Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PENDIDIKAN INKLUSI
“AKOMODASI PEMBELAJARAN BAGI ANAK TUNALARAS”
Dosen Pembimbing: Dr. Hermanto S. Pd, M. Pd.

Disusun Oleh :
Nopri Prianto (16105244008)

KURIKULUM DAN TEKNOLOGI PENDIDIKAN


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA
2017
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobbil’alamin Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha


Esa, berkat rahmat, hidayah dan inayahNya makalah ini dapat terselesaikan . Shalawat beriring
salam semoga selalu tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarganya, para
sahabatnya, hingga kepada umatnya hingga akhir zaman. Amin. Penyusunan makalah ini
diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pendidikan Inklusi. Dalam penulisan
dan penyusunan makalah ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan dukungan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini kami mengucapkan terimakasih.

Semoga makalah tentang AKOMODASI PEMBELAJARAN BAGI ANAK


TUNALARAS ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas dan menjadi sumbangan
pemikiran kepada pembaca Kami menyadari bahwa laporan ini masih banyak kekurangan dan
jauh dari sempurna. Untuk itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun
untuk lebih baik di kesempatan yang akan datang.

Penulis

Page | 2
DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................................... 4


B. Tujuan ....................................................................................................................... 4
C. Rumusan Masalah ................................................................................................... 4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Anak Tunalaras.......................................................................................... 5


B. Kesulitan Belajar pada Anak Tunalaras ............................................................... 5
C. Bentuk-bentuk Akomodasi Pembelajaran untuk Anak Tunalaras .................... 6

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan ............................................................................................................... 12

DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………... 13

Page | 3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan alat bagi manusia untuk dapat mencapai tujuan hidup dan
cita-cita hidupnya. Melalui pendidikan, seorang individu bisa mengembangkan
berbagai kemampuan yang dimiliki dirinya guna menyelesaikan masalah yang dialami
dalam hidupnya, sehingga individu tersebut dapat dengan mudah mencapai tujuan yang
ingin dicapainya semasa hidup. Selain itu, dengan pendidikan seorang individu dapat
memperoleh pekerjaan sesuai yang dicita-citakan oleh dirinya.
Namun, terkadang kekurangan yang dimiliki seorang individu membuat dirinya
tidak mendapat akses pendidikan yang memadai. Terutama bagi anak-anak
berkebutuhan khusus (ABK), kekurangan yang mereka miliki sangat berdampak pada
proses dan penerimaan pendidikan yang mereka dapat. Tetapi seyogiyanya hal tersebut
tidak menghambat pelaksanaan pendidikan yang mereka lalui, sehingga tujuan mereka
menempuh pendidikan tetap bisa dicapai.
Salah satu ABK yang banyak mengalami kesulitan dalam mendapat akses
pendidikan/proses belajar adalah anak tunalaras. Somantri (2006:115) berpendapat jika
“ anak tunalaras adalah anak yang mangalami hambatan emosi dan tingkah laku
sehingga kurang dapat atau mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan baik
terhadap lingkungannya dan hal ini akan mengganggu situasi belajarnya ”. Hambatan
emosi dan perilaku inilah yang terkadang menyulitkan pelaksanaan proses belajar
mengajar di kelas.
Maka melalui makalah ini penulis ingin mengangkat tema akomodasi
pembelajaran bagi anak tunalaras. Lebih jauh lagi, nantinya penulis akan menyinggung
metode, teknik, serta proses pembelajaran yang tepat bagi anak tunalaras sehingga
nantinya anak tunalaras tersebut dapat mengikuti pembelajaran dengan baik serta dapat
mencapai tujuan pembelajaran dengan lebih optimal.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini meliputi:
1. Apakah definisi dari anak tunalaras?
2. Apa kesulitan-kesulitan belajar yang biasa dialami anak tunalaras?
3. Bagaimana mengakomodasi pembelajaran yang sesuai untuk anak tunalaras?
C. Tujuan
Adapun tujuan yang ingin dicapai makalah ini adalah:
1. Menjelaskan definisi anak tunalaras secara umum.
2. Menemukan kesulitan-kesulitan belajar yang sering dialami anak tunalaras.
3. Menjelaskan bentuk akomodasi pembelajaran yang sesuai untuk anak tunalaras.

