Disusun Oleh
Kelompok 1 :
PENDIDIKAN KHUSUS
2020
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, senantiasa kita ucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT
yang hingga saat ini masih memberikan kita nikmat iman dan kesehatan sehingga
kami semua diberi kesempatan yang luar biasa untuk menyelesaikan makalah
mengenai mata kuliah Pendidikan Anak dengan Hambatan Emosi dan Tingkah
Laku.
Selanjutnya, ucapan terima kasih tak lupa kami ucapkan kepada ibu Yuni
Tanjung Utami, M.Pd yang telah memberikan tugas mengenai Konsep Hambatan
Emosi dan Tingkah Laku sehingga dapat menambah pengetahuan dan informasi
mengenai masalah yang terdapat dalam proses pembelajaran.
Kelompok 1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................1
DAFTAR ISI...........................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................3
1.1 Latar Belakang..............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................3
1.3 Tujuan............................................................................................................3
1.4 Manfaat.........................................................................................................3
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.3. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan yang ingin dicapai yaitu untuk
menjelaskan materi mengenai:
1. Definisi dan Konsep Anak yang Mengalami Hambatan Emosi dan Perilaku
2. Terminologi Anak yang Mengalami Hambatan Emosi dan Perilaku
3. Karakteristik Anak yang Mengalami Hambatan Emosi dan Perilaku
4. Dampak Hambatan Emosi dan Perilaku terhadap Perkembangan
5. Dampak Ketunalarasan dalam Kegiatan Belajar
1.4 Manfaat
Sebagai sumber referensi yang dapat digunakan untuk membuat makalah
lainnya, dapat memberikan pemahaman yang luas bagi pembaca serta
diharapkan memberi pemahaman yang mendalam khususnya mahasiswa
Pendidikan Khusus mengenai konsep hambatan emosi dan tingkah laku.
BAB II
ISI
A. Definisi dan Konsep Anak yang Mengalami Hambatan Emosi dan Perilaku
1. Definisi Anak yang Mengalami Hambatan Emosi dan Perilaku
Definisi atau pengertian anak yang mengalami hambatan emosi dan
perilaku masih menjadi perdebatan. Perdebatan mengenai batasan untuk
definisi gangguan emosi dan perilaku muncul karena masing – masing ahli
yang mendefinisikan anak dengan gangguan emosi dan perilaku ini masih
melihat dari kajian ilmunya masing-masing. Faktor yang menyebabkan
ketidaksamaan definisi tunalaras, sebagai berikut :
a. Para ahli dalam melakukan pengkajian ketunalarasan dari sudut
pandang yang berbeda, sesuai dengan keilmuan yang dimilikinya.
b. Para ahli memiliki dasar dan tujuan yang berbeda dalam merumuskan
definisi.
c. Pengukuran/assessment yang dilakukan berbeda dalam waktu maupun
alat.
d. Jenis, bentuk dan tingkat penyimpangan tingkah laku yang dialami
anak sangat bervariasi.
e. Perkembangan ilmu tentang pendidikan anak tunalaras dan
pendidikannya cukup dinamis.
Hal ini menyebabkan belum adanya definisi anak yang mengalami
hambatan emosi dan perilaku yang dapat diterima secara umum. Berbagai
macam istilah yang dapat digunakan untuk menunjukkan definisi mengenai
gangguan emosi dan perilaku. Berikut definisi anak yang mengalami
hambatan emosi dan perilaku dari pandangan ahli dan menurut undang-
undang dasar :
a. Menurut UU-AS (Rosenberg, 1992) dijelaskan sebagai berikut :
Gangguan emosi adalah suatu kondisi yang menunjukan salah satu atau
lebih gejala- gejala berikut dalam kurun waktu tertentu, pada tingkat
yang tinggi, dan mempengaruhi prestasi belajar. Gejala-gejala tersebut
yaitu
1) Ketidakmampuan belajar yang tidak disebabkan oleh faktor
intelegensi, syaraf, dan kesehatan.
2) Ketidakmampuan bergaul atau berhubungan baik guru maupun teman.
3) Perilaku dan perasaan yang tidak wajar pada situasi normal.
4) Perasaan depresi, sedih dan murung secara terus menerus.
5) Kecenderungan merasa takut atau cemas di dalam menghadapi
masalah pribadi maupun sekolah.
b. Menurut Nelson (1981): Seorang anak dikatakan tunalaras, apabila
tingkah laku mereka menyimpang dari ukuran menurut norma usia dan
jenis kelaminnya, dilakukan dengan frekwensi dan intensitas relatif
tinggi, serta dalam waktu yang relatif lama.
c. Kvaraceus dan Miller (Depdikbud, 1985) Memberikan batasan bahwa :
Anak tunalaras adalah individu yang tingkah lakunya tidak dewasa,
melanggar peraturan yang tertulis atau tidak tertulis dengan frekwensi
yang cukup tinggi.
