Anda di halaman 1dari 11

STIMULASI DAN INTERVENSI BESERTA

MODEL BEHAVIOUR DAN KONTRUKTIVISME

A. Pengertian Stimulasi
 Stimulasi adalah perangsangan dan latihan-latihan terhadap kepandaian anak yang
datangnya dari lingkungan luar anak (Mursintowarti, 2002). Stimulasi ini dapat dilakukan
oleh orang tua, anggota keluarga atau orang dewasa lain di sekitar anak.
Stimulasi adalah perangsangan yang datangnya dari lingkungan di luar individu anak
(Soetjiningsih, 1995). Anak yang lebih banyak mendapatkan stimulasi cenderung lebih
cepat berkembang. Stimulasi ini juga berfungsi sebagai penguat. Memberikan stimulasi
yang berulang dan terus menerus pada setiap aspek perkembangan anak berarti anak telah
memberikan kesempatan untuk tumbuh dan berkembang secara optimal.

Stimulasi merupakan bagian dari kebutuhan dasar anak yaitu asah . Dengan
mengasah kemampuan anak secara terus-menerus, kemampuan anak akan semakin
meningkat. Pemberian stimulus dapat dengan cara latihan dan bermain. Anak yang
mendapat sitimulus terarah akan lebih cepat berkembang dibandingkan anak yang kurang
mendapatkan stimulus.

Stimulasi secara alamiah dapat dilakukan anak dengan sendirinya ketika yang
bersangkutan mulai belajar segala sesuatu dari awal. Misalnya belajar berjalan, makan,
atau mencoba menarik perhatian orang-orang di sekelilingnya.

Adapun stimulasi lainnya dapat direkayasa dengan memberikan rangsangan pada


setiap inderanya. Misalnya, merangsang penglihatan dengan memberikan warna yang
cerah dan terang di dalam kamar tidur atau pada mainannya. Sementara itu, untuk
merangsang pendengaran, dapat diberikan bunyi-bunyian berupa musik sejak bayi di
dalam kandungan hingga tumbuh menjadi anak.

Dalam pemilihan musik, sebaiknya orang tua lebih bijak karena musik bisa
mempengaruhi IQ serta pembentukan karakter anak. Ada baiknya sejak masih di dalam
kandungan anak sudah diperkenalkan dengan musik klasik.

Sedangkan untuk indera perabaan, kain yang mempunyai tingkat kekasaran atau
kelembutan yang bervariasi dapat dijadikan media stimulasi. Semua stimulasi tersebut
dapat mengembangkan dan memperluas otak anak sebagai wadah kognitif bagi mereka
sehingga dapat tumbuh menjadi individu yang cerdas.
Peran orang tua sangat menentukan dalam tumbuh kembang anak. Selain itu,
agar anak tidak hanya cerdas dalam hal pengetahuan, pendidikan agama dan moral juga
harus distimulus sedari dini.

B. Prinsip Stimulasi
Dalam melakukan stimulasi, harus menggunakan prinsip sebagai berikut :
1. Sebagai ungkapan rasa cinta & sayang, bermain bersama anak sambil menikmati
kebahagian bersama anak.
2. Bertahap & berkelanjutan, serta mencakup 4 bidang kemampuan perkembangan (
motorik kasar, motorik halus, bahasa & personal social).
3. Dimulai dari tahapan perkembangan yng telah dicapai anak.
4. Dilakukan dengan wajar, tanpa paksaan, hukuman/bentakan.
5. Anak selalu diberi pujian.
6. Alat bantu stimulasi (jika perlu) dicari yang sederhana, tidak berbahaya & mudah
didapat.
7. Suasana dibuat menyenangkan & bervariasi

