Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH PENDIDIKAN INKLUSI

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN INKLUSIF DI NEGARA ASIA

Disusun Oleh :

Fanya Vrina Aprilia 21010714042


Anisa Aprilia Fiorensieka 21010714050
Winny Ronaulyk Damanik 21010714060
Muhammad Daffa Dzaky H 21010714087

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA


FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
MANAJEMEN PENDIDIKAN
2021 B
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas rahmat Allah SWT. Kami panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha
Esa, berkat rahmat serta karunia-Nya. Sehingga makalah dengan judul “Penyelenggaraan
Pendidikan Inklusif di Negara Asia “ dapat selesai.
Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada dosen selaku dosen pengampu mata
kuliah pendidikan inklusi. Berkat tugas yang diberikan ini, dapat menambah wawasan kami
berkaitan dengan topik yang diberikan
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan dan penulisan masih melakukan banyak
kesalahan. Oleh karena itu kami memohon maaf atas kesalahan yang pembaca temukan
dalam makalah ini. Kami juga berharap adanya kritik serta saran dari pembaca apabila
menemukan kesalahan dalam makalah ini.
DAFTAR ISI

BAB 1 ........................................................................................................................................ 4
PENDAHULUAN .................................................................................................................... 4
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 4
B. Rumusan Masalah ........................................................................................................ 4
C. Tujuan ............................................................................................................................ 4
BAB 2 ..................................................................................................................................... 5
PEMBAHASAN ................................................................................................................... 5
A. Penyelenggaraan Pendidikan inklusif di Jepang ....................................................... 5
Strategi Scrum untuk Membangun Karakter Mandiri ABK ...................................... 6
B. Penyelenggaraan Pendidikan inklusif di Korea Selatan ........................................... 8
C. Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di China ........................................................ 9
D. Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di Malaysia ................................................. 10
BAB 3 ...................................................................................................................................... 13
PENUTUP ............................................................................................................................... 13
A. Kesimpulan .................................................................................................................. 13
B. Saran ............................................................................................................................ 14
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 15
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Negara-negara di seluruh dunia menyarankan untuk setiap anak mendapatkan
kesempatan untuk pergi ke sekolah umum, namun kenyataannya banyak anak,
khususnya anak-anak penyandang disabilitas/cacat, ditolak untuk kesempatan ini
(UNICEF 2013, p. 3)[1]. Hal ini terutama terjadi di negara-negara berkembang.
Misalnya, di 2005 diperkirakan kurang dari 10% anak-anak penyandang disabilitas
memiliki akses terhadap segala bentuk pendidikan di negara-negara Asia Tenggara
(Chapman & Sarvi, 2017, p. 30). Fenomena ini dapat dihubungkan dengan berbagai
alasan, seperti keterlibatan kementerian dan pemangku kepentingan nonpemerintah
dalam mendukung penyandang disabilitas, usaha terbatas dilakukan untuk
mengumpulkan data dan kepekaan budaya tentang tingkat pengakuan adanya
penyandang hambatan/cacat (Sharma & Ng, 2014). Walau demikian, Negara-negara
di Asia Tenggara terus mengembangkan program pendidikan atau sekolah inklusi. Di
Asia, penyelenggaraan pendidikan inklusi menuntut pihak sekolah pelaksanaan
penyesuaian baik dari segi kurikulum, sarana dan prasarana maupun tenaga pengajar
yang disesuaikan dengan kebutuhan peserta didik, (Kuyini & Desai, 2007; Wu-Tien,
Ashman & Yong-Wook, 2008, pp. 14-15). Secara khusus, salah satu kebijakan
pendidikan yang dikeluarkan pemerintah melalui Kementerian Pendidikan Nasional
Republik Indonesia, dalam Peraturan Menteri (Permendiknas) No. 70 (2009) adalah
pendidikan inklusi. Pendidikan inklusi yaitu pendidikan bagi peserta didik yang
memiliki kelainan dan memiliki potensi kecerdasan atau bakat istimewa, melalui
pendidikan inklusi ABK dididik bersama-sama anak lainnya (normal) untuk
mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Pendidikan inklusi sebagai sistem layanan
pendidikan mempersyaratkan agar semua anak berkelainan dilayani di sekolah
terdekat, di kelas regular secara bersama-sama dengan teman seusianya (Winter,
2006).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan inklusif di negara Jepang?
2. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan inklusif di negara Korea Selatan?
3. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan inklusif di negara China?
4. Bagaimana penyelenggaraan pendidikan inklusif di negara Malaysia?