2. Faktor – Faktor Penyebab Anak Mengalami Hambatan Emosi dan
Perilaku
b. Masalah Perkembangan
Erikson (dalam Singgih D. Gunarsa, 1985:107) menjelaskan bahwa setiap
memasuki fase perkembangan baru, individu dihadapkan pada berbagai
tantangan atau krisis emosi. Anak biasanya dapat mengatasi krisis emosi
ini jika pada dirinya tumbuh kemampuan baru yang berasal dari adanya
proses kematangan yang menyertai perkembangan. Apabila ego dapat
mengatasi krisis ini, maka perkembangan ego yang matang akan terjadi
sehingga inividu dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan sosial atau
masyarakatnya. Sebalikya, apabila individu tidak dapat menyelesaikan
masalah tersebut maka akan menimbulkan gangguan emosi dan tingkah
laku. Konflik emosi ini terutama terjadi pada masa kanak-kanak dan masa
pubertas.
Adapun ciri yang menonjol yang nampak pada masa kritis ini adalah
sikap menentang dan keras kepala. Kecenderungan ini di akibatkan karena
anak sedang dalam proses memahami dirinya. anak jadi merasa tidak puas
dengan otoritas lingkungan sehingga timbul gejolak emosi yang meledak-
meledak. Emosi yang kuat sering kali meluap-luap sehingga dapat
menimbulkan ketegangan dan kecemasan. Mereka sering kali menentang
dan melanggar peraturan baik di rumah maupun di sekolah. Kondisi
seperti ini biasanya terjadi pada masa pubertas.
c. Lingkungan Keluarga
Sebagai lingkungan pertama dan utama dalam kehidupan anak,
keluarga memiliki pengaruh yang demikian penting dalam membentuk
kepribadian anak. Keluarga lah peletak dasar perasaan aman (emotional
security) pada anak, dalam keluarga pula anak memperoleh pengalaman
pertama mengenai perasaan dan sikap sosial. Lingkungan keluarga yang
tidak mampu memberikan dasar perasaan aman dan dasar untuk
perkembangan sosial dapat menimbulkan gangguan emosi dan perilaku
pada anak.
Aspek yang mempengaruhi masalah gangguan emosi dan perilaku di
lingkungan keluarga.
1) Kasih sayang dan perhatian
Kurangnya kasih sayang dan perhatian orang tua mengakibatkan anak
mencarinya di luar rumah. Dia bergabung dengan kawan-kawannya dan
membentuk suatu kelompok anak yang merasa senasib. Mengenai hal ini,
Sofyan
S. Willis (1981) mengemukakan bahwa mereka berkelompok untuk
memenuhi kebutuhan yang hampir sama, antara lain untuk mendapatkan
perhatian dari orang tua dan masyarakat.
Tak jarang orang tua justru memberikan kasih sayang, perhatian, dan
bahkan perlindungan yang berlebihan (Over Protection). Sikap memanjakan
menyebabkan ketergantungan pada anak sehingga jika anak mengalami
kegagalan dalam mencoba sesuatu ia lekas menyerah dan merasa kecewa,
sehingga pada akhirnya akan timbul rasa tidak percaya diri/rendah diri pada
anak.
2) Keharmonisan keluarga
Ketidakharmonisan keluarga dapat disebabkan oleh pecahnya keluarga
atau tidak adanya kesepakatan antara orang tua dalam menerapkan disiplin
dan pendidikan terhadap anak. Kondisi keluarga yang pecah atau rumah
tangga yang kacau menyebabkan anak kurang mendapatkan bimbingan
yang semestinya.
Berdasarkan hasil studinya, Hetherington (dalam Kirk dan Gallagher,
1986) menyimpulkan bahwa hampir semua anak yang menghadapi
perceraian orang tua mengalami masa peralihan yang sangat sulit.
3) Kondisi ekonomi
Lemahnya kondisi ekonomi keluarga dapat pula menjadi salah satu
penyebab tidak terpenuhinya kebutuhan anak, padahal seperti kita ketahui
pada diri anak akan timbul keinginan – keinginan untuk dapat menyamai
temannya yang lain. Tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut di dalam
keluarga dapat mendorong anak mencari jalan sendiri yang kadang-kadang
mengarah pada tindakan antisocial.
G.W. Bawengan (1977) menyatakan bahwa kondisi-kondisi seperti
kemiskinan atau pengangguran secara relatif dapat melengkapi
rangsangan-rangsangan untuk melakukan pencurian, penipuan dan
perilaku menyimpang lainnya.
d. Lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan tempat pendidikan yang kedua setelah keluarga.
Sekolah tidak hanya sekedar membekali anak dengan sejumlah ilmu
pengetahuan tetapi sekolah juga membina kepribadian anak. Akan tetapi
sekolah tidak jarang dapat menjadi penyebab timbulnya gangguan perilaku
pada anak seperti yang dikemukakan Sofyan Willis (1978) bahwa dalam
rangka pembinaan anak didik kearah kedewasaan kadang-kadang sekolah
juga penyebab dari timbulnya kenakalan remaja.
