Anda di halaman 1dari 13

Mengenal anak dengan Hambatan fisik dan motorik

A. Peristilahan dan pengertian


Hambatan fisik dan motorik merupakan istilah lain dari tunadaksa. Merupakan salah
satu kelompok terkecil dari anak berkebutuhan khusus (relatif kecil dibandingkan dengan
kelompok tunanetra, tunarungu, atau tunagrahita). Suatu hambatan yang berkaitan dengan
tulang, otot, persendian dan system syaraf yang disebabkan adanya kerusakan otak atau
bagian tubuh lainnya. Anak dengan gangguan fisik dan motorik merupakan penyandang
bentuk kelainan atau hambatan pada system otot, tulang dan persendian yang dapat
mengakibatkan gangguan koordinasi, komunikasi, adaptasi, mobilisasi dan gangguan
perkembangan keutuhan pribadi.
Dengan demikian, anak dengan hambatan fisik dan motorik mengalami hambatan atau
kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari yang berkaitan dengan gerak seperti makan,
minum, bermain, berpakian, dan lainnya. Kondisi ini dapat disebabkan karena penyakit,
kecelakaan, atau dapat juga karena faktor bawaan dari lahir. Terlihat pada kelainan bentuk
tulang, otot, sendi maupun sarasarafnya. Selain tunadaksa, hambatan fisik dan otorik dikenal
dengan istilah yang lain, seperti : cacat tubuh, tuna tubuh, tuna raga, cacat anggota badan,
cacat orthopedic, crippled, dan orthopedically handicapped. Seorang anak dikatakan
mengalami hambatan fisik dan motorik jika kondisi fisik atau kesehatan mengganggu
kemampuan anak untuk berperan aktif dalam kegiatan sehari-hari, baik di sekolah maupun
rumah. Sebagai contoh, anak yang memakai anggota tubuh tiruan/protese (misal lengan
tiruan) tetapi ia dapat mengikuti kegiatan sekolah, seperti olah raga, menulis dan aktivitas
lain, maka anak tersebut tidak termasuk penyamdang hambatan fisik dan motorik.
Hambatan ortopedi (orthopedic impairment) mengacu pada kondisi yang biasa disebut
cacat fisik dan yang lainnya disebut hambatan fisik (physical impairment). Individu dengan
kondisi ini memiliki masalah dengan struktur fungsi tubuh mereka (Bryant, Bryant & Smith,
2015).
Anak yang mempunyai masalah fisik mungkin terdiri dari pada orang-orang yang
mempunyai keadaan fisik parah sehingga tidak mampu untuk berbicara, berjalan, menunjuk,
atau melakukan pergerakan yang bertujuan untuk anak tersebut dengan hanya beberapa
kesulitan berjalan atau kelainan pada kerangka tubuh yang tidak terlihat.

Termasuk gangguan yang disebabkan oleh anomali congetinal (misalnya kaki pengkor,
tidak adanya beberapa anggota tubuh), gangguan yang disebabkan oleh penyakit (misalnya
poliomielitis, tulang), dan penurunan fungsi penyebab lainnya (misalnya cerebal palsy,
amputasi, dan patah tulang atau luka bakar yang berkontraksi) (Gargiulo & Metcalf, 2017).