C. Tujuan
1. Mengetahui penyelenggaraan pendidikan inklusif di Jepang
2. Mengetahui penyelenggaraan pendidikan inklusif di Korea Selatan
3. Mengetahui penyelenggaraan pendidikan inklusif di China
4. Mengetahui penyelenggaraan pendidikan inklusif di Malaysia
BAB 2
PEMBAHASAN

A. Penyelenggaraan Pendidikan inklusif di Jepang


Sistem pendidikan inklusif di Jepang Berkembang dengan baik dan
profesional sejak tahun 2006. Peraturan tentang Pendidikan inklusif di Jepang
terdapat di UU No. 24 Tahun 2007 direvisi pada tahun 2013, untuk memasukkan
mendidik anak berkebutuhan khusus di sekolah normal. Sebelum aturan seperti itu,
ABK hanya menawarkan untuk menghadiri SLB[2]. Dalam undang-undang tersebut
disebutkan bahwa masalah persamaan hak penyandang disabilitas ketidakabsahan
total adalah 4% populasi Jepang. Orang cacat memiliki kesempatan yang sama untuk
pendidikan dan kehidupan sehari-hari sebagai kesempatan untuk melihat konser,
sepak bola, dan lain-lain. Dengan demikian, pemerintah Jepang menyediakan
transportasi umum yang ramah kru. Ada 5 pilar pendidikan inklusif di Jepang yaitu
menciptakan masyarakat yang simbiosis, konsultasi pendidikan dan karier,
penanganan maksimal, tempat belajar yang bervariasi, dan meningkatkan keahlian
para guru.
Ada tiga hal penting yang dapat kita pelajari dari penerapan pendidikan
inklusif di Jepang.
Pertama, pola pikir pendidikan inklusif. Pada tahun 2006, regulasi tentang hak-hak
orang dengan disabilitas dibentuk di Jepang. Dalam regulasi tersebut tertulis bahwa
orang dengan disabilitas harus memperoleh pendidikan yang sama dengan orang lain,
sesuai dengan penerapan wajib belajar hingga tingkat SMP. Pada tahun 2012,
dilaksanakan musyawarah kementerian pendidikan Jepang untuk memberikan
rekomendasi pada anggota dewan dalam membuat sistem pendidikan baru di Jepang.
Sistem pendidikan tersebut selanjutnya menerapkan 3 macam layanan di sekolah
berupa kelas khusus dan kelas bimbingan khusus pada sekolah inklusif, serta
pendidikan luar biasa di SLB. Pada tahun 2016, ada peraturan baru di Jepang tentang
pendidikan anak-anak penyandang disabilitas. Pendidikan inklusif dapat dibagi
menjadi dua pandangan yaitu, yang pertama adalah bentuk pembelajaran bersama
antara anak biasa dan anak berkebutuhan khusus, dan yang kedua adalah bentuk
pendidikan individual sesuai kebutuhan. Sejak itu, jumlah anak berkebutuhan khusus
yang bersekolah di sekolah inklusi meningkat setiap tahun. Hal ini kemudian diikuti
dengan peningkatan jumlah dan kapasitas guru pendidikan inklusi.
Kedua, terdapat tiga upaya yang kerap ditemui pada pendidikan inklusif di Jepang,
antara lain:
1. Menciptakan kelas yang hangat agar siswa merasa aman, nyaman, dan senang
bersekolah. Sekolah tidak memberikan beban kepada anak. Siswa SD kelas 1 dan 2
mempelajari tentang ilmu yang berkait dengan karakter dan budaya dalam kehidupan
sehari-hari. Pada kelas 3 dan 4, siswa mulai dikenalkan dengan ilmu kemasyarakatan
(sosiologi) dan lingkungan (geografi), selanjutnya pada kelas 5 dan 6 siswa mulai
mengenal sains. Tempat duduk di kelas inklusi ditentukan oleh guru. Anak
berkebutuhan khusus ditempatkan pada bangku depan dan jauh dari jendela agar
konsentrasi mereka tidak terganggu. Guru semaksimal mungkin sering melakukan
kontak mata dengan siswa ABK di kelasnya. Sistem piket di kelas dilaksanakan
menggunakan kontrol kartu. Dalam kartu tertulis tugas-tugas yang harus dilakukan,
seperti memimpin permulaan makan, membersihkan kelas, menyiapkan peralatan di
kelas, dan lain-lain.
2. Menciptakan pembelajaran yang mudah dipahami dan menyenangkan. Guru
di sekolah dasar menyampaikan pengetahuan melalui kegiatan bermain. Selain
itu, guru mampu mengolah potensi yang dimiliki oleh setiap peserta didik dengan
menyediakan media pembelajaran yang mengolah ketrampilan dan kreatifitas.
3. Menyediakan bimbingan atau dukungan yang dibutuhkan oleh ABK,
menanamkan jiwa mandiri, kerap memuji atau memberikan kalimat
penyanjung kepada siswa ABK. Sanjungan dan penghargaan kepada siswa tingkat
sekolah dasar dapat berupa pemberian stiker. Selain banyak memberikan
penghargaan/apresiasi dan dukungan kepada siswa, guru juga memberikan hukuman
yang disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya. Ketiga, sistem pelatihan dan
kerjasama pada pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif disusun dengan sistem
bimbingan dengan model guru pengampu sebagai key person. Koordinasi di sekolah
inklusif dilakukan antara guru, koordinator inklusif, PIC ruang sumber, dan kepala
sekolah dalam menentukan jenis pelayanan berdasarkan self assessment yang
dipergunakan untuk menyusun jenis pelatihan dan kerjasama dengan pihak-pihak
yang terkait. Koordinasi tersebut dapat berupa rapat dewan guru, rapat komite
internal, dan rapat kasus yang melibatkan pihak luar secara terencana. Pelaksanaan
pelatihan dan seminar untuk sekolah penyelenggara pendidikan inklusif juga
melibatkan perguruan tinggi, education center, dan SLB.
Ketiga, sistem pelatihan dan kerjasama pada pendidikan inklusif. Pendidikan inklusif
disusun dengan sistem bimbingan dengan model guru pengampu sebagai key person.
Koordinasi di sekolah inklusif dilakukan antara guru, koordinator inklusif, PIC ruang
sumber, dan kepala sekolah dalam menentukan jenis pelayanan berdasarkan self
assessment yang dipergunakan untuk menyusun jenis pelatihan dan kerjasama dengan
pihak-pihak yang terkait. Koordinasi tersebut dapat berupa rapat dewan guru, rapat
komite internal, dan rapat kasus yang melibatkan pihak luar secara terencana.
Pelaksanaan pelatihan dan seminar untuk sekolah penyelenggara pendidikan inklusif
juga melibatkan perguruan tinggi, education center, dan SLB.
Strategi Scrum untuk Membangun Karakter Mandiri ABK
Pemberdayaan anak berkebutuhan khusus di Jepang menjadi tanggungjawab
pemerintah pusat, propinsi, dan pemerintah daerah sekitar. Tanggungjawab tersebut
meliputi jaminan karier, jaminan hak asasi manusia, kemandirian, dan kesempatan
berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat. Guna menjalankan tanggungjawab
tersebut, pemerintah menanamkan karakter mandiri pada ABK melalui strategi scrum.
Manajemen scrum pada pemberdayaan ABK di Jepang melibatkan beberapa pihak,
antara lain pemerintah daerah setempat, orangtua, dokter, rumah sakit, konselor, guru
dari pendidikan terendah sampai pendidikan tertinggi yang ditempuh seorang ABK.
1. Langkah pertama dalam strategi scrum adalah penanganan secara dini. Ketika orangtua
mulai menyadari adanya gangguan perkembangan pada anaknya, layanan pemeriksaan
medis dan diagnosa terhadap gangguan perkembangan anak mulai dilakukan pada usia
anak 2 tahun. Diagnosa pertama kali dilakukan di rumah sakit melalui medical check-up
untuk mengetahui jenis gangguan, kemudian menentukan jenis obat dan treatment (terapi)
yang diperlukan oleh anak, dilanjutkan dengan layanan kelas bimbingan anak dan
orangtua, serta dukungan kemandirian dalam bermasyarakat. Dukungan dan kelapangan
hati keluarga sangat diperlukan sejak mereka menerima hasil medical check-up. Sekolah
TK dan SD di Jepang tidak diperbolehkan menolak ABK. Penolakan sekolah terhadap
ABK pada era sebelum penerapan pendidikan inklusi umumnya dikaitkan dengan kondisi
ABK yang kerap mengalami kesulitan berkomunikasi di sekolah. Kondisi tersebut
menjadi hal yang memalukan dan membuat sedih keluarga dalam menerima anak mereka
yang memiliki kebutuhan khusus, sehingga keluarga mengalami kesulitan dan stress pada
kehidupan sehari-hari. Orangtua merasa sulit dalam bekerja, kesulitan makan diluar,
kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak ada harapan terhadap masa depan anak
yang mengalami kebutuhan khusus.

