sekolah.
c) Laser cane (tongkat laser)

Tongkat laser adalah tongkat penuntun berjalan yang


menggunakan sinar infra merah untuk mendeteksi rintangan yang
ada pada jalan yang akan dilalui dengan memberi tanda lisan
(suara).
d) Sonic Guide (penuntun bersuara)
e) Optacon dan Optacon II

Optacon (optical-to-tactile converter) adalah perangkat


yang memungkinkan tunanetra membaca tulisan awas melalui
perabaan. Optacon terdiri dari sebuah kamera/mouse (kira-kira
sebesar tube lipstick) yang dihubungkan dengan kabel ke sebuah
kotak (kira-kira sebesar tape recorder ukuran sedang). Kamera
tersebut mampu "melihat" bidang kira-kira seluas satu setengah
huruf cetak. Kotak tersebut berisikan prosesor untuk menafsirkan
gambaran yang ditangkap oleh kamera, dan 100 buah "jarum" yang
tersusun 5 kali 20 yang digerakkan secara elektronik sehingga
dapat timbul dan bergetar dalam bentuk sebagaimana yang dilihat
oleh kamera.

Bentuk yang dibangun oleh susunan jarum-jarum tersebut


cukup besar untuk dapat dirasakan dengan jelas oleh permukaan

19
ujung jari telunjuk. Untuk membaca, telunjuk diletakkan
pada tactile array  di mana bentuk yang bergetar itu muncul. Jika
kamera membaca sebuah kata, huruf-huruf dari kata itu akan
muncul satu per satu pada tactile array secara bergantian. Optacon
dapat dipergunakan untuk membaca tulisan pada kertas maupun
pada layar komputer. Sebuah mouse (yang dikendalikan oleh
perangkat lunak yang dijalankan dalam komputer) atau lensa dalam
Optacon diperlukan untuk dapat membaca layar komputer itu.
Untuk dapat membaca dengan Optacon ini, tunanetra harus sudah
mengenal bentuk tulisan awas.
f) Kurzweil Reading Machine
g) VersaBraille dan VersaBraille II
b. Fasilitas pendidikan untuk anak tunarungu

Fasilitas penunjang untuk pendidikan anak tunarungu secara umum relatif


sama dengan anak normal, seperti papan tulis, buku, buku pelajaran, alat tulis,
sarana bermain dan olahraga. Namun karena anak tunarungu mempunyai
hambatan dalam mendengar dan bicara, maka mereka memerlukan alat bantu
khusus. Alat bantu khusus tersebut antara lain menurut Permanarian Somad
dan Tati Hernawati, 1996 adalah
a) Audiometer

Audiometer adalah alat elektronik untuk mengukur taraf


kehilangan pendengaran seseorang. Melalui audiometer, kita dapat
mengetahui kondisi pendengaran anak tunarungu antara lain:
1.  Apakah sisa pendengarannya difungsionalkan melalui
konduksi tulang atau konduksi udara.
2. Berapa desibel anak tersebut kehilangan pendengarannya
3. Telinga mana yang mengalami kehilangan pendengaran ,
apakah telinga kiri, telinga kanan, atau kedua-duanya
4. Pada frekuensi berapa anak masih dapat menerima suara.
Ada dua jenis audiometer, yaitu audiometer oktaf dan
audiometer kontinyu. Audiometer oktaf untuk mengukur frekuensi

20
pendengaran: 125 – 250 – 500 – 1000 – 2000 – 4000 – 8000 Hz.
Audiometer kontinyu mengukur pendengaran antara 125 - 12000
Hz.
b) Hearing Aids

Hearing aids atau alat bantu dengar mempunyai tiga unsur


utama, yaitu: microphone, amplifier, dan reciever. Sedangkan
prinsip kerjanya adalah sebagai berikut: suara (energi akustik)
diterima microphone, kemudian diubah menjadi energi listrik dan
dikeraskan melaluiamplifier, kemudian diteruskan
ke reciever(telepon) yang mengubah kembali energi listrik menjadi
suara seperti alat pendengaran pada telepon dan diarahkan ke
gendang telinga (membrana tympany).

Alat bantu dengar ada bermacam-macam, yaitu yang


diselipkan di belakang telinga, di dalam telinga, dipakai pada saku
kemeja (pocket), atau yang dipasang pada bingkai kaca mata.
Dengan menggunakan alat bantu dengar (hearing aids) anak
tunarungu dapat berlatih mendengakan, baik secara individual
maupun secara kelompok.

Alat bantu dengar tersebut lebih tepat digunakan bagi anak


tunarungu yang mempunyai kelainan pendengaran konduktif.
Begitu pula alat bantu dengan akan lebih efektif jika digunakan
sesuai dengan program pendidikan yang sistematis yang diajarkan
oleh guru-guru yang profesional yang mampu memadukan ilmu
pengetahuan anak berkebutuhan khusus dengan pengetahuan
audiologi, dan patologi bahasa.

Anak tunarungu yang menggunakan alat bantu dengar


diharapkan mampu memilih suara-suara mana yang diperlukan,
dan dengan bantuan mimik dan gerak bibir dari guru (speech
therapist), maka anak tunarungu dapat berlatih menangkap arti dari
apa yang diucapkan oleh guru atau orang lain.

21
c) Telephone-typewriter

Telephone-typewriter atau mesin tulis telepon merupakan


alat bantu bagi anak tunarungu yang memungkinkan mereka
mengubah pesan-pesan yang diketik menjadi tanda-tanda
elektronik yang diterjemahkan secara tertulis (huruf tercetak).

Mesin tulis telepon terdiri dari telepon yang dilengkapi


dengan alat pendengar, lampu kedap-kedip sebagai tanda
panggilan, mesin tulis, komputer, dan amplifier. Mesin tulis ini
memungkinkan perubahan pesan suara yang masuk ke dalam
komputer dan mengubah tanda-tanda elektronik dan bunyi pada
frekuensi yang berlainan yang kemudian disampaikan melalui
telepon dan diubah kembali menjadi huruf tercetak yang dapat
dimengerti oleh anak tunarungu.
d) Mikrokomputer

Mikrokomputer merupakan alat bantu khusus yang dapat


memberikan informasi secara visual. Alat bantu ini sangat
membantu bagi anak tunarungu yang mengalami kelainan
pendengaran berat. Keefektifan penggunaan mikrokomputer
tergantung pada softwere dan materinya harus dapat dimengerti
oleh anak tunarungu. Disamping itu anak tunarungu harus bisa
membaca atau paling tidak mampu mengintepretasikan simbol-
simbol yang digunakan.