Page | 4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Tunalaras

Seperti yang tercantum dalam Balai Pengembangan Pendidikan Khusus (2013:23),


anak tunalaras adalah individu yang mengalami hambatan dalam mengendalikan emosi
dan kontrol sosial. Individu tunalaras biasanya menunjukkan perilaku menyimpang
yang tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Tunalaras dapat
disebabkan karena faktor internal dan faktor eksternal (pengaruh dari lingkungan).
Algozzine dalam Purwandari (2009:26), anak tunalaras adalah anak yang secara
terus menerus masih menunjukkan penyimpangan tingkah laku tingkat berat yang
mempengaruhi proses belajar, meskipun telah menerina layanan belajar dan bimbingan
seperti halnya anak lain. Ketidakmampuan menjalin hubungan dengan orang lain dan
gangguan belajarnya disebabkan oleh kelainan fisik, syaraf dan intelegensi.
Berdasarkan dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa anak
tunalaras adalah seorang anak yang mengalami gangguan emosi dan sosial yang
berpengaruh pada penyimpangan perilaku dan biasanya penyimpangan tersebut dapat
merugikan orang lain. Contoh perilaku tunalaras berwujud mencuri, mengganggu
teman, menyakiti orang lain, dan sebagainya.

B. Kesulitan Belajar yang Dialami Anak Tunalaras


Anak tunalaras pada umumnya mengalami kesulitan dalam beradaptasi di
lingkungan sosial tak terkecuali lingkungan kelas. Hal tersebut akan berdampak pada
daya serap penerimaan materi dari guru yang mana murid penyandang tunalaras akan
menghindari pola-pola pembelajaran berkelompok, dan cenderung menjauhi guru.
Selain itu, murid penyandang tunalaras juga kerap kesulitan untuk berkonsentrasi pada
satu hal, termasuk materi pembelajaran yang sedang diajarkan oleh guru.
Salah satu dampak serius yang mereka alami adalah tekanan batin berkepanjangan
sehingga menimbulkan perasaan merusak diri mereka sendiri. Bila mereka kurang
mendapatkan perhatian dan penanganan dengan segera, maka mereka akan semakin
terperosok dan jarak yang memisahkan mereka dari lingkungannya.
Mengenai tekanan batin yang bekepanjangan ini menurut Schoss (Kirk &
Gallagher, 1986) disebabkan oleh hal-hal berikut:
1. Ketidakberdayaan yang dipelajari (learned helplessness)
Anak-anak telah mempergunakan semua perilaku penyesuaiannya untuk
mencoba mengatasi keadaan yang sulit. Ketidakmampuan mereka untuk mengatasi

Page | 5
kesulitan tersebut menjadi tergeneralisasi sehingga ketika mereka mempunyai
perilaku yang baik sekalipun mereka tidakmau mempergunakannya. Mereka
mengarahkan kegagalannya pada faktor yang tak terkendali, tidak dapat merespon
dengan baik terhadap stimuli sosial atau peristiwa, cenderung mengurangi usaha
yang dilakukan setelah mengalami kegagalan, dan menunjukkan rasa rendah diri.

2. Keterampilan sosial yang minim (social skill deficiency)


Perkembangan kepribadian yang tertekan akan menimbulkan
kekurangterampilan dalam memperoleh penguatan (reinforcement) perilaku sosial
yang positif. Kondisi ini akan mengurangi terjadinya interaksi sosial yang positif.

3. Konsekuensi paksaan (coercive consequences)


Tekanan batin yang berlarut-larut tergantung pada konsekuensi paksaan. Jika
anak yang sedang cemas menarik diri menerima reaksi positif dari lingkungannya
(simpati, dukungan, jaminan,dll) mereka tetap gagal mengembangkan perilaku
pribadi dan keterampilan sosial yang mengarah kepada perilaku yang efektif.