2. Langkah kedua dalam strategi scrum, yaitu membuat program pendidikan dalam rangka
penanganan disabilitas di Jepang. Ketika ABK menempuh pendidikan di sekolah dasar di
Jepang, guru yang tergabung dalam tim scrum akan membimbing dan merencanakan
kelanjutan pendidikan anak tersebut pada tingkat SMP. Di tingkat SMP juga demikian,
guru-guru menggunakan data rekam jejak untuk mengarahkan kelanjutan studi di tingkat
SMA. Saat duduk di bangku kelas 2 SMA, siswa ABK mulai diproyeksikan masa
depannya: mereka perlu melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi atau memulai karier
dalam dunia kerja. Implementasi strategi scrum sebagai program pendidikan inklusif
tersebut antara lain; 1) Penelitian di bidang pendidikan inklusif yang ditujukan untuk
mendapatkan pembaharuan strategi dan metode mengajar; 2) Proyek pelatihan
pemahaman yang benar tentang penyandang disabilitas; 3) Diklat bagi pengajar yang
memiliki pengetahuan praktik dan ahli di bidang gangguan perkembangan; 4)
Penempatan school counsellor pada masingmasing sekolah yang selalu hadir setiap
seminggu sekali. Secara struktural, school counsellor bekerja di bawah dinas pendidikan
dan digaji oleh pemerintah kota. Tugas school counsellor di sekolah inklusif antaralain
memberikan layanan konsultasi bagi siswa ABK, guru dan orangtua ABK, melakukan
rapat internal di sekolah, rekonsiliasi dan pelatihan untuk murid dan guru, penanganan
dan diagnosa secara psikologis, melakukan manajemen stress bagi guru dan murid, serta
melakukan penanganan darurat apabila terdapat kasus kecelakaan dan bencana. Latar
belakang pendidikan school counsellor biasanya psikologi klinis, namun beberapa orang
diantara mereka yang memiliki latar belakang pendidikan lain.