Manfaat penggunaan mikrokomputer bagi anak tunarungu antara


lain:
1. Anak tunarungu dapat belajar mandiri, bebas tetapi
bertanggung jawab
2. Anak tunarungu dapat belajar membuat program, memprogram
materi pelajaran, dan mendemonstrasikannya.
3. Anak tunarungu dapat mengembangkan kreativitas berpikir
dengan menggunakan mikrokomputer

22
4. Anak tunarungu dapat berkomunikasi interaktif dengan
informasi yang ada dalam program mikrokomputer.

e) Audiovisual

Alat bantu audiovisual dapat berupa film,video-tapes, TV.


Penggunaan audiovisual tersebut sangat bermanfaat bagi anak
tunarungu, karena mereka dapat memperhatikan sesuatu yang
ditampilkan sekalipun dalam kemampuan mendengar yang
terbatas. Sebagai contoh, penayangan film-film pendidikan, film
ilmiah populer, film kartun, dan siaran berita TV dengan bahasa
isyarat.
f) Tape Recorder

Tape recorder sangat berguna untuk mengontrol hasil


ucapan yang telah direkam, sehingga kita dapat mengikuti
perkembangan bahasa lisan anak tunarungu dari hari ke hari dan
dari tahun ke tahun. Selain itu, tape recorder sangat membantu
anak tunarungu ringan dalam menyadarkan akan kelainan
bicaranya, sehingga guru artikulasi lebih mudah membimbing
mereka dalam memperbaiki kemampuan bicara mereka.

Tape recorder dapat pula digunakan untuk mengajar


tunarungu yang belum bersekolah dalam mengenal gelak-tawa,
suara-suara hewan, perbedaan antara suara tangisan dengan suara
omelan, dan sebagainya.
g) Spatel

23
Spatel adalah alat bantu untuk membetulkan posisi organ
bicara, terutama lidah. Spatel digunakan untuk menekan lidah,
sehingga kita dapat membetulkan posisi lidah anak tunarungu.
Dengan posisi lidah yang benar mereka dapat bicara dengan benar.

h) Cermin

Cermin dapat digunakan sebagai alat bantu anak tunarungu


dalam belajar mengucapkan sesuatu dengan artikulas yang benar.
Di samping itu, anak tunarungu dapat mengamakan ucapannya
melalui cermin dengan apa yang diucapkan oleh guru atau
Artikulator (speech therapist). Dengan menggunakan cermin,
Artikulator dapat mengontrol gerakan-gerakan yang didak tepat
dari anak tunarungu, sehingga mereka menyadari dalam
mengucapkan konsonan, vokal, kata-kata, kalimat secara benar.
c. Fasilitas pendidikan untuk anak tunagrahita

Fasilitas pendidikan untuk anak tunagrahita relatif sama dengan falilitas


pendidikan untuk anak umum di sekolah dasar dan fasilitas pendidikan di
taman kanak-kanak. Fasilitas pendidikan lebih diarahkan untuk latihan
sensomotorik dan pembentukan motorik halus. Walaupun demikian fasilitas
yang berkaitan dengan pembinaan motorik kasar juga perlu disediakan secara
memadai. Secara garis besar fasilitas pendidikan yang harus disesuaikan
dengan karakteristik anak tunagrahita adalah:
a) Fasilitas pendidikan yang bekaitan latihan sensorimotor

Fasilitas pendidikan dan penunjang pendidikan bagi anak


tunagrahita yang berkaitan dengan latihan sensomotorik di
antaranya:
1. berkaitan dengan visual: berbagai bentuk benda, manik-manik,
warna, dsb.

24
2. berkaitan dengan perabaan dan motorik tangan: manik-manik,
benang, crayon, wash, lotion, kertas amril, dsb.
3. berkaitan dengan pembau: kamper, minyak kayu putih, dsb.
4. berkaitan dengan koordinasi: menara gelang, puzzle, meronce,
dsb.
b) Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan aktivitas kehidupan
keseharian

Fasilitas yang berkaitan dengan kehidupan keseharian (Activity


Daily Leaving) berupa permainan untuk mendukung aktivitas
kehidupan sehari-hari atau peralatan untuk latihan kehidupan
sehari-hari, di antaranya: latihan kebersihan dan gosok gigi, latihan
berpakaian, bersepatu, permainan dengan boneka dan alat lainnya,
dsb.
c) Fasilitas pendidikan yang berkaitan dengan latihan motorik kasar

Fasilitas yang berkaitan dengan latihan motorik kasar di antaranya


dapat berupa: latihan bola kecil, latihan bola besar, permainan
keseimbangan, dsb.
d. Fasilitas pendidikan untuk anak tunadaksa

Fasilitas pendidikan untuk anak tunadaksa berkaitan dengan prasarana dan


sarana langsung yang diperlukan dalam layanan pendidikan anak tunadaksa.
Prasarana yang dirancang untuk anak tunadaksa hendaknya memenuhi tiga
kemudahan (Musjafak Assjari, 1995), yaitu mudah keluar masuk, mudah
bergerak dalam ruangan, dan mudah mengadakan penyesuaian. Sesuai dengan
ketentuan tersebut, bangunan seyogyanya menghindari model tangga, bila
terpaksa harus disediakan lief, lantai tidak banyak reliefnya, tidak banyak
lubang, lebar pintu harus sesuai, kamar mandi dan WC memungkinkan kursi
roda dan treepot bisa masuk, ada parallel bars, dinding kelas di lengkapi
dengan parallel bars,  meja dan kursi anak disesuaikan dengan kelainan anak.

25
Fasilitas pendukung pendidikan yang berkaitan dengan diri anak adalah:
a) Brace

Brace merupakan alat bantu gerak yang digunakan untuk


memperkuat otot dan tulang. Brace biasanya digunakan di kaki,
punggung, atau di leher. Fungsi brace berguna untuk menyangga
beban yang tertumpu pada otot atau tulang.

Brace terbuat dari kulit yang kaku atau plastik yang tebal dilapisi
kain atau sepon atau karet pada tepi dan pinggirannya agar tidak
terjadi decubitus (lecet) pada jaringan yang kontak langsung.
b) Crutch (kruk)

Kruk adalah alat penyangga tubuh yang ditumpukan pada tangan


atau ketiak untuk menyangga beban tubuh. Kruk terbuat dari kayu,
pipa besi, pipa aluminium, atau pipa stainless steel yang berbentuk
bulat setinggi ukuran tubuh pemakainya. Pada bagian atas tempat
yang kontak dengan ketiak atau tangan diberi spon atau karet agar
lunak dan tidak menyebabkan lecet bila dipakai.

