Anda di halaman 1dari 11

Sejarah Perkembangan Layanan ABK

A. Sejarah Pendidikan ABK


Pendidikan khusus tumbuh dari satu kesadaran awal bahwa beberapa anak membutuhkan
sejenis pendidikan yang berbeda dari pendidikan tipikal atau biasa agar dapat mencapai
potensi mereka. Akar dari kesadaran ini dapat ditelusuri di Eropa pada tahun 1700-an ketika
para pionir tertentu mulai membuat upaya-upaya terpisah untuk pendidikan anak
berkebutuhan khusus.
Salah satu upaya tersebut dengan mendirikan lembaga-lembaga residensial yang didirikan di
Amerika Serikat untuk mengajar penyandang cacat terbanyak di awal 1800-an. Hal ini
membuat Amerika Serikat menjadi negara yang memimpin negara-negara lain dalam
pengembangan pendidikan khusus di seluruh dunia. Pengenalan yang perlahan-lahan
terhadap pendidikan khusus sebagai sebuah profesi yang membutuhkan keahlian telah
merangsang perkembangan bidang ini. Sehingga organisasi-organisasi profesi dan
kelompok-kelompok pendukung mulai didirikan dan menjadi kekuatan yang dahsyat di
belakang banyaknya perubahan yang mengakar dan memberikan kekuatan munculnya
layanan-layanan pendidikan khusus.
Setiap negarapun mulai menyediakan jenis layanan yang berbeda dengan Negara lainnya
yang didasarkan pada sumber daya keuangan Negara bersangkutan. Pengadaan pendidikan
khusus ini akan terus menarik perhatian dari para pembuat kebijakan, orang tua, pendidik,
kelompok-kelompok pendukung akan terus berupaya mandapatkan mandate guna
menjamin terlaksananya pengadaan tersebut.
Dewasa ini, peran lembaga pendidikan sangat menunjang tumbuh kembang dalam
mengolah system maupun cara bergaul dengan orang lain. Selain itu lembaga pendidikan
tidak hanya sebatas wahana untuk system bekal ilmu pengetahuan, namun juga sebagai
lembaga yang dapat member skill atau bekal untuk hidup yang nanti diharapkan dapat
bermanfaat dalam masyarakat.
Sementara itu, lembaga pendidikan tidak hanya ditunjukkan kepada ank yang memiliki
kelengkapan fisik saja, tapi juga anak-anak keterbelakangan mental. Pada dasarnya
pendidikan untuk anak berkebutuhan khusus sama dengan pendidikan anak-anak pada
umumnya.
B. Pengertian Pendidikan Luar Biasa
Pendidikan luar biasa adalah merupakan pendidikan bagi peserta didik yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental
social, tetapi memiliki potensi kecerdasan dan bakat istimewa. Selain itu pendidikan luar
biasa juga berarti pembelajaran yang dirancang khususnya untuk memenuhi kebutuhan
yang unik dari anak kelainan fisik. Pendidikan luar biasa akan sesuai apabila kebutuhan siswa
tidak dapat diakomodasikan dalam program pendidikan umum. Secara singkat pendidikan
individu siswa.