3. Langkah ketiga dalam strategi scrum adalah membuat program dan dukungan bagi
penyandang disabilitas, diantaranya; 1) Social skill training; 2) Parenting training; 3)
Pelatihan assessment tool; 4) Pengembangan parent mentor; 5) Menempatkan manajer
tim scrum di instansi regional yang bertugas melakukan penanganan kasus yang sulit,
berkoordinasi dengan instansi medical treatment serta mendukung pihak pemerintah kota
dan perusahaan dalam menyediakan sistem dukungan bagi anak yang mengalami
gangguan perkembangan. Salah satu teknik yang digunakan untuk mengelola ABK
adalah Positive Behavior Support (PBS) melalui program parenttraining, yaitu pelatihan
untuk orang tua agar memiliki pemahaman pada fase pengobatan, dengan selalu
memberikan semangat dan sanjungan yang positif kepada ABK. Selain ditujukan bagi
orangtua ABK, pelatihan juga diberikan kepada guru yang menangani ABK. Gangguan
perkembangan pada anak dapat dideteksi dengan analisis ABA (Applied Behavior
Analysis). Bentuk teknik ABA antaralain analisis perilaku dengan menggunakan ABC
Model. ABC model merupakan salah satu teori yang digunakan untuk melakukan analisis
terhadap perilaku spesifik yang kerap muncul, termasuk perilaku anak autis yang kurang
dipahami oleh orang lain. ABC model merupakan akronim dari Antecedent: Kejadian
sebelum perilaku muncul; Behavior: perilaku yang dapat diamati; Consequence: apa yang
terjadi setelah perilaku muncul. (Sukinah, 2005).

B. Penyelenggaraan Pendidikan inklusif di Korea Selatan


Pendidikan inklusif di Korea Selatan sudah dimulai pada tahun 1971, ditandai
dengan dibangunnya sekolah khusus atau SLB di Korea Selatan. Pada awalnya
pendidikan khusus di Korea Selatan dimulai dalam pengaturan yang terpisah dari
pendidikan umum. Keterpisahan pendidikan khusus ini tidak ditantang sampai
undang-undang pendidikan khusus Korea Selatan diamandemen pada tahun 1994[3],
dan ditambahkan istilah pendidikan inklusif yang diartikan sebagai mendidik siswa
berkebutuhan khusus di sekolah pendidikan umum atau siswa sekolah khusus untuk
sementara berpartisipasi dalam kurikulum pendidikan umum untuk mengasah
perkembangan sosial mereka. Definisi hukum pendidikan inklusif direvisi. Menurut
Bab 1 Pasal 2-6 dalam ASED, pendidikan inklusif mengacu pada pendidikan yang
menerima siswa berkebutuhan khusus belajar bersama-samadengan siswa biasa untuk
mengembangkan potensi setiap anak sesuai dengan kebutuhan pendidikan mereka
tanpadidiskriminasi berdasarkan jenis kebutuhan khusus dan tingkat
keparahannya. Undang-undang ASED untukrencana pendidikan individual (IEP)
menekankan kesesuaian tujuan pendidikan, metode,konten, dan layanan terkait untuk
jenis diagnosis tertentu dan karakteristik yang seharusnya darikecacatan anak tanpa
mengamanatkan rencana akses ke kurikulum umum (Bab 2Pasal 22 dalam ASED,
2008; Pasal 4 dalam Aturan Penegakan ASED, 2008). Untuk inialasan, IEP
kemungkinan besar akan dilaksanakan di ruang kelas pendidikan khusus, dan dengan
demikian,siswa berkebutuhan khusus akan memiliki rencana individual untuk
mengakses ke kurikulum umum untukpraktik pendidikan perkembangan anak-
anaknya di sekolah.
Salah satu prinsip penting dari pendidikan inklusif adalah nilai yang
ditempatkan pada keragaman peserta didik di tengah masyarakat. Tujuan pendidikan
inklusif adalah agar distrik sekolah mengajar siswa berkebutuhan khusus di kelas
pendidikan umum dan mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat sebagai warga
negara yang produktif dan mandiri [4]. Pendidikan inklusif mengajarkan semua siswa
kerja tim dan membantu mereka menyadari bagaimana orang-orang saling
berhubungan dan berfungsi bersama dengan orang-orang yang memiliki kemampuan
berbeda. Siswa belajar menghargai perbedaan dan mengalami rasa persatuan melalui
kemampuan masing-masing kontribusi individu.