Ada berbagai macam bentuk kruk, yaitu (1)standard double bar


upright under arm chrutch, (2)extension crutch, (3) aluminium
double bar upright extension crutch, (4) lofstrand crutch, (5) tricep
crutch, (6) standard axillary crutch.
c) Splint

Splint berasal dari bahasa Inggris yang berarti spalk( bahasa


Belanda). Alat ini bertujuan untuk meletakkan anggota tubuh pada
posisi yang benar agar anggota tubuh yang sakit tidak salah bentuk

26
Ada dua macam splint, yaitu splint untuk anggota tubuh bagian
atas (tangan) dan splint untuk anggota tubuh bagian bawah (kaki).

Splint dapat dibuat dari bahan gips, kulit sol, karton, kayu, celastic,
dan orthoplast. Bahan-bahan tersebut dibentuk menurut posisi
anggota gerak tubuh yang sakit.
d) Wheel chair (kursi roda)

Menurut bentuknya, kursi roda dapat dibedakan menjadi dua, yaitu


kursi roda yang roda besarnya di depan, dan kursi roda yang roda
besarnya di belakang. Kursi roda yang roda besarnya di depan
dapat berputar di tempat yang sempit. Kursi roda yang roda
besarnya di belakang, dapat masuk kolong tempat tidur, sehingga
memudahkan untuk berpindah tempat.

Selain fasilitas pendukung tersebut di atas, fasilitas lain yang mendukung


pendidikan untuk anak tunadaksa adalah ruangan terapi dan peralatan terapi.
Terapi yang berkaitan langsung dengan anak tunadaksa adalah fisioterapi,
terapi bermain, dan terapi okupasi.
e. Fasilitas pendidikan untuk anak tunalaras

Fasilitas pendidikan untuk anak tunalaras relatif sama dengan fasilitas


pendidikan untuk anak normal pada umumnya. Fasilitas ruangan kelas tidak
menggunakan benda-benda kecil yang terbuat dari bahan yang keras,
sehingga mempermudah mereka untuk mengambil dan melemparnya.
Fasilitas lain lebih berkaitan dengan ruangan terapi dan sarana terapi. Terapi
tersebut meliputi:
a) Ruangan fisioterapi dan peralatannya

Peralatan fisioterapi lebih diarahkan pada upaya peregangan otot


dan sendi, dan pembentukan otot. Misalnya: barbel, box tinju,
wash

27
b) Ruangan terapi bermain dan peralatannya

Peralatan terapi bermain lebih diarahkan pada model terapi


sublimasi dan latihan pengendalian diri. Misalnya puzzle, boneka
c) Ruangan terapi okupasi dan peralatannya

Peralatan terapi okupasi lebih diarahkan pada pembentukan


keterampilan kerja dan pengisian pengisian waktu luang sesuai
dengan kondisi anak.

28
2.3 PENYEDIAAN FASILITAS KESEHATAN UNTUK ANAK

BERKEBUTHAN KHUSUS

Pembinaan kesehatan anak dalam program pembangunan kesehatan


difokuskan untuk menurunkan angka kematian bayi dan meningkatkan kualitas
hidup anak. Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup anak, dikembangkan dan
dilaksanakan berbagai program kesehatan anak tanpa adanya diskriminasi, yang
berarti memberikan pelayanan kesehatan kepada semua anak termasuk anak
berkebutuhan khusus atau anak penyandang cacat, baik yang berada di Sekolah
Luar Biasa atau di institusi lainnya, maupun yang ada dimasyarakat.
Untuk mendapatkan gambaran status kesehatan anak, terindentifikasinya
masalah kesehatan dan kebutuhan anak berkebutuhan khusus terutama
penyandang cacat. Kementerian Kesehatan RI telah melaksanakan survey cepat
pada 6 SLB di 3 Propinsi yaitu: Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan
hasilnya secara diskriptif, sebagai berikut:
Gambaran hasil survey cepat di beberapa SLB:

1. Karakteristik jenis kecacatan sebagian besar adalah tunanetra,


Tunarungu/Tunawicara dan sebagian kecil gangguan belajar.

2. Karakteristik fisik siswa berdasarkan indikator tinggi badan dan berat


badan sebagian besar normal sesuaiumur. Keadaan pemenuhan kecukupan
gizi berdasarkan hasil food recall 24 jam sebagian besar asupan makanan
anak di SLB beraneka ragam. Tekanan darah baik sistolik maupun
diastolik dalam batas normal.

3. Karakteristik perilaku: perilaku hidup bersih dan sehat sebagian besar


siswa sudah cukup baik, hal ini dapat diketahui dari data sebagai berikut:
cuci tangan menggunakan sabun sebelum makan dan setelah buang air
besar kurang lebih 70% serta setelah memegang binatang kurang lebih 30-
60%. Kebiasaan gosok gigi 2 kali sehari kurang lebih 70% dan 50-75%
melakukannya sendiri tanpa bantuan orang lain.

29
4. Karakteristik pribadi/sosial dan emosional, hampir sebagian besar siswa
dapat melakukan aktivitas sendiri, hanya sebagian kecil yang dapat ikut
kegiatan di masyarakat dan kegiatan sehari-hari di rumah.

5. Pelayanan kesehatan bagi siswa meliputi:

a. Promotif

1) Penyuluhan secara khusus tentang kesehatan yang dilakukan hanya


terbatas pada penyuluhan tentang higienis perorangan seperti mencuci
tangan pakai sabun dan menggosok gigi, narkoba dan AIDS

2) Media penyuluhan yang ada masih sangat minim, hanya ada poster di
beberapa SLB, tentang narkoba, dan cuci tangan.

3) Cara penyuluhan yang diinginkan: pendampingan terpadu, pembelajaran


berulang kali dengan menggunakan poster, buku cerita atau film/LCD
dengan melibatkan keluarga.

