Anda di halaman 1dari 15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian tentang Anak Tunagrahita Ringan

1. Pengertian Anak Tunagrahita Ringan

Anak tunagrahita ringan sering disebut debil, mampu didik, maupun

the educable children. Ada beberapa definisi mengani anak tunagrahita

ringan dari para ahli. Menurut AAMD (Moh. Amin, 1995: 13) “tunagrahita

ringan adalah tingat kecerdasan (IQ) beriksar 50-70, dalam penyesuaian

sosial mampu menyesuaikan diri pada lingkungan yang lebih luas dan

mampu melakukan pekerjaan setingkat semi terampil”. Sedangkan menurut

Y. B. Suparlan (1983: 30) yaitu “anak tunagrahita ringan yaitu anak yang

dapat dilatih mengenai tugas-tugas dalam kehidupan sehari-hari dan di didik

dalam bidang sosial dan intelektual sampai batas/tingkatan tertentu.

Samuel A Kirk (1975: 15) mendefinisikan anak tunagrahita ringan

sebagai berikut: Midly retarded have IQ”s in the range 55 to 69. Children

at this level can provit from simpliefield school curriculum and can make an

adequate through, modest, social adjustment. Artinya adalah bahwa anak-

anak pada tingkat ini dapat berhasil dalam kurikulum sekolah yang

disederhanakan dan cukup mampu dalam penyesuaian sosial.

Berdasarkan pendapat dari ahli tersebut ditegaskan, anak tunagrahita

ringan adalah anak yang meangalami gangguan hambatan mental dengan

6
7

tingkat kecerdasan (IQ) beriksar 50-70, yang berdampak pada keterbatasan

manifesti kemampuan kognitif yang mengakibatkan anak mengalami

kesulitan dalam bidang akademik. Untuk membantu anak tunagrahita ringan

mencapai tahap perkembangannya, mereka dapat mengikuti Pendidikan

khusus.

Anak tunagrahita ringan umumnya mengalami kesulitan maupun

keterbatasan dalam bidang ingatan, perhatian dan akademik. Meskipun

mereka mengalami keterbatasam, tetapi jika teridentifikasi sejak dini dan

mendapatkan pendampingan khusus dari orang tua serta mendapatkan

layanan Pendidikan khusus, mereka akan mampu menyesuaikan diri dalam

pergaulan, mampu menguasai keterampilan akademik dan keterampilan

vokasional, serta mampu menjadi pribadi yang mandiri.

2. Karakterisitik Anak Tunagrahita Ringan

Anak tunagrahita ringan umumnya sering tidak dapat di

identifikasikan hingga mereka mencapai batas usia sekolah. Mereka

teridentifikasi saat mengikuti pembelajaran di sekolah umum selama satu

tahun hingga dua tahun, karena kesulitan mengikuti pembelajaran. Hal ini

disebabkan karena ketunaan yang dialami anak tunagrahita ringan, sehingga

mereka mengalami kesulitan di bidang akademik. Tidak hanya mengalami

kesulitan bidang akademik, anak tunagrahita ringan juga sering menunjukan

perilaku non adaptif.


8

Menurut Moh. Amin (1995: 37) anak tunagrahita ringan memiliki ciri-

ciri yaitu lancar berbicara tetapi perbendaharaan kata kurang, kesulitan

berpikir abstrak, serta dapat mengikuti pelajaran akademik di sekolah

khusus. Sedangkan menurut H.T. Sutjihati Somantri (1996: 86)

“karakteristik anak tunagrahita ringan adalah kurang mampu menyesuaikan

sosial secara independen, umumnya tidak mengalami gangguan fisik

(tampak seperti anak normal).

Adapun menurut Astati (1996: 26) yang menyebutkan karakteristik

anak tunagrahita ringan yang dapat ditinjau secara fisik, bicara atau

berkomunikasi, kecerdasan dan karakteristik pekerjaan yaitu sebagai

berikut:

a. Karakteristik fisik
penyandang tunagrahita ringan usia dewasa, memiliki keadaan tubuh
yang baik. Namun jika tidak mendapat latihan yang baik, kemungkinan
akan mengakibatkan postur fisik yang kurang dinamis dan kurang
berwibawa. Oleh karena itu, anak tunagrahita ringan membutuhkan
latihan keseimbangan bagaiamana membiasakan diri untuk
menumbuhkan sikap tubuh yang baik, memiliki gambaran tubuh dan
lain-lain.
b. Karakteristik bicara atau berkomunikasi
kemampuan berbicara menunjukan kelancaran, hanya saja dalam
pembedaharaan kata terbatas jika dibandingkan dengan anak normal
biasa. Anak tunagrahita ringan juga mengalami kesulitan dalam menarik
kesimpulan mengenai pembicaraan.
c. Karakteristik kecerdasan
kecerdasan paling tinggi anak tunagrahita ringan sama dengan anak
normal usia 12 tahun, walaupun telah mencapai usia dewasa. Anak
tunagrahita ringan mampu berkomunikasi secara tertulis walaupun
sifatnya sederhana
d. karakteristik pekerjaan
kemampuan di bidang pekerjaan, anak tunagrahita ringan dapat
mengerjakan pekerjaan yang sifatnya semi skill. Pekerjaan-pekerjaan
tertentu dapat dijadikan bekal hidupnya, dapat berproduksi lebih baik
dari kelompok tunagrahita lainnya sehingga dapat mempunyai
penghasilan.
9

Berdasarkan pendapat dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa

anak tunagrahita ringan mempunyai karakteristik perkembangannya yang

berada di bawah normal baik fisik, mental, bahasa dan kecerdasannya

mengalami keterbatasan dalam aspek kehidupannya. Anak tunagrahita

ringan masih dapat dilatih keterampilan untuk dapat dijadikan modal

hidupnya dan dapat dilatih pekerjaan yang sifatnya keterampilan rutinitas.

Anak tunagrahita ringan dapat dididik merawat diri dan berpartisipasi dalam

kegiatan kemasyarakatan dan pembelajaran keterampilan yang tidak

melibatkan pemikiran yang tinggi.

B. Kajian Tentang Kemampuan Anak Tunagrahita Ringan di dalam Activity

Daily Living (ADL)

Masalah kesulitan dalam kehidupan sehari-hari, masalah ini berikaitan

dengan pemeliharaan diri dalam kehidupan sehari-hari. Melihat kondisi

keterbatasan anak-anak dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak

mengalami kesulitan apalagi yang termasuk kategori berat dan sangat berat

dalam melakukan kehidupan sehari-harinya sangat memerlukan bimbingan.

Karena itulah para guru di sekolah diharapkan dapat memberikan sumbangan

yang berarti dalam melatih dan membiasakan anak didik untuk melakukan

kegiatan bina diri. Masalah-masalah yang sering ditemukan diantaranya

adalah: cara makan, menggosok gigi, memakai baju, memasang sepatu, dan

lain-lain.
10

1. Pengertian Pengembangan Diri

Program pengembangan diri atau yang lebih dikenal dengan istilah

bina diri merupakan suatu pembelajaran untuk melatih keterampilan dalam

kehidupan sehari-hari. Program pengembangan diri ini sangat diperlukan

dan penting untuk diberikan kepada anak tunagrahita dengan tujuan agar

anak mampu untuk menyesuaikan diri dan untuk meningkatkan kemandirian

pada anak tunagrahita.

Adapun pengertian bina diri menurut Astati (2010: 7) adalah usaha

membangun diri individu baik sebagai individu maupun sebagai mahluk

sosial melalui pendidikan di keluarga, sekolah dan di masyarakat sehingga

terwujudnya kemandirian dengan keterlibatannya dalam kehidupan sehari-

hari secara memadai.

Berdasarkan KEMENDIKBUD (2014: 5-6) Program pengembangan

diri merupakan kegiatan pembelajaran bagi peserta didik tunagrahita dalam

hal merawat diri, mengurus diri, menolong diri, berkomunikasi,

bersosialisasi, keterampilan hidup, dan mengisi waktu luang.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa program

pengembangan diri merupakan suatu cara atau usaha yang dilakukan untuk

melatih individu agar mampu menyesuaikan diri dan meningkatkan

kemandiriannya dalam melakukan kegiatan sehari-harinya.


11

2. Kemampuan Memakai Seragam Sekolah

Memakai pakaian merupakan salah satu keterampilan yang diajarkan

dalam program pengembangan diri yang berada pada aspek mengurus diri.