Menghadapi keadaan diatas, kita hendaknya dapat mempengaruhi lingkungan


mereka, mengajar dan menguatkan keterampilan sosial antarpribadi yang lebih efektif,
serta menghindarkan mereka dari ketergantungan dan penguatan ketakberdayaan.

Bahwa perilaku menyimpang pada anak tunalaras merugikan lingkungannya


kiranya sudah jelas dan seringkali orang tua maupun guru merasa kehabisan akal
menghadapi anak dengan gangguan perilaku seperti ini.
C. Bentuk Akomodasi Pembelajaran Bagi Anak Tunalaras

Akomodasi secara harfiah diartikan sebagai penyediaan hal-hal tertentu untuk


memenuhi kebutuhan seorang individu. Akomodasi juga kerap diasosiasikan dengan
bantuan tertentu untuk pemenuhan kebutuhan khusus. Maka dapat disimpulkan jika
akomodasi di sini merupakan penyediaan bantuan tertentu guan pemenuhan kebutuhan
seorang individu. Definisi tersebut dianggap tepat jika dikaitkan dengan konteks
pendidikan inklusi terutama dalam hal ini terkait dengan anak tunalaras.

Menilik kesulitan-kesulitan belajar yang umum dialami oleh anak tunalaras, maka
dapat dirangkum berbagai bentuk akomodasi pembelajaran yang dirasa tepat bagi anak
tunalaras, yaitu:

1. Penyelenggaraan bimbingan dan penyuluhan di sekolah reguler


Jika ternyata di antara murid di sebuah sekolah reguler terdapat anak yang
menunjukan gejala kenakalan ringan, segera para pembimbing/guru dapat
memberikan bimbingan pada mereka. Mereka masih dperbolehkan tinggal
bersama-sama kawannya di kelas, hanya mereka mendapat perhatian dan
layanan khusus dari para guru agar nantinya kenakalan yang dilakukan tidak
berkembang ke tingkat yang lebih buruk.

Page | 6
2. Kelas khusus apabila anak tunalaras perlu mendapat pembelajaran
terpisah dari teman lainnya pada satu kelas
Hal ini dilakukan guna mempelajari gejala-gejala kelainan baik emosinya
maupun kelainan tingkah laku anak tersebut. Diagnosis itu diperlukan sebagai
dasar dalam penyembuhan. Kelas khusus itu pada hakikatnya ada di tiap
sekolah dan masih merupakan bagian dari sekolah yang bersangkutan. Kelas
khusus itu dipegang oleh seorang pendidik yang berlatar belakang PLB dan
atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang guru yang cakap dalam
membimbing anak.
3. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak Tunalaras
Hal ini berlaku bagi anak yang perlu dipisah belajarnya dengan teman yang lain
karena kenakalannya cukup berat atau merugikan kawan sebayanya, sehingga
tidak bisa ditempatkan di sekolah regular.
4. Sekolah Luar Biasa bagian Tunalaras dengan asrama Bagi Anak
Tunalaras
Bagi mereka yang kenakalannya berat, mereka harus dipisah dengan teman
maupun dengan orang tuanya, dan mereka dikirim ke asrama. Hal ini
dimaksudkan agar anak secara kontinu dapat terus dibimbing dan dibina.
Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan dan bimbingan yang lebih
intensif.