4) Melakukan kegiatan olah raga, menari dan kegiatan Pramuka.

b. Preventif

1) Pemberian imunisasi melalui program BIAS

2) Biaya pemeriksaan IQ yang mahal menyebabkan pemeriksaan hanya


berdasarkan evaluasi manual.

c. Kuratif

Tidak ada pemeriksaan kesehatan secara rutin di sekolah. Jika sakit


(biasanya pusing-pusing, influenza, panas, batuk pilek) umumnya mereka
pergi berobat ke dokter swasta, puskesmas atau beli obat warung.

d. Rehabilitatif

30
Pelayanan rehabilitasi medik belum sesuai kebutuhan misalnya untuk alat
terapi jalan dan alat bantu dengar.

e. Sumber Daya Manusia :

1) Guru-guru belum memiliki kemampuan untuk mendeteksi kesehatan


siswa.

2) Belum ada kader kesehatan di SLB

f. Kemitraan dan jejaring :

1) Kerjasama lintas sektoral dalam menangani anak berkebutuhan khusus di


SLB masih belum terjalin dengan baik termasuk pelaksanaan UKS.

2) Perhatian Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota terhadap pelayanan


kesehatan siswa SLB masih kurang.
Rekomendasi hasil survei:

1. Pelayanan kesehatan siswa perlu dilaksanakan melalui sistim pelayanan


kesehatan yang sudah ada. Pemeriksaan rutin kesehatan siswa dilakukan
sesuai dengan jenis kecacatan.

2. Kegiatan promosi kesehatan perlu ditingkatkan meliputi: penyediaan


media penyuluhan, pelaksanaan penyuluhan kesehatan sesuai kebutuhan,
pembinaan pengetahuan, sikap dan perilaku hidup bersih dan sehat.

3. Perlunya dilakukan pelatihan bagi guru, siswa dan orang tua agar dapat
melakukan tindakan sederhana dalam mengatasi masalah kesehatan dan
meningkatkan kemandirian siswa.

4. Perlu ketersediaan sarana dan prasarana di Puskesmas disesuaikan dengan


kebutuhan anak penyandang cacat yang ada di lingkungannya (Puskesmas
Peduli Penyandang Cacat).

31
5. Menggalang kemitraan dengan berbagai sektor terkait untuk pemenuhan
kebutuhan baik berupa dana dan sarana prasarana termasuk kemitraan
dengan Rumah Sakit, Universitas dan pihak terkait lainnya dalam upaya
meningkatkan pelayanan kesehatan baik spesialistik dan psikologis secara
maksimal.

2.4 PERAWATAN ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS

A. PENANGANAN A. UMUM
1. Anak berkebutuhan khusus adalah amanah Tuhan Yang Maha
Kuasa yang harus dijaga, dirawat, dan dipenuhi haknya. Untuk itu,
orangtua, keluarga, dan masyarakat perlu menerima keberadaan
anak tersebut dengan ikhlas. Hindarkan dari perasaan cemas,
kecewa, khawatir, marah, menyalahkan diri sendiri dan orang lain,
serta putus asa yang berlarut larut.
2. Menelantarkan anak berkebutuhan khusus merupakan perilaku
yang melanggar Hak Asasi Manusia. Untuk itu, orangtua, keluarga,
dan masyarakat tidak diperbolehkan menyembunyikan atau
menelantarkan anak tersebut..
3. Anak berkebutuhan khusus mempunyai hak yang sama dengan
anak lain dan dapat hidup mandiri, berprestasi sesuai dengan minat
dan potensi yang dimiliki. Untuk itu, orangtua, keluarga, dan
masyarakat wajib bertanggungjawab memenuhi hak-hak anak
dalam segala aspek kehidupan, seperti bersosialisasi di lingkungan,
berekreasi, dan berkegiatan lain yang bertujuan memperkenalkan
anak berkebutuhan khusus dengan kehidupan di luar rumah.
4. Anak berkebutuhan khusus bukan penyakit dan tidak menular.
Oleh karena itu, orangtua, keluarga, dan masyarakat perlu
menyebarluaskan informasi tentang hal dimaksud, termasuk

32
informasi mengenai prestasi atau kesuksesan yang didapat oleh
anak berkebutuhan khusus.
5. Orangtua, keluarga, dan masyarakat wajib memberikan
pendampingan di bidang agama masing-masing, pendidikan,
kesehatan dan kehidupan sosial.
6. Orangtua, keluarga, dan masyarakat perlu mempunyai
keterampilan dalam merawat dan mengasuh anak yang
berkebutuhan khusus melalui pelatihan-pelatihan.
7. Orangtua, keluarga perlu konsisten dan bersikap terbuka terhadap
lingkungan sekitar dalam menangani anak berkebutuhan khusus.
8. Orangtua, keluarga harus mempunyai kemampuan teknis dan
menstimulasi sedini mungkin perkembangan anak berkebutuhan
khusus di rumah dan lingkungannya .

B. KHUSUS

1. ANAK DISABILITAS PENGLIHATAN

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak low vision:

a. Mata tampak merah.


b. Bola mata tampak keruh (putih-putih ditengah), dan
kadang-kadang seperti mata kucing (bersinar).
c. Bola mata bergerak sangat cepat.
d. Penglihatan hanya mampu merespon terhadap cahaya,
benda ukuran besar dengan warna mencolok.
e. Memicingkan mata pada saat terkena sinar matahari.
f. Melihat obyek, menonton televisi, membaca buku atau
melihat gambar di buku sangat dekat.
g. Menonton televisi sangat dekat.
h. Bila berjalan ditempat yang belum dikenal sering
tersandung dan menabrak.

33
i. Pada saat matahari tenggelam tidak bisa melihat jelas
(rabun senja).
j. Sering membentur-benturkan kepala ke tembok.

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak buta total:

a. Tidak mampu melihat cahaya.


b. Kerusakan nyata pada kedua bola mata.
c. Sering meraba-raba bila mencari sesuatu benda dan jika
berjalan sering menabrak dan tersandung.
d. Bagian bola mata tampak jernih tetapi tidak bisa melihat
cahaya maupun benda.
e. Sering menekan bola mata dengan jari.

Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak


menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk


diperiksa tenaga medis.
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis dengan
mengikuti petunjuk dan saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan
potensi yang dimiliki anak.
d. Orangtua, keluarga membantu anak di rumah dalam
mengerjakan tugas sekolah yang diberikan atau mengulang
pelajaran yang diterima. .

2. ANAK DISABILITAS PENDENGARAN

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan disabilitas pendengaran:

a. Tidak menunjukkan reaksi terkejut terhadap bunyi-bunyian


atau tepukan tangan yang keras pada jarak satu meter.