Kebutuhan kemampuan mengurus diri bagi anak tunagrahita adalah

kebutuhan mereka mengurus diri secara praktik untuk hal-hal yang bersifat

rutin maupun incidental. (Rochjadi, 2006: 81)

Mengurus diri bagi anak tunagrahita diharapkan mampu melepaskan/

mengenakan pakaian dalam, pakaian luar, melepas/memakai sepatu serta

kaus kaki; mengenakan asesoris pakaian, memilih pakaian sesuai

kebutuhan. Kebutuhan mengurus diri meliputi memelihara diri secara

praktis, mengurus kebutuhan yang bersifat pribadi seperti makan, minum,

menyiap makanan, berpakaian, pergi ke toilet, berdandan, serta merawat

kesehatan diri. (Helawati,L, 2006: 115)

Keterampilan memakai pakaian ini meliputi: memakai kaos, memakai

celana, memakai pakaian dalam, memakai kaos kaki, memakai sepatu,

memakai seragam sekolah, dan lain-lain.Memakai pakaian terutama baju

merupakan hal yang sehari-hari dilakukan oleh seseorang agar terlihat rapi,

sopan serta merupakan cara yang lebih penting dalam memelihara

kesehatan.

Menurut Granida, D (2006: 96) Pakaian ini bukan saja untuk

memenuhi kebutuhan yang bersifat bilogis material, tetapi juga akan

berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan sosial psikologis. Berpakaian


12

yang cocok atau serasi baik dengan dirinya ataupun dengan keadaan

sekelilingnya akan dapat memberikan kepercayaan diri pada pemakaianya.

Kemampuan dalam memakai baju, salah satunya dalam memakai

seragam sekolahmerupakan salah satu pekerjaan yang cukup sulit bagi anak

tunagrahita. Hambatan kecerdasan yang dimiliki anak tunagrahita

mengakibatkan mereka memiliki ingatan yang lemahg serta sulit untuk

memahami hal yang terlalu kompleks dan abstrak. Sehingga berdampak

pada kemampuan memakai seragam sekolah, yang mana sangat erat

kaitannya dengan kemampuan motorik anak baik itu motorik kasar ataupun

motorik halus. Selain itu juga memiliki persepsi, koordinasi mata dan

tangan serta konsentari yang baik. Memakai seragam sekolah membutuhkan

keterampilan-keterampilan tersebut, terlebih koordinasi dan ketelitian pada

saat memasangkan kancing pada seragam sekolah. Dengan demikian anak

tunagrahita belum mampu memakai seragam sekolah dengan benar secara

mandiri.

Tujuan pengembangan kemampuan memakai seragam sekolah bagi

anak tunagrahita ini adalah untuk mengembangkan kemampuan anak dalam

segi memakai seragamsekolah yang meliputi mulai dari memakai baju,

sampai dengan memakai calana nya. Kemampuan memakai seragam

sekolah ini sangat dibutuhkan bagi anak terutama bagi anak tunagrahita

riangan yang perlu dibimbing agar mampu mengurus dirinya terlebih untuk

bisa hidup mandiri dalam lingkungannya.


13

C. Teknik Task Analysis

1. Konsep Dasar Tenik Task Analysis

Teknik task analysis (analisis tugas) dikembangkan berdasarkan

pendekatan behavioral (pendeketan perilaku). Teori behavioristic adalah

teori yang lebih menekankan pada tingkah laku manusia. Berdasarkan aliran

behaviorisme bahwa setiap tingkah laku merupakan hasil dari belajar

(Rochyadi, 2005: 167)

Proses belajar menurut aliran ini adalah ditandai dengan adanya

perubahan perilaku. Teori belajar ini dikembangankan berdasarkan asusmsi

bahwa perilaku manusia, dapat dibentuk, diubah, dan dihilangkan atau lebih

dikenal dengan istialh modifikasi perilaku. Modifikasi perilaku yaitu

membentuk atau mempertahankan perilaku positif serta mencegah,

mengurangi atau miniadakan perilaku negatif (Sunarto, Takeuchi J, Nakata,

2006: 1) terdapat unsur-unsur dalam modifikasi perilaku, salah satunya

adalah chaining (rantai perilaku). Di dalam chaining terdapat task analysis

sebagai bagian dari upaya modifikasi perilaku tersebut.

Menurut Martin dan Pear, J (2015: 285) rantai perilaku (chaining)

disebut juga rantai stimulus respons (stimulus-rosponse chain) adalah urutan

konsisten stimuli dan respon yang muncul berdekatan satu sama lain di

dalam waktu dimana respon terakhir biasanya diikuti sebuah penguat.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa teori

behavioristic ini daling berkaitan dengan teknik task analysis. Teknik task
14

analysis dalam teori behavioristik ini merupakan stimulus yang diberikan

oleh guru sebagai cara atau teknik dalam proses pembelajaran dalam upaya

untuk memodifikasi sebuah perilaku.