C. Program Stimulasi
Program Stimulasi atau Program Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang (SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang
(DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun 1988 dan termasuk salah satu program pokok
Puskesmas Kegiatan ini dilakukan menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan
dalam bentuk kemitraanan tara keluarga, masyarakat dengan tenaga professional Tidak
ada perbedaan yang signifikan antara SDIDTK dengan DDTK, hanyalah perbedaan
istilah.
Program SDIDTK merupakan program pembinaan tumbuh kembang anak
secara komprehensif dan berkualitas melalui kegiatan stimulasi, deteksi dan intervensi
dini penyimpangan tumbuh kembang pada masa lima tahun pertama kehidupan,
diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga (orang tua, pengasuh anak
dan anggota keluarga lainnya), masyarakat (kader, tokoh masyarakat, organisasi
profesi, lembaga swadaya masyarakat) dengan tenaga professional kesehatan,
pendidikan dan sosial).
D. Jenis Permainan
Alat permainan merupakan salah satu alat untuk menstimulasi perkembangannya
sehingga harus disesuaikan dengan usia dan tingkat perkembangannya. Bermain diawali
dari yang sederhana sampai yang kompleks. Berdasarkan isinya, bermain dapat dibedakan
menjadi permainan yang berhubungan dengan orang lain (social pleasure play), permainan
yang berhubungan dengan kesenangan (sense pleasure play), permainan yang hanya
memperhatikan saja (unocupid behavior) dan permainan ketrampilan (skill play).

Berdasarkan karakteristik sosial, bermain merupakan interaksi antara anak dan


orang dewasa yang dipengaruhi oleh usia anak. Tipe permainannya diantaranya permainan
dengan mengamati teman-temannya bermain (onlooker play), permainan yang dimainkan
sendiri (solitary play), permainan bersama teman tanpa interaksi ( pararrel play),
permainan bersama tanpa tujuan kelompok ( associative play), dan permainan dengan
bermain bersama yang diorganisir (cooperative play).

Contoh Stimulus yang dapat diberikan pada anak usia kurang dari 1 tahun

USIA STIMULUS STIMULUS STIMULUS STIMULUS


VISUAL AUDITIF TAKTIK KINETIK

0 – 3 BULAN Objek warna Mengajak bicara Membelai, Berjalan-jalan


terangdi atas Mendengarkan menyisir,
tempat tidur musik lonceng menyelimuti

4 – 6 BULAN Menonton TV, Mengajak bicara Bermain air Berdiri pada paha
mainan warna Panggil orang tua
terang yang namanya Membantu
dapat dipegang tengkurap,duduk

7 – 9 BULAN Menonton TV, Panggl namanya Mengenal Membantu


mainan warna Ajari memanggil bebagai tekstur tengkurap di
yang terang dan orangtuanya Bermain air lantai
dapat dipegang Latih berdiri
Memberitahu
Bermain ciluk yang sedang Permainan tarik
ba dilakukan dorong
10 – 12 Ajak ke tempat Suara binatang Merasakan Permainan tarik
BULAN ramai Menyebutkan hangat/dingin dorong

Kenalkan bagian tubuh Memegang Bersepeda


gambar makan sendiri
A. Pengertian Intervensi
Intervensi dimaksudkan untuk menetapkan cara-cara apakah yang patut
dipergunakan untuk merencanakan perbaikan berdasarkan masalah yang ditemukan dalam
proses diagnosa dan pemberian umpan balik.
Intervensi berarti keikutsertaan klien dan konsultan bersama-sama merencanakan
proses perbaikan berdasarkan atas masalah yang di jumpai dalam proses diagnosa.
Tahap perencanaan intervensi harus diikuti dengan serangkaian konsep yang saling
berhubungan satu sama lain. Yaitu antara lain terdiri dari teori, model dan kerangka
konsep referensinya. Intervensi merupakan suatu kegiatan perbaikan yang terencana
dalam proses pembinaan organisasi.
Argyris merumuskan agak lebih terinci “intervensi merupakan kegiatan yang
mencoba masuk kedalam suatu sistem tata hubungan yang sedang berjalan, hadir berada
diantara orang-orang, kelompok ataupun suatu objek dengan tujuan untuk membantu
mereka”. Ada suatu pemikiran yang implisit dari pengertian Argyris itu yang harus dibuat
eksplisit. Pemikiran itu ialah bahwa sistem yang akan diintervensi itu tidak tergantung
sama sekali pada pengintervensi. Dari sisi manajemen organisasi adalah sebuah sistem
lain atau suatu sarana yang menerima input manajemen berupa tujuan-tujuan dan sasaran
yang ingin dicapai dan outputnya diharapkan berupa realisasi yang sesuai dengan
rencana tersebut .Dalam sistem organisasi maka yang jadi tujuan adalah bagaimana agar
tercipta kerjasama diantara personil yang terkait dalam struktur organisasi itu.