34
b. Tidak bisa dibuat tenang dengan suara ibunya atau
pengasuh.
c. Tidak bereaksi bila dipanggil namanya atau acuh tak acuh
terhadap suara sekitarnya.
d. Tidak mampu menangkap maksud orang saat berbicara bila
tidak bertatap muka.
e. Tidak mampu mengetahui arah bunyi.
f. Kemampuan bicara tidak berkembang.
g. Perbendaharaan kata tidak berkembang.
h. Sering mengalami infeksi di telinga.
i. Kalau bicara sukar dimengerti.
j. Tidak bisa memperhatikan sesuatu untuk jangka waktu
tertentu.
k. Kelihatan seperti anak yang kurang menurut atau
pembangkang.
l. Kelihatan seperti lamban atau sukar mengerti.

Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak


menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat untuk


diperiksa tenaga medis.
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis dengan
mengikuti petunjuk dan saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan
potensi yang dimiliki anak.
d. Biasakan untuk menarik perhatian anak terhadap bunyi-bunyi
lingkungan yang sering terjadi seperti orang yang mengetuk
pintu, suara telepon, suara motor, bunyi mesin mobil, dan
sebagainya.
e. Biasakan agar orangtua tetap mengajak bicara anak dengan
berhadapan muka agar wajah dan gerak bibir orangtua terlihat
jelas.

35
3. ANAK DISABILITAS INTELEKTUAL

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan disabilitas intelektual :

a. Ada tiga jenis anak dengan disabilitas intelektual yaitu


ringan (mampu didik), sedang (mampu latih), dan berat
(mampu rawat).
b. Wajah ceper, jarak kedua mata jauh, hidung pesek, mulut
terbuka, lidah besar.
c. Kepala kecil/besar/datar.
d. Tidak dapat mengurus diri sendiri sesuai usianya atau
semua harus dibantu orang lain.
e. Perkembangan bicara/bahasa terlambat atau tidak dapat
bicara.
f. Kurang atau tidak dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungan.
g. Sering keluar ludah (cairan) dari mulut.

Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak


menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat


untuk diperiksa tenaga medis.
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis
dengan mengikuti petunjuk dan saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan
potensi yang dimiliki anak.
d. Mengajarkan sesuatu secara bertahap dan berulang ulang.
e. Perlu diingat, bahwa kebutuhan biologis anak dengan
disabilitas intelektual sama dengan anak lainnya, hanya saja
mereka tidak mengerti bagaimana mengatasi bila rasa
tersebut timbul dan apa yang harus mereka lakukan. Untuk

36
itu orangtua, keluarga harus memberikan contoh tentang
sikap dan nilai berperilaku yang baik.

4. ANAK DISABILITAS FISIK

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan disabilitas fisik :

a. Anggota gerak tubuh kaku/lemah/lumpuh.


b. Kesulitan dalam gerakan (tidak sempurna, tidak lentur/tidak
terkendali).
c. Terdapat bagian anggota gerak yang tidak lengkap/tidak
sempurna/lebih kecil dari biasa.
d. Terdapat cacat pada alat gerak.
e. Jari tangan kaku dan tidak dapat menggenggam.
f. Kesulitan pada saat berdiri/berjalan/duduk, dan
menunjukkan sikap tubuh tidak normal.

Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak


menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat


untuk diperiksa tenaga medis secara rutin, karena jika tidak
maka tubuh anak bisa bertambah kecacatannya (bengkok,
mengecil, kaku).
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis
dengan mengikuti petunjuk dan saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan
potensi yang dimiliki anak. Saat ini banyak anak tunadaksa
yang dapat berprestasi berhasil seperti anak lain sebayanya.
d. Memerlukan latihan rutin, dan menggunakan alat bantu
untuk mencegah bertambahnya kecacatan dan memudahkan
melakukan kegiatan sehari-hari.

37
5. ANAK DISABILITAS SOSIAL

Ciri-ciri atau tanda anak tunalaras antara lain:

a. Bersikap membangkang dan suka berbohong.


b. Mudah terangsang emosinya/emosional/mudah marah.
c. Sering melakukan tindakan agresif, merusak, dan
mengganggu.
d. Sering bertindak melanggar norma sosial/norma
susila/norma hukum.
e. Kurang/tidak mampu menjalin hubungan dengan orang
lain.
f. Mempunyai perasaan yang tertekan dan selalu merasa tidak
bahagia.

Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak


menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut.

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat


untuk diperiksa tenaga medis.
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis
dengan mengikuti petunjuk dan saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan
potensi yang dimiliki anak.
d. Orangtua, keluarga harus memberikan contoh tentang sikap
dan nilai, dan perilaku baik yang bisa menjadi tauladan bagi
anak.

6. ANAK DENGAN GANGGUAN PEMUSATAN PERHATIAN

DAN HIPERAKTIF

38
Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan gangguan pemusatan
perhatian dan hiperaktif :

a. Inatensi atau kesulitan memusatkan perhatian, seperti tidak


mau mendengar, gagal menuntaskan tugas-tugas, sering
menghilangkan benda-benda, tidak dapat berkonsentrasi,
perhatiannya mudah terganggu, suka melamun, pendiam,
harus diingatkan dan diarahkan terus-menerus.
b. Impulsif atau kesulitan menahan keinginan, seperti terburu-
buru saat mendekati sesuatu, tidak teliti, berani mengambil
risiko, mengambil kesempatan tanpa pikir panjang, sering
mengalami celaka atau luka, tidak sabar, dan suka interupsi.
c. Hiperaktif atau kesulitan mengendalikan gerakan, seperti
sangat sulit istirahat, tidak dapat duduk lama, bicara
berlebihan, menggerakkan jari-jari tak bertujuan (usil),
selalu bergerak ingin pergi atau meninggalkan tempat,
mudah terpancing, dan banyak berganti-ganti
posisi/gerakan.

Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak


menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut

a. Membawa anak ke puskesmas atau rumah sakit terdekat


untuk diperiksa tenaga medis.
b. Menindaklanjuti hasil pemeriksaan dari tenaga medis
dengan mengikuti petunjuk dan saran yang diberikan.
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan kembangkan
potensi yang dimiliki anak.
d. Pemakaian obat tidak menjadi satu-satunya cara
penanganan, bisa menggunakan pendekatan kejiwaan dalam
upaya perbaikan kondisi anak.
e. Membangun suasana emosi positif dalam mendampingi
anak, sehingga secara psikologis anak merasa dirinya lebih
diterima.

39
f. Memberi perhatian positif dan mengajak anak berperilaku
baik.
g. Memberi perintah yang efektif dan langsung ke tujuan.

