Anda di halaman 1dari 50

jawaban no 1

Pengertian Menurut Para Ahli

Sebelum membahas berbagai macam metode strategi pembelajaran yang dapat digunakan
untuk aktifitas belajar mengajar yang efektif dan efisien maka berikut ini merupakan definisi
atau pengertian strategi pembelajaran menurut para ahli yang perlu diketahui.

1. Gerlach dan Ely (1990)

Strategi pembelajaran adalah beberapa cara yang digunakan untuk menyampaikan metode
pembelajaran dalam suatu lingkungan kegiatan pembelajaran tertentu.

2. Hilda Taba

Strategi pembelajaran yaitu urutan ataupun pola tingkah laku guru untuk bisa menampung
semua variabel-variabel pembelajaran dengan sadar serta sistematis.

3. Suparman (1997:157)

Strategi pembelajaran adalah perpaduan dari beberapa urutan kegiatan, cara untuk
mengorganisasikan materi pelajaran peserta didik, bahan, peralatan dan waktu yang
digunakan untuk proses pembelajaran dalam mencapai tujuan aktifitas pembelajaran yang
telah ditentukan.

B. Contoh Jenis Strategi Pembelajaran

Di dalam pelaksanaan pendidikan, tentunya ada banyak contoh strategi pembelajaran yang
bisa digunakan. Misalnya bila strategi pembelajaran tersebut memiliki sisi negatif dan
positifnya, maka harus diketahui apa saja sisi negatif dan positif tersebut. supaya lebih mudah
dikendalikan. Berikut penjelasannya :
1. Metode Ceramah

Yang merupakan penuturan materi di dalam bahan ajar dengan cara lisan yang dilakukan oleh
pengajar.

Kelebihannya :

 Adalah sebuah metode yang mudah dan murah.


 Dapat menyajikan materi pelajaran dengan luas dan lebih terperinci.
 Pengajar bisa mengontrol keadaan kelas dengan lebih mudah.

Kekurangannya :

 Materi yang diserap oleh para siswa hanya sebatas apa yang diajarkan guru di dalam kelas
saja.
 Tidak adanya peragaan secara khusus dari setiap materi yang disampaikan.
 Siswa juga lebih sering merasa bosan bila pengajar tidak mempunyai kemampuan linguistik
yang baik.
 Lebih sulit dalam mendeteksi tingkat kepahaman siswa.

2. Metode Demonstrasi

Adalah jenis metode yang menyajikan materi pelajaran pada siswa yang dicampur dengan
adanya penjelasan.

Kelebihannya :

 Siswa tidak akan miss understanding karena penjelasannya dibarengi dengan praktik.
 Proses pembelajaran juga akan menjadi lebih menarik karena siswa tidak hanya
mendengarkan saja.
 Dengan proses mengamati, maka siswa bisa mengembangkan pola berpikirnya dalam
menghubungkan diantara teori dan juga praktik.

Kekurangannya :

 Membutuhkan persiapan yang lebih matang yang dilihat dari segi materi, peralatan dan juga
bahan dan tempat. Karena bila tidak, hal itu malah akan berdampak pada kurang efektifnya
proses pembelajaran tersebut.
 Hanya dapat dilakukan oleh para pengajar yang memiliki kemampuan dan juga keterampilan
secara khusus.

3. Metode Diskusi

Adalah jenis metode yang menghadapkan siswa dalam suatu permasalahan untuk mencari
solusi yang tepat.

Kelebihannya :

 Bisa merangsang para siswa untuk berpikir lebih kreatif.


 Dapat melatih para siswa dalam mengutarakan pendapatnya.
 Dapat melatih siswa dengan sikap menghargai pada setiap sudut pandang orang lain.

Kekurangannya :

 Kegiatan diskusi sering dikuasai hanya oleh orang-orang tertentu saja.


 Bisa mengaburkan kesimpulan di dalam suatu pelajaran, karena topiknya bisa lebih meluas
lagi.
 Sering muncul perbedaan pendapat yang berujung dengan emosi.
 Membutuhkan waktu yang cukup lama dalam mempelajari suatu pelajaran tertentu.

4. Metode Simulasi

Merupakan metode yang menyajikan situasi tiruan, yang dimaksudkan agar setiap siswa
memahami konsep dan juga materi yang disampaikan.

Kelebihannya :

 Dapat menjadi bekal para siswa dalam menghadapi sebuah situasi yang sebenarnya.
 Dapat mengembangkan sisi kreatif dari seorang siswa saat sedang melakukan proses
pembelajaran.
 Dapat memupuk keberanian serta rasa percaya diri.
 Dapat meningkatkan rasa antusiasme siswa dalam hal belajar.

Kekurangannya :

 Adanya beberapa faktor psikologis para siswa misalnya rasa malu ketika sedang melakukan
simulasi tersebut.
 Sering digunakan sebagai alat hiburan semata, yang membuat esensi dalam pembelajaran
tersebut menjadi memudar.

Masih ada lagi metode lainnya yang bisa dilakukan oleh para siswa dalam strategi
pembelajaran. Misalnya metode tanya jawab, kerja kelompok, tugas dan juga resistasi. Semua
metode tersebut juga memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.

Jawaban no 2

Prinsip-Prinsip Belajar

Prinsip-prinsip belajar bagi siswa bertujuan untuk meningkatkan upaya belajarnya, sedangkan
untuk bertujuan untuk meningkatkan kualitas mengajarkan. Prinsip-prinsip tersebut berkaitan
dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan,
balikan penguatan dan serta perbedaan individual.

1. Perhatian dan Motivasi

Perhatian memiliki peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Menurut Gage dan Berliner
(1984:355) kajian belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian
tidak akan mungkin terjadi belajar. Sikap perhatian terhadap pelajaran akan timbul jika
pelajaran yang diterima sesuai dengan kebutuhan siswa. Karena siswa merasa bahwa
pelajaran tersebut sebagai sesuatu yang dibutuhkan dan merasa diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari maka siswa akan lebih termotivasi untuk mempelajari lebih lanjut.

Selain perhatian, motivasi juga memiliki peranan penting dalam kegiatan belajar, Motivasi
merupakan tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang, motivasi juga
dapat dijadikan sebagai tujuan atau alat dalam pembelajaran. Motivasi sebagai tujuan dapat
dijadikan salah satu tujuan dalam mengajar. Hal itu berkaitan dengan guru yang
mengharapkan siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar
berakhir. Sedangkan motivasi sebagai alat pembelajaran yaitu menjadi salah satu faktor
intelegasi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan siswa dalam
bidang pengetahuan dan nilai-nilai keterampilan.

2. Keaktifan

Menurut John Dewey memngemukakan pendapatnya bahwa belajar menyangkut apa yang
harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka siswa harus memniliki inisiatif sendiri dan
guru hanya bertugas untuk membimbing dan mengarahkan.

Dari teori diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar tidak dapat dipaksakan oleh orang lain dan
juga tidak dapat dilimpiahkan oleh orang lain. Setiap anak memiliki dorongan untuk
melakukan sesuatu, memiliki kemauan dan aspirasinya sendiri-sendiri dan tugas guru
hanyalah membimbing dan mengarahkan.

Menurut teori kognitif Gage ad Barliner, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif,
jiwa mengolah informasi yang kita terima dan mengadakan tranformasi yang berkaitan
dengan informasi yang telah diterima.

Dalam teori tersebtu anak memiliki sifat aktif dan mampu merencanakan sesuatu. dengan
mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang diterima. Proses belajar dari teori
tersebut adalah siswa mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan
menemukan fakta, serta menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.

Dalam prinsip ini, siswa selalu menampakkan keaktifan, dan setiap keaktifan tersebut
memiliki bentuk yang beraneka ragam. Seperti kegiatan fisik yang dengan mudah bisa
dipahami oleh guru hingga kegiatan psikis yang sulit untuk diamati.

3. Keterlibatan langsung/Berpengalaman

Menurut Edgar Dale mengemukakan pendapatnya bahwa belajar yang paling baik adalah
belajar yan melalui pengalaman langsung. Dengan pengalaman langsung siswa tidak hanya
sekedar mengamati tetapi juga menghayati, siswa akan terlibat langsing dalam perbuatan dan
mampu membuat siswa bertanggung jawan terhadap hasil.

Selain itu John Dewey juga mengungkapkan bahwa belajar sebaiknya dialami melalui
perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik secara individual atau
secara berkelompok dengan cara memecahkan masalah. Tugas guru berindak sebagai
fasilitator dan pembimbing.
4. Pengulangan

Dalam teori Psikologi Daya menerangkan bahwa belajar merupakan bentuk melatih daya-
daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, mengingat, menanggap,
mengkhayal, dan berpikir sebagai bentuk dari pengulangan. Dengan melakukan pengulangan
maka Daya-Daya tersebut akan semakin berkembang dan daya yang dilatih dengan adanya
pengulangan akan menjadi sempurna. Teori tersebut dapat di ibaratkan dengan sebuah pisau
yang selalu diasah, semakin lama akan semakin tajam.

Teori lain, berasal dari teori Psikologi Asosiasi dalam satu hukum belajarnya “Law of
Exercise” mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan
respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu akan memperbesar peluang
timbulnya respon yang benar.

Sedangkan menurut teori Psikologis Conditioning atau teori perkembangan dari


koneksionisme yang menekankan pentingnya pengulangan dalam belajar, mengemukakan
pendapatnya bahwa belajar merupakan pembentukan hubungan stimulus dan respon, maka
pada konsep psikologis conditioning respons akan muncul bukan karena stimulus tapi karena
stimulus yang dikondisikan.

Dari ketiga teori diatas, dapat disimpulkan bahwa pada prinsip tersebut lebih menekankan
pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walau dengan tujuan yang berbeda. Salah satu
metode yang menrapakan bentuk belajar dengan prinsip pengulangan adalah metode drill dan
stereotyping.

5. Tantangan

Menurut teori medan (Field Theori) yang berasal dari Kurt Leewin menyatakan bahwa dalam
situasi belajar siswa berada dalam suatu medan atau tantangan psikologis, dalam situasi
tersebut siswa belajar menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai namun selalu menghadapi
hambatan. Salah satu hambatan tersebut adalah mempelajari bahan materi belajar dan siswa
merasa tertantang untuk menghadapi tantangan tersebut dengan mempelajari bahan materi
belajar.

Apabila hambatan tersebut dapat diatasi oleh siswa, maka siswa telah berhasil mencapai
tujuan dan ia akan masuk ke dalam medan atau tujuan baru, proses ini berlaku seterusnya.

Bahan belajar yang diberikan oleh guru haruslah menantang untuk membuat anak memiliki
motivasi untuk mengatasi hambatan dengan baik. Dengan diberikannya metode ini juga akan
membuat siwa semakin lebih giat untuk belajar.

6. Balikan dan Penguatan

Dalam prinsip ini menggunakan prinsip Operant Conditioning yang berasal dari B.F Skinner.
Jika pada prinsip pengulangan menggunakan teori conditioning yang menekankan pada
stimulus, maka pada teori ini lebih menekankan pad respons nya.

Kunci dalam teori ini adalah Law of effect, yaitu siswa akan belajar lebih semangat jika
mengetahui dan mendapatkan hasil belajar yang baik. Hal tersebut sangat berpengaruh baik
untuk membuat siswa lebih baik lagi dalam usaha belajar selanjutnya.
7. Perbedaan Individual

Perbedaan individual sangat berpengaruh pada cara belajar dan hasil belajar siswa. Setiap
siswa memiliki individual yang unik, artinya setiap individu memiliki perbedaan satu sama
lain, seperti perbedaan karakter psikis, kepribadian dan sifat yang berbeda.Hal inilah yang
perlu diperhatikan oleh guru dam upaya pembelajaran.

Namun sebagian besar sistem pendidikan kita masih kurang memperhatikan masalah
perbedaan individual, pada umumnya pelaksanaan pemeblajaran dikelas menilai siswa
sebagai individual yang memiliki kemampuan yang sama atau rata-rata. Salah satu metode
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem tersebut yaitu dengan menggunakan metode-
metode atau strategi pembelajaran yang bervariasi, sehingga perbedaan-perbedaan
kemampuan tersebut dapat terlayani.

Usaha lain yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan tambahan pelajaran atau
pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai dan memberikan tugas sesuai dengan minat
siswa. Sebagai unsur primer dan sekunder dalam pembelajaran, maka dengan sendirinya
siswa dan guru terimplikasi adanya prinsip-prinsip belajar.

Jawaban no 3

aksonomi Bloom 

1. Ranah Kognitif

Ranah ini meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah
dipelajari, yang berkenaan dengan kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh
pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran. Tujuan
pembelajaran dalam ranah kognitif (intelektual) atau yang menurut Bloom merupakan segala
aktivitas yang menyangkut otak dibagi menjadi 6 tingkatan sesuai dengan jenjang terendah
sampai tertinggi  yang dilambangkan dengan C (Cognitive) (Dalam buku yang berjudul
Taxonomy of Educational Objectives. Handbook 1 : Cognitive Domain yang diterbitkan
oleh McKey New York. Benyamin Bloom pada tahun 1956) yaitu:

♦ C1 (Pengetahuan/Knowledge)

Pada jenjang ini menekankan pada kemampuan dalam mengingat kembali materi yang telah
dipelajari, seperti pengetahuan tentang istilah, fakta khusus, konvensi, kecenderungan dan
urutan, klasifikasi dan kategori, kriteria serta metodologi.  Tingkatan atau jenjang ini
merupakan tingkatan terendah namun menjadi prasyarat bagi tingkatan selanjutnya. Di
jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan dengan hapalan saja.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : mengutip, menyebutkan,
menjelaskan, menggambarkan, membilang, mengidentifikasi, mendaftar, menunjukkan,
memberi label, memberi indeks, memasangkan, menamai, menandai, membaca, menyadari,
menghafal, meniru, mencatat, mengulang, mereproduksi, meninjau, memilih, menyatakan,
mempelajari, mentabulasi, memberi kode, menelusuri, dam menulis.
♦ C2 (Pemahaman/Comprehension)

Pada jenjang ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan dalam memahami materi tertentu
yang dipelajari. Kemampuan-kemampuan tersebut yaitu :

1. Translasi (kemampuan mengubah simbol dari satu bentuk ke bentuk lain)


2. Interpretasi (kemampuan menjelaskan materi)
3. Ekstrapolasi (kemampuan memperluas arti).

Di jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan dengan kata-katanya sendiri dan dengan
memberikan contoh baik prinsip maupun konsep.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : memperkirakan,
menjelaskan, mengkategorikan, mencirikan, merinci, mengasosiasikan, membandingkan,
menghitung, mengkontraskan, mengubah, mempertahankan, menguraikan, menjalin,
membedakan, mendiskusikan, menggali, mencontohkan, menerangkan, mengemukakan,
mempolakan, memperluas, menyimpulkan, meramalkan, merangkum, dan menjabarkan.