C. Sejarah Perkembangan Pendidikan ABK


Para ahli sejarah pendidikan biasanya menggambarkan mulainya pendidikan luar biasa pada
akhir abad ke 18 atau awal abad ke 19. Di Indonesia di mulai ketika Belanda masuk ke
Indonesia (1596-1942), dimana dengan memperkenalkan system persekolahan dengan
orientasi barat, untuk pendidikan bagi anak penyandang cacat dibuka lembaga-lembaga
khusus. Lembaga pertama untuk anak tunanetra, tunagrahita tahun 1927 dan untuk
tunarungu tahun 1930 yang ketiganya terletak di Kota Bandung.
Tujuh tahun setelah proklamasi kemerdekaan, pemerintah RI mengundang-undangkan
tentang pendidikan. Undang-undang tersebut menyebutkan pendidikan dan pengajaran luar
biasa diberikan dengan khusus untuk mereka yang membutuhkan (pasal 6 ayat 2) dan untuk
itu anak-anak tersebut berhak dan diwajibkan belajar di sekolah sedikitnya 6 tahun (pasal 8).
Dengan ini dapat dinyatakan berlakunya undang-undang tersebut maka sekolah-sekolah
baru yang khusus bagi anak-anak penyandang cacat, termasuk untuk anak tunadaksa dan
tunalaras yang disebut dengan Sekolah Luar Biasa (SLB).
Berdasarkan urutan berdirinya SLB pertama untuk masing-masing kategori kecacatan SLB
dikelompokkan menjadi:
1. SLB A untuk anak tunanetra
2. SLB B untuk anak tunarungu
3. SLB C untuk anak tunagrahita
4. SLB D untuk anak tunadaksa
5. SLB E untuk anak tunalaras
6. SLB F untuk anak tunaganda
D. Pasal-pasal yang Melandasi Pendidikan Luar Biasa
Dalam UUD 1945 pasal 31 ayat 1 disampaikan bahwa tiap warga Negara tanpa terkecuali
apakah dia mengalami kelainan atau tidak mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan. Kemudian pada tahun 2003, dikeluarkan UU No. 20 tentang system pendidikan
nasional. Dimana dalam UU tersebt erat kaitannya dengan pendidikan anak berkebutuhan
khusus sbb:
BAB I (pasal 1 ayat 18), wajib belajar adalah program pendidikan minimal yang harus diikuti
oleh warga Negara Indonesia atas tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah.
BAB II (pasal 4 ayat 1), pendidikan diselenggarakan secara demokratis berdasarkan HAM,
agama, cultural, dan kemajemukan bangsa.
BAB IV (pasal 5 ayat 1), setiap warga Negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh
pendidikan yang bermutu baik yang memiliki kelainan fisik, emosional, mental, intelektual
atau social berhak memperoleh pendidikan khusus.
BAB V bagian 11 (pasal 32 ayat 1), pendidikan khusus bagi peserta yang memiliki tingkat
kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental,
social, atau memiliki potensi kecerdasan.

Sumber:
Delphie, Bandi. 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: Refika Aditama.
Dukes, Chris dan Maggie Smith. 2009. Cara Menangani Anak Berkebutuhan Khusus-Panduan
Guru dan Orang Tua. Jakarta: Indeks.
Johnsen, H Berit. 2003. Pendidikan Kebutuhan Khusus. Bandung: Unipub.
Sopandi, Asep Ahmad. 2011. Bahan Ajar Ortopedagogik Umum. Padang
PENDIDIKAN SEGREGASI
1. Hakikat Pendidikan segregasi
Sistem pendidikan segregasi adalah sistem pendidikan dimana anak berkebutuhan khusus
terpisah dari sistem pendidikan anak pada umumnya. Penyelengggaraan sistem pendidikan
segregasif dilaksanakan secara khusus dan terpisah dari penyelenggaraan pendidikan untuk
anak pada umumnya.
Pendidikan segregasi adalah sekolah yang memisahkan anak berkebutuhan khusus dari
sistem persekolahan reguler. Di Indonesia bentuk sekolah segregasi ini berupa satuan
pendidikan khusus atau Sekolah Luar Biasa sesuai dengan jenis kelainan peserta didik.
Seperti SLB/A (untuk anak tunanetra), SLB/B (untuk anak tunarungu), SLB/C (untuk anak
tunagrahita), SLB/D (untuk anak tunadaksa), SLB/E (untuk anak tunalaras), dan lain-lain.
Satuan pendidikan khusus (SLB) terdiri atas jenjang TKLB, SDLB, SMPLB dan SMALB. Sebagai
satuan pendidikan khusus, maka sistem pendidikan yang digunakan terpisah sama sekali
dari sistem pendidikan di sekolah reguler, baik kurikulum, tenaga pendidik dan
kependidikan, sarana prasarana, sampai pada sistem pembelajaran dan evaluasinya.
Kelemahan dari sekolah segregasi ini antara lain aspek perkembangan emosi dan sosial anak
kurang luas karena lingkungan pergaulan yang terbatas.
2 Fasilitas dan sarana Pendidikan Segregasi
• Tersedia alat-alat bantu belajar yang dirancang khusus untuk siswa. Sebagai contoh
tunanetra, seperti buku-buku Braille, alat bantu hitung taktual, peta timbul, dll.
• Jumlah siswa dalam satu kelas tidak lebih dari delapan orang sehingga guru dapat
memberikan layanan individual kepada semua siswa.
• Lingkungan sosial ramah karena sebagian besar memiliki pemahaman yang tepat
mengenai disability anak.
• Lingkungan fisik aksesibel karena pada umumnya dirancang dengan
mempertimbangkan masalah mobilitas disability, dan kami mendapat latihan
keterampilan orientasi dan mobilitas, baik dari instruktur O&M maupun tutor
sesama disability.
• Dapat menemukan orang disability yang sudah berhasil yang dapat dijadikan sebagai
3 Bentuk-bentuk sistem Pendidikan Segregasi:
• Sekolah Luar Biasa
• Sekolah Dasar Luar Biasa
• Kelas Jauh/Kelas Kunjung
• Sekolah Berasrama
• Hospital School

