Sebelum membahas berbagai macam metode strategi pembelajaran yang dapat digunakan
untuk aktifitas belajar mengajar yang efektif dan efisien maka berikut ini merupakan definisi
atau pengertian strategi pembelajaran menurut para ahli yang perlu diketahui.
Strategi pembelajaran adalah beberapa cara yang digunakan untuk menyampaikan metode
pembelajaran dalam suatu lingkungan kegiatan pembelajaran tertentu.
2. Hilda Taba
Strategi pembelajaran yaitu urutan ataupun pola tingkah laku guru untuk bisa menampung
semua variabel-variabel pembelajaran dengan sadar serta sistematis.
3. Suparman (1997:157)
Strategi pembelajaran adalah perpaduan dari beberapa urutan kegiatan, cara untuk
mengorganisasikan materi pelajaran peserta didik, bahan, peralatan dan waktu yang
digunakan untuk proses pembelajaran dalam mencapai tujuan aktifitas pembelajaran yang
telah ditentukan.
Di dalam pelaksanaan pendidikan, tentunya ada banyak contoh strategi pembelajaran yang
bisa digunakan. Misalnya bila strategi pembelajaran tersebut memiliki sisi negatif dan
positifnya, maka harus diketahui apa saja sisi negatif dan positif tersebut. supaya lebih mudah
dikendalikan. Berikut penjelasannya :
1. Metode Ceramah
Yang merupakan penuturan materi di dalam bahan ajar dengan cara lisan yang dilakukan oleh
pengajar.
Kelebihannya :
Kekurangannya :
Materi yang diserap oleh para siswa hanya sebatas apa yang diajarkan guru di dalam kelas
saja.
Tidak adanya peragaan secara khusus dari setiap materi yang disampaikan.
Siswa juga lebih sering merasa bosan bila pengajar tidak mempunyai kemampuan linguistik
yang baik.
Lebih sulit dalam mendeteksi tingkat kepahaman siswa.
2. Metode Demonstrasi
Adalah jenis metode yang menyajikan materi pelajaran pada siswa yang dicampur dengan
adanya penjelasan.
Kelebihannya :
Siswa tidak akan miss understanding karena penjelasannya dibarengi dengan praktik.
Proses pembelajaran juga akan menjadi lebih menarik karena siswa tidak hanya
mendengarkan saja.
Dengan proses mengamati, maka siswa bisa mengembangkan pola berpikirnya dalam
menghubungkan diantara teori dan juga praktik.
Kekurangannya :
Membutuhkan persiapan yang lebih matang yang dilihat dari segi materi, peralatan dan juga
bahan dan tempat. Karena bila tidak, hal itu malah akan berdampak pada kurang efektifnya
proses pembelajaran tersebut.
Hanya dapat dilakukan oleh para pengajar yang memiliki kemampuan dan juga keterampilan
secara khusus.
3. Metode Diskusi
Adalah jenis metode yang menghadapkan siswa dalam suatu permasalahan untuk mencari
solusi yang tepat.
Kelebihannya :
Kekurangannya :
4. Metode Simulasi
Merupakan metode yang menyajikan situasi tiruan, yang dimaksudkan agar setiap siswa
memahami konsep dan juga materi yang disampaikan.
Kelebihannya :
Dapat menjadi bekal para siswa dalam menghadapi sebuah situasi yang sebenarnya.
Dapat mengembangkan sisi kreatif dari seorang siswa saat sedang melakukan proses
pembelajaran.
Dapat memupuk keberanian serta rasa percaya diri.
Dapat meningkatkan rasa antusiasme siswa dalam hal belajar.
Kekurangannya :
Adanya beberapa faktor psikologis para siswa misalnya rasa malu ketika sedang melakukan
simulasi tersebut.
Sering digunakan sebagai alat hiburan semata, yang membuat esensi dalam pembelajaran
tersebut menjadi memudar.