Layanan pendidikan inklusif di Korea Selatan, yaitu:


• Inklusi penuh yaitu sekolah untuk anak berkebutuhan khusus belajar bersama anak
non berkebutuhan khusus sepanjang hari di kelas reguler dengan menggunakan
kurikulum yang sama.
• Inklusi sebagian yaitu sekolah yang menyediakan kelas khusus untuk anak dengan
gangguan yang tidak terlalu berat, kelas dibuat khusus terpisah dari kelas reguler,
tetapi ada waktu tertentu kelasnya digabung dengan kelas reguler.
•SLByaitu sebuah sekolah yang diperuntukkan bagi anak berkebutuhan khusus agar
bisa mendapatkan layanan dasar yang bisa membantu mendapatkan akses
pendidikan, dengan kurikulum yang berbeda, berbeda pula strategi pembelajaran
serta fasilitas yang dimiliki.

Selain itu terdapat juga layanan pendidikan inklusif untuk peserta didik
berkebutuhan khusus di Korea Selatan yaitu, hospital school operation/sekolah rumah
sakit, tempat ini difungsikan untuk mengakomodir kebutuhan belajar siswa yang tidak
dapat mengikuti pembelajaran pada setting kelas reguler karena kondisi kesehatan dan
rutinitas pengobatan yang mengharuskan tetap berada di lingkungan rumah sakit. Jadi
pelaksanaan hospital school operation ini tetap menggunakan kurikulum dalam
pengajarannya dan mengedepankan rencana pendidikan individual. Layanan
pendidikan inklusif dengan metode hospital school operation ini tidak dipungut biaya/
gratis bagi anak-anak yang mengalami gangguan kesehatan.

Pemerintah Korea Selatan memberikan pedoman untuk dukungan pendidikan


inklusif ataulayanan bagi siswa penyandang disabilitas per kelas. Bila jumlah siswa
dengan disabilitas di sekolah melebihi batas spesifik pedoman, sekolah harus
menciptakantambahan ruang kelas pendidikan inklusif [5].Pendidikan inklusif di
Korea Selatan,siap untuk menerapkan strategi pengajaran dalam pengaturan inklusif
untuk mendukung semuapeserta didik sekaligus memenuhi kebutuhan peserta didik
berkebutuhan khusus. Beberapa cara agar pendidikan inklusif berjalan dengan baik,
terdapat beberapa hal yang harus diimplementasikan yaitu:

a. membuat perencanaan dan kerjasama antara guru pendidikan luar biasa dan
guru kolaboratif yangmemiliki filosofi pendidikan yang sama;
b. pelatihan yang memadai untuk dapat memodifikasi dengan tepat pengajaran
bagi siswa berkebutuhan khusus; dan
c. dukungan dari administrasi, sesama pendidik, dan keluarga siswa selama
proses kolaboratif.

C. Penyelenggaraan Pendidikan Inklusif di China


Sistem pendidikan di Tiongkok, China masih banyak dipengaruhi oleh
pemikiran Confucius, budaya khas suku yang ada, dan kondisi pasca revolusi
Tiongkok yang membawa mereka ke arah sosialis. Selain itu, menurut Journal of
Remedial and Special Education ada sedikit 'cita rasa pendidikan Barat' yang meresap
dalam sistem dan proses pembelajarannya [6]. Pengaruh tersebut telah memberi
kontribusi positif terhadap layanan pendidikan bagi anak-anak di Tiongkok,
khususnya bagi anak-anak berkebutuhan khusus.