Selain hal di atas, bentuk akomodasi lain yang dapat diterapkan di kelas atau dalam
proses pembelajaran antara lain:
1. Melakukan modifikasi pembelajaran
Modifikasi merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh para guru
agar proses pembelajaran dapat mencerminkan DAP (Developentally
Appropriate Practice). Artinya bahwa tugas ajar yang disampaikan harus
memperhatikan perubahan kemampuan atau kondisi anak, dan dapat membantu
mendorong ke arah perubahan tersebut.
Dalam pembelajaran untuk penyandang tunalaras, ada beberapa hal yang bisa
dimodifikasi, antara lain: sarana dan prasarana, peraturan, dan media
pembelajaran. Khusus untuk pembelajaran adaptif, tidak hanya dituntut
PAIKEM (Pembelajaran yang Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan) saja. Namun, dibutuhkan juga sikap, bimbingan dan
pengawasan khusus terhadap para ABK itu agar dapat tercapai maksud dan
tujuan pendidikan ini.
2. Memberikan pembelajaran dengan metode inklusi
Banyak orang beranggapan bahwa pendidikan inklusi diperuntukkan khusus
bagi murid-murid yang memiliki keterlambatan bahkan secara lugas masih
beranggapan bahwa pendidikan inklusi hanya untuk anak yang memiliki
keterbelakangan dalam segala hal. Orang tua murid pun merasa khawatir
tatkala anaknya harus belajar di kelas yang di dalamnya ada anak yang
mengikuti program inklusi. Padahal pendidikan inklusi memiliki segudang

Page | 7
layanan yang memang khusus diperuntukkan bagi ABK tak terkecuali anak
tunalaras.

3. Macam-Macam bimbingan yang harus diterapkan tenaga pengajar


a. Membina rasa Ketuhanan dan budi pekerti
Membina rasa Ketuhanan hakekatnya berbicara masalah kualitas keimanan.
Cara membina rasa Ketuhanan anak gangguan emosi dan tingkah laku
antara lain dimulai dengan menanamkan nilai dan norma iman, karena
keimanan mengandung nilai dan norma Ketuhanan. Hal ini dimaksudkan
agar dapat menjadi perisai dari agresi kejahatan, materi dan keputus-asaan
anak dalam hidup. Sifat mudah marah, emosional, agresif, merusak dan
mengganggu orang lain disebabkan karena lemahnya kadar keimanan
seseorang. Sehingga ia tidak ada rasa takut atas resiko kerugian yang
ditimbulkan dari perbuatannya. Adapun caranya yaitu:
Tanamkan pengertian melalui contoh-contoh konkret sederhana
bahwa perbuatan melanggar norma agama membuahkan dosa dan akan
mendapatkan siksa. Sebaliknya, kepada anak juga perlu ditanamkan
pengertian bahwa perbuatan baik dan terpuji sesuai norma agama
membuahkan pahala dan akan mendapatkan imbalan dari Tuhannya.
Berikan contoh-contoh kegiatan yang dapat menumbuhkembangkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam kehidupan keagamaan yang
praktis dan fungsional.
Berikan pula bimbingan budi pekerti pada anak gangguan emosi dan sosial
dimaksudkan agar anak menjadi manusia yang berbudi luhur, sopan santun,
andap asor, jujur, disiplin, dan memiliki rasa setia kawan. Bentuk
bimbingan budi pekerti antara lain :
 Menanamkan sikap sopan santun,
 Menganjurkan berpakaian rapi dan bersih,
 Petunjuk menghindari perkelahian,
 Menanamkan sikap patuh pada tata tertib keluarga dan sekolah,
 Memperbanyak mengkaitkan materi pelajaran dengan nilai
keagamaan,
 Bimbingan waktu luang

b. Membina konsep diri dan pengenalan diri


Anak tunalaras hidup dalam lingkungan sosial, ia berkomunikasi dengan
lingkungan sosialnya. Konsep dan pemahaman diri sangat diwarnai oleh
hasil dari komunikasi sosial, sehingga pada diri anak dapat timbul penilaian
atas dirinya, baik penilaian diri sebagai subyek maupun dirinya sebagai
obyek. Untuk dapat mendudukkan diri sebagai subyek dan sebagai obyek
biasanya bertolak dari persepsi diri terhadap kondisi fisik diri, kondisi
psikis diri, dan kondisi sosial diri.
Konsep diri positif biasanya dilandasi oleh :