B. Prinsip Intervensi
1. Intervensi hendaknya sampai pada taraf memahami bukan berhenti pada tahap
menghafal.
2. Dilakukan dengan menggunakan media yang sederhana tetapi menarik dan aman bagi
anak.
3. Materi pembelajaran disusun mulai dari yang mudah dan sederhana menuju ke yang
sukar dan lebih kompleks.
4. Memperhatikan perbedaan individual, terutama terhadap taraf perkembangan dan
hambatan-hambatan yang menyertainya.
5. Dilakukan dalam situasi yang menyenangkan dan memungkinkan anak untuk aktif
terlibat secara langsung, misalnya sambil bermain atau dalam bentuk permainan.
6. Menghargai setiap keberhasilan atau kemajuan belajar anak.

C. Aspek-aspek Intervensi
1. Physical Development atau perkembangan motorik
Perkembangan Motorik di bagi 2 yaitu :

1. Motorik Halus
2. Motorik Kasar

2. Language Development atau perkembangan bahasa


Perkembangan Bahasa di bagi 2 yaitu : Receprive Language dan Experessive
Language
3. Cognitive Development atau perkembangan kognitif
4. Activity of Daily Living atau aktifitas sehari-hari
5. Psyco-social Development atau perkembangan sosial dan emosi

D. Program Intervensi
Dalam mengembangkan program intervensi pada anak dengan hambatan perkembangan
kognitif melalui kegiatan pembelajaran, paling tidak terdapat lima hal penting yang
harus diperhatikan, yaitu :
a). Terstruktur
Program pembelajaran terstruktur menekankan pada pendekatan teacher-oriented dengan
menstrukturkan berbagai bahan belajar., aktivitas, dan lingkungan sehingga lebih terarah
dan sistematis. Bahan belajar yang terstruktur berarti bahan belajar disusun mulai dari
yang paling mudah dan dapat dilakukan anak dan kemudian secara bertahap meningkat ke
atasnya, namun merupakan rangkaian yang tidak terpisahkan dari bahan belajar
sebelumnya. Misalnya, untuk mengajarkan agar anak memahami instruksi “tutup pintu”,
anak harus dikenalkan terlebih dahulu dengan konsep “tutup” dan “pintu”, setelah
menguasai arti kata tersebut, baru anak diminta untuk mengaktualisasikannya ke dalam
perbuatan nyata.
b). Terpola
Artinya bahwa kegiatan pembelajaran hendaknya dikondisikan dalam pola yang teratur
atau terjadwal, sehingga menjadi bagian dari rutinitas kegiatan anak. Namun harus
fleksibel sesuai dengan situasi dan kondisi, sehingga tidak kaku dan anak dapat belajar
menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan.
c). Terprogram
Artinya tersusun dan terencana dengan baik, meliputi tujuan yang ingin dicapai, bahan
belajar, aktivitas pembelajaran yang akan dilakukan, media, waktu, serta evaluasinya.
d). Konsisten
Artinya ada ketetapan dalam cara-cara memperlakukan anak. Konsistensi ini hendaknya
mencakup sikap terhadap anak, pemberian penghargaan dan hukuman, waktu, tempat,
serta dalam perlakuan terhadap anak antara guru/terapis dengan orang tua.
e). Berkesinambungan
Artinya ada kontinuitas atau kesinambungan, tidak terpenggal-penggal.
atau terhenti untuk waktu yang lama kemudian baru dilanjutkan lagi. Kontinuitas juga
berarti menuntut adanya tindak lanjut dari apa yang dilakukan oleh guru/therapis di klinik
(misal) dengan oleh orang tua di rumah.
Selanjutnya, pengembangan program intervensi hendaknya dituangkan dalam Program
Pembelajaran Individual (PPI). Dengan PPI akan memastikan bahwa anak mendapat
jaminan untuk memperoleh pelayanan pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan-
kebutuhan spesifiknya.