Hambatan ortopedi mengacu pada gangguan tulang dan sendi dan otot, otot daging dan
terkait ligamen, dan fisik misalnya kelengkungan tulang belakang, kaki berubah dari posisi
yang normal dan menyebabkan nyeri, pembengkakan dan kekakuan pada sendi yang
berkepanjangan (juvenile idiopathic arthritis).
Kelainan motorik dapat dikaitkan dengan gangguan neuromotor yang melibatkan sistem
saraf pusat dan mempengaruhi kemampuan anak untuk menggunakan, merasakan,
mengendalikan dan memindahkan bagian tubuh tertentu. Contohnya adalah distrofi otot,
cerebal palsy dan cacat tabung saraf (Farrell, 2017).
Adapun karakteristik anak yang mengalami hambatan motorik atau hambatan fisik
adalah sebagai berikut;
1. Mengalami masalah dalam kegiatan yang memerlukan fungsi otot gerak.
2. Membutuhkan alat bantu dalam melakukan aktivitas gerak sendi (anggota gerak).
3. Kelumpuhan pada anggota tubuh baik keseluruhan maupun sebagian.
4. Memili masalah pada perkambangan otot gerak.
5. Mempunyai gaya berjalan yang berbeda dengan anak normal lainnya.
6. Memiliki kerangka bentuk tubuh yang tidak normal.
7. Kehilangan atau ketidakmampuan untuk menggunakan satu atau lebih anggota
badan.
8. Kesulitan dengan kemampuan motorik kasar seperti berjalan atau berlari.
9. Kesulitan dengan keterampilan motorik halus seperti mengancing baju dan
semacamnya.
10. Memiliki kecepatan yang berbeda dalam beraktivitas.
A. Pengertian Hambatan Fisik dan Motorik
Gangguan fisik dan motorik adalah anak yang menggalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan peleyanan
pendidikan khusus jika mengalami gangguan gerakan karena kelayuhan pada fungsi otak.
Hambatan fisik-motorik atau tunadaksa berasal dari kata tuna dan daksa. Kata tuna yang artinya
kurang atau rusak atau cacat, dan daksa yang artinya tubuh. Sehingga tunadaksa merupakan
sebutan untuk mereka yang mengalami kerusakan atau cacat pada anggota tubuhnya.
Dalam banyak literatur (sumber) cacat tubuh atau kerusakan tubuh tidak terlepas dari
pembahasan tentang kesehatan sehingga sering dijumpai judul “Physical and Health
Impairments“ (kerusakan atau gangguan fisik dan kesehatan).
Hal ini disebabkan karena seringkali terdapat gangguan kesehatan. Sebagai contoh, otak adalah
pusat kontrol seluruh tubuh manusia. Apabila ada sesuatu yang salah pada otak (luka atau
infeksi), dapat mengakibatkan sesuatu pada fisik/tubuh, pada emosi atau terhadap fungsifungsi
mental, luka yang terjadi pada bagian otak baik sebelum, pada saat, maupun sesudah kelahiran,
menyebabkan retardasi dari mental (tunagrahita).
Pada dasarnya kelainan pada peserta didik tunadaksa dikelompokan menjadi dua bagian besar,
yaitu kelainan pada system serebral (cerebral system) dan kelainan pada system otot dan rangka
(musculoskeletal system). Peserta didik tunadaksa memiliki kecacatan fisik sehingga mengalami
gangguan pada koordinasi gerak, persepsi dan kognisi disamping adanya kerusakan syaraf
tertentu. Kerusakan saraf disebabkan karena pertumbuhan sel saraf yang kurang atau adanya lika
pada system saraf pusat. Kelainan saraf utama menyebabkan adanya cerebral palsy, epilepsi,
spina bifida dan kerusakan otak lainnya.
Anak dengan cerebral palsy mempunyai masalah dengan persepsi visual meliputi gerakan-
gerakan untuk menggapai, menjangkau dan menggenggam benda, serta hambatan dalam
memberikan jarak dan arah. Cerebral palsy merupakan kelainan koordinasi pada control otot
disebabkan oleh luka (mendapatkan cedera) diotak sebelum dan sesudah dilahirkan atau pada
awal masa anak-anak. Masalah utama gerak yang dihadapi oleh anak spina bifida adalah
kelumpuhan dan kurangnya control gerak.
Pada anak hydrocephalus masalah yang dihapi ialah mobilitas gerak, derajat keturunan akan
mempengaruhi kemanpuan penyesuaian diri dengan lingkungan, kecenderungan untuk bersifat
pasif.
Demikianlah pada halnya dengan tingkah laku anak tunadaksa sangat dipengaruhi oleh jenis dan
derajat keturunannya. Jenis kecacatan itu akan dapat menimbulkan perubahan tingkah laku
sebagai kompensasi akan kekurangan atau kecacatan. Ditinjau dari aspek psikologis, anak
tunadaksa cenderung merasa malu, rendah diri dan sensitif, memisahkan diri dari lingkungan.
Samuel A Kirk dalam Moh. Amin dan Ina Yusuf Kusunah (1991:3) mengemukakan bahwa
seseorang dikatakan anak tunadaksa jika kondisi fisik atau kesehatan menggangu kemampuan
anak untuk berperan aktif dalam kegiatan sehari-hari baik di sekolah ataupun di rumah. Sebagai
contoh, anak yang mempunyai lengan palsu tetapi ia dapat mengikuti kegiatan sekolah seperti
pendidikan jasmani atau seorang anak yang minum obat untuk mengendalikan gangguan
kesehatannya maka anak-anak jenis itu tidak termasuk penyandang gangguan fisik (tunadaksa).
Tetapi jika kondisi fisik menggangu aktifitasnya seperti tidak mampu memegang pena, atau anak
sakit-sakitan (mengidap penyakit kronis) sering kambuh sehingga ia tidak dapat bersekolah
secara rutin maka anak-anak itu termasuk penyandang gangguan fisik (tunadaksa).