♦ C3 (Penerapan/Application)

Pada jenjang ini, aplikasi diartikan sebagai kemampuan menerapkan informasi pada situasi
nyata, dimana peserta didik mampu menerapkan pemahamannya dengan cara
menggunakannya secara nyata. Di jenjang ini, peserta didik dituntut untuk dapat menerapkan
konsep dan prinsip yang ia miliki pada situasi baru yang belum pernah diberikan sebelumnya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : menugaskan,
mengurutkan, menentukan, menerapakan, menyesuaikan, mengkalkulasi, memodifikasi,
mengklasifikasi, menghitung, membangun, membiasakan, mencegah, menggunakan, menilai,
melatih, menggali, mengemukakan, mengadaptasi, menyelidiki, mengoperasikan,
mempersoalkan, mengkonsepkan, melaksanakan, meramalkan, memproduksi, memproses,
mengaitkan, menyusun, mensimulasikan, memecahkan, melakukan, dan mentabulasi.

♦ C4 (Analisis/Analysis)

Pada jenjang ini, dapat dikatakan bahwa analisis adalah kemampuan menguraikan suatu
materi menjadi komponen-komponen yang lebih jelas. Kemampuan ini dapat berupa :

1.  Analisis elemen/unsur (analisis bagian-bagian materi)


2. Analisis hubungan ( identifikasi hubungan)
3. Analisis pengorganisasian prinsip/prinsip-prinsip organisasi (identifikasi organisasi)

Di jenjang ini, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian
menemukan asumsi, dan membedakan pendapat dan fakta serta menemukan hubungan sebab
akibat.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : menganalisis,
mengaudit, memecahkan, menegaskan, mendeteksi, mendiagnosis, menyeleksi, memerinci,
menominasikan, mendiagramkan, mengkorelasikan, merasionalkan, menguji, mencerahkan,
menjelajah, membagankan, menyimpulkan, menemukan, menelaah, memaksimalkan,
memerintahkan, mengedit, mengaitkan, memilih, mengukur, melatih, dan mentransfer.
♦ C5 (Sintesis/Synthesis)

Pada jenjang ini, sintesis dimaknai sebagai kemampuan memproduksi dan


mengkombinasikan elemen-elemen untuk membentuk sebuah struktur yang unik.
Kemampuan ini dapat berupa memproduksi komunikasi yang unik, rencana atau kegiatan
yang utuh, dan seperangkat hubungan abstrak.

Di jenjang ini, peserta didik dituntut menghasilkan hipotesis atau teorinya sendiri dengan
memadukan berbagai ilmu dan pengetahuan.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : mengabstraksi,
mengatur, menganimasi, mengumpulkan, mengkategorikan, mengkode, mengkombinasikan,
menyusun, mengarang, membangun, menanggulangi, menghubungkan, menciptakan,
mengkreasikan, mengoreksi, merancang, merencanakan, mendikte, meningkatkan,
memperjelas, memfasilitasi, membentuk, merumuskan, menggeneralisasi, menggabungkan,
memadukan, membatas, mereparasi, menampilkan, menyiapkan, memproduksi, merangkum,
dan merekonstruksi.

♦ C6 (Evaluasi/Evaluation)

Pada jenjang ini, evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai manfaat suatu hal untuk
tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Kegiatan ini berkenaan dengan nilai suatu ide,
kreasi, cara atau metode. Pada jenjang ini seseorang dipandu untuk mendapatkan
pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik, penerapan baru serta cara baru yang unik
dalam analisis dan sintesis. Menurut Bloom paling tidak ada 2 jenis evaluasi yaitu :

1. Evaluasi berdasarkan bukti internal


2. Evaluasi berdasarkan bukti eksternal

Di jenjang ini, peserta didik mengevaluasi informasi termasuk di dalamnya melakukan


pembuatan keputusan dan kebijakan.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : membandingkan,
menyimpulkan, menilai, mengarahkan, mengkritik, menimbang, memutuskan, memisahkan,
memprediksi, memperjelas, menugaskan, menafsirkan, mempertahankan, memerinci,
mengukur, merangkum, membuktikan, memvalidasi, mengetes, mendukung, memilih, dan
memproyeksikan.

2. Ranah Afektif

Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta
derajat penerimaan atau penolakan suatu obyek dlam kegiatan belajar mengajar.

Kartwohl & Bloom (Dimyati & Mudjiono, 1994; Syambasri Munaf, 2001) membagi ranah
afektif menjadi 5 kategori yaitu :

♦ Receiving/Attending/Penerimaan

Kategori ini merupakan tingkat afektif yang terendah yang meliputi penerimaan masalah,
situasi, gejala, nilai dan keyakinan secara pasif.Penerimaan adalah semacam kepekaan dalam
menerima rangsanagn atau stimulasi dari luar yang datang pada diri peserta didik. Hal ini
dapat dicontohkan dengan sikap peserta didik ketika mendengarkan penjelasan pendidik
dengan seksama dimana mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka
danmereka memiliki kemauan untuk menggabungkan diri atau mengidentifikasi diri dengan
nilai itu.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : memilih,
mempertanyakan, mengikuti, memberi, menganut, mematuhi, dan meminati.

♦ Responding/Menanggapi

Kategori ini berkenaan dengan jawaban dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan
sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Atau dapat pula dikatakan
bahwa menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif untuk
mengikutsertakan dirinya dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan
salah satu cara. Hal ini dapat dicontohkan dengan menyerahkan laporan tugas tepat pada
waktunya.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : menjawab, membantu,
mengajukan, mengompromi, menyenangi, menyambut, mendukung, menyetujui,
menampilkan, melaporkan, memilih, mengatakan, memilah, dan menolak.

♦ Valuing/Penilaian

Kategori ini berkenaan dengan memberikan nilai, penghargaan dan kepercayaan terhadap
suatu gejala atau stimulus tertentu. Peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang
diajarkan akan tetapi berkemampuan pula untuk menilai fenomena itu baik atau buruk. Hal
ini dapat dicontohkan dengan bersikap jujur dalam kegiatan belajar mengajar serta
bertanggungjawab terhadap segala hal selama proses pembelajaran.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengasumsikan,
meyakini, melengkapi, meyakinkan, memperjelas, memprakarsai, mengundang,
menggabungkan, mengusulkan, menekankan, dan menyumbang.

♦ Organization/Organisasi/Mengelola

Kategori ini meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem nilai, serta pemantapan dan
prioritas nilai yang telah dimiliki. Hal ini dapat dicontohkan dengan kemampuan menimbang
akibat positif dan negatif dari suatu kemajuan sains terhadap kehidupan manusia.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : menganut, mengubah,
menata, mengklasifikasikan, mengombinasi, mempertahankan, membangun, membentuk
pendapat, memadukan, mengelola, menegosiasikan, dan merembuk.

♦ Characterization/Karakteristik

Kategori ini berkenaan dengan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses internalisais nilai
menempati urutan tertinggi dalam hierarki nilai. Hal ini dicontohkan dengan bersedianya
mengubah pendapat jika ada bukti yang tidak mendukung pendapatnya.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengubah perilaku,
berakhlak mulia, mempengaruhi,  mendengarkan, mengkualifikasi, melayani, menunjukkan,
membuktikan dan memecahkan.

3. Ranah Psikomotor

Ranah ini meliputi kompetensi melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan serta
kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik) yang terdiri dari gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, serta
ekspresif dan interperatif.

Kategori yang termasuk dalam ranah ini adalah:

♦ Meniru

Kategori meniru ini merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan contoh yang
diamatinya walaupun belum dimengerti makna ataupun hakikatnya dari keterampilan itu.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengaktifan,
menyesuaikan, menggabungkan, melamar, mengatur, mengumpulkan, menimbang,
memperkecil, membangun, mengubah, membersihkan, memposisikan, dan mengonstruksi.

♦ Memanipulasi

Kategori ini merupakan kemampuan dalam melakukan suatu tindakan serta memilih apa yang
diperlukan dari apa yang diajarkan.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengoreksi,
mendemonstrasikan, merancang, memilah, melatih, memperbaiki, mengidentifikasikan,
mengisi, menempatkan, membuat, memanipulasi, mereparasi, dan mencampur.

♦ Pengalamiahan

Kategori ini merupakan suatu penampilan tindakan dimana hal yang diajarkan dan dijadikan
sebagai contoh telah menjadi suatu kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan lebih
meyakinkan.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengalihkan,
menggantikan, memutar, mengirim, memindahkan, mendorong, menarik, memproduksi,
mencampur, mengoperasikan, mengemas, dan membungkus.

♦ Artikulasi

Kategori ini merupakan suatu tahap dimana seseorang dapat melakukan suatu keterampilan
yang lebih kompleks terutama yang berhubungan dengan gerakan interpretatif.

Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengalihkan,
mempertajam, membentuk, memadankan, menggunakan, memulai, menyetir, menjeniskan,
menempel, mensketsa, melonggarkan, dan menimbang.
Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Pembangunan di Indonesia memang terus bergulir, akan tetapi sudah seimbangkah dengan
pembangunan di bidang pendidikannya? Pembangunan secara fisik memang baik, namun
tidak akan berdampak baik jika moral bangsanya terpuruk, karena akan berakibat
dihasilkannya lulusan pendidikan yang “pinter keblinger”. Sehingga perlu adanya suatu
perbaikan untuk permasalahan ini, cara yang tepat untuk memperbaiki moral bangsa adalah
dengan ilmu, dan ilmu didapat dari pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan sangat penting
dan perlu dijadikan prioritas dalam pembangunan negeri ini.

Permasalahan pembangunan di bidang pendidikan memang sangat menjadi sorotan, namun


upaya dari pemerintah sendiri masih dikatakan sangat minim karena belum juga satu masalah
terselesaikan sudah bermunculan lagi masalah yang lainnya.

Kini yang menjadi masalah umum dalam pendidikan yaitu :

1. Kualitas peserta didik rendah, dapat dikatakan demikian karena kurangnya minat dari
peserta didik untuk belajar dan mengenyam bangku sekolah serta malasnya peserta didik
untuk pergi bersekolah atau belajar.
2. Para pengajar kurang profesional, padahal keprofesionalan merupakan salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh pengajar.
3. Biaya pendidikan yang mahal, sehingga warga masyarakat yang kurang mampu merasa tidak
sanggup untuk membayar uang sekolah dan memutuskan untuk memberhentikan anaknya
sekolah. Serta minimnya informasi terkait beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu
namun berprestasi.
4. Bahkan UU pendidikan pun terancam kacau, karena dalam implementasinya kurang
memberikan hasil yang memuaskan.

Permasalahan pendidikan yang akan lebih ditekankan dalam pembahasan ini adalah
mengenai poin nomor 3 diatas yaitu tentang biaya pendidikan yang mahal, belum
mencukupinya bantuan dari pemerintah serta tidak meratanya pemberian bantuan tersebut.

Pemerintah sudah berusaha dengan keras mengatasi masalah pendidikan ini. Hal ini sudah
terbukti dengan adanya sekolah-sekolah gratis bagi peserta didik yang kurang mampu  yang
menandakan bahwa memang pendidikan itu adalah hak semua warga negara tanpa kecuali
(baik kaya maupun miskin). Namun, ternyata memang benar untuk mendapatkan pendidikan
yang baik itu memerlukan biaya yang memang tidak sedikit sehingga sebagian besar sekolah
masih menggalakan adanya pembayaran untuk sekolah.

Permasalahan yang muncul kemudian dan menjadi sorotan masyarakat adalah :

1. Sekolah gratis memang ada, peserta didik bisa melaksanakan kegiatan belajar tanpa
memikirkan biaya, namun sayangnya sekolah-sekolah tersebut berada di daerah terpencil.
2. Fasilitas di sekolah kurang lengkap atau kurang memadai, hal ini dapat dikarenakan
komponen sekolah tidak terlalu paham dengan perkembangan zaman atau dapat pula
dikarenakan biaya dari pemerintahnya kurang mencukupi.
3. Staf pengajarnya kurang berkompetensi, hal ini dikarenakan para pengajar dari kalangan
yang ingin mengajar saja, sukarela. Oleh karena sukarela itu, makanya para pegajar lebih
memilih sekolah yang dapat memberikan jaminan penghidupan yang lebih dibanding dengan
mengajar di sekolah yang jaminan penghidupannya lebih kecil.
4. Kurikulumnya tidak tepat. Pengajar akan merasa kewalahan dengan kurikulum disebabkan
fasilitas dan kemampuannya yang juga terbatas.
5. Sistem administrasi serta birokrasinya terkesan berbelit-belit. Dikatakan berbelit-belit
karena kurangnya pengalaman dalam menjalankan administrasi dan birokrasi pendidikan di
sekolah tersebut.

Secara jelasnya permasalahan di atas dapat digambarkan sebagai berikut :

Peta Konsep Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Sumber :

Jawaban no 4

Pada dunia Pendidikan telah dikembangkan berbagai jenis teori belajar yang dianggap paling
sesuai untuk diimplementasikan di sekolah. Seiring berkembangnya jaman, sudut pandang
praktisi dan pakar Pendidikan juga mengalami pergeseran paradigma tentang konsep dan
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai siswa. Teori belajar behavioristik merupakan salah
satu teori pembelajaran paling tua yang berkembang pada abad ke-19. Meski terdengar kolot
dan sudah semakin berkembang menjadi teori-teori baru yang dianggap lebih baik untuk
digunakan, teori behavioristik ini pun nyatanya masih banyak digunakan dalam implementasi
dunia pendidikan kita.

Menurut B.F. Skinner teori belajar behaviorisme adalah hubungan antara stimulus dengan
respon yang ditunjukkan individu atau subyek terjadi melalui interaksi dengan lingkungan. 
Teori ini menekankan bahwa tingkah laku yang ditunjukkan seseorang merupakan akibat dari
interaksi antara stimulus dengan respon. Teori ini berkembang dan cenderung mengikuti
aliran psikologi belajar, lantas menjadi dasar pengembangan teori pendidikan dan
pembelajaraan saat ini. Ciri dari implementasi sukses teori belajar behavioristik ini adalah
adanya perubahan perilaku yang ditunjukkan seseorang setelah mengalami kejadian di masa
lampau. Seseorang dinyatakan belajar jika telah merespon suatu kejadian dan menjadikannya
pembelajaran untuk tidak menggunakan respon yang sama di masa depan, guna menghindari
akibat yang pernah dialaminya.

Implementasi teori belajar behavioristik dalam dunia pendidikan ini terlihat dari beberapa
contoh. Misalkan: penerapan hukuman membersihkan halaman bagi siswa yang datang ke
sekolah terlambat, siswa disuruh lari lapangan jika tidak mengerjakan tugas atau PR. Teori
ini cukup menakutkan karena penekanan prinsip pemberian hukuman (punishment), akan
tetapi teori ini tak selamanya buruk. Pada kondisi tertentu siswa juga akan mendapatkan
penguatan (reinforcement) berupa pujian, hadiah atau penghargaan lainya jika menunjukkan
sikap positif dalam pembelajaran. Sehingga, teori behaviorisme dianggap merupakan pilihan
metode pembelajaran yang tepat dan dianggap mampu menghasilkan output yang diharapkan.

Teori behaviorisme ini hingga sekarang masih banyak ditemui di Indonesia. Hal ini nampak
mulai dari pembelajaran di Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar,
Menengah, bahkan sekolah tinggi. Pembentukan perilaku siswa dengan drill (pembiasaan)
disertai reinforcement dan punishment masih sering ditemui. Secara teori dan praktek yang
telah dilaksanakan, teori ini kurang menekankan aktivitas secara kognitif pada anak.
Sehingga anak cenderung belum dapat mengeksplorasi pegetahuan secara optimal. Teori
behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang
kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon. Selain itu, berdasarkan teori behavioristik ini, potensi alami yang dimiliki oleh
seorang anak seakan tidak dianggap bahkan cenderung diabaikan. Hal inilah yang
menyebabkan teori ini ditinggalkan kemudian mengalami pergeseran dari teori
behaviorisme ke teori belajar kognitivisme.