7. ANAK DENGAN GANGGUAN SPEKTRUM AUTISMA

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan gangguan spektrum


autisma:

a. Ciri atau tanda anak spektrum autis bervariasi yang


meliputi 3 bidang yaitu: gangguan komunikasi/wicara,
interaksi sosial, dan gerakan berulang-ulang (stereotipi)
dengan derajat ringan sampai berat.
b. Usia 0 – 2 tahun: anak jarang menangis atau sering
menangis tanpa sebab (iritable), sulit bila digendong
karena gerakan tangan dan kaki berlebihan, tidak ada
kontak mata, tidak ditemukan senyum sosial
(merespon/membalas senyum orang lain disekitarnya),
terkadang ada fase perkembangan motorik yang terlewati
seperti anak tidak melewati fase merangkak tapi langsung
berdiri/lari, menggigit tangan dan anggota orang lain
secara berlebihan.
c. Usia 2 – 3 tahun: anak tidak tertarik bersosialisasi dengan
anak lain, melihat orang sebagai benda, kontak mata
terbatas, tertarik pada benda tertentu, tidak menyukai
sentuhan/dipeluk, marah bila rutinitas yang biasa
dikerjakan diubah, menyakiti diri sendiri, dan agresif.
d. Anak sangat lambat bicara atau tidak bisa sama sekali ,
mengeluarkan suara yang aneh tanpa makna, mengulang-
ulang ucapan lawan bicara, berbicara tapi tidak untuk
berkomunikasi.
e. Ditanya tidak bisa menjawab, bahkan mengulang
pertanyaannya.

40
f. Tidak bisa berkomunikasi dua arah dan tidak menatap mata
lawan bicaranya.
g. Kalau dipanggil tidak mau menengok.
h. Merasa tidak nyaman dalam keramaian, misalnya pesta
ulang tahun, perkawinan, dan lain sebagainya.
i. Merasa lebih nyaman bila main sendiri
j. Berperilaku aneh seperti jalan berjinjit-jinjit, berputar-
putar, lompatlompat, mondar-mandir tak bertujuan.
k. Sering melihat dengan mata yang miring.
l. Kelekatan dengan benda tertentu, sehingga kemana-mana
harus membawa benda tersebut.
m. Mengamuk hebat kalau tidak mendapatkan keinginannya.
n. Tertawa/menangis/marah tanpa sebab yang jelas.
o. Tidak ada rasa empati.
p. Ada kebutuhan untuk mencium-cium sesuatu dan
memasukan segala benda yang dipegangnya ke dalam
mulut atau digigit-gigit.

Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak


menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut

a. Konsultasikan kepada tenaga ahli (dokter, psikolog,


tenaga pendidik) untuk mendapatkan informasi,
diagnosa dan rekomendasi untuk penanganan lebih
lanjut.
b. Mencari tahu kebutuhan anak sesuai dengan
perkembangannya, tingkat sensitivitas terhadap
rangsang gerak, penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa dan raba.
c. Mencari tahu kebutuhan sensori, diet, biomedis, dan
lain sebagainya yang bisa dilakukan di rumah.
d. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan
kembangkan potensi yang dimiliki anak.

41
e. Melibatkan anak dalam aktivitas sederhana di rumah
seperti mencuci piring, menyiram tanaman, menyapu
rumah, merapikan pakaian, dan lain sebagainya sesuai
kemampuannya.
f. Menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan
kebutuhan, misalkan ruangan untuk bergerak secara
bebas, alat bantu belajar, dan lain sebagainya.
g. Dalam menentukan pendidikan pada anak, harus
melihat tingkat kecerdasan dan intensitas gejala
autisnya, karena setiap anak autis berbeda.

8. ANAK DENGAN GANGGUAN GANDA

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan gangguan ganda:

a. Memiliki perpaduan dua hambatan atau lebih, misalnya


disabilitas penglihatan dengan gangguan spektrum autisma,
disabilitas penglihatan dengan disabilitas pendengaran,
down syndrome/disabilitas intelektual dengan disabilitas
pendengaran, dan lain sebagainya.
b. Memiliki hambatan dalam berinteraksi sosial.
c. Memiliki kemampuan yang sangat terbatas dalam
mengekspresikan atau mengerti orang lain.
d. Pada umumnya mengalami keterlambatan perkembangan
fisik dan motorik.
e. Sering berperilaku aneh dan tidak bertujuan, misalnya
menggosokgosokan jarinya ke wajah, melukai diri
(membenturkan kepala), mencabuti rambut, dan
sebagainya.

42
f. Seringkali tidak mampu mengurus kebutuhan dasar mereka
sendiri seperti makan, berpakaian, buang air kecil, dan lain
sebagainya.
g. Jarang berperilaku dan berinteraksi secara konstruktif.
h. Dibalik keterbatasan-keterbatasan di atas, anak tunaganda
mempunyai ciri-ciri positif seperti ramah, hangat, punya
rasa humor, keras hati dan berketetapan hati.

Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak


menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut

a. Berkonsultasi dengan tenaga kesehatan, tenaga


pendidik, tenaga sosial dan instruktur keterampilan.
b. Menyediakan sarana dan prasarana sesuai dengan
kebutuhan anak, misalnya ruangan untuk bergerak
secara bebas, alat bantu (kursi roda, tongkat dan
lain-lain).
c. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan
kembangkan potensi yang dimiliki anak.
d. Memberikan rangsangan/stimulasi secara konsisten,
agar anak dapat berkembang secara optimal, sesuai
dengan kemampuannya.
e. Melatih kemandirian anak seseuai dengan
kemampuannya.
f. Mengembangkan kekuatan dan memperbaiki
kelemahan anak.
g. Mengendalikan dan mengarahkan perilaku anak.
h. Memberikan penguatan positif (motivasi, pujian,
penghargaan) dan negatif (tidak memberikan hak
istimewa).
i. Memberikan kegiatan-kegiatan yang nyata atau
fungsional untuk kehidupan sehari hari. Program
dilakukan secara terstruktur dan konsisten. Aktivitas

43
pembelajaran dibagi menjadi beberapa tahapan dan
dilakukan secara berulang-ulang. Pemberian
program harus melalui tahapan yang dipecah/diurai,
misalnya untuk mengajar cara menyikat gigi
dimulai dari mengambil sikat gigi, mengambil pasta
gigi, membuka tutup pasta gigi, menekan tube pasta
gigi di penutup pasta gigi, menyikat gigi bagian
depan, menyikat gigi bagian kiri, menyikat gigi
bagian kanan, menyikat bagian dalam atas depan,
dan seterusnya.