Masih ada lagi metode lainnya yang bisa dilakukan oleh para siswa dalam strategi
pembelajaran. Misalnya metode tanya jawab, kerja kelompok, tugas dan juga resistasi. Semua
metode tersebut juga memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Jawaban no 2
Prinsip-Prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar bagi siswa bertujuan untuk meningkatkan upaya belajarnya, sedangkan
untuk bertujuan untuk meningkatkan kualitas mengajarkan. Prinsip-prinsip tersebut berkaitan
dengan perhatian dan motivasi, keaktifan, keterlibatan langsung, pengulangan, tantangan,
balikan penguatan dan serta perbedaan individual.
Perhatian memiliki peranan yang penting dalam kegiatan belajar. Menurut Gage dan Berliner
(1984:355) kajian belajar pengolahan informasi terungkap bahwa tanpa adanya perhatian
tidak akan mungkin terjadi belajar. Sikap perhatian terhadap pelajaran akan timbul jika
pelajaran yang diterima sesuai dengan kebutuhan siswa. Karena siswa merasa bahwa
pelajaran tersebut sebagai sesuatu yang dibutuhkan dan merasa diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari maka siswa akan lebih termotivasi untuk mempelajari lebih lanjut.
Selain perhatian, motivasi juga memiliki peranan penting dalam kegiatan belajar, Motivasi
merupakan tenaga yang menggerakkan dan mengarahkan aktivitas seseorang, motivasi juga
dapat dijadikan sebagai tujuan atau alat dalam pembelajaran. Motivasi sebagai tujuan dapat
dijadikan salah satu tujuan dalam mengajar. Hal itu berkaitan dengan guru yang
mengharapkan siswa tertarik dalam kegiatan intelektual dan estetik sampai kegiatan belajar
berakhir. Sedangkan motivasi sebagai alat pembelajaran yaitu menjadi salah satu faktor
intelegasi dan hasil belajar sebelumnya yang dapat menentukan keberhasilan siswa dalam
bidang pengetahuan dan nilai-nilai keterampilan.
2. Keaktifan
Menurut John Dewey memngemukakan pendapatnya bahwa belajar menyangkut apa yang
harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka siswa harus memniliki inisiatif sendiri dan
guru hanya bertugas untuk membimbing dan mengarahkan.
Dari teori diatas, dapat disimpulkan bahwa belajar tidak dapat dipaksakan oleh orang lain dan
juga tidak dapat dilimpiahkan oleh orang lain. Setiap anak memiliki dorongan untuk
melakukan sesuatu, memiliki kemauan dan aspirasinya sendiri-sendiri dan tugas guru
hanyalah membimbing dan mengarahkan.
Menurut teori kognitif Gage ad Barliner, belajar menunjukkan adanya jiwa yang sangat aktif,
jiwa mengolah informasi yang kita terima dan mengadakan tranformasi yang berkaitan
dengan informasi yang telah diterima.
Dalam teori tersebtu anak memiliki sifat aktif dan mampu merencanakan sesuatu. dengan
mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang diterima. Proses belajar dari teori
tersebut adalah siswa mampu mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari dan
menemukan fakta, serta menganalisis, menafsirkan dan menarik kesimpulan.
Dalam prinsip ini, siswa selalu menampakkan keaktifan, dan setiap keaktifan tersebut
memiliki bentuk yang beraneka ragam. Seperti kegiatan fisik yang dengan mudah bisa
dipahami oleh guru hingga kegiatan psikis yang sulit untuk diamati.
3. Keterlibatan langsung/Berpengalaman
Menurut Edgar Dale mengemukakan pendapatnya bahwa belajar yang paling baik adalah
belajar yan melalui pengalaman langsung. Dengan pengalaman langsung siswa tidak hanya
sekedar mengamati tetapi juga menghayati, siswa akan terlibat langsing dalam perbuatan dan
mampu membuat siswa bertanggung jawan terhadap hasil.
Selain itu John Dewey juga mengungkapkan bahwa belajar sebaiknya dialami melalui
perbuatan langsung. Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik secara individual atau
secara berkelompok dengan cara memecahkan masalah. Tugas guru berindak sebagai
fasilitator dan pembimbing.