B. Ciri-ciri anak dengan hambatan fisik dan motorik


Karakteristik anak dengan hambatan fisik-motorik (tunadaksa) terutama terlihat dari kondisi
fisiknya yang berbeda dengan anak normal. Secara umum ciri-ciri anak tunadaksa sebagai
berikut:
1. Motorik
Anak tunadaksa antara tipe yang satu dengan yang lain menunjukkan gejala yang berbeda. Ada
anak yang mengalami gangguan motoriknya berupa kekakuan, kelumpuhan, gerakan-gerakan
yang tidak dapat dikendalikan. Gangguan motorik ini meliputi motorik kasar dan motorik halus.
Sehingga anak tunadaksa perlu dilakukan bina gerak.
2. Akademik
Anak tundaksa yang mengalami kelainan pada musculus scelatel system (sistem otot dan rangka)
umumnya memiliki tingkat kecerdasan yang normal dan dapat mengikuti pelajaran sama dengan
anak normal. Sedangkan anak tunadaksa yang mengalami kelainan pada sistem cerebal (otak),
tingkat kecerdasanny bervariasi mulai dari tingkat idiot (kurang dari 30) sampai dengan gifted
(di atas 125).
3. Sosial emosional
Kehadiran anak yang tidak diterima oleh masyarakat terhadap anak tunadaksa dapat
mempengaruhi pembentukkan pribadi anak sehingga anak merasa rendah diri, mudah
tersinggung, suka meyendiri, dan kurang dapat menyesuaikan diri dan bergaul dengan
lingkungan bahkan sampai pada tingkat frustasi.
4. Fisik kesehatan
Anak tunadaksa dengan gangguan sistem cerebal (otak) biasanya selain mengalami cacat tubuh
juga mengalami gangguan lain yaitu penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman, dan
perasa.
Ciri- ciri umum anak jenis ini bisa di lihat sebagai berikut:
a. Anggota ,gerak tubuh kaku,lemah,lumpuh
b. Kesulitan dalam gerakan tidak sempurna, tidak lentur
c. Terdapat bagian anggota gerak yang tridak lengkap, tidak sempurna lebih kecil dari
biasanya
d. Terdapat cacat pada alat gerak
e. Jari tangan kaku dan dan tidak dapat menggenggam
f. Kesulitan pada saat berdiri
g. Hiperatif/tidak dapat tenang.
Banyak jenis dan variasi anak tuna daksa, sehingga untuk mengidentifikasi karakteristiknya
diperlukan pembahasan yang sangat luas. Berdasarkan berbagai sumber ditemukan beberapa
karakteristik umum bagi anak tuna daksa, diantara lain sebagai berikut:
1) Karakteristik Kepribadian
a) Mereka yang cacat sejak lahir tidak pernah memperoleh pengalaman, yang demikian ini
tidak menimbulkan frustasi.
b) Tidak ada hubungan antara pribadi yang tertutup dengan lamanya kelainan fisik yang
diderita.
c) Adanya kelainan fisik tidak memperngaruhi kepribadian atau ketidak mampuan individu
dalam menyesuaikan diri.
d) Anak cerebal-pakcy dan polio cenderung memiliki rasa takut daripada yang mengalami
sakit jantung.
2) Karakteristik Emosi-sosial
a) Kegiatan-kegiatan jasmani yang tidak dapat dijangkau oleh anak tuna daksa dapat
berakibat timbulnya problem emosi, perasaan dan dapat menimbulkanfrustasi yang berat.
b) Keadaan tersebut dapat berakibat fatal, yaitu mereka menyingkirkan diri dari keramaian.
c) Anak tuna daksa cenderung acuh bila dikumpulkan bersama anak-anak normal dalam
suatu permainan.
d) Akibat kecacatanya mereka dapat mengalami keterbatasan dalam berkomunikasi dengan
lingkunganya.
3) Karakteristik Intelegensi
a) Tidak ada hubungan antara tingkat kecerdasan dan kecacatan, tapi ada beberapa
kecenderungan adanya penurunan sedemikian rupa kecerdasan individu bila kecacatanya
meningkat.
b) Hasil penelitian ternyata IQ anak tuna daksa rata-rata normal.
4) Karakteristik Fisik
a) Selain memiliki kecacatan tubuh, ada kecenderungan mengalami gangguan-gangguan
lain, misalnya: sakit gigi, berkurangnya daya pendengaran, penglihatan, gangguan bicara dan
sebagainya.
b) Kemampuan motorik terbatas dan ini dapat dikembangkan sampai pada batas-batas
tertentu.
Menurut ibu Hanani dan ibu Enjay beberapa guru di sekolah Luar Biasa negeri pangeran
cakrabuana, ciri-ciri tunadaksa yaitu seorang yang mengalami tunadaksa hanya fisiknya saja
yang cacat tetapi untuk otaknya normal seperti anak lain.