Teori kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan
faktor eksternal atau lingkungan sehingga pengetahuan itu bersifat non-objektif, temporer,
serta selalu berubah. Belajar merupakan pemaknaan pengetahuan, sedangkan mengajar itu
menggali makna. Pada teori ini, otak berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga
muncul makna yang unik, sehingga bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap
pengetahuan yang dipelajari. Teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil
interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Jadi dengan adanya teori kognitivisme seorang siswa akan memiliki pengetahuan
dan pengalaman yang lebih luas sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan tetap setia
dalam ingatan.

Pada teori kognitivisme seorang peserta didik dilatih untuk berpikir secara cerdik untuk
menyelelesaikan masalahnya. Peserta didik harus dapat menggali pengetahuannya sendiri.
Menurut tokoh psikologi Pendidikan Jean Piaget menyatakan bahwa, teori belajar
kognitivisme adalah suatu proses belajar melalui interaksi antara individu dengan
lingkungannya dengan melibatkan proses berpikir/bernalar. Jadi dalam teori ini lebih
menekankan pada pemaknaan dalam belajar, sehingga belajar tidak hanya menghafal tetapi
yang lebih penting adalah seorang peserta didik harus menangkap makna dari proses belajar
yang dia lakukan.

Dengan adanya teori kognitivisme peserta didik akan memiliki pengetahuan yang lebih luas.
Namun, pada teori kognitivisme peserta didik akan memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
Perbedaan ini akan dapat menimbulkan kesenjangan antar peserta didik, apabila seorang guru
tidak dapat mengontrol perbedaan yang terjadi. Sehinggga, siswa yang pandai akan semakin
pandai dan yang kurang pandai akan semakin tertinggal.

Dari semua teori apabila dianalisis dan dilihat dapat bergeser dari satu teori meuju ke teori
yang lain, maka didalam dunia pendidikan tidak ada teori yang abadi, dan dapat mendominasi
sepanjang zaman. Karena teori dapat bergeser sesuai dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan pemakainya. Oleh karena itu, sebaiknya seorang pendidik tidak boleh mengatakan
jika salah satu dari teori ini dalah teori yang paling benar dan yang paling baik, karena pada
dasarnya masing-masing teori memiliki kelebihan dan kelemahanya masing-masing.
Tentunya akan lebih baik, jika seorang pendidik dapat mengkombinasikan dari setiap teori
belajar ini, untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna, apabila dari setiap teori kita
ambil segi positifnya kemudian kita padukan dengan segi positif dari teori lain maka tujuan
pembelajaran akan tercapai dengan efektif.

Pendidik harus dapat menciptakan suatu teori baru dengan kekuataan yang lebih baik, tetapi
juga jangan lupa untuk tetap memperhatikan kondisi dan kesiapan peserta didik. Jadi, inilah
sebenarnya yang dinamakan inovasi dalam pembelajaran. Seorang guru harus dapat
menciptakan inovasi baru. Sehingga guru tidak hanya menggunakan teori belajar yang sudah
ada dan menggganti nama teori belajar lain agar terlihat baru. Namun, pendidik ketika akan
menciptakan inovasi pembelajaran akan lebih penting untuk memperbaiki substansinya
dengan tujuan pembelajaran yang terukur dan dapat dicapai dengan baik dan optimal.

Jawaban no 5

I.   Peserta Didik

A.    Hakikat Peserta Didik

Peserta didik adalah makhluk sosial. Sebagai makhluk sosial, ia membutuhkan


orang lain untuk dapat tumbuh kembang menjadi manusia yang utuh. Dalam
perkembangannya, pendapat dan sikap peserta didik dapat berubah karena interaksi dan
saling berpengaruh antar sesama peserta didik maupun dengan proses sosialisasi.

Pandangan menurut ilmu psikolog tentang peserta didik adalah individu yang
sedang berkembang baik jasmani maupun rohani. Perubahan jasmani biasa disebut
pertumbuhan, ialah terdapatnya perubahan aspek jasmani menuju kearah kematangan
fungsi, misal kaki, tangan sudah mulai berfungsi secarea sempurna. Sedangkan
perkembangan adalah perubahan aspek psikis secara lebih jelas.

Peserta didik adalah setiap manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun
pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.

Setiap pesrta didik tidak sama dalam hal minat untuk mempelajari sesuatu ilmu
pengetahuan. Dan peserta didik memiliki minat serta kecakapan yang berbeda beda untuk
mengembangkan kemampuan intelektual yang dimilikinya.

B.     Pengertian Peserta Didik Menurut Pandangan Anthropologi

Dari tinjauan Anthopologi hakekat peserta didik dapat ditafsirkan sebagai :


1.      Peserta didik sebagai makhluk yang bermasyarakat dan dapat
dimasyarakatkan.
2.      Peserta didik sebagai organism yang harus ditolong, sebab pada waktu lahir
dia dalam kondsi yang lemah.

Imran Manan (1989: 12-13) menjelaskan bahwa dari dimensi Anthropologi peserta
didik dapat dijelaskan dari tiga dimensi:

1.      Peserta didik adalah makhluk social yang hidup bersama-sama.

2.      Peserta didik dipandang sebagai individualistis, yakni mampu menampilkan


kepribadian yang khas yang berbeda dengan individu yang lain.

3.      Peserta didik dipandang memiliki moralitas.

C.     Pengertian Anak Didik Menurut Pandangan Islam

Anak didik merupakan salah satu komponen terpenting dalam pendidikan. Tanpa
anak didik, proses kependidikan tidak akan terlaksana. Oleh karena itu pengertian tentang
anak didik dirasa perlu diketahui dan dipahami secara mendalam oleh seluruh pihak.
Sehingga dalam proses pendidikannya nanti tidak akan terjadi kemelencengan yang
terlalu jauh dengan tujuan pendidikan yang direncanakan.

Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum
dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan.
Paradigma di atas menjelaskan bahwasanya manusia / anak didik merupakan subjek dan
objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu
mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya
menuju kedewasaan.
Menurut Samsul Nizar (2002) beberapa hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap
pendidikan Islam, yaitu :

1.      Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki
dunia sendiri.

2.      Peserta didik adalah manusia yang memiliki diferensiasi priodesasi


perkembangan dan pertumbuhan.

3.      Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut
kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.

4.      Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual.

5.      Peserta didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.

6.      Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.

Pandangan Ibnu Khaldun Terhadap Anak Didik


Membangun peradaban yang tinggi harus dimulai dengan memajukan
pendidikan terlebih dahulu. Oleh karena itu maju tidaknya suatu negara ditentukan
oleh tingkat kualitas pendidikan di dalamnya. Semakin bagus mutu / kualitas
pendidikan suatu negara maka semakin maju peradaban yang dibangunnya.

Anak didik sebagai salah satu komponen pendidikan di dalamnya merupakan


salah satu faktor terpenting dalam terlaksananya proses pendidikan. Selain sebagai
objek manusia juga sebagai subjek dalam pendidikan, sehingga kedudukannya dalam
proses kependidikan menempati posisi urgen sebagai syarat terjadinya proses
pendidikan.
Berangkat dari urgensitas pendidikan dalam membangun sebuah peradaban, maka
banyak para kaum intelektual yang mencoba mengkajinya lebih dalam sampai keakar
permasalahannya.

Ibn Khaldun, seseorang yang terkenal sebagai sejarawan, sosiolog, dan juga
antropolog, mencoba mengemukakan gagasan pemikirannya mengenai anak didik,
yang dalam hal ini anak didik menduduki objek sekaligus subjek dalam pendidikan.

Menurut Husayn Ahmad Amin (1995), dengan latar belakang seorang


sosiolog, maka dalam bebagai kajiannya Ibn Khaldun bersandar sepenuhnya kepada
pengamatan terhadap fenomena sosial dalam berbagai bangsa yang di dalamnya dia
hidup.
Begitu pula dalam pemikirannya mengenai anak didik, ia mengaitkannya dengan
aspek sosial yaitu hubungan anak didik dengan lingkungan dan masyarakat
disekitarnya.

Lebih lanjut diterangkan, Ibnu Khaldun melihat manusia tidak terlalu


menekankan pada segi kepribadiannya sebagaimana yang acapkali dibicarakan para
filosof, baik itu filosof dari golongan muslim atau non-muslim. Ia lebih banyak
melihat manusia dalam hubungannya dan interaksinya dengan kelompok-kelompok
yang ada di masyarakat. Dalam konteks inilah ia sering disebut sebagai salah seorang
pendiri sosiolog dan antropolog.

Menurutnya, keberadaan masyarakat sangat penting untuk kehidupan manusia,


karena sesungguhnya manusia memiliki watak bermasyarakat.

Ini merupakan wujud implementasi dari kedudukan manusia sebagai makhluk


sosial, yang secara harfiahnya selalu membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Salah
satu contoh yaitu dengan adanya oganisasi kemasyarakatan.

Manusia bukan merupakan produk nenek moyangnya, akan tetapi, lingkungan


sosial, lingkungan alam, adat istiadat. Karena itu, lingkungan sosial merupakan
pemegang tanggungjawab dan sekaligus memberikan corak perilaku seorang manusia.
Hal ini memberikan arti, bahwa pendidikan menempati posisi sentral dalam rangka
membentuk manusia ideal yang diinginkan.

Pendidikan sebagai suatu upaya dalam membentuk manusia ideal, mencoba


mengajarkan dan mengajak manusia untuk berpikir mengenai segala sesuatu yang ada
di muka bumi, sehingga hasrat ingin tahunya dapat terpenuhi.
Ibn Khaldun memandang manusia sebagai makhluk yang berbeda dengan berbagai
makhluk lainnya. Manusia, kata Ibn Khaldun adalah makhluk berpikir. Oleh karena
itu ia mampu melahirkan ilmu (pengetahuan) dan teknologi. Dan hal itu sebagai bukti
bahwa manusia memang memiliki tingkatan berpikir yang lebih tinggi dibanding
dengan makhluk lainnya.

Disamping memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk


menghasilkan kebutuhan hidupnya, manusia juga memiliki sikap sikap hidup
bermasyarakat yang kemudian dapat membentuk suatu masyarakat yang antara satu
dengan yang lainnya saling menolong. Dari keadaan manusia yang demikian itu maka
timbullah ilmu pengetahuan dan masyarakat. Ilmu yang demikian mesti diperoleh dari
orang lain yang telah lebih dahulu mengetahuinya. Mereka itulah yang kemudian
disebut guru. Agar tercapai proses pencapaian ilmu yang demikian itu, maka perlu
diselenggarakan kegiatan pendidikan.

Pada bagian lain, Ibn Khaldun berpendapat bahwa dalam proses belajar atau
menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping harus sungguh-sungguh juga harus
memiliki bakat. Menurutnya, dalam mencapai pengetahuan yang bermacam-macam
itu seseorang tidak hanya membuuhkan ketekunan, tetapi juga bakat. Berhasilnya
suatu keahlian dalam satu bidang ilmu atau disiplin memerlukan pengajaran.

Dalam Al Qur`an sendiri manusia terdiri dari materi (jasad) dan immateri (ruh,
jiwa, akal, qalb). Jika dihubungkan dengan pendidikan, maka manusia yang diberi
pendidikan itu adalah jiwa dan akalnya. Pendidikan pada manusia adalah suatu proses
pengembangan potensi jiwa dan akal yang tumbuh secara wajar dan seimbang, dalam
masyarakat yang berkebudayaan.

D.    Kedudukan Peserta Didik dalam Pembelajaran

Dalam pembelajaran, peserta didik dapat dipandang sebagai objek didik,


subjek didik, dan sebagai subjek dan objek didik sekaligus.

Dalam pandangan konvensional, peserta didik dipandang sebagai objek didik,


ialah sebagai wadah yang harus diisi dengan pengetahuan, dan ketrampilan. Peserta
didik diperlakukan pasif, ia harus menereima semua yang diberikan guru.

Dalam pandangan modern, peserta didik dipandang sebagai subjek yang


memiliki potensi tersendiri, ia aktif mengembangkan potensinya, ia merespon,
bertanya dan menanggapi keterangan guru pada saat berlangsungnya pembelajaran.
Guru berfungsi sebagai fasilitator, menciptakan kondisi sedemikian rupa sehingga
peserta didik terjadi proses belajar.

Ciri khas peserta didik adalah :

1.      Sebagai individu yang memiliki potensi fisik dan psikis.


2.      Sebagai individu yang sedang berkembang baik potensi fisik maupun psikis,
3.      Dalam pengembangan potensi tersebut peserta didik membutuhkan bantuan
orang lain.
4.      Memiliki kemampuan untuk mandiri.
Peserta didik adalah salah satu komponen manusiawi yang menempati posisi
sentral dalam proses belajar mengajar. Didalam proses belajar-mengajar, peserta didik
sebagai pihak yang ingin meraih cita-cita dan memiliki tujuan dan kemudia ingin
mencapainya secara optimal. Jadi dalam proses belajar mengajaryang perlu diperhatikan
pertama kali adalah peserta didik, bagaimana keadaan dan kemampuannya, baru setelah
itu menentukan komponen-komponenyang lain. Apa bahan yang diperlukan, bagaimana
cara yang tepat untuk bertindak, alat dan fasilitas apa yang cocok dan mendukung, semua
itu harus disesuaikan dengan keadaan ataukarakteristikpeserta didik. Itulah sebabnya
peserta didik merupakan subjek belajar. Ada beberapa halyang harus dipenuhi oleh
peserta didik sebagai subjek belajar yaitu :

1.      Mememahami dan menerima keadaan jasmani

2.      Memperoleh hubungan yang memuaskan dengan teman-teman sebayanya.

3.      Mencapai hubungan yang lebih “matang” dengan orang dewasa

4.      Mencapai kematangan Emosional

5.      Menujukepada keadaan berdiri sendiri dalam lapangan finansial.

6.      Mencapai kematangan intelektual

II.  Pertumbuhan dan Perkembangan

Pertumbuhan diartikan sebagai perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi


jasmaniah atau fisik dan atau menunjukkan kepada suatu fungsi tertentu yang baru (yang
tadinya belum tampak) dari organisme atau individu. Konsep pertumbuhan mempunyai
makna luas, mencangkup segi-segi kuantitatif dan kualitatif serta aspek-aspek fisik-psikis
seperti yang terkandung dalam istilah-istilah pertumbuhan, kematangan dan belajar atau
pendidikan dan latihan. Belajar atau pendidikan menunjukkan kepada perubahan pola-
pola sambutan atau perilaku dan aspek-aspek kepribadian tertentu sebagai hasil usaha
individu atau organisme yang bersangkutan dalam batas-batas waktu setelah tiba masa
pekanya. Dengan demikian, dapat dibedakan bahwa perubahan-perubahan perilaku dan
pribadi sebagai hasil belajar itu berlangsung secara intensional atau dengan sengaja
diusahakan oleh individu yang bersangkutan, sedangkan perubahan dalam arti
pertumbuhan dan kematangan berlangsung secara alamiah menurut jalannya pertambahan
waktu atau usia yang ditempuh oleh yang bersangkutan. Pertumbuhan terbatas pada
perubahan-perubahan yang bersifat evolusi (menuju ke arah yang lebih sempurna).
Perubahan-perubahan aspek fisik dapat diidentifikasikan relative lebih mudah
manifestasinya karena dapat dilakukan pengamatan langsung seperti tinggi dan berat
badan, tanggal dan tumbuhnya gigi dan sebagainya. Lain halnya dengan segi-segi psikis
yang relative sulit diidentifikasi karena kita hanya mengamati dan sampai batas tertentu.
Perkembangan diartikan sebagai perubahan-perubahan yang dialami oleh individu
atau organisme menuju tingkat kedewasaannya yang berlangsung secara sistematis,
progresif dan berkesinambungan baik fisik maupun psikis.