4. Pengulangan
Dalam teori Psikologi Daya menerangkan bahwa belajar merupakan bentuk melatih daya-
daya yang ada pada manusia yang terdiri atas daya mengamat, mengingat, menanggap,
mengkhayal, dan berpikir sebagai bentuk dari pengulangan. Dengan melakukan pengulangan
maka Daya-Daya tersebut akan semakin berkembang dan daya yang dilatih dengan adanya
pengulangan akan menjadi sempurna. Teori tersebut dapat di ibaratkan dengan sebuah pisau
yang selalu diasah, semakin lama akan semakin tajam.
Teori lain, berasal dari teori Psikologi Asosiasi dalam satu hukum belajarnya “Law of
Exercise” mengemukakan bahwa belajar adalah pembentukan hubungan antara stimulus dan
respons, dan pengulangan terhadap pengalaman-pengalaman itu akan memperbesar peluang
timbulnya respon yang benar.
Dari ketiga teori diatas, dapat disimpulkan bahwa pada prinsip tersebut lebih menekankan
pentingnya prinsip pengulangan dalam belajar walau dengan tujuan yang berbeda. Salah satu
metode yang menrapakan bentuk belajar dengan prinsip pengulangan adalah metode drill dan
stereotyping.
5. Tantangan
Menurut teori medan (Field Theori) yang berasal dari Kurt Leewin menyatakan bahwa dalam
situasi belajar siswa berada dalam suatu medan atau tantangan psikologis, dalam situasi
tersebut siswa belajar menghadapi suatu tujuan yang ingin dicapai namun selalu menghadapi
hambatan. Salah satu hambatan tersebut adalah mempelajari bahan materi belajar dan siswa
merasa tertantang untuk menghadapi tantangan tersebut dengan mempelajari bahan materi
belajar.
Apabila hambatan tersebut dapat diatasi oleh siswa, maka siswa telah berhasil mencapai
tujuan dan ia akan masuk ke dalam medan atau tujuan baru, proses ini berlaku seterusnya.
Bahan belajar yang diberikan oleh guru haruslah menantang untuk membuat anak memiliki
motivasi untuk mengatasi hambatan dengan baik. Dengan diberikannya metode ini juga akan
membuat siwa semakin lebih giat untuk belajar.
Dalam prinsip ini menggunakan prinsip Operant Conditioning yang berasal dari B.F Skinner.
Jika pada prinsip pengulangan menggunakan teori conditioning yang menekankan pada
stimulus, maka pada teori ini lebih menekankan pad respons nya.
Kunci dalam teori ini adalah Law of effect, yaitu siswa akan belajar lebih semangat jika
mengetahui dan mendapatkan hasil belajar yang baik. Hal tersebut sangat berpengaruh baik
untuk membuat siswa lebih baik lagi dalam usaha belajar selanjutnya.
7. Perbedaan Individual
Perbedaan individual sangat berpengaruh pada cara belajar dan hasil belajar siswa. Setiap
siswa memiliki individual yang unik, artinya setiap individu memiliki perbedaan satu sama
lain, seperti perbedaan karakter psikis, kepribadian dan sifat yang berbeda.Hal inilah yang
perlu diperhatikan oleh guru dam upaya pembelajaran.
Namun sebagian besar sistem pendidikan kita masih kurang memperhatikan masalah
perbedaan individual, pada umumnya pelaksanaan pemeblajaran dikelas menilai siswa
sebagai individual yang memiliki kemampuan yang sama atau rata-rata. Salah satu metode
yang dapat dilakukan untuk memperbaiki sistem tersebut yaitu dengan menggunakan metode-
metode atau strategi pembelajaran yang bervariasi, sehingga perbedaan-perbedaan
kemampuan tersebut dapat terlayani.
Usaha lain yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan tambahan pelajaran atau
pengayaan pelajaran bagi siswa yang pandai dan memberikan tugas sesuai dengan minat
siswa. Sebagai unsur primer dan sekunder dalam pembelajaran, maka dengan sendirinya
siswa dan guru terimplikasi adanya prinsip-prinsip belajar.