C. Klasifikasi jenis anak dengan hambatan fisik dan motorik


Klasifikasi anak dengan hambatan fisik-motorik atau tunadaksa secara umum dikelompokkan
menjadi 2 (dua) bagian kelompok besar yaitu kelainan pada sistem cerebal (saraf pusat atau otak)
dan kelainan pada otot dan rangka.
Kelainan pada sistem cerebal disebabkan adanya suatu ketidakberfungsian, gangguan atau
penyakit yang menyerang sistem saraf pusat sehingga tidak dapat menggerakkan anggota tubuh.
Hal ini disebabkan karena otak merupakan pusat sehingga informasi segera informasi termasuk
control gerakan tubuh. Sedangkan kelainan pada otot dan rangka menyebabkan ketidak
berfungsian anggota gerak karena melalui otot dan rangka yang normal, tubuh bisa digerakkan
dengan sempurna.
1. Kelainan pada sistem serebal (cerebal syste disorders).
Klasifikasi anak tunadaksan pada sistem serebal (cerebal) didasarkan pada kelahiran yang
terletak di dalam sistem syaraf pusat (otak dan sumsum tulang belakang). Hal ini disebabkan
otak dan sumsum tulang belakang merupakan pusat segala aktifitas hidup manusia.
Kelompok kerusakan bagian otak ini disebut Cerebal Palsy (CP), Cerebal Palsy dapat
diklasifikasikan menurut:
a. Penggolongan menurut derajat kecacatan
Menurut derajat kecacatan, Cerebal Palsy dapat digolongkan atas:
1) Cerebal Palsy ringan
Anak tipe ini dapat berjalan tanpa menggunakan alat, berbicara tegas, lebih mandiri dan dapat
menolong dirinya sendiri dalam menjalani aktifitas sehari-hari.
2) Cerebal Palsy sedang
Anak tipe ini membutuhkan treatment atau latihan khusus untuk bicara, berjalan dan mengurus
dirinya sendiri
3) Cerebal Palsy berat
Anak tipe ini membutuhkan perawatan dalam ambulasi, bicara dan menolong dirinya sendiri,
serta tidak dapat hidup mandiri di tengah-tengah masyarakat.
b. Penggolongan menurut topografi
Berdasarkan topografi banyaknya anggota tubuh yang lumpuh, Cerebrol Palsy dapat
digolongkan menjadi 6 (enam) golongan yaitu:
1) Monoplegia
Anak tipe ini memiliki satu anggota gerak yang lumpuh misal kaki kiri lumpuh, sedangkan kaki
kanan dan kedua tanganya normal.
2) Hemiplegia
Anak tipe ini memiliki anggota gerak atas dan bawah pada sisi yang sama mengalami
kelumpuhan, misalnya tangan kanan, dan kaki kanan, atau tangan kiri dan kaki kiri
3) Paraplegia
Anak tipe ini memiliki pada kedua tungkai kakinya mengalami kelumpuhan.
4) Diplegia
Anak tipe ini memiliki kedua tangan kanan dan kiri atau kedua kaki kanan dan kiri (paraplegia)
lumpuh.
5) Triplegia
Anak tipe ini memiliki tiga anggota gerak mengalami kelumpuhan, misalnya tangan kanan dan
kedua kakinya lumpuh, atau tangan kiri dan kedua kakinya lumpuh.
6) Quadriplegia atau tetraplegia
Anak tipe ini memiliki tipe kelumpuhan pada seluruhnya anggota geraknya yaitu kedua tangan
dan kedua kakinya, Quadriplegia disebutnya juga.
c. Penggolongan menurut fisiologi
Kelainan gerak dilihat dari segi letak kelainan di otak dan fungsi geraknya (motorik), anak
Cerebral Palsy dibedakan atas:
1) Spastik
Yang di tandai dengan gejala kejang atau kaku pada sebagian atau seluruh otot. Otot kaku timbul
sewaktu akan digerakkan sesuai dengan kehendak.
2) Athetoid
Ditandai dengan otot-otot yang dapat digerakan dengan sangat mudah. Ciri khas tipe ini yaitu
semua gerakkan terjadi diluar kontrol
3) Ataxia
Yaitu seakan-akan kehilangan keseimbangan, kekakuan terjadi pada waktu berdiri atau berjalan.
4) Tremor
Yang ditandai adanya gerakan-gerakan kecil dan terus-menerus sehingga tampak seperti bentuk
getaran-getaran. Gerakan itu dapat terjadi pada kepala, kaki, tangkai dan bibir.