Perkembangan juga bertalian dengan beberapa konsep pertumbuhan (growth),


kematangan (maturity), dan belajar (learning) serta latihan (training)..

Perkembangan individu dapat ditujukan dengan munculnya atau hilangnya, bertambah


atau berkurangnya bagian-bagian, fungsi-fungsi atau sifat-sifat psikofisis, baik secara
kuantitatif maupun kualitatif, yang sampai batas tertentu dapat diamati dan diukur dengan
mempergunakan teknik dan instrument yang sesuai. Contoh perkembangan proses
berpikir, kemampuan berbahasa dan lain-lain.

A. Prinsip-prinsip Perkembangan

– Perkembangan proses yang tidak pernah berhenti

– Semua aspek perkembangan saling mempengaruhi

– Perkembangan mengikuti pola dan arah tertentu dan terjadi dalam tempo berlainan

– Setiap fase perkembangan mempunyai ciri khas

– Setiap individu yang normal mengalami fase perkembangan

B. Fase Perkembangan

  Fase perkembangan menurut Freud :

1. Fase oral : 0 – 1 tahun terfokus pada fungsi mulut)

2. Fase anal : 1 -3 tahun terfokus fungsi eliminatif (pembuangan kotoran)

3. Fase Phalis : 3 – 5 tahun

4. Fase latent : 5 – 12/13 tahun

5. Fase pubertas : 12/13 tahun – 20 tahn

6. Fase genetal : kematangan

a.Analisis Biologis

1) Aristoteles

Tahap I : 0 – 7 tahun masa anak kecil/bermain

Tahap II : 7 – 14 tahun masa anak/masa sekolah rendah

Tahap III : 14-21 tahun remaja/pubertas (peralihan anak menjadi dewasa)


2) Krestmer

Tahap I : 0 – 3 tahun masa fulung (pengisian) tampak pendek & gemuk

Tahap II : 3- 7 tahun masa Streckung (rentangan) tampak langsing & panjang

Tahap III : 7-13 tahun Fulung II tampak pendek dan gemuk

Tahap IV : 13-20 tahun Streckung tampak langsing

3) Elizabeth Hurlock

Tahap I : konsepsi/Prenatal, 280 hari dalam kandungan

Tahap II : 10 – 14 hari masa orok/infancy

Tahap III : 2 minggu – 2tahun Babyhood

Tahap IV : 2 – 11 Childhood

Tahap V : 11-21tahun masa Adolesence/ puberty, 11-13 pre adolescence,16-


17 tahun early adolescence, late adolescence

b. Bedasar didaktis

1) Commenius

Tahap I : 0 – 6 tahun scola materna (sekolah ibu)

Tahap II : 6-12 tahun scola vernaculan (sekolah bahasa ibu)

Tahap III : 12-18 tahun scola latina (sekolah latin)

Tahap IV : 18-24 akademika

2) Rosseau

Tahap I : 0 – 2 tahun usia asuhan

Tahap II : 2-12 tahun masa pendidikan jasamni dan panca indera

Tahap III : 12-15 tahun pendidikan akal

Tahap IV : 15-20 tahun pendidikan watak dan agama

c. Berdasar psikologis :

– masa kanak-kanak 0-4

– masa keserasian sekolah 4 – 17


– masa kematangan >17.

  Fase perkembangan kaitannya dengan proses belajar mengajar

– Masa pra sekolah : 0 – 6 tahun (masa vital(Freud :masa oral)& masa estetik

– Masa sekolah dasar : 6 – 12 tahun (masa kelas rendah dan kelas tinggi)

– Masa sekolah menengah : 12 – 18 tahun( pra remaja dan remaja)

– Masa Mahasiswa : 18 – 25 tahun (remaja akhir-dewasa)

C. Anak Sebagai Suatu Totalitas

Konsep anak sebagai suatu totalitas mengandung tiga pengertian, yaitu :

1. Anak adalah makhluk hidup yang merupakan suatu kesatuan dari keseluruhan
aspek yang terdapat dalam dirinya.

Sebagai suatu totalitas, anak dipandang sebagai makhluk hidup yang utuh, yakni
sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan aspek fisik dan psikis yang terdapat dalam
dirinya. Keseluruhan aspek fisik dan psikis anak tersebut tidak dapat dapat
dipisahkan satu sama lain. Karena itu anak dipandang sebagai suatu individu.
Dalam hal ini kita tidak akan memandang anak sebagai kumpulan organ-organ
misalnya ada kepala, kaki, tangan, dan bagian tubuh

yang terpisah satu sama lain.

2. Keseluruhan aspek anak saling terjalin satu sama lain

Keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak tersebut secara terintegrasi saling
terjalin dan memberikan dukungan satu sama lain. Sebagai misal, anak yang
dimarahi orang tuanya bisa tidak berselera makan, anak yang sedang sakit nafsu
makannya berkurang dan lain-lain. Contoh tersebut mengilustrasikan adanya
keterkaitan dan perpaduan dalam proses kehidupan dan aktivitas anak. Reaksi-
reaksi psikis anak selalu disertai dengan reaksi fisiknya, begitu pula sebaliknya.

3. Anak berbeda dari orang dewasa bukan sekedar fisik, tetapi secara keseluruhan.

Anak bukan miniature orang dewasa, tetapi anak adalah anak yang dalam
keseluruhan aspek dirinya bisa berbeda dengan orang dewasa, baik dalam segi
fisik, cara berfikir, rasionalitas, daya pikir maupun pola pikirnya. Jadi jangan
memaksa anak sesuai dengan yang kita inginkan karena anak itu juga mempunyai
dunianya sendiri. Biarlah mereka menjadi diri mereka sendiri, suatu saat dengan
kematangan dan pengalaman mereka akan menjadi dewasa.

D. Perkembangan sebagai Proses Holistik dari aspek biologis, kognitif, dan psikososial.

Sesuai dengan konsep anak sebagai suatu totalitas atau sebagai individu,
perkembangan juga merupakan suatu proses yang sifatnya menyeluruh (holistik).
Artinya perkembangan terjadi tidak hanya dalam aspek tertentu, melainkan
melibatkan keseluruhan aspek yang saling terjalin satu sama lain. Secara garis besar,
proses perkembangan individu dapat dikelompokkan ke dalam 3 domain, yaitu :

1. Proses Biologis

Proses biologis atau perkembangan fisik mencangkup perubahan-perubahan dalam


tubuh individu seperti pertumbuhan otak, otot, sistem syaraf, struktur tulang,
hormon, organ-organ indrawi, dan sejenisnya. Perubahan dalam cara menggunakan
tubuh atau keterampila motorik dan perkembangan seksual juga dikelompokkan ke
dalam domain

 ini. Tetapi domain perkembangan ini tidak mencangkup perubahan fisik karena kecelakaan,
sakit, atau peristiwa-peristiwa khusus lainnya.

2. Proses Kognitif

Proses ini melibatkan perubahanperubahan dalam kemampuan dan pola berpikir,


kemahiran bahasa, dan cara individu memperoleh pengetahuan dari lingkungannya.
Aktivitas-aktivitas seperti mengamati dan mengklasifikasikan benda-benda,
menyatukan beberapa kata menjadi satu kalimat, menghafal sajak atau doa,
memecahkan soal-soal matematika, dan menceritakan pengalaman merefleksikan
peran kognitif dalam perkembangan anak.

3. Proses Psikososial

Proses ini melibatkan perubahan-perubahan dalam aspek perasaan, emosi dan


kepribadian individu serta cara yang bersangkutan berhubungan dengan orang lain.

Aspek-aspek tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Misalnya saja
jika seorang anak mengalami gangguan pendengaran maka dia dapat mengalami
keterlambatan dalam perkembangan bahasa dikarenakan tidak adanya kata-kata yang
dapat masuk dan dicerna di otaknya.

E. Kematangan dan Pengalaman dalam Perkembangan Anak

Kematangan menunjukkan kepada suatu masa tertentu yang merupakan titik


kulminasi dari suatu fase pertumbuhan sebagai titik tolak kesiapan (readiness) dari suatu
fungsi (psikofisis) untuk menjalankan fungsinya.Pengalaman adalah peristiwa-peristiwa
yang dialami individu dalam interaksi dengan lingkungan. Kematangan ditentukan oleh
beberapa faktor antara lain pengalaman, pola asuh dan kesempatan yang diberikan.
Secara usia anak yang berusia 7tahun harusnya memiliki pengalaman yang lebih banyak
dibandingkan usia 6tahun. Namun pengalaman menjadi berbeda ketika pola asuh yan
diberikan berbeda

F. Kontinuitas dan Diskontinuitas dalam Perkembangan

Perkembangan dari segi kesinambungan menjelaskan bahwa perkembangan


merupakan perubahan kumulatif yang berlangsung secara bertahap dari masa konsepsi
hingga meninggal dunia. Perkembangan adalah perubahan yang sifatnya bertahap dan
merupakan akumulasi dari perilaku dan kualitas pribadi yang sama yang sudah diperoleh
sebelumnya. Dalam proses perkembangan ini terjadi penambahan maupun pengurangan
keterampilan yang akan dikombinasikan dengan keterampilan yang sudah ada untuk
menghasilkan perilaku yang semakin kompleks.

Sedangkan dari segi ketidaksinambungan menganggap bahwa perkembangan


individu melibatkan tahapan-tahapan yang berbeda. Dalam hal ini perkembangan individu
dianggap berlangsung melalui terjadinya perubahan yang relatif tiba-tiba dari suatu tahap
ke tahap berikutnya.

G. Perkembangan Biologis dan Perseptual Anak

1. Perkembangan Fisik

a. Tinggi dan Berat Badan

b. Proporsi dan Bentuk Tubuh

2. Perkembangan Perseptual

Persepsi adalah interpretasi terhadap informasi yang ditangkap oleh indra


penerima. Persepsi merupakan proses pengolahan informasi lebih lanjut dari
aktivitas sensasi.

a. Persepsi Visual

Adalah persepsi yang didasarkan pada penglihatan dan sangat mengutamakan


peran indra penglihatan dalam proses perseptualnya. Dilihat dari dimensinya,
ada enam jenis persepsi visual yang dapat dibedakan, yakni :

1) Persepsi Konstanitas Ukuran

Adalah kemampuan individu untuk mengenal bahwa setiap objek memiliki


suatu ukuran yang konstan meskipun jaraknya berbeda. Contohnya anak
mampu mempersepsikan bahwa bahwa jalan dipegunungan itu sama
lebarnya tetapi ketika digambar semakin jauh semakin kecil. Anak yang
sudah mengerti tentang konsep ini akan menjawab bahwa ini berkaitan
dengan jarak, tetapi yang belum mengerti mereka akan menjawab dengan
sekenanya “ Emang dari dulu gambarnya gitu bu !”.

2) Persepsi Objek atau Gambar Pokok dan Latar

Persepsi ini memungkinkan individu untuk menempatkan suatu objek yang


berada atau tersimpan pada suatu latar yang membingungkan. Kemampuan
ini akan terlihat dalam gambar anak. Misalnya kemampuan anak dalam
menggambar gambar yang tertutup oleh gambar lain.

3) Persepsi Keseluruhan dan Bagian

Merupakan kemampuan untuk membedakan bagian-bagian suatu objek atau


gambar dari keseluruhannya.

4) Persepsi Kedalaman
Kemampuan seseorang untuk mengukur jarak dari posisi tubuh ke suatu
objek.persepsi ini memerlukan ketajaman visual yang baik

5) Persepsi Tilikan Ruang

Merupakan kemampuan penglihatan untuk mengidentifikasi, mengenal, dan


mengukur dimensi

6) Persepsi Gerakan

Melibatkan kemampuan memperkirakan dan mengikuti gerakan atau


perpindahan suatu objek oleh mata. Kemampuan persepsi ini juga sudah
mulai dikembangkan sejak bayi terhadap gerakan horizontal, disusul
terhadap gerakan vertikal, gerakan diagonal, dan terakhir terhadap gerakan
berputar.

b. Persepsi Pendengaran

Persepsi pendengaran merupakan pengamatan dan penilaian terhadap suara yang


diterima oleh bagian telinga. Seperti halnya persepsi penglihatan, perkembangan
persepsi pendengaran mencakup beberapa dimensi, yaitu: persepsi lokasi
pendengaran, persepsi perbedaan terhadap suara-suara yang mirip, dan persepsi
pendengaran pokok dan latarnya.

1) Persepsi Lokasi Pendengaran

Persepsi ini berkenaan dengan kemampuan mendeteksi tempat munculnya


suatu sumber suara. Misalnya, kalau si anak dipanggil dari sebelah kiri,
maka ia menenggok ke sebelah kiri; kalau ada pada langit langit ada suara
yang menakutkan, maka ia memusatkan perhatiannya ke arah sumber suara
tersebut

2) Persepsi Perbedaan

3) Persepsi Pendengaran Utama dan Latarnya

Kemampuan untuk memperhatikan suara-suara tertentu dengan


mengabaikan suara-suara lain yang tidak berhubungan. Misalnya kita perlu
mendengarkan suara guru yang sedang mengajar sambil mengabaikan suara-
suara gaduh yang datang dari luar kelas.

H. Faktor Hereditas dan Lingkungan dalam Perkembangan Anak

Setiap manusia mempunyai pola pertumbuhan dan perkembangan yang berbeda.


Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

a. Faktor Hereditas

Faktor hereditas ada dalam diri manusia itu sendiri. Disini terjadi totalitas
karakter dari orang tua kepada anak, dari sini pula kepribadian anak mulai
terbentuk karena didikan orang tua.
b. Faktor Lingkungan

Faktor ini juga dapat disebut dengan faktor luar. Dalam lingkungan anak
diajarkan tentang nilai-nilai budaya setempat.

Dengan faktor tertentu dan faktor lingkungan tertentu pula maka akan
menghasilkan pola pertumbuhan dan perkembangan tertentu pula. Setiap individu lahir
dengan hereditas tertentu. Namun individu itu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari
lingkungannya baik lingkungan fisik, lingkungan psikologi, maupun lingkungan social.
Setiap pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks merupakan hasil interaksi dari
hereditas dan lingkungan.

Hubungan antara faktor hereditas dan lingkungan, faktor hereditas beroperasi


dengan cara yang berbeda-beda menurut kondisi dan keadaan lingkungan yang berbeda-
beda pula. Selain dengan interaksi hubungan antara hereditas dan lingkungan dapat pula
digambarkan sebagai additive contribution (sama-sama menyumbang bagi pertumbuhan
dan perkembangan fisiologi dan juga tingkah laku.