Jawaban no 3
aksonomi Bloom
1. Ranah Kognitif
Ranah ini meliputi kemampuan menyatakan kembali konsep atau prinsip yang telah
dipelajari, yang berkenaan dengan kemampuan berpikir, kompetensi memperoleh
pengetahuan, pengenalan, pemahaman, konseptualisasi, penentuan dan penalaran. Tujuan
pembelajaran dalam ranah kognitif (intelektual) atau yang menurut Bloom merupakan segala
aktivitas yang menyangkut otak dibagi menjadi 6 tingkatan sesuai dengan jenjang terendah
sampai tertinggi yang dilambangkan dengan C (Cognitive) (Dalam buku yang berjudul
Taxonomy of Educational Objectives. Handbook 1 : Cognitive Domain yang diterbitkan
oleh McKey New York. Benyamin Bloom pada tahun 1956) yaitu:
♦ C1 (Pengetahuan/Knowledge)
Pada jenjang ini menekankan pada kemampuan dalam mengingat kembali materi yang telah
dipelajari, seperti pengetahuan tentang istilah, fakta khusus, konvensi, kecenderungan dan
urutan, klasifikasi dan kategori, kriteria serta metodologi. Tingkatan atau jenjang ini
merupakan tingkatan terendah namun menjadi prasyarat bagi tingkatan selanjutnya. Di
jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan berdasarkan dengan hapalan saja.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : mengutip, menyebutkan,
menjelaskan, menggambarkan, membilang, mengidentifikasi, mendaftar, menunjukkan,
memberi label, memberi indeks, memasangkan, menamai, menandai, membaca, menyadari,
menghafal, meniru, mencatat, mengulang, mereproduksi, meninjau, memilih, menyatakan,
mempelajari, mentabulasi, memberi kode, menelusuri, dam menulis.
♦ C2 (Pemahaman/Comprehension)
Pada jenjang ini, pemahaman diartikan sebagai kemampuan dalam memahami materi tertentu
yang dipelajari. Kemampuan-kemampuan tersebut yaitu :
Di jenjang ini, peserta didik menjawab pertanyaan dengan kata-katanya sendiri dan dengan
memberikan contoh baik prinsip maupun konsep.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : memperkirakan,
menjelaskan, mengkategorikan, mencirikan, merinci, mengasosiasikan, membandingkan,
menghitung, mengkontraskan, mengubah, mempertahankan, menguraikan, menjalin,
membedakan, mendiskusikan, menggali, mencontohkan, menerangkan, mengemukakan,
mempolakan, memperluas, menyimpulkan, meramalkan, merangkum, dan menjabarkan.
♦ C3 (Penerapan/Application)
Pada jenjang ini, aplikasi diartikan sebagai kemampuan menerapkan informasi pada situasi
nyata, dimana peserta didik mampu menerapkan pemahamannya dengan cara
menggunakannya secara nyata. Di jenjang ini, peserta didik dituntut untuk dapat menerapkan
konsep dan prinsip yang ia miliki pada situasi baru yang belum pernah diberikan sebelumnya.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : menugaskan,
mengurutkan, menentukan, menerapakan, menyesuaikan, mengkalkulasi, memodifikasi,
mengklasifikasi, menghitung, membangun, membiasakan, mencegah, menggunakan, menilai,
melatih, menggali, mengemukakan, mengadaptasi, menyelidiki, mengoperasikan,
mempersoalkan, mengkonsepkan, melaksanakan, meramalkan, memproduksi, memproses,
mengaitkan, menyusun, mensimulasikan, memecahkan, melakukan, dan mentabulasi.