E. Tujuan Intervensi
1. Meningkatkan dan mengoptimalkan perkembangan anak yang mengalami
hambatan;
2. Memberikan dukungan dan bantuan kepada orangtua dan keluarga;
3. Memaksimalkan peran keluarga dan atau orangtua dalam melayani dan menangani
anaknya yang mengalami hambatan dalam perkembangan.

F. Metode dan Teknik


Terdapat beberapa metode yang dianggap cocok dalam intervensi pada anak dengan
hambatan perkembangan kogniti, salah satu yang paling mudah adalah melalui penggunaan
pemikiran Piaget tentang pembentukan kognitif dasar, yang implementasinya melalui
latihan-latihan klasifikasi, seriasi, korespondensi maupun konservasi. Disamping itu
terdapat pula metode lain yang dapat digunakan, antara lain
1. Metode TEACCH
Metode TEACCH (Treatment and Education of Aitistic and Related Comunication
Handicapped Children and Adults), selain efektif untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi pada anak autis, dan implementasinya juga dipercaya mampu untuk
meningkatkan kognitif anak. Sebab, melalui penggunaan simbol atau gambar-gambar
akan lebih banyak memberikan kemudahan bagi anak dalam memaknai peristiwa yang
terjadi di lingkungannya.

2. Metode Multisensori
Metode multisensori atau VAKT (visual, auditory, kinesthetic, and tactile)
adalah suatu cara yang teratur yang digunakan untuk membantu anak dalam mencapai
tingkat kemampuan yang optimal, dengan lebih memfokuskan pada pemfungsian
semua indra/sensori (seperti : penglihatan, pendengaran, perabaan, penciuman dan
pengecapan)dari anak secara simultan dan terpadu. Melalui metode ini hambatan
perkembangan kognitif yang terjadi pada anak karena hambatan dalam indra tertentu
diharapkan bisa dikompensasikan oleh indra lainnya yang masih berfungsi dengan lebih
baik, sehingga proses pembentukkan konsep dapat dilakukan dengan lebih utuh.
3. Metode Sensori Integrasi Therapi
Yaitu terapi yang menggunakan aktivitas fisik untuk meningkatkan kemampuan
otak mengatur penerimaan rangsang dan mengatur respons terhadap rangsang tersebut
secara tepat. Penekanan terapi ini adalah pada sensomotorik dan proses neurologi
dengan cara memanipulasi, memfasilitasi dan menata lingkungan, sehingga secara
bertahap dapat tercapai peningkatan, perbaikan dan pemeliharaan kemampuan kognitif
anak. Dalam implementasinya, pelaksanaan terapi ini perlu disukung dengan
sarana/peralatan/media terapi yang memadai.
4. Teknik Pengalaman Langsung
Yaitu melalui penciptaan situasi dan kondisi yang memungkinkan anak belajar
dengan mengalami secara langsung dan nyata. Dalam implementasinya dapat dilakukan
melalui eksperimen sederhana, problem solving, pembelajaran, simulasi, atau bermain
peran (role playing)

G. Faktor yang Perlu Diperhatikan Pada Saat Intervensi


1. Intervensi Memerlukan Pemahaman Fase Tumbuh Kembang
Kita sudah melihat berbagai perbedaannya, mulai dari penyebab, gejala yang ditampilkan,
dan bagaimana prakiraannya ke depan (prognosisnya). Karena itu, dalam memberikan
intervensi, hendaknya kita mengingat hal-hal itu semua. Kita tetap harus melihat
bagaimana fase tumbuh kembang anak yang kita beri intervensi, dan tahapan apa saja yang
belum dicapainya. Namun, bagaimanapun intervensi yang diberikan bukan berdasarkan
teori secara harfiah, tetapi perlu berdasarkan hasil observasi terhadapnya. Jika perlu
diadakan tes-tes untuk melihat seberapa jauh perkembangannya.