Diantara kedua faktor tersebut tidak ada faktor yang lebih dominan karena
keduanya saling mengisi dan mempengaruhi satu sama lain. Tidak selamanya yang
diinginkan lingkungan kepada seorang anak akan menjadi kenyataan, begitu pula
sebaliknya.

III.   Perkembangan Anak Usia Dini

A.    Karakteristik Anak Usia Dini

Piaget mengkatagorikan empat tahapan perkembangan kognitif dan afektif yang


dilalui manusia. Menurut teori ini, anak-anak berkembang secara kognitif melalui
keterlibatan aktif dengan lingkungannya. Dikaitkan dengan teori ini, perkembangan anak
usia dini berada pada tahap berpikir praoperasional (usia 2-7 tahun). Pada tahap ini
perkembangan anak sudah ditandai dengan per-kem-bangan bahasa dan berbagai bentuk
representasi lainnya serta perkem-bangan konseptual yang pesat. Proses berfikir anak
berpusat pada penguasaan simbol-simbol seperti kata-kata yang mampu mengung-
kapkan pengalaman masa lalu. Manipulasi symbol, termasuk kata-kata,
merupakan karakteristik penting dari tahap praoperasional.

Hal ini tampak dalam meniru sesuatu yang tertunda sehingga menghasilkan suatu
tindakan yang telah dilihat di masa lalu dan dalam imajinasi anak-anak atau pura-pura
bermain (Piaget, 1951) yang dikutip Mussen, Conger, Kagen dan Huston (1984). Nalar
anak-anak pada tahap ini belum tampak logis dan mereka cenderung sangat egosentris.
Egosentris pada anak usia prasekolah tidak berarti ia mementingkan diri sendiri,
melainkan anak usia prasekolah tidak dapat melihat sesuatu dari pandangan orang lain.
Mengenal karakteristik peserta didik untuk kepentingan proses pembelajaran
merupakan hal yang penting. Adanya pemahaman yang jelas tentang karakteristik peserta
didik akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran secara
efektif. Berdasarkan pemahaman yang jelas tentang karakteristik peserta didik, para guru
dapat merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaransesuai perkembangan anak.
Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai
lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age
(usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia
tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan
karakteristik anak usia dini sebagai berikut :
a.       Usia 0 – 1 tahun
Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat
dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari
anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara
lain :
1.      Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk,
berdiri dan berjalan.
2.      Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau
mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan
memasukkan setiap benda ke mulutnya.
3.      Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan
kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang
dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.
Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan modal penting
bagi anak untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya.
b.      Usia 2 – 3 tahun
Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa
sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat.
Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2 – 3 tahun antara lain :
1.      Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia
memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa.
Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja yang
ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak
pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya
bila tidak ada hambatan dari lingkungan.
2.      Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan
berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas maknanya.
Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan
belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.
Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak
didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan
ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.
c.       Usia 4 – 6 tahun
Anak usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :
1.      Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai
kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun
besar.
2.      Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami
pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-
batas tertentu.
3.      Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa
ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat dari
seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
4.      Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial.
Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.
d.      Usia 7 – 8 tahun
Karakteristik perkembangan anak usia 7 – 8 tahun antara lain :
1.      Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi
kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian.
Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif dan
induktif.
2.      Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas
orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu
bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya.
3.      Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan
banyak orang dengan saling berinteraksi.
4.      Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian
dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan,
namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan hasil.

Anak-anak usia 2-4 tahun menurut Musthafa (2002) mempunyai cirri sebagai berikut;

1. Anak-anak prasekolah mempunyai kepekaan bagi perkembangan bahasanya;

2. Mereka menyerap pengetahuan dan keterampilan berbahasa dengan cepat dan


piawai dalam mengolah input dari lingkungannya;

3. Modus belajar yang umumnya disukai adalah melalui aktivitas fisik dan berbagai
situasi yang bertautan langsung dengan minat dan peng- alamannya;
4. Walaupun mereka umumnya memiliki rentang perhatian yang pendek,

mereka gandrung mengulang-ngulang kegiatan atau permainan yang sama;

5. Anak-anak prasekolah ini sangat cocok dengan pola pembelajaran lewat


pengalaman konkret dan aktivitas motorik.

Sementara itu, anak-anak usia 5-7 tahun sebagai tahun-tahun awal memasuki
sekolah dasar mereka mempunyai ciri sebagai berikut;

1. Kebanyakan anak-anak usia ini masih berada pad tahap


berpikir praoperasional dan cocok belajar melalui pengalaman konkret dan
dengan orientasi tujuan sesaat;

2. Mereka gandrung menyebut nama-nama benda, medefinisikan kata-


kata, dan mempelajari benda-benda yang berada di lingkungan dunianya sebagai
anak-anak

3. mereka belajar melalui bahasa lisan dan pad tahap ini bahasanya telah
berkembang dengan pesat; dan

4. pada tahap ini anak-anak sebagai pembelajar memerlukan struktur kegiatan


yang jelas dan intruksi spesifik.

Banyak teori perkembangan yang dihasilkan oleh para ahli; suatu


teori mempunyai perbedaan dan persamaan dengan teori lainnya serta
terjadinya perubahan dari waktu ke waktu. Oleh karena itu, Solehuddin
(2002) mengidentifikasikan sejumlah karakteristik anak usia prasekolah sebagi
berikut.

1. Anak bersifat unik.Anak sebagai seorang individu berbeda dengan individu


lainnya. Perbedaan ini dapat dilihat dari aspek bawaan, minat, motivasi dan
pengalaman yang diperoleh dari kehidupannya masing- masing. Ini berarti
bahwa walaupun ada acuan pola perkembangan anak secara umum, dan
kenyataan anak sebagai individu berkembang dengan potensi yanmg berbeda-
beda.

2. Anak mengekspresikan prilakunya secara relatif spontan.Ekspresi


perilaku secara spontan oleh anak akan menampakan bahwa perilaku
yang dimunculkan anak bersifat asli atau tidak ditutup-tutupi. Dengan kata
lain tidak ada penghalang yang dapat membatasi ekspresi yang dirasakan
oleh anak. Anak akan membantah atau menentang kalau ia merasa tidak
suka. Begitu pula halnya dengan sikap marah, senang, sedih, dan
menangis kalau ia dirangsang oleh situasi yang sesuai dengan ekspresi
tersebut.

3. Anak bersifat aktif dan energik.Bergerak secara aktif bagi anak


usia prasekolah merupakan suatu kesenangan yang kadang kala terlihat
seakan- akan tidak ada hentinya. Sikap aktif dan energik ini akan tampak
lebih intens jika ia menghadapi suatu kegiatan yang baru dan menyenangkan.

4. Anak itu egosentris. Sifat egosentris yang dimiliki anak menyebabkan


ia cenderung melihat dan memahami sesuatu dari sudut pandang
dan kepentingan sendiri.

5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap
banyak hal.Anak pada usia ini juga mempunyai sifat banyak memper-
hatikan, membicarakan den mempertanyakan berbagai hal yang dilihat
dan didengarnya terutama berkenaan dengan hal-hal yang baru.

6. Anak bersifat eksploratif dan petualang.Ada dorongan rasa ingin tahu


yang sangat kuat terhadap segala sesuatu, sehingga anak lebih anak lebih
senang untuk mencoba, menjelajah, dan ingin mempelajari hal-hal yang
baru.Sifat seperti ini misalnya, terlihat pada saat anak ingin
membongkarpasang alat-alat mainan yang ada.

7. Anak umumnya kaya dengan fantasi. Anak menyenangi hal yang


bersifat imajinatif. Oleh karena itu, mereka mampu untuk bercerita
melebihi pengalamannya. Sifat ini memberikan implikasi terhadap
pembelajaran bahwa bercerita dapat dipakai sebagai salah satu metode belajar.

8. Anak masih mudah frustrasi. Sifat frustrasi ditunjukkan dengan marah


atau menangis apabila suatu kejadian tidak sesuai dengan apa
yang diinginkannya. Sifat ini juga terkait dengan sifat lainnya
seperti spontanitas dan egosentris.

9. Anak masih kurang pertimbangan dalam melakukan sesuatu.Apakah


suatu aktivitas dapat berbahaya atau tidak terhadap dirinya, seorang anak
bahaya belum memiliki pertimbangan yang matang untuk itu. Oleh karena
itu lingkungan anak terutama untuk kepentingan pembelajaran perlu
terhindar dari hal atau keadaan yang membahayakan.

10. Anak memiliki daya perhatian yang pendek.Anak umumnya


memiliki daya perhatian yang pendek kecuali untuk hal-hal yang
sangat disenanginya.

11. Anak merupakan usia belajar yang paling potensial Dengan


mempelajari sejumlah ciri dan potensi yang ada pada anak, misalnya rasa
ingin tahu, aktif, bersifat eksploratif dan mempunyai daya ingat lebih kuat,
maka dapat dikatakan bahwa pada usia anak-anak terdapat kesempatan
belajar yang sangat potensial. Dikatakan potensial karena pada usia
ini anak secara cepat dapat mengalami perubahan yang merupakan hakikat
dari proses belajar. Oleh karena itu, lingkungan pembelajaran untuk anak
perlu dikem-bangkan sesuai potensi yang dimilikinya.
12. Anak semakin menunjukkan minat terhadap teman.Anak
mempunyai keinginan yang tinggi untuk berteman. Anak memiliki
kemampuan untuk bergaul dan bekerjasama dengan teman lainnya.

Seiring dengan pendapat diatas, Snowman (1993) yang dikutip oleh


patmonodewo (2000) anak usia prasekolah atau usia dini memiliki sejumlah ciri
yang dapat dilihat dari aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif.

B.     Kondisi Yang Mempengaruhi Anak Usia Dini

Banyak hal yang dapat mempengaruhi kondisi anak usia dini, secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :

a.       Faktor bawaan

b.      Faktor lingkungan

Pertama, faktor bawaan adalah faktor yang diturunkan dari kedua orangtuanya,
baik yang bersifat fisik maupun psikis. Faktor bawaan lebih dominan dari pihak ayah
daripada ibu atau sebaliknya. Faktor ini tidak dapat direkayasa oleh orangtua yang
menurunkan. Dan hanya ditentukan oleh waktu satu detik, yaitu saat bertemunya sel
sperma dan ovum. Oleh karena itu, saat ovulasi merupakan saat paling berharga untuk
sepanjang hidup manusia, karena pada saat itulah diturunkan sifat bawaan yang akan
terbawa sepanjang usia manusia.

Kedua, faktor lingkungan yaitu faktor yang berasal dari luar faktor bawaan,
meliputi seluruh lingkungan yang dilalui oleh anak. Lingkungan dapat dipisahkan
menjadi dua, yaitu lingkungan dalam kandungan dan lingkungan di luar kandungan.

Lingkungan dalam kandungan sangat penting bagi perkembangan anak.


Karena perkembangan janin dalam kandungan mengalami kecepatan luar biasa, lebih
cepat 200.000 kali dibanding perkembangan sesudah lahir. Oleh karena itu
lingkungan yang positif dalam kandungan akan berpengaruh positif bagi
perkembangan janin, demikian juga sebaliknya.

Lingkungan di luar kandungan, juga besar pengaruhnya terhadap


perkembangan anak usia dini. Sebab anak menjadi bagaimana seorang anak sangat
dipengaruhi oleh bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Lingkungan luar
kandungan dibedakan menjadi tiga hal yaitu :

a.       Lingkungan keluarga, yaitu lingkungan yang dialami anak dalam berinteraksi
dengan anggota keluarga baik interaksi secara langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan keluarga khususnya dialami anak usia 0 – 3 tahun. Usia
ini menjadi landasan bagi anak untuk melalui proses selanjutnya.

b.      Lingkungan masyarakat atau lingkungan teman sebaya. Seiring bertambahnya


usia, anak akan mencari teman untuk berinteraksi dan bermain bersama.
Kondisi teman sebaya turut menentukan bagaimana anak jadinya.

c.       Lingkungan sekolah. Pada umumnya anak akan memasuki lingkungan


sekolah pada usia 4 – 5 tahun atau bahkan yang 3 tahun. Lingkungan di
sekolah besar pengaruhnya terhadap perkembangan anak. Sekolah yang baik
akan mampu berperan secara baik dengan memberi kesempatan dan
mendorong anak untuk mengaktualisasikan diri sesuai dengan kemampuan
yang sesungguhnya.

C.     Pola Perkembangan Anak Usia Dini

Perkembangan setiap anak memiliki pola yang sama, walaupun kecepatannya


berbeda. Setiap anak mengikuti pola yang dapat diramalkan dengan cara dan
kecepatannya sendiri. Sebagian anak berkembang dengan tertib tahap demi tahap,
langkah demi langkah. Namun sebagian yang lain mengalami kecepatan melonjak. Di
samping itu ada juga yang mengalami penyimpangan atau keterlambatan. Namun
secara umum setiap anak berkembang dengan mengikuti pola yang sama. Beberapa
pola tersebut antara lain :

Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik mengikuti hukum perkembangan yang disebut


“cephalocaudal” dan “proximodistal”. Hukum cephalocaudal menyatakan bahwa
perkembangan dimulai dari kepala kemudian menyebar ke seluruh tubuh sampai
ke kaki. Sedangkan hukum proximodistal menyatakan bahwa perkembangan
bergerak dari pusat sumbu ke ujung-ujungnya atau dari bagian yang dekat sumbu
pusat tubuh ke bagian yang lebih jauh.

a.       Perkembangan bergerak dari tanggapan umum menuju ke tanggapan khusus

Bayi pada awal perkembangan memberikan reaksi dengan menggerakkan seluruh


tubuh. Semakin lama ia akan mampu memberikan reaksi dalam bentuk gerakan
khusus. Demikian seterusnya dalam hal-hal lain.

b.      Perkembangan berlangsung secara berkesinambungan

Proses perkembangan diawali dari bertemunya sel sperma dan ovum yang disebut
ovulasi, dan terus secara berkesinambungan hingga kematian. Kadang perlahan,
kadang cepat, kadang maju terus, kadang sejenak mundur. Satu tahap
perkembangan menjadi landasan bagi tahap perkembangan selanjutnya. Tidak ada
pengalaman anak yang sia-sia atau hilang terhapus. Hanya tertutupi oleh
pengalaman-pengalaman berikutnya.

c.       Terhadap periode keseimbangan dan tidak keseimbangan

Setiap anak mengalami periode dimana ia merasa bahagia, mudah menyesuaikan


diri dan lingkungannya pun bersikap positif terhadapnya. Namun juga ada masa
ketidakseimbangan yang ditandai dengan kesulitan anak untuk menyesuaikan diri,
sulit diatur, emosi negatif dan sebagainya. Pola tersebut bila digambarkan ibarat
spiral yang bergerak melingkar dengan jangka waktu kurang lebih 6 bulan, hingga
akhirnya anak menemukan ketenangan dan jati diri.

d.      Terhadap tugas perkembangan yang harus dilalui anak dari waktu ke waktu

Tugas perkembangan adalah sesuatu yang harus dilakukan atau dicapai oleh anak
berdasarkan tahap usianya. Tugas perkembangan bersifat khas, sesuai dengan
tuntutan dan ukuran yang berlaku di masyarakat. Misalnya bayi lahir dia akan
melaksanakan tugas perkembangan berguling, tengkurap, duduk, berdiri, berjalan,
bermain dan seterusnya. Kualitas dan kuantitas tugas perkembangan antara satu
daerah berbeda dengan daerah lain.
Ciri Fisik Anak :

a.  Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Anak pada usia ini sangat
menyukai kegiatan yang dilakukan atas kemauan sendiri. Kegiatan mereka yang
dapat diamati adalah seperti; suka berlari, memanjat dan melompat.

b.  Anak membutuhkan istirahat yang cukup. Dengan adanya sifat aktif,
maka biasanya setelah melakukan banyak aktivitas anak me-merlukan
istirahat walaupun kadangkala kebutuhan untuk beristirahat ini tidak disadarinya.

c.  Otot-otot besar anak usia prasekolah berkembang dari control jari dan
tangan. Dengan demikin anak usia prasekolah belum bisa me-lakukan aktivitas
yang rumit seperti mengikat tali sepatu.

d. Sulit memfokuskan pandangan pada objek-objek yang kecil ukurannya


sehingga koordinasi tangan dan matanya masih kurang sempurna.

a.       Cara Belajar Anak Usia Dini

Anak pada usia dini (0 – 8 tahun) memiliki kemampuan belajar yang luar
biasa. Khususnya pada masa kanak-kanak awal. Keinginan anak untuk belajar
menjadikan ia aktif dan eksploratif. Anak belajar dengan seluruh panca inderanya
untuk dapat memahami sesuatu, dan dalam waktu singkat ia akan beralih ke hal lain
untuk dipelajari. Lingkungan lah yang kadang menjadikan anak terhambat dalam
mengembangkan kemampuan belajarnya. Bahkan seringkali lingkungan mematikan
keinginannya untuk bereksplorasi.