Mainstreaming, integrasi dan inklusi merupakan penjabaran situasi dimana anak


berkelainan/dengan kecacatan diperbolehkan belajar bersama dengan teman sebayanya
tanpa kecacatan dengan anggapan mereka dapat menyesuaikan kepada sistem maintream
dan peraturannya (mainstreaming/integrasi). Hanya ‘inklusi’ mencerminkan hak asasi
manusia dan isu keadilan sosial dari pendidikan eksklusif mungkin akibat kebijakan dan
praktek yang kaku dalam sistem pendidikan mainstream.
Mainstreaming adalah sistem pendidikan yang menempatkan anak-anak cacat di sekolah-
sekolah umum, hanya jika mereka dapat mengikuti kurikulum akademis yang berlaku, dan
guru juga tidak harus melakukan adaptasi kurikulum. Mainstream kebanyakan
diselenggarakan untuk anak-anak yang sakit yang tidak berdampak pada kemampuan
kognitif, seperti epilepsi, asma dan anak-anak dengan kecacatan sensori (dengan fasilitas
peralatan, seperti alat bantu dengar dan buku-buku Braille) dan juga mereka yang memiliki
tunadaksa.
Integrasi berarti menempatkan siswa yang berkelainan dalam kelas dengan teman-teman
sebaya mereka yang tidak memiliki kecacatan. Sering terjadi di sekolah integrasi dimana
anak-anak hanya mengikuti pelajaran-pelajaran yang dapat mereka ikuti dari gurunya, dan
untuk kebanyakan mata pelajaran akademis, anak-anak ini menerima pelajaran pengganti di
kelas berbeda, terpisah dari teman mereka. Penempatan terintegrasi tidak sama dengan
integrasi pengajaran dan integrasi sosial, karena ini sangat tergantung pada dukungan yang
diberikan sekolah (dan dalam komunitas yang lebih luas).
Inklusif adalah sebuah filosofi pendidikan dan sosial. Mereka yang percaya inklusi meyakini
bahwa semua orang adalah bagian yang berharga dalam kebersamaan masyarakat, apapun
perbedaan mereka. Dalam pendidikan ini berarti bahwa semua anak, terlepas dari
kemampuan maupun ketidak mampuan mereka, latar belakang sosial-ekonomi, suku, latar
belakang budaya atau bahasa, agama atau jender, menyatu dalam komunitas sekolah yang
sama.
Filosofi Inklusif adalah mengenai; kepemilikan, keikutsertaan dalam komunitas sekolah dan
keinginan untuk dihargai. Lawan katanya adalah eksklusi yang berarti penolakan,
keterbatasan dan ketidakberdayaan dan sering mengarah kepada frustasi dan kebencian.
Inklusi dan Pendidikan Inklusif tidak mempermasalahkan apakah anak dapat mengikuti
program pendidikan, namun melihat pada guru dan sekolah agar dapat mengadaptasi
program pendidikan bagi kebutuhan individu.

http://www.idp-europe.org/eenet-asia/eenet-asia-1-ID/page4.php
Santrock, John W. (2004). Psikologi Pendidikan Edisi Kedua. Kencana:Jakarta