Menurut Wechman, dkk (1981: 60) task analysis adalah upaya

mengadakan rincian dari satu keterampilan khusus menjadi langkah-

langkah/tugas kecil yang memungkinkan anak mudah mempelajarinya.

Karena itu tugas yang besar dipecah-pecah dahulu sehingga disebut analisis

tugas (task analysis) menjadi bagian-bagian tugas yang kecil. (Astati, 2010:

43)

Sebuah proses pemecah-mecahan sebuah tugas menjadi langkah-

langkah lebih kecil atau respons-respons komponen komponen untuk

memudahkan pelatihan. (Martin & Pear, 2015: 291)

Menurut IGAK Wardani (1994: 12) analisis tugas adalah menganalisis

sebuah tugas yang kompleks menjadi langkah-langkah kecil yang

sederahana yang mudah diikuti oleh siswa.

Sebagaimana beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa

teknik task analysis adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengajarkan

suatu tugas yang telah dipecah menjadi langkah-langkah kegiatan yang lebih

sederhana dan terperinci agar lebih mudah untuk dipahami dan

dilaksanakan.
15

2. Jenis Teknik Task Analysis (Analisis Tugas)

Menurut Martin & Pear, J (2015: 288) terdapat tiga metode untuk

mengajarkan rantai perilaku, yaitu metode penyajian tugas total (total-task

presentation), metode perantaian maju (forward chaining), dan metode

perantaian mundur (backward chaining).

a. Metode penyajian tugas-total (total-task presentation) merupakan

pembelajaran tahapan langkah dari awal sampai akhir dengan respons

akhir. Horner dan Keilits mengungkapka bahwa menggunakan metode

penyajian tugas-total ini untuk mengajar para remaja dengan disabilitas

perkembangan menyikat gigi mereka. (Martin & Pear, 2005; 288)

b. Metode perantaian-maju (forward chaining) merupakan metode yang

mengajarkan tahapan pertama hingga tahapan terakhir yang saling

berkaitan secara beruntun hingga individu tersebut menguasai rantai

secara utuh. (Martin & Pear,2015: 288)

c. Metode perantaian-mundur (backward chaining) meruapakan metode

yang mengajarkan tahapan akhir menuju tahapan pertama saling

berkaitan hingga individu menguasai setiap langkahnya. Martin dan

England mengungkapkan bahwa perantaian mundur sudah banyak

digunakan di banyak program, seperti mengajarkan berbagai perilaku

mengenakan pakaian, beker, merpikan barang, perilaku verbal untuk

individu dengan disabilitas perkembangan (Martin & Pear,2015: 289)


16

Jenis task analysis (analisis tugas) berdasarkan KEMENDIKBUD

(2014; 15) menjelaskan bahwa analisis tugas yang dikenal yaitu analisis

tugas pecahan, aliran, dan generalisasi. Analisis tugas yang sering

digunakan adalah jenis aliran yaitu tugas yang langkah-langkahnya dibuat

secara rinci dari awal sampai akhir. Tiap langkah harus benar-benar mampu

dilakukan dahulu oleh peserta didik, dan baru pindah pada tugas berikutnya.

Menurut Moh.Amin (1995; 226) menjelaskan bahwa “jenis teknik

task analysis (analisis tugas) dapat dibedakan menjadi dua jenis berdasarkan

sifatnya. Pertama analisis tugas yang sifatnya membedakan (discriminative

task analysis). Kedua, yaitu analisis tugas yang sifatnya berurutan (flow

chart task analysis). Dalam analisis tugas ini, suatu tugas dipecah-pecah

berdasarkan urutan pengerjaanya.”

Jenis task analysis yang sering digunakan dalam kegiatan memelihara

diri (pengembangan diri) menurut Astati (2010) adalah jenis aliran atau

sifatnya berurutan, karena langkah-langkah yang telah dirinci dalam task

analysis harus dilakukan dengan cara berturut-turut, dan tiap langkah-

langkah tersebut harus benar-benar dipahami dan mampu dilakukan oleh

anak sebelum masuk ke langkah yang berikutnya.