Cara belajar anak mengalami perkembangan seiring dengan bertambahnya


usia. Secara garis besar dapat diuraikan cara belajar anak usia dini mulai dari awal
perkembangan.

a.       Usia 0 – 1 tahun

Anak belajar dengan mengendalikan kemampuan panca inderanya. Yakni


pendengaran, penglihatan, penciuman, peraba dan perasa. Secara bertahap panca
indera anak difungsikan lebih sempurna. Hingga usia satu tahun anak ingin
mempelajari apa saja yang dilihat dengan mengarahkan seluruh panca indera. Hal
itu nampak pada aktivitas anak memasukkan segala macam benda ke dalam mulut
sebagai bagian dari proses belajar.
b.      Usia 2 – 3 tahun

Anak melakukan proses belajar dengan lebih sungguh-sungguh. Ia memperhatikan


apa saja yang ada di lingkungannya untuk kemudian ditiru. Jadi cara belajar anak
yang utama pada usia ini adalah meniru. Meniru segala hal yang ia lihat dan ia
dengar. Selain itu perkembangan bahasa anak pada usia tersebut sudah mulai
berkembang. Anak mengembangkan kemampuan berbahasa juga dengan cara
meniru.

c.       Usia 4 – 6 tahun

Kemampuan bahasa anak semakin baik. Begitu anak mampu berkomunikasi


dengan baik maka akan segera diikuti proses belajar anak dengan cara bertanya.
Anak akan menanyakan apa saja yang ia saksikan. Pertanyaan yang tiada putus.
Saat demikian kognisi anak berkembang pesat dan keinginan anak untuk belajar
semakin tinggi. Anak belajar melalui bertanya dan berkomunikasi.

d.      Usia 7 – 8 tahun

Perkembangan anak dari berbagai aspek sudah semakin baik. Walau demikian
proses perkembangan anak masih terus berlanjut. Anak melakukan proses belajar
dengan cara yang semakin kompleks. Ia menggunakan panca inderanya untuk
menangkap berbagai informasi dari luar. Anak mulai mampu membaca dan
berkomunikasi secara luas. Hal itu menjadi bagian dari proses belajar anak.

IV.   Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar

A.    Pertumbuhan Jasmani Anak Usia Sekolah Dasar

a.       Tinggi dan Berat Badan

Pertumbuhan fisik pada usia SD cenderung lebih lambat dan relatif konsisten.
Laju perkembangan seperti ini berlangsung sampai terjadinya perubahan-
perubahan besar pada awal masa pubertas. Kaki anak lazimnya menjadi lebih
panjang dan tubuhnya menjadi lebih kurus. Massa dan kekuatan otot anak secara
bertahap terus meningkat di saat semakin menurunnya kadar ‘lemak bayi’. Selama
usia SD ini, kekuatan fisik anak lazimnya meningkat dua kali lipat. Gerakan-
gerakan lepas pada masa sebelumnya sangat menbantu pertumbuhan otot ini.

b.      Proporsi dan Bentuk Tubuh

Anak SD kelas awal umumnya masih memiliki proporsi tubuh yang kurang
seimbang. Kekurangseimbangan ini sedikit demi sedikit berkurang sampai terlihat
perbedaannya ketika anak mencapai kelas 5 atau 6. Pada kelas-kelas akhir SD,
lazimnya proporsi tubuh anak sudah mendekati keseimbangan. Berdasarkan
tipologi Sheldon ada tiga kemungkinan bentuk primer tubuh anak SD. Tiga bentuk
primer tubuh tersebut adalah :

1) Endomorph, yakni yang tampak dari luar berbentuk gemuk dan berbadan
besar

2) Mesomorph, yakni yang kelihatannya kokoh, kuat, dan lebih kekar.

3) Ectomorph, yakni yang tampak jangkung, dada pipih, lemah, dan seperti tak
berotot.

B.     Perkembangan Pada Anak Usia Sekolah Dasar

Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan
usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan anak yang pendek
tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada
masa ini  seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan
berkembang secara optimal.

Karakteristik perkembangan anak pada kelas satu, dua dan tiga SD biasanya


pertumbuhan fisiknya telah mencapai kematangan, mereka telah mampu mengontrol
tubuh dan keseimbangannya. Mereka telah dapat melompat dengan kaki secara
bergantian, dapat mengendarai sepeda roda dua, dapat menangkap bola dan telah
berkembang koordinasi tangan dan mata untuk dapat memegang pensil maupun
memegang gunting. Selain itu, perkembangan anak dari sisi sosial, terutama anak
yang berada pada usia kelas awal SD antara lain mereka telah dapat menunjukkan
keakuannya tentang jenis kelaminnya, telah mulai berkompetisi dengan teman sebaya,
mempunyai sahabat, telah mampu berbagi, dan mandiri.
Perkembangan anak usia 6-8 tahun dari sisi emosi antara lain anak telah dapat
mengekspresikan reaksi terhadap orang lain, telah dapat mengontrol emosi, sudah
mampu berpisah dengan orang tua dan telah mulai belajar tentang konsep nilai
misalnya benar dan salah. Untuk perkembangan kecerdasannya anak usia kelas awal
SD ditunjukkan dengan kemampuannya dalam melakukan seriasi, mengelompokkan
obyek, berminat terhadap angka dan tulisan, meningkatnya perbendaharaan kata,
senang berbicara, memahami sebab akibat dan berkembangnya pemahaman terhadap
ruang dan waktu.

C.     Perkembangan Intelektual

Beberapa aspek.perkembangan intelektual pada usia kanak-kanak

1.  Perkembangan Kognitif: Tahap Operasi Konkret Piaget


Menurut Piaget, kadang-kadang anak usia antara 5.- 7 tahun memasuki tahap
operasi konkret (concrete operations), yaitu pada waktu anak dapat berpikir secara
logis mengenai segala sesuatu. Pada umumnya mereka pada tahap ini berusia
sampai kira-kira 11 tahun.

2.  Berpikir Operasional

Menurut Piaget pada tahap ketiga, anak-anak mampn berpikir operasional:


mereka dapat mempergunakan berbagai simbol, melakukan berbagai bentuk
operasional, yaitu kemampuan aktivitas mental sebagai kebalikan dari aktivitas
jasmani yang merupakan dasar untuk mulai berpikir dalam aktivitasnya. Walaupun
anak-anak yang preoperasional dapat membuat pernyataan mental tentang oby’sk
dan kejadian-kejadian sekelipun tidak dapat dalam seketika, cara helajar mereka
masih terikat pada pengalaman fisik. Anak-anak yang ada pada tahap operasional
konkret lebih baik daripada anak-anak yang preoperasioial dalam mengadakan
klasifikasi, bekerja dengan angka-angka. mengetahui konsep-konsep waktu dan
ruang,
dan dapat membedakan antara kenyataan dengan hal-hal yang bersifat fantasi.

Akan tetapi anak-anak usia sekolah lebih dapat berpikir secara logik daripada
waktu mereka masih muda, cara berpikir mereka’masih terikat pada kenyataan atau
kejadian pada waktu sekarang, artinya terikat pada hal-hal yang sedang dihadapi
saja.
Menurut Piaget kordisi semacam ini berlaku jampai pada tahap berbagai operasi
formal, di mana biasanya sampai pada tahap remaja, anak-anak mampu berpikir
secara abstrak, tes hipotesis, dan mengerti tentang kemungkinan (probabilitas).

3. Konservasi

Konservasi adalah salah satu kemampuan yang penting yang dapat


mengembangkan berbagai operasi pada tahap konkret. Dengan kata lain konservasi
adalah kemampuan untuk mengenal atau mengetahui bahwa dua bilangan yang sama
akan tetap sama dalam substansi berat atau volume selama tidak ditambah atau
dikurangi.

Dalam suatu tugas konservasi tertentu, Stay menunjukkan dua bola dari tana’i
Mat. Dia setuju bahwa bola tersebut mem.ang sama. Dia mengatakan bahwa substansi
konservasi tersebut sekalipun bola yang satu digelindingkan, keadaannya tetap tidak
berubah, artinya jumlah bola tersebut tetap sama. Dalam konservasi berat, dia juga
mengetahui bahwa berat bola tersebut tetap sama sekalipun dipanaskan, demikian
pula apabila bola tersebut dimasukkan ke dalam air, beratnya akan tetap sama.

Anak-anak mengembangkan perbedaan berbagai tipe (bentuk) konservasi


dalam waktu yang berbeda. Pada usia 6 atau 7 tahun mereka dapat mengkonservasi
substansi pada usia 9 atau 10 tahun mampu mengkonservasi berat; dan pada usia 11
atau 12 mengkonservasi volume. Pada dasarnya ketiga jenis konservasi tersebut
adalah identik, akan tetapi anak-anak belum mampu mentransfer apa yang mereka
telah pelajari yaitu mengkonservasi satu tipe (bentuk) kepada bentuk lain yang
berbeda. Dalam luibungan ini kita dapat meliha; bahwa berbagai alasan anak-anak
tersebut tetap sarna dalam tahap konkret. Sebab kondisi tersebut masih tetap terikat
pada situasi tertentu sehingga anak tidak dapat mengaplikasikan operasi dasar mental
yang sama pada situasi yang berlainan.

4. Bagaimana konservasi dikembangkan

Pada umumnya anak-anak bergerr.k dengan melalui tiga tahapan dalam


menguasai konservasi sebagaimana dikenukakan di atas.
Pada tahap pertama, anak-anak preoperasional gagal mengkonservasi. Mereka
memusatkan perhatian pada sntu aspek dalam sit’iasi tertentu. Mereka belum
mengerti bahwa tempat prnyimpanan bola dapat diisi dengan bola lebih dari satu.
Sebab anak-anak pr?operasional tidak mengerti tentnng konsep perubalian, mereka
tidak mengetahui dan tidak mengerti bahwa • mereka dapat merubah sesuatu,
misalnya dengan menggerakkan suatu benda (bola) tanpa inerubah bentuknya.

Pada tahap kedua, merupakan trausisional. Anak-anak kembali pada kondisi


bahwa kadang-kadang mengadakan konservasi namun kadang-kadang tidak
melakukannya. Mereka lebih banyak memperhatikan berbagai ha! dan tidak terpaku
pada satu aspek saja dalam situasi tertentu, seperti berat, lebar. panjang, dan tebal
akan tetapi mereka gagal mengetahui sebagaimana berbagai dimensi tersebut
berhubungan satu sarna lain.

Pada tahap ketiga, yaitu tahap terakhir, anak-anak dapat mengkonservasi dan
dapat memberikan alasan secara logis atas jawaban yang mereka berikan. Alasan-
alasan tersebut mengacu pada perubahan, identitas, atau kompensasi. Jadi anak-annk
pada opernsional konkret menunjukkan snatii kualitas konitif lebih lanjut daripada
anak-annk preoperasional. Mereka dapat berpikir lebih luas dan peduli pada berbagai
transformasi yang hanya merupakan persepsi.
Piaget menekankan bahwa perkembangan kemampuan anak-anak untuk
mengkonservasi akan lebih baik apabila secara nalar telah cukup matang. Piaget
berpendapat bahwa konservasi hanya sedikit sekali dapat dipengaruhi oleh
pengalaman. Sekalipun demikian terdapat faktor-faktor lain dari kematangan yang
dapat mempengaruhi konservasi. Anak-anak yang belajar konservasi sejak dini akan
mampu mencapai tingkat yang lebih dalam hal: IQ, kemampuan verbal dan tidak
didominasi oleh ibunya (Almy, Chitenden & Miller,1966; Goldsmid & Bentler,
1968).

D.    Masalah Perkembangan

1.      Gangguan Emosional pada Kanak-kanak

Terdapat beberapa gangguan emosional pada masa kanak-kanak sehingga terkesan


dan sebagai penyebab ketakutan kanak-kanak untuk melakukan kegiatan. Antara Iain
pada suasana yang gelap sehingga takut melakukan sesuatu pada malam hari di luar
rumah; takut berhadapan dengan ‘seorang dokter karena pernah mendapat pengobatan
yang berlebihan dosisnya (overdosis); karena tempramen orang dewa^a di rumahnya,
misalnya sering dimarahi sehingga anak takut berhadapan dengan orang dewasa, baik
dengan orang tuanya sendiri maupun orang lain.

Anak-anak yang sering mengalami gangguan semacam itu selalu merupakan


masalah bagi para psikiater, kurang lebih 20-25% yang menderita gangguan tersebut.
Dan hanya sekitar 1 di antara 5 orang anak yang mendapatkan perawatan dengan oaik.
Gangguan semacam ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Menurut hasil
penelitian Pittsburgh diperoleh it.formasi bahwa 22% dari 789 anak usia antara 7-11
tahun sering mendapat perawatan dari seorang psikiater yang menyimpulkan masalah
pada tahun-tahun pertama (Costello el al, 1988).Dari hasil penelitian lain diperoleh
informasi bahwa terdapat 5 – 15% anak yang mengalami gangguan, namun prosentase
yang rendah ini mewakili 3-9 juta anak (Knit7.cr,1984; US Department of Health and
Human Sendees, USDHHS, 1980).

Anak laki-laki di Afrika d?n Amerika, dan anak-anak dari keluarga yang tidak
mampu, mengalami risiko yang ‘inggi, karena tekanan hidup dan stres selama
hidupnya, akibatnya mereka sering kali mengulang kelas di sekolahhya. Hal ini juga
dapat disebabkan karena orang tuanya sering kali bermasalah dengan psikiater
(Costello, et. al., 1988). Beberapa masalah kelihatannya berkaitan dengan fase
tertentu dalam kehidupan anak dan ‘dibiarkan hilahg dengan sendirinya. namun bagi
yang lain memerlukan perawatan yang baik untuk meneegah timbulnya berbagai
masalah waktu-waktu yang akan datang.