China memiliki sistem pendidikan yang bagus bagi rakyatnya. Tidak hanya
kepada anak normal, namun juga bagi anak berkebutuhan khusus (children with
disabilities). Di negara China memiliki sistem pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus yang sangat baik, setelah diterbitkan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional China Tahun 1986 yang menyatakan semua anak memiliki hak yang sama
dalam pendidikan. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan secara eksplisit bahwa
pendidikan khusus bagi anak-anak berkebutuhankhusus adalah bagian dari sistem
pendidikan nasional mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi [7].
Dalam mewujudkan cita-cita pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, Pemerintah
China memperbaiki sistem pendidikan untuk memberikan hak bagi anak
berkebutuhan khusus agar dapat bersekolah di sekolah normal, tidak hanya di Sekolah
Luar Biasa (SLB).
Implementasi dari undang-undang sistem pendidikan itu adalah pemerintah
membuat model pembelajaran Learning in Regular Classroom (LRC). Melalui model
itu setiap anak berkebutuhan khusus dapat belajar/sekolah bersama-sama dengan
anak-anak pada umumnya di sekolah reguler. Pemerintah Tiongkok juga membuat
peraturan bahwa setiap sekolah wajib menerima anak-anak berkebutuhan khusus.
Melalui model LRC telah melejitkan angka partisipasi sekolah bagi anak
berkebutuhan khusus [6].
Dengan adanya penerapan model LRC ini sesungguhnya pendidikan di
Tiongkok telah memasuki babak awal pendidikan inklusif. Meskipun demikian,
pemerintah Tiongkok tidak mau menyebut LRC sebagai pendidikan inklusif. Mereka
hanya menyatakan bahwa pendidikan di Tiongkok menuju ke arah model pendidikan
inklusif. Hingga saat ini pemerintah, pakar pendidikan, dan praktisi pendidikan
Tiongkok masih menggunakan istilah LRC. Hal itu didasari fakta bahwa dalam
praktek LRC masih banyak kekurangan seperti :
1. Para pendidik hanya sebatas mampu menerima kehadiran anak
berkebutuhan khusus yang ada di kelasnya.
2. Para pendidik belum mampu memberikan pendidikan yang sesuai dengan
kebutuhan pembelajaran anak berkebutuhan khusus.
3. Adanya keterbatasan tenaga pendidik yang memiliki kompentensi/keahlian
pendidikan khusus.
Upaya meningkatkan kualitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di
sekolah reguler terus dilakukan dengan bermacam layanan inovasi, berupa
disediakannya kelas khusus bagi anak berkebutuhan khusus yang memiliki hambatan
berat di sekolah reguler, membuat sistem kerjasama dengan guru ahli pendidikan
khusus atau pemerintah menugaskan guru pendidikan khusus memberikan layanan
pendidikan khusus di sekolah reguler, bekerjasama secara kelembagaan dengan SLB
terdekat, dan kementerian pendidikan membuat program peningkatan kompetensi
bagi guru-guru umum mengenai layanan pembelajaran bagi anak berkebutuhan
khusus.Proses perbaikan kelemahan terus berlanjut di Negeri Tirai Bambu. Semua
pemangku kepentingan pendidikan setiap hari bekerja keras, untuk meningkatkan
kualitas pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus agar sistem pendidikan di negeri
China dapat berjalan dengan baik.

D. Penyelenggaraan Pendidikan Inklusi di Malaysia


Malaysia memiliki sistem pendidikan yang baik. Tidak hanya untuk anak
normal, tetapi juga untuk anak berkebutuhan khusus. Malaysia mengadopsi sistem
pendidikan terpusat dan kementerian pendidikan bertanggung jawab atas
pengembangan dan pengelolaan pendidikan formal untuk setiap anak, termasuk
mereka yang berkebutuhan khusus.
1. Pendidikan Anak-Anak Berkepeluan Khusus (KBK) di Malaysia

Ada empat kementerian yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan


pendidikan KBK di Malaysia, yakni Kementerian Pendidikan (KPM), Kementerian
Pendidikan Tinggi (KPT), Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Masyarakat
(KPWKM) dan Kementerian Kesehatan (KKM). Instansi di bawah kementerian
bertanggung jawab untuk merancang dan melaksanakan berbagai program untuk
kebutuhan khusus.

2. Pendidikan Anak-Anak Berkebutuhan Khusus Kelolaan KPM

Kementerian Pendidikan Malaysia (KPM) menguraikan tanggung jawab


kementerian dalam memberikan pendidikan untuk KBK. Pendidikan formal pada
tingkat sekolah dasar dan menengah diselenggarakan oleh Kemendikbud dengan
kekuatan materi pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus sesuai dengan berbagai
aspek terkait disabilitas yang dialami individu berkebutuhan khusus serta keinginan
orang tua. Setiap individu yang memiliki disabilitas atau defisit dapat mengajukan
status sebagai penyandang disabilitas (OKU), mereka yang memenuhi syarat untuk
menerima fasilitas yang ditentukan berdasarkan undang-undang tersebut. Namun
dalam aspek pendidikan, kelayakan mengikuti program pendidikan terkelola (KPM)
didorong oleh aturan dan ketentuan yang terdapat dalam pendidikan, dengan kata lain
tidak semua anak penyandang disabilitas diterima sebagai peserta didik pendidikan
luar biasa (MPK).