Berdasarkan penjelasan diatas, bahwa jenis teknik task analysis ini

disesuaikan dengan pekerjaan atau keterampilan apa yang akan dianalisis.

Jenis teknik yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan


17

menggunakan teknik flow-chart task analysis, atau analisis tugas yang

sifatnya berurutan.

D. Penggunaan Teknik Task Analysis Dalam Peningkatan Kemampuan

Memakai Baju Seragam Anak Tunagrahita Ringan

Penggunaan task analysis sangat diperlukan dalam pembelajaran anak

tunagrahita agar anak dapat belajar sesuai dengan kemampuan yang

dimilikinya, serta untuk memenuhi kebutuhannya.

Salah satu permasalahan yang terjadi pada anak tunagrahita adalah dalam

kemampuan berpakaian, terutama dalam memakai seragam sekolah. Dalam

upaya untuk meminimalisir hambatan anak dalam memakai seragam maka

salah satu cara yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan teknik task

analysis. Teknik task analysis (analisis tugas) ini merupakan cara yang

digunakan untuk mengajarkan suatu keterampilan atau perilaku yang dibuat

secara terperinci dari serangkaian tugas yang dibagi dan dipecah menjadi

langkah-langkah yang lebih sederhana.

Penggunaan teknik task analysis dalam memakai seragam sekolah ini

diharapkan dapat membantu anak tunagrahita dalam meningkatkan

kemandiriannya dalam menjalankan kehidupan sehari-hari.

E. Kerangka Berpikir

Berdasarkan penemuan di lapangan, peneliti menemukan terdapat

seorang subjek tunagrahita ringan yang mengalami kesulitan yaitu pada aspek

kemampuan memakai pakaian terutama dalam memakai seragam sekolah, hal


18

ini dikarenakan oleh kemampuan intelektual yang rendah pada anak serta

kebiasaan anak yang kurang terlatih dalam melakukan kegiatan berpakaian,

salah satunya dalam memakai seragam sekolah.

Kemampuan memakai seragam sekolah merupakan aspek mengurus diri.

Program pengembangan diri perlu diberikan kepada anak tunagrahita agar

mampu untuk mengurus diri dan melakukan kehidupan sehari-harinya secara

mandiri, tidak bergantung kepada orang lain, karena memakai pakaian

meruapakn kebutuhn yang penting bagi manusia.

Anak tunagrahita memerlukan suatu teknik dalam proses

pembelajarannya. Teknik task analysis merupakan suatu teknik yang

digunakan untuk mengajarkan anak secara lebih sistematis dengan cara

mengajarakan suatu tugas menjadi langkah-langkah yang lebih sederhana agar

lebih mudah dipahami oleh anak. Berangkat dari masalah yang terjadi maka

penggunaan teknik task analysis dapat meningkatkan kemampuan anak dalam

memakai seragam sekolah dengan merinci tugas ke dalam langkah-langkah

sederhana.
19

Anak dengan hambatan kecerdasan memiliki fungsi intelektual yang


rendah yang mempengaruhi perkembangan anak, serta menjadikan
anak mengalami hambatan dalam perilaku adaptif salah satunya yaitu
pada aspek kemampuan memakai pakaian.

Teknik Task Analysis Kemampuan Memakai


Seragam Sekolah
Teknik task analysis
merupakan suatu teknik yang Kemampuan memakai
digunakan untuk mengajarkan seragam sekolah merupakan
anak secara lebih sistematis, kegiatan dalam aspek
dengan cara memecah dan mengurus diri agar anak
merinci tugas ke dalam belajar dalam hal
langkah-langkah yang lebih berpakaian.
sederhana.

Dengan adanya teknik task analysis yaitu dengan memecah kegiatan


dalam memakai seragam sekolah menjadi langkah-langkah yang
sederahana sehingga anak tunagrahita dengan hambatan intelektualnya
bisa lebih memehami langkah-langkah tersebut.

Dengan menggunakan teknik task analysis dapat meningkatkan


kemampuan anak dalam memakai seragam sekolah pada anak dengan
hambatan kecerdasan ringan kelas V di SLB Bhinneka Bandung Barat.

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir


20

F. Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka piker yang telah dipaparkan,

maka hipotesis tindakan yang dapat diajukin yaitu melalui task analysis dapat

meningkatkan kemampuan memakai seragam sekolah siswa tunagrahita ringan

kelas IV di Sekolah Luar Biasa Bhinneka.

Anda mungkin juga menyukai