Page | 8
 Pada diri anak telah mengalami nilai dan prinsip tertentu
 Dapat menyesali tindakan sendiri yang ternyata salah (dapat
merugikan diri dan orang lain) dan bersedia memperbaikinya
 Tidak menghabiskan waktu yang tidak perlu dengan kecemasan
 Memiliki keyakinan pad kemampuan diri untuk mengatasi
persoalan (kegagalan, kelainan) sambil bertawakkal pada kepastian
illahi
 Merasa setara dengan orang lain dan hanya nilai taqwa yang bisa
membedakannya
Sedang persepsi negatif biasanya dilandasi oleh adanya ketidaktahanan
dalam menerima kritik atas dirinya, ejekan, sangat responsif terhadap
pujian, merasa tidak diperhatikan oleh orang lain.
Stuart & Sundeen (1991) mendeskripsikan konsep diri yang terdiri atas
gambaran diri, ideal diri, harga diri, peran, dan identitas diri. Seseorang
yang memiliki kepribadian yang sehat biasanya dilandasi oleh gambaran
diri yang positif dan akurat, ideal diri realistik, konsep diri positif, harga
diri yang tinggi, adanya kepuasan penampilan peran serta adanya identitas
diri yang jelas.
c. Membina emosi/perasaan dan sikap sosial
Perasaan sosial akan mempengaruhi sikap sosial seseorang. Perasaan sosial
yang altrimistis, egoistis, maupun individualis sama-sama tidak baik
pengaruhnya terhadap pembentukan sikap sosial. Adanya sikap sosial yang
antipati dan antipati juga tidak menguntungkan bagi perkembangan
kepribadian seseorang. Anak-anak tunalaras perlu dibina perasaan sosial
dan sikap sosial yang positif.
Paling tidak ada 2 (dua) aspek yang perlu ditanamkan kepada mereka, yaitu:
1) Kemampuan mengadakan relasi sosial, seperti :
 Kemampuan bergaul
 Bekerjasama dengan orang lain
 Dimilikinya peran sosial yang sesuai dan jelas
 Kemampuan mengadakan penyesuaian sosial
2) Kemampuan mengadakan integrasi sosial
Hasil akhir dari pembinaan perasaan sosial dan sikap sosial adalah anak
dapat bergaul dan bekerjasama dengan orang lain dalam kelompok, tahu
akan perannya dan dapat menyesuaikan diri dengan peran tersebut, dapat
memahami tugas dan dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, dapat
memahami batas-batas dari perilakunya, dapat menyesuaikan dengan
lingkungan sosial, etika pergaulan, agama dan tidak memisahkan diri, tidak
rendah diri dan tidak berlebihan serta mampu bergaul secara wajar dengan
lingkungannya.

Page | 9
d. Membina kehendak
Kehendak adalah dorongan/kekuatan dari dalam untuk berbuat guna
mancapai sesuatu yang dikehendaki daan menghindrai sesuatu yang tidak
dikehendaki. Kemauan adalah kehendak yang berhubungan dengan
kerohanian.
e. Membina kebiasaan
Kebiasaan yang sudah berlangsung lama dapat mewarnai kepribadian
seseorang. Namun, anak tunalaras perlu dilatih segala aktivitas yang positif
dan konstruktif agar apabila anak sanggup mengerjakannya berulang-ulang
dapat membentuk kepribadian yang baik. Misalnya kebiasaan hidup tertib,
aktif beraktivitas, hidup bersih, hidup sehat, rajin belajar.
f. Membina nafsu
Nafsu merupakan dorongan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Nafsu ada
beberapa macam yaitu nafsu amarah (penggerak), nafsu musawwilah
(penipu diri), nafsu lawwamah (penimbang), nafsu muthmainnah
(ketenangan/kesadaran). Dengan memahami nilai dan norma agama, maka
nafsu yang cenderung mendorong orang berbuat negatif dan jahat dapat
dicegah dan melahirkan nafsu muthmainnah.
g. Membina kecenderungan/kegemaran/hobi
Kecenderungan/kegemaran/hobi adalah suatu dorongan yang datangnya
relatif selalu timbul. Cara membina kecenderungan/kegemaran/hobbi
antara lain dengan cara mengarahkan pada aktivitas yang positif dan tidak
bertentangan dengan nilai dan norma di masyarakat.
h. Membina kemauan
Kemauan merupakan tenaga jiwa yang memberi ketetapan untuk menepati
atau melaksanakan keputusan batin. Membina kemauan anak tunalaras
adalah melalui menyalurkan kemauan itu ke kegiatan yang positif, berikan
hadiah dan hukuman yang sesuai, biasakan berbuat baik guna membentuk
kata hatinya. Kemauan pada hakekatnya dapat dididik, oleh karena itu ada
seloka sebagai berikut :
 Keputusan batin akan dapat disepakati, kalau kemauan kuat.
 Kemauan dapat kuat, kalau motif kuat.
 Motif dapat kuat kalau berdasar pada keyakinan.