3. Murid berkebutuhan khusus di Aliran Perdana


Pendekatan pendidikan inklusif adalah beberapa pilihan yang tersedia untuk
KBK di Malaysia. Dalam definisi pendidikan luar biasa di Malaysia, pendekatan ini
masih sebatas mengikuti pola dan hanya tersedia di sekolah-sekolah tertentu. Seperti
yang dijelaskan dalam jadwal ada berbagai kategori KB dalam aturan inklusif, namun
ada 4 kategori KB yaitu fisik (cacat anggota badan), emosional dan perilaku (autisme
dan ADHD), pembelajaran khusus disleksia, dan penguasaan keterampilan.
keterampilan 3M.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa Malaysia sudah memiliki pendidikan
inklusi, keberlangsungan pendidikan inklusi sebenarnya tergantung pada beberapa
aspek penting yang selalu muncul sehubungan dengan pendidikan inklusi adalah sikap
guru pada umumnya tidak dapat menerima siswa berkebutuhan khusus di
lingkungannya. ruang kelas. Oleh karena itu, guru tidak memberikan kerjasama atau
perhatian kepada siswa berkebutuhan khusus selama proses belajar mengajar di kelas.
Hal ini dikarenakan sebagian besar guru di sekolah masih kurang memahami konsep
pendidikan inklusif. Mereka harus tahu bahwa siswa berkebutuhan khusus ini
sebenarnya mampu belajar dan mencapai perkembangan yang baik seperti yang lain.
Semua ini tergantung pada pola interaksi guru dengan siswa berkebutuhan khusus
yang tidak normal dan tidak mau bergaul dengan mereka. Selain itu, hambatan yang
muncul adalah sistem pendidikan inklusif di Malaysia dapat diperlihatkan dalam
kekurangan bantuan kepada murid murid berkebutuhan khusus. Umumnya orang tua
kurang menunjukkan minat dalam pembelajaran anak berkebutuhan khusus ini.
Sebagai contoh, mereka tidak datang menemui guru walau sudah di minta untuk
menemui guru, kurangnya sikap tanggung jawab dan kesadaran dalam kalangan ahli
keluarga terhadap anak-anak berkebutuhan khusus ini menjadi salah satu penyebab
terhalangnya perkembangan diri anak tersebut.
BAB 3

PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem pendidikan inklusif di Jepang Berkembang dengan baik dan profesional
sejak tahun 2006. Peraturan tentang Pendidikan inklusif di Jepang terdapat di UU No.
24 Tahun 2007 direvisi pada tahun 2013, untuk memasukkan mendidik anak
berkebutuhan khusus di sekolah normal. Sebelum aturan seperti itu, ABK hanya
menawarkan untuk menghadiri SLB. Dalam undang-undang tersebut disebutkan
bahwa masalah persamaan hak penyandang disabilitas ketidakabsahan total adalah
4% populasi Jepang. Orang cacat memiliki kesempatan yang sama untuk pendidikan
dan kehidupan sehari-hari sebagai kesempatan untuk melihat konser, sepak bola, dan
lain-lain. Dengan demikian, pemerintah Jepang menyediakan transportasi umum yang
ramah kru. Ada 5 pilar pendidikan inklusif di Jepang yaitu menciptakan masyarakat
yang simbiosis, konsultasi pendidikan dan karier, penanganan maksimal, tempat
belajar yang bervariasi, dan meningkatkan keahlian para guru.
Pendidikan inklusif di Korea Selatan sudah dimulai pada tahun 1971, ditandai
dengan dibangunnya sekolah khusus atau SLB di Korea Selatan. Pada awalnya
pendidikan khusus di Korea Selatan dimulai dalam pengaturan yang terpisah dari
pendidikan umum. Keterpisahan pendidikan khusus ini tidak ditantang sampai
undang-undang pendidikan khusus Korea Selatan diamandemen pada tahun 1994[3],
dan ditambahkan istilah pendidikan inklusif yang diartikan sebagai mendidik siswa
berkebutuhan khusus di sekolah pendidikan umum atau siswa sekolah khusus untuk
sementara berpartisipasi dalam kurikulum pendidikan umum untuk mengasah
perkembangan sosial mereka.
China memiliki sistem pendidikan yang bagus bagi rakyatnya. Tidak hanya
kepada anak normal, namun juga bagi anak berkebutuhan khusus (children with
disabilities). Di negara China memiliki sistem pendidikan untuk anak berkebutuhan
khusus yang sangat baik, setelah diterbitkan Undang-Undang Sistem Pendidikan
Nasional China Tahun 1986 yang menyatakan semua anak memiliki hak yang sama
dalam pendidikan. Dalam undang-undang tersebut dinyatakan secara eksplisit bahwa
pendidikan khusus bagi anak-anak berkebutuhankhusus adalah bagian dari sistem
pendidikan nasional mulai dari pendidikan usia dini hingga pendidikan tinggi. Dalam
mewujudkan cita-cita pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, Pemerintah China
memperbaiki sistem pendidikan untuk memberikan hak bagi anak berkebutuhan
khusus agar dapat bersekolah di sekolah normal, tidak hanya di Sekolah Luar Biasa
(SLB).
Malaysia memliki sistem pendidikan yang bagus..tidak hanya hanya kepada anak
normal, namun juga bagi anak berkebutuhan khusus. Malaysia mengamalkan sistem
pendidikan berpusat dan kementrian pelajaran bertanggung jawab terhadap
pembangunan dan pengurusan pendidikan formal untuk setiap anak-anak termasuk
yang berkebuthan khusus. Jadi dapat di simpulkan bahwasanya Malaysia sudah
memiliki pendidikan inklusif yang berjalan, keberlangsungan pendidikan inklusif ini
sebenarnya bergantung pada beberapa aspek penting yang selalu timbul berkenan
dengan pendidikan inklusif ini adalah sikap guru di aliran perdana tidak dapat
menerima murid murid berkeperluan khas di dalam kelas mereka. Maka, guru tersebut
tidak memberikan kerja sama atau perhatian kepada murid-murid berkeperluan khas
ini semasa proses pembelajaran dan pengajaran di dalam kelas. Hal ini berlaku karena
kebanyakan guru di aliran perdana masih lagi kurang memahami konsep pendidikan
inklusif. Mereka harus tau bahwa murid-murid berkeperluan khas ini sebenarnya
mampu belajar dan berpaya mencapai perkembangan yang baik seperti yang lain.
Semua ini adalah bergantung kepada corak interaksi guru dengan murid berkeperluan
khas tidak normal dan tidak mau berbaur dengan mereka