9. ANAK LAMBAN BELAJAR

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak lamban belajar:

a. Fungsi pada kemampuan dibawah rata-rata kelas.


b. Rata-rata prestasi belajar selalu rendah.
c. Dalam menyelesaikan tugas-tugas akademik sering
terlambat dibandingkan teman-teman seusianya.
d. Daya tangkap terhadap pelajaran lambat.
e. Butuh waktu lama dan berulang-ulang untuk dapat
menyelesaikan tugas-tugas akademik dan non akademik.
f. Lebih suka berteman dengan anak yang berusia signifikan
di bawahnya.

Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak


menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut

a. Berkonsultasi ke psikolog.

44
b. Mengikuti asesmen atau tes IQ untuk mengetahui
kemampuan dan kelemahan anak.
c. Orangtua, keluarga harus mengetahui apa saja yang sudah
dipelajari anak di sekolah dengan cara berkonsultasi pada
guru kelas.
d. Orangtua atau keluarga membimbing dan mendampingi
anak di rumah dalam belajar, baik mengulang materi
pelajaran yang sudah dipelajari di sekolah, maupun
menyiapkan anak pada materi pelajaran baru yang akan
dipelajari anak pada hari berikutnya.
e. Orangtua, keluarga harus selalu menghargai hasil belajar
yang diperoleh anak dari sekolah.
f. Orangtua, keluarga harus selalu memotivasi anak supaya
anak rajin belajar baik di sekolah maupun di rumah.
g. Orangtua, keluarga harus memberikan contoh tentang sikap
dan nilai berperilaku yang baik.
10. ANAK DENGAN KESULITAN BELAJAR KHUSUS

Ada tiga jenis anak dengan kesulitan belajar khusus:

1. Anak yang mengalami kesulitan belajar membaca


(disleksia)

Ciri-ciri atau tanda-tandanya sebagai berikut.

a. Perkembangan kemampuan membaca lambat dan


sering terjadi kesalahan dalam membaca.
b. Kemampuan memahami isi bacaan rendah.
c. Dalam menulis sering terjadi huruf yang hilang
dalam satu kata pada awal, tengah atau akhir kata,
atau sulit membedakan bentuk huruf atau angka
yang hampir sama seperti menulis huruf d menjadi

45
b, begitu sebaliknya. - Tidak mengindahkan tanda
baca.
2. Anak yang mengalami kesulitan belajar menulis (disgrafia)

Ciri-ciri atau tanda-tandanya sebagai berikut.

a. Kalau menyalin tulisan sering terlambat selesai.


b. Sering salah menulis huruf b dengan p, v dengan u,
p dengan q, angka 2 dengan 5, 6 dengan 9, dan
sebagainya.
c. Hasil tulisannya jelek dan tidak terbaca.
d. Tulisannya banyak salah/terbalik/huruf hilang.
e. Sulit menulis dengan lurus pada kertas tak bergaris.
3. Anak yang mengalami kesulitan belajar berhitung
(diskalkulia)

Ciri-ciri atau tanda-tandanya sebagai berikut.

a. Sulit membedakan tanda-tanda +, -, x, :, =, - Sulit


mengoperasikan hitungan/bilangan.
b. Sering salah membilang dengan urut.
c. Sering salah membedakan angka 9 dengan 6, 17
dengan 71, 2 dengan 5, 3 dengan 8, dan sebagainya.
d. Sulit membedakan bangun-bangun geometri.

Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak


menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut

a. Berkonsultasi pada psikolog.


b. Mengikuti asesmen atau tes IQ untuk mengetahui
kemampuan dan kelemahan anak.
c. Membantu anak membuat strategi belajar, atau minta
bantuan pengajar remedial untuk mengatasi
kekurangannya dan membuat program cara pembelajaran
di rumah.

46
d. Orangtua, keluarga harus selalu mendampingi dan
membimbing anak dalam belajar di rumah, terutama
mengoptimalkan kemampuan fisik motorik (perencanaan
gerak, orientasi kanan dan kiri, serta pembelajaran
kinestetik).
e. Memberikan alat-alat bantu dan peraga, sehingga anak
mampu menyentuh, melihat, dan mendengar serta
menghubungkan dengan konsep yang dipelajari seperti
huruf-huruf (untuk anak dengan kesulitan belajar
membaca), angka-angka, dan simbol-simbol +,-,:, dan x
yang terbuat dari plastik (untuk anak dengan kesulitan
belajar matematika), dan menebalkan huruf-huruf yang
sudah diberi titik-titik (untuk anak dengan kesulitan
belajar menulis).
f. Mendampingi anak ketika belajar dan mengerjakan
pekerjaan rumah.
g. Memberi pujian ketika anak berhasil menyelesaikan
tugasnya dengan baik dan benar, guna meningkatkan
kepercayaan diri dan kemandirian anak dalam belajar.

11. ANAK DENGAN GANGGUAN KOMUNIKASI/WICARA

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan gangguan


komunikasi/wicara:

a. Anak tidak langsung menangis sesaat setelah dilahirkan,


b. Tidak bereaksi ketika mendengar bunyi yang terjadi di
sekitarnya.
c. Tidak pernah atau sangat jarang menangis.
d. Tidak suka menatap wajah atau membalas tatapan ibunya
ketika disusui.

47
e. Kesulitan dalam mengisap, mengunyah, dan menelan saat
makan dan minum.
f. Belum mulai berbicara di usia sekitar 12 bulan.
g. Perbendaharaan kata atau kalimat minim.
h. Tidak mampu menyusun kalimat sederhana dan terkadang
hanya menyebutkan suku kata akhirnya saja.
i. Ada kelainan organ wicara, misalnya celah pada bibir atau
sumbing, dan kelainan bentuk lidah.
j. Suka menyendiri atau tidak bergaul.
k. Bicaranya sulit dimengerti.
l. Menujukkan gejala terpaku pada sesuatu yang sulit untuk
dialihkan (perseverasi)

Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak


menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut

a. Membawa anak kepada tenaga ahli yang berkaitan


dengan kelainan si anak. Dari tenaga ahli tersebut,
orangtua, keluarga dapat mengetahui anak mereka
masuk kategori gangguan komunikasi/wicara jenis
apa, apa penyebabnya, dan apa yang harus
dilakukan.
b. Sesering mungkin mengajak anak untuk bercerita,
berkomunikasi dua arah (paralel talk),
memperbanyak latihan dengan menggunakan
media visual/gambar.
c. Memberi kesempatan anak untuk melakukan
sesuatu secara mandiri atau tidak segera dibantu.
d. Memasukkan anak ke sekolah yang sesuai dan
kembangkan potensi yang dimiliki anak.