4. Fasilitas pendidikan untuk anak tunalaras

Fasilitas pendidikan untuk anak tunalaras relatif sama dengan fasilitas


pendidikan untuk anak normal pada umumnya. Fasilitas ruangan kelas tidak
menggunakan benda-benda kecil yang terbuat dari bahan yang keras, sehingga
mempermudah mereka untuk mengambil dan melemparnya. Fasilitas lain lebih
berkaitan dengan ruangan terapi dan sarana terapi. Terapi tesebut meliputi:

Page | 10
a. Ruangan fisioterapi dan peralatannya, yaitu peralatan yang lebih diarahkan
pada upaya peregangan otot dan sendi, danpembentukan otot, misalnya: barbel,
box tinju, dan sebagainya.
b. Ruangan terapi bermain dan peralatannya, yaitu peralatan yang lebih
diarahkan pada model terapi sublimasi dan latihan pengendalian diri. Misalnya
puzzle dan boneka.
c. Ruangan terapi okupasi dan peralatannya, yaitu peralatan yang lebih
diarahkan pada pembentukan keterampilan kerja dan pengisian pengisian
waktu luang sesuai dengan kondisi anak.

Page | 11
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Anak tunalaras adalah anak yang mengalami gangguan/hambatan pada kontrol


emosi dan sosial sehingga mereka mengalami kesulitan belajar. Anak tunalaras pada
umumnya cenderung menjauhi pergaulan dengan sebayanya, dan cenderung berbuat
nakal sehingga dicap sebagai anak berandal. Selain itu, mereka juga mengalami
kesulitan ketika harus berkonsentrasi pada satu hal, termasuk materi pelajaran. Pada
akhirnya, hal tersebut berdampak pada rendahnya daya serap/penerimaan materi
pembelajaran yang rendah.
Guru selaku pengajar seharusnya bisa memahami kesulitan belajar yang dialami
anak tunalaras sehingga dapat memberikan bentuk-bentuk akomodasi yang sesuai
dengan kebutuhan mereka. Hal tersebut diharapkan akan meningkatkan daya serap
informasi/materi belajar serta dapat mengurangi kecemasan sosial yang pada umumnya
dialami anak penyandang tunalaras.

Page | 12
DAFTAR PUSTAKA

Effendi, Mohammad. 2009. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: PT Bumi


Aksara
K. Wardani, dkk. 2011. Pengantar pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.
Putranto, Bambang. 2015. Tips Menangani Siswa yang Membutuhkan Perhatian Khusus:
Ragam Sifat dan Siswa Spesial dan Cara Menanganinya. Yogyakarta: Diva Press.

https://12104mafp.blogspot.co.id/2013/05/manajemen-kelas-anak-berkebutuhan-
khusus_843.html

https://bisamandiri.com/blog/2014/11/pendidikan-khusus-untuk-anak-tunalaras

https://sintadewi250892.wordpress.com/2014/11/28/tunalaras/

Page | 13

Anda mungkin juga menyukai