2.      Beberapa Tipe masalah emosional

Kebrutalan atau kebringasan anak nampak pada perilakunya; mereka


menunjukkan suatu perbuatan yang sering kali memerlukan bantuan orang lain.
Misalrya berkelahi, membohong, mencuri, merusak hak milik dan merusak aturan
yang berlaku. Bentuk-bentuk tindakan tersebut merupakan ekspresi yang keluar dari
emosional yang terganggu. Sekalipun demikian pada umumnya anak-anak berusaha
merubahnya dan menutupi periiaku mereka dengan mengemukakan alasan untuk
dapat dipercayai oleh orang lain, menutupi kebohongannya dengan maksud
menghindari hjkuman karena perbuatannya.

Akan tetapi ketika anak telah berusia lebih dari 6 atau 7. tahun sekalipun mereka
tetap membuat cerita yang bohong, mereka merasa sadar dan tidak aman perasaannya.
Oleh karena itu dia membuat ceritfra yang muluk-muluk agar orang lain percaya
kepadanya; dapat pula mereka lakukan berbuat bohong tersebut karena untuk
menyenangkan orang tuanya. (Chapman, 1974).

Sering kali juga terjadi pencurian kecil-kecilan yang dilakukan oleh anak-anak.
Namun hal semacam ini tidak selamanya merupakan perbuatan yang salah. Kecuali
apabila perbuatan semacam itu dilakukan secara terus-menerus terhadap orang ruanya
atau bahkan dilakukan secara terbuka terhadap orang lain; mereka dapat ditangkap,
namun untuk kesekian kalinya mereka berusaha ingkar dan berusaha menyenangkan
atau mengelabui orang tuanya. Seiiap periiaku anti sosial yang kronis harus dianggap
sebagai suatu tanda adanya emosional yang terganggu.

3.      Gangguan kecemasan

Berbagai gangguan kecemasan dimulai pada masa . kanak-kanak. Gangguan


keinginan tersebut dapat berupa gangguan keinginan terpisah dan ketakutan (phobia)
sekolah. Gangguan keinginan terpisah dari orang yang terdekat disebabkan berbagai
hal yang berbeda-beda dan dnpnt berakibat anak mengalami sakit kepala. sakit perut
dan sebagainya. Akan tetapi kondisi semacam ini sangat berbeda di antara anak-anak
yang berusia satu atau dua tahun yang mengalami gangguan keinginan terpisah.

Anak-anak yang menderita gangguan keinginan semacam ini sering kali tidak mau
berteman; dengan kata lain dia suka menyendiri dan selalu peduli terhadao
penyakitnya, misalnya sakit kepala, sakit perut. Kondisi semacam ini dapat
mempengaruhi anak laki-laki maupun perempuan semenjak kanak-kanak bahkan
sampai dewasa usia mahasiswa.

4.      Takut Sekolah

Suatu ketakutan yang tidak realistik adalah apabila seorang anak tidak mau
sekolah, mungkin kondisi semacam ini juga merupakan keinginan terpisah. Ketakutan
terhadap guru yang keras (galak) atau mendapat tugas yang berat di sekoiah.
Ketakutan anak tersebut adalah wajar, hal in bukannya dsebabkan oleh anak
melainkan lingkungan yang tidak kondusif. oleh karena itu suasana seko!ah perlu
dirubah. Berkaitan dengan masalar tersebut, apa yang dapat kiti hkukan? Pertama,
dijaga jangan sampai anak tersebut suka membolos/meninggalkan kelas. Orang tua
mereka tahu bahwa anak-anaknya tidak hadir di sekolah. Namun anak-anak tersebut
dapat memperoleh nilai rata-rata,bahkan lebih tinggi daripada temanriya, memiliki
intelegensi melebihi rata-rata dan merupakan anak yang baik. Usianya antara 5
sampai 15 tahun dan dapat terjadi baik pada anak laki-laki maupun perempuan.
Sekalipun mereka datang dari beibagai keluarga dengan latai belakang yang berbeda,
namun orang tuanya cenderung profesional. Orang tua mereka justru lebih
menyukai/mencintai mereka dan bukannya suka menekan anak-anaknya; gangguan
keinginan tersebut disebabkan oleh periiaku anak itu sendiri. Unsur yang paling
penting dalam memperlakukan anak yang takut (phobia”) pada sekolah dapat dimulai
sejak dini dan dilakukan secara terus menerus. Apabila perlakuan semacam ini
dilakukan secara teratur dan dibimbing dengan baik, maka pada saat kembali ke
sekolah anak tersebut tidak akari mengalami kesukaran apapun. Berbagai penelitian
yang dilakukan beberapa waktu belakangan ini hasilnya kurang jelas. sekalipun dapat
menentukan bahwa perlakuan yang baik dapat menolong anak menyesuaikan diri
pada lingkungannya (D.Gordon & Young, 1976).

5.      Kematangan Sekolah

Kematangan sekolah merupakan suatu kondisi di mana anak telah memiliki


kesiapan cukup memadai, baik dilihat dari fisiknya maupun mental, untuk dapat
memenuhi tuntutan pendidikan formal. Dalam hubungan tuntutan yang bertalian
dengan aspek penguasaan materi atau bahan pelajaran, dan kemampuan membina
interaksi antara teman-teman sebaya, baik teman satu kelas maupun teman dari kelas
lain, berinteraksi dengan guru, kepala sekolah, dan personil sekolah lainnya.

Secara umum, usia anak yang dianggap matang sekolah adalah lima atau enarn
tahun. Pada rentang usia ini, anak telah mencapai perkembangan fisik sebagai dasar
yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan segala sesuatu di sekolah, antara lain,
anak telah mampu mengurus dirinya sendiri, menguasai penggunaan alat tulis dengan
betul, dan dapat menerima makanan padat. Di samping itu perkembangan kognitif
yang memadai juga sangat dibutuhkan, misalnya anak mulai dapat membaca dan
menuiis. Kemampuan membaca dan menulis sangat penting karena merupakan dasar
untuk memahami seluruh materi atau bahan pelajaran yang diberikan di sekolah.

Secara psikis, pada usia ini umumnya anak telah mampu mengatur proses buang
air kecil mulai bersosialisasi dalam pengertian telah dapat membedakan teman laki-
laki atau perempuan serta berusaha membedakan antara salah dan benar.

Kemampuan dasar lainnya ialah tehwa anak telah mampu mengembangkan


hubungan emosional yang sehat dengan orang tua, teman sebaya, dan orang lain. Pada
saat mulai masuk sekolah anak tidak memiliki rasa kecemasan karena terpisah dengan
orang tuanya. Selain menerima kasih sayang anak juga telah mampu memberikan
kasih sayang kepada teman sebayanya maupun kepada orang lain. Mai semacam ini
juga dapat mendukung kemampuan anak pada saat belajar di sekolah.

6.      Depresi pada Masa Kanak-kanak

Anak-anak yang mulai sadar akan popularitas sering kali mengatakan, “tidak ada
orang seperti saya”. Namun ketika ucapan tersebut ditujukan kepada Kepala Sekolah
oleh seorang anak berusia 8 tahun yang kebetulan teman kelasnya telah menuduh dia
mencuri dompet gurunya, hal semacam ini merupakan tanda bahaya bagi sekolah.
Akibatnya anak tersebut tidak suka dan tidak mau datang lagi ke sekolab ‘rarena
malu. Untunglah bahwa anak yang tertekan tersebut jarang yang berkepanjangan,
walaupun angka bunuh diri pada anak-anak muda meningkat. Gejala-gejala dasar
yang mempengaruhi gangguan tersebut adalah serupa pada masa kanak-kanak hingga
dewasa. Awlanya pada usia tertentu yang terdapat seidikit perbedaan, Keakraban
hanya merupakan salah satu tanda dari masa kanak-kanak yang mengalami depresi.
Gangguan tersebut juga dapat mengakibatkan anak tidak suka bersenang-senang tidak
dapat berkonsentrasi dan menunjukkan berbagai reaksi emosional yang normal:
Anak-anak yang mengalami oepresi sedikit sekali suka berjalan atau berteriak.
Gejala-gejala depresi antara lain: gangguan konsentrasi, tidur kurang, selera makan
kurang, mulai berbuat kejelekan di sekolah tidak merasa bahagia, selalu mengeluh
karena penyakit jasmani yang dideritanya, selalu merasa bersalah. Takut sekolah atau
sering kali memikirkan bunuh diri (Malmquist, 1988, Poznanski, 1982).

Setiap empat atau lima dari gejala-gejala tersebut banyak mendukung suatu
diagnosa ada depresi terutama apabila anak menunjukkan perilaku lain tidak seperti
anak-anak normal. Pada umumnya orang tua tidak memahami adanya berbagai
masalah kecil seperti gangguan waktu tidur, kehilangan nafsu makan, dan sebagainya,
namun sering kali anak sendiri dapat menunjukkan adanya gangguan tersebut.

Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui penyebab timbulnya depresi
semacam ini secara tepat. Para orang tua yang memiliki anak yang menderita depresi
merasa seakan-akan dia sendiri yang sedang mengalami depresi. Ada yang
berpendapat bahwa hal ini merupakan faktor keturunan, ada yang mengatakan bahwa
depresi tersebut dikar;nakan adanya stres umum dalam keluarga, atau dikarenakan
kurang perhatian orang tua karena mereka juga sedang mengalami gangguan
(Weisseman et al, 1987).

Anak usia sekolah yang sedang menderita depresi biasanya kurang bergaul dan
tidak memiliki kompetisi akademik, namun hal tersebut masih belum jelas
penyebabnya apakah kurangnya kompetisi tersebut dikarenakan adanya depresi atau
sebaliknya, yaitu depresi akibat tidak kompetennya anak (Blechman, McEnroe,
Carella & A’iderte, 1986).

E.            Perkembangan Bahasa dalam Usia Anak SD

Bahasa itu adalah alat komunikasi dengan orang lain. Dan bahasa sangat
penting bagi manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang berinteraksi
dengan lingkungannya. Anak sekolah dasar dalam berbahasa terus berkembang, dari
mulai satu kalimat, dan seterusnya. Untuk itu perlu kita telusuri apa saja
perkembangan bahasa yang dialami oleh perserta didik. Tentunya bagi sorang guru itu
perlu mengetahui bagaimana perkembangan bahasa perserta didiknya. Perkembangan
bahasa pada usia sekolah yaitu antara lain,

Penggunaan bahasa pada anak, aspek pada penggunaan bahasa adalah narasi
dan percakapan. Umumnya pada usia ini, tugas komunikasi menjadi kompleks dan
sulit , sehingga anak-anak usia ini mengalami kesulitan untuk memahami perasann
orang lain, lalu anak usia 5-6 tahun cenderung kurang mampu mengkomunikasikan
informasi dari anak yang lebih tua, jadi informasi yang abstrak belum mampu
dikomuikasikan pada anak-anak.

Lalu meningkatnya jumlah pembendaharaan dan spesifikasi definisi. Yaitu


dalam masa pertumbuhan pemahaman kata dan hubungannya berlangsung terus
menerus, sehingga mereka dapat memperkaya perbendaharaan katanya lebih banyak
melalui bacaan-bacaan yang sifatnya konstekstual, peningkatan tersebut mungkin
setelah kelas empat SD. Namun walaupun terjadi peningkatan perbendaharaan kata
tidak selalu anak dapat memahami makna suatu kata atau kalimat. Karena, dapat
terjadi bila anak tidak menguasai perbendaharaan dari semua kata di dalam kalimat,
tapi anak itu dapat memahami makna kata atau kalimat secara tepat. Sebaliknya, anak
yang menguasai arti dari seluruh kata dalam suatu kalimat tertentu tidak dapat
memahami makna kata atau suatu kalimat. Untuk itu dalam memaknai suatu kata
ataupun kalimat diperlukan lebih banyak kemampuan menjustifikasi suatu kata atau
kalimat daripada sekedar mengetahui arti kata.

Selanjutnya, pengembangan sintaksis yang ada dan pemerolehan bentuk-


bentuk baru secara simultan. Yaitu anak yang terus menerus mengembangkan kalimat
dengan mengelobarasikan kata benda dan kata kerja. Penyatuan dan pemahaman
fungsi terus berkembang. Struktur tambahan mencakup bentuk kalimat pasif. Dalam
perkembangan morpologi pada anak kelas awal SD dapat ditandai dengan
penggunaan kata imbuhan awalan, dan paling sulit yang hadapi anak yaitu menenai
penggunaan sisipan.

Perkembangan membaca dan menulis, perlu diketahui bahwa faktor yang


berpengaruh pada pembaca yang baik yaitu kesediaan orang tua untuk menyediakan
serta menciptakan lingkungan kondusif di rumah bagi perkembangan kemampuan
membaca melalui penyediaan bacaan. Membaca bersama-sama merupakan aktivitas
yang bernilai sosial tinggi yang melibatkan secara aktif orang tua dan anak. Ada
tumpang tindih antara menbaca dan menulis, umumnya, penulis yang baik adalah
pembaca yang baik pula. Sebaliknya, proses menulis berkaitan dengan kegiatan
menggambar yang menunjukkan simbolis, sehingga anak yang kemampuan
melukisnya bagus maka menulisnya juga bagus.

1.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa

Secara rinci dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa,
yaitu:
a. Kognisi (Proses Memperoleh Pengetahuan)
Tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi cepat lambatnya
perkembangan bahasa individu. Ini relevan dengan pembahasan sebelumnya bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara pikiran dengan bahasa seseorang.

b. Pola Komunikasi Dalam KeluargaDalam suatu keluarga yang pola komunikasinya banyak
arah akan mempercepat perkembangan bahasa keluarganya.

c. Jumlah Anak Atau Jumlah Keluarga


Suatu keluarga yang memiliki banyak anggota keluarga, perkembangan bahasa anak lebih
cepat, karena terjadi komunikasi yang bervariasi dibandingkan dengan yang hanya memiliki
anak tunggal dan tidak ada anggota lain selain keluarga inti.
d. Posisi Urutan Kelahiran
Perkembangan bahasa anak yang posisi kelahirannya di tengah akan lebih cepat ketimbang
anak sulung atau anak bungsu. Hal ini disebabkan anak sulung memiliki arah komunikasi ke
bawah saja dan anak bungsu hanya memiliki arah komunikasi ke atas saja.

e. Kedwibahasaan(Pemakaian dua bahasa)


Anak yang dibesarkan dalam keluarga yang menggunakan bahasa lebih dari satu atau lebih
bagus dan lebih cepat perkembangan bahasanya ketimbang yang hanya menggunakan satu
bahasa saja karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara bervariasi. Misalnya, di dalam
rumah dia menggunakan bahasa sunda dan di luar rumah dia menggunakan bahasa Indonesia.
Dalam bukunya “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja” Syamsu Yusuf mengatakan
bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu: faktor kesehatan, intelegensi,
statsus sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.
Karakteristik perkembangan bahasa remaja sesungguhnya didukung oleh perkembangan
kognitif yang menurut Jean Piaget telah mencapai tahap operasional formal. Sejalan dengan
perkembangan kognitifnya, remaja mulai mampu mengaplikasikan prinsip-prinsip berpikir
formal atau berpikir ilmiah secara baik pada setiap situasi dan telah mengalami peningkatan
kemampuan dalam menyusun pola hubungan secara komperhensif, membandingkan secara
kritis antara fakta dan asumsi dengan mengurangi penggunaan symbol-simbol dan
terminologi konkret dalam mengomunikasikannya.