PENDIDIKAN INKLUSI
Sekolah Inklusi adalah sekolah reguler yang mengkoordinasi dan mengintegrasikan siswa
reguler dan siswa berkebutuhan khusus dalam program yang sama, dari satu jalan untuk
menyiapkan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus adalah pentingnya pendidikan
Inklusif, tidak hanya memenuhi target pendidikan untuk semua dan pendidikan dasar 9
tahun, akan tetapi lebih banyak keuntungannya tidak hanya memenuhi hak-hak asasi
manusia dan hak-hak anak tetapi lebih penting lagi bagi kesejahteraan anak, karena
pendidikan Inklusi mulai dengan merealisasikan perubahan keyakinan masyarakat yang
terkandung di mana akan menjadi bagian dari keseluruhan, dengan demikian anak
berkebutuhan khusus akan merasa tenang, percaya diri, merasa dihargai, dilindungi,
disayangi, bahagia dan bertanggung jawab. Inklusi terjadi pada semua lingkungan sosial
anak, pada keluarga, pada kelompok teman sebaya, pada sekolah, dan pada institusi-
institusi kemasyarakatan lainnya.
Pendidikan inklusi merupakan sebuah pendekatan yang berusaha mentransformasi sistem
pendidikan dengan meniadakan hambatan-hambatan yang dapat menghalangi setiap siswa
untuk berpartisipasi penuh daam pendidikan. Inklusi merupakan perubahan praktis yang
memberi peluang anak dengan latar belakang dan kemampuan yang berbeda bisa berhasil
dalam belajar. Perubahan ini tidak hanya menguntungkan anak yang sering tersisihkan,
seperti anak berkebutuhan khusus, tetapi semua anak dan orangtuanya, semua guru dan
administrator sekolah, dan setiap anggota masyarakat.

Inklusi memang mengikut sertakan anak berkebutuhan khusus. Namun, secara luas inklusif
juga berarti melibatkan seluruh peserta didik tanpa terkecuali, seperti:
1. Anak yang menggunakan bahasa yang berbeda dengan bahasa pengantar yang
digunakan di dalam kelas.
2. Anak yang beresiko putus sekolah karena sakit, kelaparan atau tidak berprestasi
dengan baik.
3. Anak yang berasal dari golongan agama atau kasta yang berbeda.
4. Anak yang terinfeksi HIV atau AIDS, dan
5. Anak yang berusia sekolah tetapi tidak sekolah.

Prinsip-prinsip dasar pendidikan inklusi, yang membedakan dengan sistem integrasi, apalagi
segregasi adalah:
1. Semua anak, siapapun dia, memiliki hak untuk menempuh pendidikan di sekolah
mana pun, dan sekolah wajib menerima murid, siapapun dia.
2. Setiap anak/murid adalah individu yang unik, olehkarenanya, sistem pendidikan
harus dibuat fleksibel, memberikan kemungkinan pada guru untuk melakukan
penyesuaian, guna mengakomodasikan kebutuhan khusus setiap siswa.
3. Sistem pendidikan dalam suatu negara harus dibuat satu sistem, dan sistem
pendidikan untuk anak-anak yang menyandang kecacatan merupakan bagian
integral dari sistem pendidikan umum tersebut; bukan terpisah atau khusus.
Apakah Anda berpendapat bahwa layanan dan perlakuan masyarakat dan negara terhadap
ABK lebih baik dari pada masa yang lalu?

Jawab :

Ya.

Perkembangan sejarah pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus/PLB, selama beberapa


dekade yang lalu telah mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi
dalam hal kesadaran dan sikap masyarakat terhadap anak berkebutuhan khusus dan
pendidikannya.

Sejarah menunjukkan pula bahwa selama berabad-abad di semua negara di dunia, individu
yang berbeda dari kebanyakan individu lainya selalu ditolak kehadirannya oleh masayrakat.
Hal ini disebabkan oleh adanya anggapan bahwa anggota kelompok yang terlalu lemah
(ABK) tidak mungkin dapat berkontribusi terhadap kelompoknya. Mereka yang berbeda
karena menyandang kecacatan, disingkirkan, tidak memperoleh sentuhan kasih sayang dan
kontak sosial yang bermakna. Keberadaan penyandang cacat tidak diakui oleh
masyarakatnya.

Ketidaktahuan orang tua dan masyarakat pada masa lalu, mengenai hakekat dan penyebab
kecacatan dapat menimbulkan rasa takut, sehingga berkembang macam-macam
kepercayaan dan tahayul, misalnya seorang ibu yang melahirkan anak penyandang cacat
merupakan hukuman baginya atas dosa-dosa nenek moyangnya. Oleh sebab itu di masa
lampau anak-anak penyandang cacat sering disembunyikan oleh orang tuanya, sebab
memiliki anak penyandang cacat merupakan aib keluarga.