B. Saran
Dalam pembuatan makalah ini, kami menyadari bahwa banyaknya kekurangan
didalamnya. Oleh sebab itu, kritik dan saran sangat kami butuhkan dalam pembuatan
makalah berikutnya agar lebih baik lagi. Kami memohon maaf atas kesalahan kata
atau mungkin kandungan dalam pembahasan di atas. Referensi jurnalyang kami ambil
hanya sebagian saja dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu para pembaca bisa
mencari pembahasan lebih lengkap di buku atau jurnal lain.
DAFTAR PUSTAKA

[1] M. Muazza, H. Hadiyanto, D. Heny, A. Mukminin, A. Habibi, and M. Sofwan,


“Analyses of inclusive education policy: A case study of elementary school in Jambi,”
J. Kependidikan Penelit. Inov. Pembelajaran, vol. 2, no. 1, pp. 1–12, 2018, doi:
10.21831/jk.v2i1.14968.
[2] A. S. Hapsara, “Membangun Karakter Mandiri pada Anak Berkebutuhan Khusus
Melalui Strategi Scrum di Negara Totochan Building Independent Character of
Children with Special Needs Through the Scrum Strategy in the Homeland of
Totochan,” vol. 4, no. 1, 1937.
[3] J. Yunji,L Ruth "MOTHERS' CULTURAL APPROACH TO INCLUSIVE EDUCATION
CHILDREN WITH INTELLECTUAL DISABILITY IN SOUTH KOREA: QUALITATIVE
STUDY" The University of New Mexico, no. 8, 2017.
[4] S. Jia," Inclusive Education In Japan And Korea- Japanese and Korean Teachers'
Self -Efficacy and Attitudes Towards Inklusive Education" vol. 16, no s1, 2016.
[5] S. Jiah ”Initial Teacher Education for Inclusion: A Literature Review of Special
Educational Needs and Disabilities in the United Kingdom and in South Korea” pp.
35(2), 83-92, 2020.

[6] https://www.kompasiana.com/iimimandala/pendidikan-inklusif-dibalik-
tembok-raksasa_591b7a64317a61727e29b2b6
[7] https://www.kompasiana.com/iimimandala/pendidikan-inklusif-dibalik-
tembok-raksasa_591b7a64317a61727e29b2b6
https://www.acehtrend.com/2018/12/18/melirik-pendidikan-anak-difabel- di-
china/
[8] H. Titik, R. Angga, S, "PERATURAN PERUNDANGAN DAN IMPLEMENTASI
PENDIDIKAN INKLUSIF" vol. 39, no. 1, Juni 2013.
[9] A. M. Norliah, Y. M. Hanafi Mohd, "PELAKSANAAN PROGRAM PENDIDIKAN
INKLUSIF MURID BERKEPERLUAN KHAS DALAM PELAN PEMBANGUNAN
PENDIDIKAN MALAYSIA 2013-2015"2016.

Anda mungkin juga menyukai