48
12. ANAK DENGAN KECERDASAN DAN BAKAT

ISTIMEWA

Ciri-ciri atau tanda-tanda anak dengan kecerdasan dan


bakat istimewa:

a. Memiliki tingkat kecerdasan diatas rata-rata,


kreatif, dan berkomitmen terhadap tugas sangat
tinggi.
b. Memiliki kepekaan yang tinggi.
c. Suka mendapat jawaban dari pertanyaan
“bagaimana” dan “mengapa” tentang suatu hal.
d. Mampu bekerja mandiri sejak kecil.
e. Sangat cepat dalam memahami pembicaraan atau
pelajaran yang diberikan.
f. Mempunyai minat yang luas, bervariasi, dan
mendalam.
g. Mempunyai daya ingat yang kuat dan rasa
keingintahuan yang tinggi terhadap sesuatu hal.
h. Mempunyai energi yang tinggi dalam
berhubungan dan memberi respon baik terhadap
orangtua, guru, dan orang dewasa
i. Suka berteman dengan anak yang berusia
diatasnya.
j. Suka mempelajari sesuatu yang baru dan
mengerjakan tugas-tugas dengan baik dan efisien.
k. Mampu memikirkan tentang beragam gagasan
atau persoalan dalam waktu yang bersamaan, dan
cepat mengaitkan satu hal dengan hal yang lain.
l. Dapat berkonsentrasi untuk jangka waktu
panjang, terutama terhadap tugas atau bidang
yang diminati.

49
Tindakan yang perlu dilakukan orangtua, keluarga bila anak
menunjukkan ciri-ciri atau tanda-tanda tersebut

a. Orangtua, keluarga berkonsultasi kepada tenaga pendidik


atau psikolog.
b. Menentukan sekolah yang memiliki kurikulum yang
sesuai dengan kebutuhan anak.
c. Orangtua, keluarga tidak boleh membedakan anak yang
lain dengan anak cerdas dan berbakat istimewa dalam
memberikan perhatian dan kasih sayang.
d. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada anak
untuk mempelajari hal-hal baru, seperti mengembangkan
potensi yang diminatinya, ide-ide yang digagasnya, dan
lain sebagainya.
e. Memberi kesempatan anak untuk bermain bersama teman
sebayanya guna meningkatkan kemampuan sosial dan
emosinya.
f. Guna mengetahui perkembangan anak, orangtua, keluarga
harus selalu berkomunikasi dan melakukan evaluasi
bersama-sama dengan guru, konselor, dan pihak-pihak
profesional yang menangani anak.

50
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Masalah anak berkebutuhan khusus merupakan masalah yang cukup


kompleks secara kuantitas maupun kualitas. Mengingat berbagai jenis anak
berkebutuhan khusus mempunyai permasalahan yang berbeda-beda, maka
dibutuhkan penanganan secara khusus. Jika anak berkebutuhan khusus
mendapatkan pelayanan yang tepat, khususnya keterampilan hidup (life skill)
sesuai minat dan potensinya, maka anak akan lebih mandiri. Namun, jika tidak
ditangani secara tepat, maka perkembangan kemampuan anak mengalami
hambatan dan menjadi beban orangtua, keluarga, masyarakat dan negara.

Orangtua atau keluarga sebagai pemberi layanan utama terhadap anak


berkebutuhan khusus, pada umumnya masih kurang mempunyai kesadaran dan
tanggung jawab untuk memberikan persamaan hak dan kesempatan bagi
anakanak tersebut. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan orangtua atau

51
keluarga tentang bagaimana merawat, mendidik, mengasuh dan memenuhi
kebutuhan anak-anak tersebut. Orangtua atau keluarga merupakan faktor
terpenting dalam memfasilitasi tumbuh kembang dan perlindungan anak
berkebutuhan khusus.

Melalui Panduan ini diharapkan para orangtua atau keluarga, dan


masyarakat dapat memberikan penanganan yang terbaik untuk anak
berkebutuhan khusus, agar mereka dapat mandiri secara optimal. Panduan ini
dilengkapi dengan lampiran cara penanganan anak berkebutuhan khusus yang
merupakan satu kesatuan yang saling melengkapi.

3.2 SARAN

Dalam penulisan makalah ini masih terdapat beberapa kekurangan dan


kesalahan, baik dari segi penulisan maupun dari segi penyusunan kalimatnya. Dari
segi isi juga masih perlu ditambahkan. Oleh karena itu, kami sangat
mengharapkan kepada para pembaca makalah ini agar dapat memberikan kritikan
dan masukan yang bersifat membangun.

52
DAFTAR PUSTAKA

Geoniofam,2010, Mengasuh dan Mensukseskan Anak Berkebutuhan


Khusus,Garailmu, Jogjakarta

Nurani Sujiono Yuliani,2009,Konsep Dasar Pendidikan anak Usia Dini, PT


INDEKS.Jakarta

http://getmyhope.wordpress.com/2010/04/23/anak-berkebutuhan-khusus-di-
indonesia/

Deputi Bidang Perlindungan Anak (2011). Peraturan Menteri Negara


Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia, Nomor 10
Tahun 2011 tentang Kebijakan Penanganan Anak Berkebutuhan Khusus. Jakarta:
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik
Indonesia.

53
Deputi Bidang Perlindungan Anak (2012). Buku Saku Anak Berkebutuhan
Khusus, Jakarta: Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
Republik Indonesia.

Nieman, Sandy dan Jacob, Namita, dialihbahasakan oleh Hellen Keller Indonesia
(2012). Membantu Keluarga dan Masyarakat Untuk Anak-Anak Yang memiliki
Gangguan Penglihatan. The Hilton/Perkins International Program.

Mangunsong, Frieda (2009). Psikologi dan Pendidikan Anak Berkebutuhan


Khusus. jilid Ke satu. Jakarta: LPSP 3 Fakultas Psikologi UI.

Regina B, Penina MPHM, dkk (2011). Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak di


Sekolah Luar Biasa (SLB) Bagi Petugas Kesehatan, Jakarta: Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.

54

Anda mungkin juga menyukai