5) Rigid
Yang ditandai dengan kekakuan otot, tetapi berbeda dengan tipe spastik. Gerakan rigid terjadi
pada seluruh tubuh yang sulit digerakkan.
6) Tipe campuran
Yaitu jika seorang anak menunjukkan dua jenis ataupun lebih gejala CP sehingga akibatnya lebih
berat bila dibandingkan dengan anak yang hanya memiliki satu jenis/tipe kecacatan.
2. Kelainan pada sistem otot dan rangka (Musculus scelatel system)
Klasifikasi anak tunadaksa kedalam kelompok sisten otot dan rangka (Musculus scelatel system)
didasarkan pada letak penyebab kelainan anggota tubuh yang mengalami kelainan yaitu: kaki,
tangan, dan sendi serta tulang belakang.
Jenis-jenis kelainan pada sistem otot dan rangka antara lain meliputi:
a. Pollimylitis
Merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus polio yang sangat mudah menular dan
menyerang sistem syaraf.
b. Muscle Dystrophy
Sekelompok penyakit yang diturunkan dimana otot-otot melemah dan memburuk dari waktu ke
waktu.
c. Spina Bifida
Jenis kelainan pada tulang belakang yang di tandai dengan terbukanya satu atau tiga ruas tulang
belakang dan tidak tertutupnya kembali selama proses perkembangan.
D. Faktor penyebab anak dengan hambatan fisik dan motorik
Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak sehingga menjadi
tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak di jaringan otak, jaringan sumsum tulang
belakang, serta pada sistem musculus skeletal. Terdapat keragaman jenis tunadaksa, dan masing-
masing timbulnya kerusakan berbeda-beda. Dilihat dari waktu terjadinya, kerusakan otak dapat
terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir, dan sesudah lahir.
1. Sebelum lahir (fase prenatal)
Kerusakan terjadi pada saat bayi saat masih dalam kandungan
disebabkan:
a. Infeksi atau penyakit yang menyerang ketika ibu mengandung sehingga menyerang otak
bayi yang sedang dikandungnya.
b. Kelainan kandungan yang menyebabkan peredaran terganggu, tali pusar tertekan, sehingga
merusak pembentukan syaraf-syaraf di dalam otak.
c. Bayi dalam kandungan terkena radiasi yang langsung mempengaruhi sistem syarat pusat
sehingga struktur maupun fungsinya terganggu.
d. Ibu yang sedang mengandung mengalami trauma yang dapat mengakibatkan terganggunya
pembentukan sistem syaraf pusat. Misalnya, ibu jatuh dan perutnya terbentur dengan cukup keras
dan secara kebetulan mengganggu kepala bayi, maka dapat merusak sistem syaraf pusat.

2. Saat kelahiran (fase natal)


Hal-hal yang dapat menimbulkan kerusakan otak bayi pada saat bayi dilahirkan antara lain:
a. Proses kelahiran yang terlalu lama karena tulang pinggang yang kecil pada ibu sehingga
