Anda di halaman 1dari 5

Nama kelompok:

Iriani Fasisih 18144530028


Ririh Mita Saputri 18144500025
Nuratul Fajar 18144500029
Akbar Arsya Mulya 18144500008

Rancangan Model Pembelajaran untuk Peseta Didik Tunalaras

Pendidikan khusus (Pendidikan Luar Biasa) merupakan pendidikan bagi peserta didik
yang memiliki tingkat kesulitan dalam mengikuti proses pembelajaran karena kelainan fisik,
emosional, mental, sosial, dan/atau memiliki kecerdasan dan bakat istimewa (Direktorat
Pembinaan Sekolah Luar Biasa, 2009: 3). Untuk itu penyelenggaraan pendidikan khusus berupa
pendidikan luar biasa merupakan salah satu upaya pemerintah untuk meningkatkan pelayanan
pendidikan anak berkebutuhan khusus.

Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) merupakan anak yang mengalami gangguan atau
hambatan dalam perkembangan fisik maupun mentalnya, sehingga mereka membutuhkan
perhatian dan layanan khusus. Salah satu anak berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan
atau gangguan yaitu anak tunalaras. Tunalaras merupakan istilah yang sering digunakan dalam
dunia pendidikan khusus. Tunalaras menurut para ahli mempunyai definisi yang beragam,
diantaranya; Menurut Algozzine, dkk (1981) dalam Sunardi (1995: 9) berpendapat bahwa “anak
tunalaras adalah anak yang secara kondisi dan terus-menerus masih menunjukkan penyimpangan
tingkah laku tingkat berat yang mempengaruhi proses belajar, meskipun telah menerima layanan
belajar dan bimbingan seperti halnya anak lain. Somantri (2006: 139), juga menjelaskan bahwa
anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan emosi dan tingkah laku sehingga anak
mengalami kesulitan menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungannya dan dapat
mengganggu situasi belajarnya. Samuel A.Kirk (dalam Sunardi, 2006, hlm. 3) menyatakan anak
tunalaras adalah mereka yang terganggu perkembangan emosi, menunjukan adanya konflik dan
tekanan batin, menunjukan kecemasan, penderita neorotis atau bertingkah laku psikotis. Dengan
terganggunya aspek emosi dapat merugikan dirinya sendiri dan orang lain atau lingkungannya.
Kauffman (dalam Sujtihati Somantri, 2012, hlm. 140) mengemukakan bahwa penyandang
tunalaras adalah anak yang secara kronis dan mencolok berinteraksi dengan lingkungannya
dengan cara yang secara sosial tidak dapat diterima atau secara pribadi tidak menyenangkan
tetapi masih dapat diajar untuk bersikap yang secara sosial dapat diterima dan secara pribadi
menyenangkan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Sunardi, 2006, hlm. 4),
menjelaskan bahwa anak dengan rentang umur antara 6-17 tahun yang mengalami gangguan atau
hambatan emosi dan berkelainan tingkah laku sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan
baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Dari berbagai definisi yang telah
dijabarkan, dapat ditarik kesimpuan bahwa anak tunalaras adalah anak yang mengalami
gangguan perilaku, emosi, dan atau sosial sehingga kurang dapat menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Menurut pendapat Moerdiani, 1987
(dalam Effendi, 2006), “Bahwa rendahnya prestasi belajar anak tunalaras di sekolah diduga
karena kehilangan minat belajar dan konsentrasi belajar yang rendah akibat gangguan emosi

Metode pembelajaran :

Dalam pelaksanaan pembelajaran terhadap siswa terutama siswa tunalaras, guru membutuhkan
penggunaan metode agar pembelajaran berlangsung dengan efektif dan tujuan pembelajaran
dapat tercapai. Pada dasarnya metode pembelajaran dapat diadopsi dari metode-metode pada
pembelajaran secara umumnya seperti metode ceramah, diskusi, simulasi dan pemberian tugas.

Materi pembelajaran

Siswa tunalaras mendapatkan materi pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhannya. Bisa diadopsi dari materi pembelajaran siswa regular yang kemudian
dimodifikasi sesuai kebutuhan peserta bdidik tunalaras.

Penggunaan sumber dan media pembelajaran

Penggunaan sumber dan media di sekolah ini cukup baik. Selain pengadaan media, media atau
sumber juga harus mudah diadakan atau murah serta dapat dibuat sendiri oleh pengelola
pendidikan. Akan jauh lebih baik jika media tidak mudah rusak mengingat siswa yang ditangani
memiliki berbagai macam karakteristik dan kebutuhan belajar yang berbeda terutama siswa
tunalaras yang sifatnya cenderung merusak. Pengadaan media dan sarana tidak harus selalu baru,
bisa memanfaatkan lingkungannya sebagai sumber belajar. Misal dalam hal perhitungan
matematika bisa menggunakan batu kerikil atau biji-bijian bilamana penggunaan sempoa
beresiko dirusak oleh anak-anak tunalaras.