Timbulnya gangguan tingkah laku yang disebabkan lingkungan
sekolah antara lain berasal dari guru sebagai tenaga pelaksana pendidikan
dan fasilitas penunjang
e. Lingkungan Masyarakat
Menurut Bandura (dalam Kirk dan Gallagher, 1986), salah satu hal
yang nampak mempengaruhi pola perilaku anak dalam lingkungan sosial
adalah keteladanan, yaitu menirukan perilku orang lain.
Disamping pengaruh- pengaruh yang bersifat positif, di dalam
lingkungan masyarakat juga terdapat banyak sumber yang merupakan
pengaruh negative yang dapat memicu munculnya perilaku menyimpang.
Sikap masyarakat yang negative ditambah banyaknya hiburan yang tidak
sesuai dengan perkembangan jiwa anak merupakan sumber terjadinya
kelainan tingkah laku. Hal ini terutama terjadi di kota-kota besar dimana
tersedia berbagai fasilitas tontonan dan hiburan yang tak tersaring oleh
budaya lokal.
Masuknya kebudayaan asing dapat memberi dampak negatif pada
anak. Anak menganggap bahwa kebudayaan asing itu benar, sementara
dipihak lain masyarakat masih memegang norma-norma yang bersumber
pada adat istiadat dan agama. Selanjutnya konflik juga dapat timbul pada
diri anak sendiri yang disebabkan norma yang dianut di rumah atau
keluarga bertentangan dengan norma dan kenyataan yang ada dalam
masyarakat.
yang mereka geluti, Seperti : Guru pada umumnya, menyebut anak sulit
diatur, anak sukar, anak nakal. Guru PLB (Pedagog), menyebut anak tuna
laras. Ahli social (Social Worker), Menyebut anak gangguan social. Ahli
psikologi (Psikolog), anak terganggu emosi atau anak terhambat emosi.
Ahli hokum (Lowyer), menyebut anak pra-nakal, anak nakal, anak
pelanggar hokum. Orang tua dan masyarakat awam, biasanya menyebut
anak nakal, anak keras kepala, anak jahat, dan sebagainya.
Dalam literature asing (Inggris) yang mengupas tentang pendidikan
dan psikoterapi bagi anak yang gangguan emosi dan social, banyak
ditemukan istilah yang bermakna “sama” dengan istilah anak tuna laras,
diantaranya :
a. Serious Emotional Disturbance Children (Anak yang mengalami
gangguan emosi pada taraf serius).
b. Emotional Conflict Children (Anak yang mengalami konflik emosi).
c. Emotional Distrubance Children (Anak yang terganggu perkembangan
emosi).
d. Emotional Handicap Children ( Anak yang terhambat perkembangan
emosi).
Memperhatikan istilah-istilah di atas, ada beberapa hal yang perlu
dipahami, yaitu :
2. Perkembangan Sosial-Emosi
Menurut Sutjihati Somantri (2007: 151) terganggunya perkembangan
emosi merupakan penyebab dari kelainan tingkah laku anak tunalaras. Ciri
yang menonjol pada anak tunalaras adalah kehidupan emosi yang tidak
stabil, ketidakmampuan mengekspresikan emosinya secara tepat, dan
pengendalian diri yang kurang sehingga anak tunalaras seringkali menjadi
sangat emosional. Terganggunya kehidupan emosi ini terjadi akibat
ketidakberhasilan anak dalam melewati fase-fase perkembangan.
Kematangan emosional anak tunalaras ditentukan dari hasil interaksi
dengan lingkungannya, dimana anak belajar tentang bagaimana emosi itu
hadir dan bagaimana cara untuk mengekpresikan emosi- emosi tersebut.
Perkembangan emosi ini berlangsung secara terus menerus sesuai dengan
perkembangan usia.
Menurut Rusli Ibrahim (2005: 51) anak-anak tunalaras terlambat
perkembangan sikap-sikap sosial dan emosionalnya. Sikap-sikap tersebut
dapat diamati dalam kehidupan sehari-hari dari interaksinya dengan
lingkungan, seperti
:
a. Tidak mampu menyesuaikan diri dengan pola-pola kelompok yang
lebih luas dan kesadaran sosial mereka sangat rendah.
b. Menuntut perhatian yang terus menerus dari lingkungannya dan
mereka suka bermain sendirian.
c. Dalam kelompok, biasanya selalu mengikuti bukannya memimpin.
A. Kesimpulan
Tunalaras merupakan gangguan atau kelainan tingkah laku sehingga kurang dapat
menyesuaikan diri dengan baik terhadap lingkungan keluarga, sekolah, dan
masyarakat. Sebab sesorang mengalami hambatan sosial emosi dan tingkah laku
yaitu kondidi fisik, masalah perkembangan, lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, lingkungan masyarakat. Karakteristik anak tunalaras relatif berbeda
dengan anak berkebutuhan khusus lainnya ataupun anak normal pada umumnya.
Perbedaan karakteristik tersebut muncul sebagai akibat dari ketunalarasan yang
disandangnya. Ketidakmatangan emosi dan sosial selalu berdampak pada
keseluruhan perilaku dan pribadinya, termasuk dalam belajarnya
DAFTAR PUSTAKA