bayi mengalami kekurangan oksigen. Hal ini kemudian menyebabkan terganggunya sistem
metabolisme dalam otak bayi sehingga jaringan syaraf pusat mengalami kerusakan.
b. Pemakaian alat bantu berupa tang ketika proses kelahiran yang mengalami kesulitan
sehingga dapat merusak jaringan syaraf otak pada bayi.
c. Pemakaian anestesi yang melebihi ketentuan. Ibu yang melahirkan karena operasi dan
menggunakan anestesi yang melebihi dosis dapat mempengaruhi sistem persyarafan otak bayi
sehingga otak mengalami kelainan struktur ataupun fungsinya.
3. Setelah proses kelahiran (fase post natal)
Fase setelah kelahiran adalah masa di mana bayi mulai dilahirkan sampai masa perkembangan
otak dianggap selesai, yaitu pada usia lima tahun. Hal-hal yang dapat menyebabkan kecacatan
setelah bayi lahir adalah:
a. Kecelakaan/trauma kepala, amputasi.
b. Infeksi penyakit yang menyerang otak.
Menurut ibu hanani dan ibu enjay beberapa guru di sekolah Luar Biasa negeri pangeran
cakrabuana, penyebab tunadaksa biasanya pada saat hamil mengkonsumsi obat-obatan, sebelum
hamil ibu kena campak, sang ibu mempunyai virus tertentu yang membahayakan janis (down
syndrom),serta prematur.
E. Layanan bimbingan dan metode belajar untuk anak dengan hambatan fisik dan motorik
Sistem layanan pendidikan bagi anak tunadaksa bervariasi tergantung derajat keturunannya.
Sistem layanan tunadaksa dilakukan di sekolah luar biasa dan sekolah reguler/umum bahkan
sampai pendidikan di rumah sakit yang tidak memiliki makna edukasi sama sekali. Layanan
tersebut diberikan kepada anak-anak tunadaksa dalam perawatan medis dan bantuan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari
1. Sekolah untuk tunadaksa
Pendidikan anak tunadaksa secara umum di beberapa tempat yaitu:
a. Sekolah Luar Biasa (SLB) D
SLB-D merupakan SLB yang dikhususkan untuk penyandang tunadaksa. Pelayanan di unit
tunadaksa ringan atau SLB-D diperlukan bagi anak tunadaksa yang tidak mempunyai masalah
yang disertai retardasi mental yaitu anak tunadaksa yang mempunyai intelektual rata-rata bahkan
di atas rata-rata intelektual anak normal.
Pelayanan unit di SLB-D1 diperuntukkan bagi anak tunadaksa yang mempunyai masalah seperti
emosi, persepsi, atau campuran dari ketiganya disertai masalah penyerta retardasi mental
b. SDLB
Anak tunadaksa dapat disekolahkan di SDLB. SDLB merupakan Sekolah Dasar (SD) yang
menyelenggarakan pendidikan khusus, dengan berbagai macam jenis kelainan yaitu tunarungu,
tunanetra, dan tunagrahita serta tunadaksa
c. Guru kunjung
Layanan pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) guru kunjung dilakukan sebagai
alternatif bagi siswa yang jauh dari SLB atau sekolah inklusi.