F.      Menciptakan perkembangan bahasa yang optimal di KBM SD

Untuk menuntun anak dalam mengenai perkembangan bahasa itu sangat


penting. Karena dapat membantu anak berkomunikasi dengan baik dan ank tersebut
tentunya akan mengerti tentang pemahaman-pemahaman tertentu. Untuk itu perlu
sekolah terutama di setiap kelas suatu pembelaajaran yang efektif sehingga
perkembangan bahasanya bisa berjalan secara optimal.

Pembelajaran yang optimal maka sangat perlu bahasa yang komunikatif yang
memungkinkan semua pihak yang terlibat dalam interaksi belajar mengajar dapat
berperan secara aktif dan produktif. Bahasa itu merupakan alat komunikasi dalam
pergaulan social sehingga dengan komunikasi bisa menghasilkan pembelajaran efektif
untuk mendapat pendidikan yang optimal. apabila guru dan siswa saling komunikasi
dengan baik dan anak mengerti apa yang dikatakan oleh seorang guru, tentunya dapat
menghasilkan pembelajaran yang optimal. untuk itu, diharapkan seorang guru agar
menggunakan bahasa anak di dalam kelas daripada bahasa orang dewasa.

Dari terjalinnya suatu komunikatif antara seorang guru dan peserta didik,
tentunya pemberian lingkungan kondusif bagi perkembangan bahasa itu sangat
penting. Dengan adanya lingkungan kondusif yang tercipta sesuai dengan kebutuhan
anak untuk perkembangan bahasa pada saatnya, akan berdampak sangat positif
terhadap perkembangan bahasa anak, tidak hanya sebagai pengguna bahasa yang
pasif, tapi juga menjadi pengguna bahasa yang aktif. Untuk menciptakan suatu
lingkungan kondusif dikelas yaitu pengaturan tata letak meja kursi dan lainnya, dan
juga suara seorang guru agar tidak begitu lirih di dalam kelas, sehingga seorang guru
harus mengatur suaranya agar dapat didengar siswa semuanya.

G.    Perkembangan Sosial

Hubungan sosial merupakan hubungan antarmanusia yang saling


membutuhkan. Hubungan sosial dimulai dari tingkat yang sederhana yang didasari oleh
kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa, kebutuhan manusia menjadi kompleks
dan dengan demikian, tingkat hubungan sosial juga berkembang menjadi amat
kompleks. Pada jenjang perkembangan remaja, seorang remaja bukan saja memerlukan
orang lain demi memenuhi kebutuhan pribadinya, tetapi mengandung maksud untuk
disimpulkan bahwa pengertian perkembangan sosial adalah berkembangnya tingkat
hubungan antar manusia sehubungan dengan meningkatnya kebutuhan hidup manusia.

Syamsu Yusuf (2007)  menyatakan bahwa Perkembangan sosial merupakan


pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Perkembangan sosial dapat pula
diartikan sebagao proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma
kelompok, moral dan tradisi meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling
berkomunikasi dan kerja sama.

 Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum
memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak
diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang
dilingkungannya.

Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam
bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota
keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain,
seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan
Hartono (1999) menyatakan bahwa:

Hubungan sosial (sosialisasi) merupakan hubungan antar manusia yang saling


membutuhkan. Hubungan sosial mulai dari tingkat sederhana dan terbatas, yang
didasari oleh kebutuhan yang sederhana. Semakin dewasa dan bertambah umur,
kebutuhan manusia menjadi kompleks dan dengan demikian tingkat hubungan sosial
juga berkembang amat kompleks.

H.    Karakteristik Perkembangan Sosial Anak

Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain).

Berkat perkembangan sosial anak dapat menyesuaikan dirinya dengan


kelompok teman sebayanya maupun dengan lingkungan masyarakat sekitarnya. Dalam
proses belajar di sekolah, kematangan perkembangan sosila ini dapat dimanfaatkan atau
dimaknai dengan memberikan tugas-tugas kelompok, baik yang membutuhkan tenaga
fisik maupun tugas yang membutuhkan pikiran. Hal ini dilakukan agar peserta didik
belajar tentang sikap dan kebiasaan dalam bekerja sama, saling menghormati dan
betanggung jawab.

I.       Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial

Perkembangan sosial manusia dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:


keluarga, kematangan anak, status ekonomi keluarga, tingkat pendidikan, dan
kemampuan mental terutama emosi dan inteligensi.

1.      Keluarga

Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan pengaruh terhadap


berbagai aspek perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Kondisi
dan tata cara kehidupan keluarga merupakan lingkungan yang kondusif bagi
sosialisasi anak. Di dalam keluarga berlaku norma-norma kehidupan keluarga, dan
dengan demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku
kehidupan                   anak.
Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian anak lebih banyak
ditentukan oleh keluarga. Pola pergaulan dan bagaimana norma dalam
menempatkan diri terhadap lingkungan yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan
oleh keluarga.

2.      Kematangan Anak

Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis. Untuk mampu


mempertimbangan dalam proses sosial, memberi dan menerima pendapat orang
lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional. Di samping itu,
kemampuan berbahasa ikut pula  menentukan.
Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik diperlukan
kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu menjalankan
fungsinya dengan baik.

3.      Status Sosial Ekonomi

Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial
keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak,
bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam
konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak
langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan
memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi
normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam
kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu
mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal
ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya.
Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.

4.      Pendidikan

Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah. Hakikat pendidikan


sebagai proses pengoperasian ilmu yang normatif, akan memberikan warna
kehidupan sosial anak di dalam masyarakat dan kehidupan mereka di masa yang
akan datang. Pendidikan dalam arti luas harus diartikan bahwa perkembangan
anak dipengaruhi oleh kehidupan keluarga, masyarakat, dan kelembagaan.
Penanaman norma perilaku yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta
didik yang belajar di kelembagaan   pendidikan(sekolah).
Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-norma lingkungan
dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan bangsa(nasional) dan norma
kehidupan antarbangsa. Etik pergaulan membentuk perilaku kehidupan
bermasyarakat dan bernegara.

5.      Kapasitas Mental, Emosi, dan Intelegensi

Kemampuan berpikir banyak mempengaruhi banyak hal, seperti kemampuan


belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa. Anak yang berkemampuan
intelektual tinggi akan berkemampuan berbahasa secara baik. Oleh karena itu
kemampuan intelektual tinggi, kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian
emosional secara seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam
perkembangan    sosial    anak.
Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain merupakan modal
utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan mudah dicapai oleh remaja
yang berkemampuan intelektual tinggi.

J.       Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku

Dalam perkembangan sosial anak, mereka dapat memikirkan dirinya dan


orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering mengarah
kepenilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain. Hasil pemikiran
dirinya tidak akan diketahui oleh orang lain, bahkan sering ada yang
menyembunyikannya atau  merahasiakannya.

Pikiran anak sering dipengaruhi oleh ide-ide dari teori-teori yang


menyebabkan sikap kritis terhadap situasi dan orang lain, termasuk kepada orang
tuanya. Kemampuan abstraksi anak sering menimbulkan kemampuan
mempersalahkan kenyataan dan peristiwa-peristiwa dengan keadaan bagaimana yang
semstinya menurut alam  pikirannya.

Disamping itu pengaruh egoisentris sering terlihat, diantaranya berupa :


1.      Cita-cita dan idealisme yang baik, terlalu menitik beratkan pikiran sendiri, tanpa
memikirkan akibat labih jauh dan tanpa memperhitungkan kesulitan praktis yang
mungkin menyebabkan tidak berhasilnya menyelesaikan persoalan.

2.      Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain
dalam penilaiannya.

Melalui banyak pengalaman dan penghayatan  kenyataan serta dalam


menghadapi pendapat orang lain, maka sikap ego semakin berkurang dan diakhir
masa remaja sudah sangat kecil rasa egonya sehingga mereka dapat bergaul dengan
baik.

Dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya anak memiliki sikap
yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Mereka belum memahami benar
tentang norma-norma social yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat.
Keduanya dapat menimbulkan hubungan social yang kuarang serasi, karena mereka
sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau
masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan
kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengembangan
hubungan social anak yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah serta
lingkungan masyarakat.

1.      Lingkungan Keluarga

Orang tua hendaknya memberikan kebebasan terbimbing untuk mengambil


keputusan dan tanggung jawab sendiri. Iklim kehidupan keluarga yang memberikan
kesempatan secara maksimal terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak akan
dapat membantu anak memiliki kebebasan psikologis untuk mengungkapkan
perasaannya.  Dengan cara demikian, remaja akan merasa bahwa dirinya dihargai,
diterima, dicintai, dan  dihormati sebagai manusia oleh orang tua dan anggota
keluarga lainnya.

Dalam konteks bimbingan orang tua terhadap anak, Hoffman (1989)


mengemukakan tiga jenis pola asuh orang tua yaitu :

a) Pola asuh bina kasih (induction)

Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan
senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan
dan perlakuan yang diambil oleh anaknya.

b) Pola asuh unjuk kuasa (power assertion)

Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan
senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak
tidak  dapat menerimanya.
c) Pola asuh lepas kasih (love withdrawal)

Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan
cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang
dikehendaki orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang
dihendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala.
Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya
pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989)
untuk diterpakan adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap
keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak atau setiap perlakuan yang
diberikan orang tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan
penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat
mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti
atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya

2.    Lingkungan Sekolah

Di dalam mengembankan hubungan social anak, guru juga harus mampu


mengembangkan proses pendidikan yang bersifat demokratis, guru harus berupaya
agar pelajaran yang diberikan selalu cukup menarik minat anak, sebab tidak jarang
anak menganggap pelajaran yang diberikan oleh guru kepadanya tidak bermanfaat.
Tugas guru tidak hanya semata-mata mengajar tetapi juga mendidik. Artinya, selain
menyampaikan pelajaran sebagai upaya mentransfer pengetahuan kepada peserta
didik, juga harus membina para peserta didik menjadi manusia dewasa yang
bertanggung jawab. Dengan demikian, perkembangan hubungan sosial anak akan
dapat berkembang secara maksimal.

3.    Lingkungan Masyarakat

Penciptaan kelompok bermain dan belajar perlu dikembangkan untuk


memberikan rangsang kepada mereka kearah perilaku yang bermanfaat. Dengan
begitu anak dapat bersosialisasi dengan teman-temannya di lingkungan
masyarakat.

K.    Pengertian Perkembangan Kepribadian

Secara etimologis, kepribadian merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris


“personality”. Sedangkan istilah personality secara etimologis berasal dari Bahasa
Latin “person” (kedok) dan “personare” (menembus). Persona biasanya dipakai oleh
para pemain sandiwara pada zaman kuno untuk memerankan satu bentuk tingkah laku
dan karakter pribadi tertentu. Sedangkan yang dimaksud dengan personare adalah
bahwa para pemain sandiwara itu dengan melalui kedoknya berusaha menembus
keluar untuk mengekspresikan satu bentuk gambaran manusia tertentu. Misalnya,
seorang pemurung, pendiam, periang, peramah, pemarah, dan sebagainya. Jadi,
persona itu bukan pribadi pemain itu sendiri, tetapi gambaran pribadi dari tipe
manusia tertentu dengan melalui kedok yang dipakainya.

L.     Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian

Kepribadian dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik hereditas (pembawaan)


maupun lingkungan (seperti fisik, sosial, kebudayaan, spiritual).

1.      Fisik

Faktor fisik yang dipandang mempengaruhi perkembangan kepribadian adalah postur


tubuh (langsing, gemuk, pendek atau tinggi), kecantikan (cantik atau tidak cantik),
kesehatan (sehat atau sakit-sakitan), keutuhan tubuh (utuh atau cacat), dan
keberfungsian organ tubuh.

2.      Intelegensi

Tingkat intelegensi individu dapat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya.


Individu yang intelegensinya tinggi atau normal biasa mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungannya secara wajar, sedangkan yang rendah biasanya sering
mengalami hambatan atau kendala dalam menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

3.      Keluarga

Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.
Seorang anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis,
dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan
dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut
cenderung positif. Adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang
broken home, kurang harmonis, orangtua bersikap keras terhadap anak atau tidak
memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka perkembangan
kepribadiannya cenderung akan mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam
penyesuaian dirinya.

M.   Implikasi Karakteristik Anak Usia Sekolah Dasar Terhadap Penyelenggaraan


Pendidikan

Pendidikan Bagi Anak Usia Sekolah Dasar

1.       Karakteristik anak usia SD adalah senang bermain, senang bergerak, senang
bekerja dalam kelompok, serta senang merasakan/ melakukan sesuatu secara
langsung. Oleh karena itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran
yang mengandung unsur permainan, memungkinkan siswa berpindah atau
bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.
2.       Menurut Havighurst tugas perkembangan anak usia SD adalah sebagai
berikut:

1.       menguasai keterampilan fisik yang diperlukan dalam permainan dan


aktivitas fisik,

2.       membina hidup sehat,

3.       belajar bergaul dan bekerja dalam kelompok,

4.       belajar menjalankan peranan sosial sesuai dengan jenis kelamin

5.       belajar membaca, menulis, dan menghitung agar mampu


berpartisipasi dalam masyarakat,

6.       memperoleh sejumlah konsep yang diperlukan untuk berpikir efektif,

7.       mengembangkan kata hati, moral, dan nilai-nilai

8.      mencapai kemandirian pribadi.

Tugas perkembangan tersebut menurut guru untuk:

1. menciptkaan lingkungan teman sebaya yang mengajarkan keterampilan fisik,

2. melaksanakan pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa


untuk belajar bergaul dan bekerja dengan teman sebaya sehingga kepribadian
sosialnya berkembang,

3. mengembangkan kegiatan pembelajaran yang memberikan pengalaman yang


konkret atau langsung dalam membangun konsep; serta

4. melaksanakan pembelajaran yang dapat mengembangkan nilai-nilai sehingga


siswa mampu menentukan pilihan yang stabil dan menjadi pegangan bagi
dirinya.

Pendidikan di SD merupakan jenjang pendidikan yang mempunyai peranan


sangat penting dalam upaya meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM).
Oleh karena itu, pemerintah menetapkan pelaksanaan Program Wajib Belajar
Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Program wajib belajar ini bertujuan untuk
meningkatkan pemerataan kesempatan bagi setiap anak yang berusia 7 – 15 tahun
untuk memperoleh pendidikan serta untuk meningkatkan kualitas sumber daya
manusia Indonesia hingga mencapai minimal kelas 3 SLTP.

Jenis penyelenggaraan pendidikan pada jenjang sekolah dasar meliputi


Sekolah Dasar (SD) baik negeri maupun swasta, SD Kecil, SD Pamong, SD Luar
Biasa baik negeri maupun swasta, SD Terpadu, dan Madrasah Ibtidaiyah (MI) baik
negeri maupun swasta.

Anda mungkin juga menyukai