2. Intervensi Memerlukan Kontak Sosial


Sebuah intervensi memerlukan kedekatan antara yang memberi intervensi dan anak.
Kedekatan itu disebut sebagai kontak sosial. Tanpa adanya kontak sosial intervensi itu
tidak bisa berhasil. Karena, periode anak adalah periode yang membutuhkan kepercayaan,
keamanan, dan kenyamanan. Untuk memenuhi ini, dibutuhkan kontak sosial yang baik
yang dapat membangun kepercayaan darinya, sehingga ia bersedia untuk bekerja sama.

3. Intervensi Memerlukan Pendekatan pada Minat dan Karakteristik Anak


Dalam memberi intervensi kita perlu mengikuti perkembangan dan karakteristiknya.
Artinya, kita perlu menciptakan suatu program yang cocok baginya. Bukan sebaliknya,
bahwa ia harus menyesuaikan diri dengan program yang kita sediakan. Misalnya pada
anak-anak dengan gangguan perkembangan bicara dan bahasa ekspresif sekalipun
mempunyai gangguan namun mereka mempunyai pendengaran yang sangat sensitif.
Banyak diantaranya yang menyukai musik, seni, dan tarian. Maka dari itu kita bisa
menggunakan gerakan-gerakan tarian, dan nyanyian-nyanyian untuk mengajarinya
mengenal berbagai katam. Atau kita dapt menggunakan CD ROM interaktif untuk
mengajarinya belajar mengenal kata dan kalimat. Mengenal dialog-dialog, kita dapat
menggunakan kegiatan menggambar sambil bercerita.

4. Intervensi Perlu Memanfaatkan Inner Language


Seorang anak yang mengalami gangguan perkembangan bicara dan bahasa ekspresif,
sekalipun ia mengalami kesulitan untuk menyampaikan pemikirannya, perasaannya, dan
keinginannya dalam bentuk ekpresi verbal, namun ia mempunyai apa yang disebut dengan
inner language yang baik. Inner language adalah bahasa yang ada dalam hatinya atau
instuisinya, yang kesemuanya itu akan membantu mengatur perilakunya. Pada anak anak
gangguan perkembangan autisme umumnya mempunyai keteratasan pada perkembangan
inner language ini. Karena itu, intuisi anak-anak autis terhadap suatu fenomena atau
kejadian yang ada dimukanya juga sangat tipis.

Stimulasi dan Intervensi


A. Langkah-Langkah Stimulasi Dan Intervensi
1. Identifikasi dan asesmen;
2. Mendengarkan penjelasan orangtua;
3. Mendengarkan dan mengetahui hal-hal yang telah berhasil dilakukan
Orangtua/keluarga;
4. Membuat program;
5. Melaksanakan program;
6. Evaluasi dan feetback.

Sasaran Stimulasi Dan Intervensi


1. Kelompok toddler, yaitu anak usia 0-3 tahun; pre-schooler, yaitu usia 3-5 tahun
yang
mengalami:
(1) Hambatan perkembangan permanen;
(2) Faktor Resiko; dan
(3) Keterlambatan perkembangan
Bagi anak yang mengalami hambatan perkembangan permanen porsi
intervensinya lebih
banyak, sedangkan kelompok anak yang memiliki faktor resiko dan
keterlambataN perkembangan porsi stimulasinya lebih banyak.

Anda mungkin juga menyukai