Peradaban manusia terus berkembang, pemahaman dan pengetahuan baru mengajarkan


kepada manusia bahwa setiap orang memiliki hak yamg sama untuk hidup. Pandangan
seperti inilah yang berhasil menyelamatkan kehidupan anak-anak penyandang cacat.
Menyelamatkan hidup anak-anak penyandang cacat menjadi penting karena dipandang
sebagai simbol dari sebuah peradaban yang lebih maju dari suatu bangsa, meskipun anak
penyandang cacat membutuhkan bantuan ekstra (Miriam, 2001).Pandangan masyarakat
dan orang tua yang menganggap bahwa memelihara dan membesarkan anak merupakan
investasi agar kelak anak dapat membalas jasa orang tuanya, menjadi tidak dominan.
Anak penyandang cacat mulai diakui keberadaannya, dan oleh sebab itu mulai berdiri
sekolah-sekolah khusus, rumah-rumah perawatan dan panti sosial yang secara khusus
mendidik dan merawat anak-anak penyandang cacat. Mereka yang menyandang kecacatan,
dipandang memiliki karakteristik yang berbeda dari orang kebanyakan, sehingga dalam
pendidikannya mereka memerlukan pendekatan dan metode yang khsusus pula sesuai
dengan karakteristiknya.Oleh sebab itu, pendidikan anak penyandang cacat harus
dipisahkan (di sekolah khusus) dari pendidikan anak lainnya. Konsep pendidikan seperti
inilah yang disebut dengan konsep Special Education.
Apa hubungan dan perbedaan antara CRPD, UU Ratifikasi CRPD (UU No.19 Tahun 2011), dan
UU No.8 Tahun 2016?

Jawab :

Hubungan peraturan perundang-undangan diatas sama-sama mengatur tentang hak-hak


penyadang disabilitas

CRPD : (Convention on the Right of Person with Disability) adalah konvensi mengenai hak
penyandang disabilitas. CRPD diadopsi oleh PBB pada general assembly pada tanggal 13
Desember 2006 dan mendapatkan status legal penuh pada bulan Mei 2008.
Negara-negara yang telah meratifikasi konvensi PBB harus memastikan bahwa konvensi
tersebut dilaksanakan. Negara-negara yang telah menandatangani konvensi tersebut harus
melaporkan setiap 4 tahun mengenai hak-hak penyandang disabilitas.
Bagaimana mengenai CRPD di Indonesia?
Di Indonesia sendiri,setelah berjuang sekian lama untuk memperoleh payung hukum
terhadap perlindungan hak Penyandang Disabilitas akhirnya pada18 Oktober 2011 Sidang
Paripurna DPR yang dihadiri seluruh fraksi dan Komisi VIII sepakat mengesahkan Convention
on the Right of Persons with Disabilities menjadi undang-undang.

UU Ratifikasi CRPD (UU No.19 Tahun 2011) : Indonesia merupakan salah satu negara yang ikut
menandatangani CRPD, tepatnya pada tahun 2007. Namun baru diratifikasi dan diatur
dalam peraturan nasional pada tahun 2011, yaitu melalui pengesahan Undang-undang No.
19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi mengenai Hak-Hak Penyandang Disabilitas
(Convention on the Rights of Persons with Disabilities). Banyak faktor yang mengakibatkan
terhambatnya ratifikasi tersebut, salah satunya adalah lemahnya political will dari para
pembentuk UU yang tidak meletakan isu disabilitas sebagai prioritas.
Momentum Perubahan
Diundangkannya UU 19/2011 berdampak kepada munculnya desakan masyarakat di
berbagai daerah kepada Pemerintah atau pemerintah daerah untuk segera
mengimplementasikan UU ratifikasi CRPD tersebut. Secara nasional, desakan banyak
diarahkan untuk segera membentuk UU baru menggantikan Undang-undang No. 4 tahun
1997 tentang Penyandang Cacat. Perubahan itu sangat mendesak untuk dilakukan,
terutama dari sisi filosofis, sosiologis, yuridis, maupun politis.
UU No.8 Tahun 2016 : Profil mendasar UU No. 8 Tahun 2016 diantaranya pada istilah yang
digunakan, dari kata ‘penyandang cacat’ diganti ‘penyandang disabilitas’. Terdiri dari 13 Bab
dan 153 pasal, serta mengatur 25 sektor. Selain itu, Kementerian Sosial bukan lagi sebagai
leading sector, tetapi hanya sebagai koordinator dengan leading sektor tersebar di
kementerian/lembaga tergantung wilayah kerja masing-masing. Tidak kalah penting,
undang-undang ini mengisyaratkan perubahan cara pandang atas dasar kasihan (charity
based) menjadi atas dasar hak asasi (right based) terhadap penyandang disabilitas.

Anda mungkin juga menyukai