d. Sekolah terpadu/inklusi
Sekolah reguler yang menggabungkan anak tunadaksa dengan anak normal dalam satu sekolah.
2. Fasilitas pendidikan untuk anak tunadaksa
Fasilitas pendidikan yang dirancang untuk anak tunadaksa hendaknya memenuhi tiga kemudahan
yaitu mudah keluar masuk, mudah bergerak dalam ruangan dan udah mengadakan penyesuaian.
Fasilitas pendukung pendidikan yang berkaitan dengan diri anak adalah:
a. Brace
Brace merupakan alat bantu gerak yang digunakan untuk menyangga beban yang tertumpu pada
otot atau tulang. Brace dapat digunakan di kaki, punggung, atau leher.
b. Crutch (kruk)
Kruk adalah alat penyangga tubuh yang ditumpukan pada tangan atau ketiak untuk menyangga
beban tubuh. Kruk terbuat dari kayu, pipa besi, pipa aluminium, atau pipa stainless steel yang
berbentuk bulat setinggi ukuran tubuh pemakainya.
c. Splint
Spilint merupakan alat yang digunakkan untuk meletakkan anggota tubuh pada posisi yang benar
agar anggota tubuh yang sakit tidak salah bentuk. Ada dua macam splint yaitu splint untuk
anggota tubuh bagian atas (tangan) dan splint untuk anggota tubuh bagian bawah (kaki).
d. Wheel Chair (kursi roda)
Kursi roda digunakan sebagai alat mobilitas seseorang untuk berpindah tempat dengan atau tanpa
bantuan orang lain.

Fasilitas pendukung lain yang digunakkan untuk pendidikan anak tunadaksa adalah ruangan
terapi dan peralatan terapi. terapi yang berkaitan langsung dengan anak tunadaksa adalah
fisioterapi, terapi bermain dan terapi okupasi.
Fisioterapi, terapi bermain dan terapi okupasi dilakukan oleh berbagai tenaga ahli yang
kompeten di bidang nya. Tenaga ahli yang dimaksud meliputi tenaga ahli pendidik, medis serta
terapis. Tenaga ahli yang terlibat dalam pendidikan anak tunadaksa adalah guru kelas dan guru
khusus yang bertugas untuk memberi bimbingan dan penyuluhan.
Menurut ibu hanani dan ibu enjay beberapa guru di sekolah Luar Biasa negeri pangeran
cakrabuana, layanan bimbingan yang diberikan berbeda dengan yang lain ada yang latihan bina
gerak, misalnya latihan jalan menggunakan alat tertentu untuk belajar jalan.

PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Pengertian hambatan fisik dan motorik
Gangguan fisik dan motorik adalah anak yang menggalami kelainan atau cacat yang menetap
pada alat gerak (tulang, sendi, otot) sedemikian rupa sehingga memerlukan peleyanan
pendidikan khusus jika mengalami gangguan gerakan karena kelayuhan pada fungsi otak.
2. Ciri-ciri anak dengan hambatan fisik dan motorik
Secara umum ciri-ciri anak tunadaksa sebagai berikut:
a. Anggota ,gerak tubuh kaku,lemah,lumpuh
b. Kesulitan dalam gerakan tidak sempurna, tidak lentur
c. Terdapat bagian anggota gerak yang tridak lengkap, tidak sempurna lebih kecil dari
biasanya
d. Terdapat cacat pada alat gerak
e. Jari tangan kaku dan dan tidak dapat menggenggam
f. Kesulitan pada saat berdiri
g. Hiperatif/tidak dapat tenang.
3. Klasifikasi jenis anak dengan hambatan fisik dan motorik
Klasifikasi anak dengan hambatan fisik-motorik atau tunadaksa secara umum dikelompokkan
menjadi 2 (dua) bagian kelompok besar yaitu kelainan pada sistem cerebal (saraf pusat atau otak)
dan kelainan pada otot dan rangka.
4. Faktor penyebab anak dengan hambatan fisik dan motorik
Ada beberapa macam sebab yang dapat menimbulkan kerusakan pada anak sehingga menjadi
tunadaksa. Kerusakan tersebut ada yang terletak di jaringan otak, jaringan sumsum tulang
belakang, serta pada sistem musculus skeletal.

Terdapat keragaman jenis tunadaksa, dan masing-masing timbulnya kerusakan berbeda-beda.


Dilihat dari waktu terjadinya, kerusakan otak dapat terjadi pada masa sebelum lahir, saat lahir,
dan sesudah lahir.
5. Layanan bimbingan dan metode belajar untuk anak dengan hambatan fisik dan motorik
Sistem layanan pendidikan bagi anak tunadaksa bervariasi tergantung derajat keturunannya.
Sistem layanan tunadaksa dilakukan di sekolah luar biasa dan sekolah reguler/umum bahkan
sampai pendidikan di rumah sakit yang tidak memiliki makna edukasi sama sekali. Layanan
tersebut diberikan kepada anak-anak tunadaksa dalam perawatan medis dan bantuan pemenuhan
kebutuhan sehari-hari.
Pendidikan anak tunadaksa secara umum di beberapa tempat yaitu:
a. Sekolah Luar Biasa (SLB) D
b. SDLB
c. Guru kunjung
d. Sekolah terpadu/inklusi
B. Saran
Sebagai calon tenaga pendidik kita harus mampu mempelajari dengan benar bagaimana
mengenal anak berkebutuhan khusus dan mencari banyak refrensi sebagai bahan acuan untuk
menambah ilmu, terutama dalam menangani anak berkebutuhan khusus. Sebagai guru/tenaga
pendidik maka ditutut untuk memahami karakter masing-masing siswa terlebih dahulu baik
siswa yang normal pada umumnya ataupun siswa yang memiliki kebutuhan khusus. Sehingga
dapat menentukan metode yang sesuai untuk digunakan dalam lingkungan siswa yang
berkebutuhan khusus.

DAFTAR PUSTAKA

Delphie, B.,2006, Pembelajaran Anak Berkebutuhan khusus, Bandung, Adi Tama.


Abdurrahman, M. 1999. Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar. Jakarta:
Rineka Cipta.
Kosasih E. 2012. Cara Bijak Mengatasi Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung:
Yrama Widya.
Hildayani Rini dkk, 2007. Penanganan anak berkelaianan. Jakarta: Universitas
Terbuka
Susilawati. 2015. Bimbingan Anak Berkebutuhan Khusus. Cirebon: CV.
CONVIDENT
Sumantri, S. 2006, Psikologi Anak Luar biasa, Bandung, Aditama.

Anda mungkin juga menyukai