Model Pembelajaran

Dalam memberikan pelajaran bagi setiap siswa, guru tentunya memerlukan model pembelajaran
yang sesuai dengan kebutuhan. Model pembelajaran merupakan salah satu komponen penting
dalam proses kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual yang digunakan sebagai panduan atau pedoman dalam melakukan aktivitas
pembelajaran (Komarudin, 2010). Ada beberapa macam model pembelajaran yang dapat dipilih
untuk menunjang pembelajaran. Dalam menentukan model pembelajaran yang sesuai juga harus
memperhatikan kebutuhan dan kemampuan siswanya serta dapat menarik minat untuk belajar.

Model pembelajaran untuk siswa tunalaras diantaranya:

1.Model pembelajaran Take and Give ( Memberi dan Menerima)

Model pembelajaran Take and Give adalah suatu model pembelajaran yang mengajak siswa
untuk saling berbagi mengenai materi yang akan dan sedang disampaikan oleh guru. Menurut
Kurniasih (2015:102), model pembelajaran Take and Give yaitu model pembelajaran yang
memiliki sintaks, menuntut siswa memahami materi pembelajaran yang diberikan guru dan
teman lainnya. Model pembelajaran ini menggunakan sejumlah kartu yang berisi nama siswa,
bahan belajar (sub materi) dan nama yang diberi informasi sebagai media belajar. Untuk
menerapkannya pada siswa tunalaras yang pertama dilakukan guru adalah menyiapkan kartu
yang akan digunakan, didalamnya berisi sub materi. Misalnya kartu pertama berisi pengertian,
kartu kedua berisi suatu istilah, dan seterusnya Kedua, guru menyiapkan kelas sebagaimana
mestinya. Lalu guru menyampaikan materi. Misalnya materi yang akan disampaikan tentang
lambang negara. Guru bisa memulainya dengan menyanyikan lagu Garuda Pancasila bersama-
sama sambil membawa gambar Garuda Pancasila. Setelah itu guru memberikan materinya,
penyampaian materi tidak perlu lama-lama karena akan membuat bosan siswa tunalaras dan
nantinya akan sulit untuk dikondisikan. Ketiga, guru membagikan kartu yang sudah disiapkan
lalu siswa membaca materi ayng didapat. Keempat, siswa secara bergantian diminta untuk
berdiri dan menyebutkan kartu yang didapatnya, lalu siswa lain memperhatikan. Siswa tersebut
diminta untuk mencari pasangan dari isi kartunya. Contoh: siswa A mendapat sub materi tentang
sila ketiga pancasila, maka siswa lain yang mendapat materi berkaitan dengan sila ketiga
pancasila adalah pasangannya. Kelima, siswa saling memberi dan menerima informasi, begitu
seterusnya. Dalam permainan tersebut guru juga dapat memberikan reward dan punushment.
Setelah dirasa cukup guru bisa mengevaluasi apakah model yang diterapkan berhasil atau tidak.

2.Model pembelajaran Token Ekonomi

Modfel pembelajaran Token Ekonomi adalah penghargaan yang bertingkat yang gunanya
memperkuat hubungan antara stimulus dengan respon individu.Jadi disini seorang guru
mmberikan materi (ceramah) terlebih dahulu kemudian guru memberikan tugas. Disini guru
menekankan adanya timbal baik (respon) dari peserta didik.Apabila siswa mau mengikuti arahan
atau intruksi guru maka siswa akan diberikan reward ( penghargaan). Contohnya: Aapabila siswa
mampu mengerjakan tugas/intruksi dari guru maka guru memberikan bingtang 1, bintang satu ini
ini menunjukkan bahwa siswa mendapat penilaian yang baik dari gurunya. Metode ini
menjadikan semangat siswa untuk lebih aktif lagi dalam pembelajaran.Dengan diberikannya
reward dari guru siswa jadi merasa bangga pada dirinya bahwa dia aktif, dengan reward para
siswa juga semangat dalam belajar, jadi mereka berlomba lomba untuk mendapatkan bintang
tersebut. Menurut Zaini, dkk (2007: 5) pembelajaran yang aktif adalah suatu pembelajaran yang
mengajak peserta didik untuk belajar secara aktif. Ketika peserta didik belajar dengan aktif,
berarti mereka yang mendominasi aktivitas pembelajaran. Siswa yang aktif akan berpengaruh
terhadap prestasi yang dicapai oleh siswa. Model ini dikembangkan untuk menciptakan aktivitas
pembelajaran yang efektif.

Model pembelajaran ini meningkatkan motivasi, semangat dan rasa persaingan yang berdampak
positif pada prestasi akademik.

Daftra Pustaska

Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pembinaan Sekolah
Luar Biasa. (2009)
Sunardi. (1995). Ortopedagogik Anak Tunalaras I. Surakarta: Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan.

Somantri, T.S. (2007). Psikologi Anak Luar Biasa. Bandung: PT Refika Aditama.

Efendi, M. (2006).Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi Aksara

Kurniasih, dkk. (2015). Ragam Pengembangan Model Pembelajaran. Jakarta: Kata Pena.

Zaini, dkk. (2007). Strategi Pembelajaran Aktif. Yogyakarta: CTSD.

Anda mungkin juga menyukai