♦ C4 (Analisis/Analysis)
Pada jenjang ini, dapat dikatakan bahwa analisis adalah kemampuan menguraikan suatu
materi menjadi komponen-komponen yang lebih jelas. Kemampuan ini dapat berupa :
Di jenjang ini, peserta didik diminta untuk menguraikan informasi ke dalam beberapa bagian
menemukan asumsi, dan membedakan pendapat dan fakta serta menemukan hubungan sebab
akibat.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : menganalisis,
mengaudit, memecahkan, menegaskan, mendeteksi, mendiagnosis, menyeleksi, memerinci,
menominasikan, mendiagramkan, mengkorelasikan, merasionalkan, menguji, mencerahkan,
menjelajah, membagankan, menyimpulkan, menemukan, menelaah, memaksimalkan,
memerintahkan, mengedit, mengaitkan, memilih, mengukur, melatih, dan mentransfer.
♦ C5 (Sintesis/Synthesis)
Di jenjang ini, peserta didik dituntut menghasilkan hipotesis atau teorinya sendiri dengan
memadukan berbagai ilmu dan pengetahuan.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : mengabstraksi,
mengatur, menganimasi, mengumpulkan, mengkategorikan, mengkode, mengkombinasikan,
menyusun, mengarang, membangun, menanggulangi, menghubungkan, menciptakan,
mengkreasikan, mengoreksi, merancang, merencanakan, mendikte, meningkatkan,
memperjelas, memfasilitasi, membentuk, merumuskan, menggeneralisasi, menggabungkan,
memadukan, membatas, mereparasi, menampilkan, menyiapkan, memproduksi, merangkum,
dan merekonstruksi.
♦ C6 (Evaluasi/Evaluation)
Pada jenjang ini, evaluasi diartikan sebagai kemampuan menilai manfaat suatu hal untuk
tujuan tertentu berdasarkan kriteria yang jelas. Kegiatan ini berkenaan dengan nilai suatu ide,
kreasi, cara atau metode. Pada jenjang ini seseorang dipandu untuk mendapatkan
pengetahuan baru, pemahaman yang lebih baik, penerapan baru serta cara baru yang unik
dalam analisis dan sintesis. Menurut Bloom paling tidak ada 2 jenis evaluasi yaitu :
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam jenjang ini adalah : membandingkan,
menyimpulkan, menilai, mengarahkan, mengkritik, menimbang, memutuskan, memisahkan,
memprediksi, memperjelas, menugaskan, menafsirkan, mempertahankan, memerinci,
mengukur, merangkum, membuktikan, memvalidasi, mengetes, mendukung, memilih, dan
memproyeksikan.
2. Ranah Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berhubungan dengan sikap, nilai, perasaan, emosi serta
derajat penerimaan atau penolakan suatu obyek dlam kegiatan belajar mengajar.
Kartwohl & Bloom (Dimyati & Mudjiono, 1994; Syambasri Munaf, 2001) membagi ranah
afektif menjadi 5 kategori yaitu :
♦ Receiving/Attending/Penerimaan
Kategori ini merupakan tingkat afektif yang terendah yang meliputi penerimaan masalah,
situasi, gejala, nilai dan keyakinan secara pasif.Penerimaan adalah semacam kepekaan dalam
menerima rangsanagn atau stimulasi dari luar yang datang pada diri peserta didik. Hal ini
dapat dicontohkan dengan sikap peserta didik ketika mendengarkan penjelasan pendidik
dengan seksama dimana mereka bersedia menerima nilai-nilai yang diajarkan kepada mereka
danmereka memiliki kemauan untuk menggabungkan diri atau mengidentifikasi diri dengan
nilai itu.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : memilih,
mempertanyakan, mengikuti, memberi, menganut, mematuhi, dan meminati.
♦ Responding/Menanggapi
Kategori ini berkenaan dengan jawaban dan kesenangan menanggapi atau merealisasikan
sesuatu yang sesuai dengan nilai-nilai yang dianut masyarakat. Atau dapat pula dikatakan
bahwa menanggapi adalah suatu sikap yang menunjukkan adanya partisipasi aktif untuk
mengikutsertakan dirinya dalam fenomena tertentu dan membuat reaksi terhadapnya dengan
salah satu cara. Hal ini dapat dicontohkan dengan menyerahkan laporan tugas tepat pada
waktunya.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : menjawab, membantu,
mengajukan, mengompromi, menyenangi, menyambut, mendukung, menyetujui,
menampilkan, melaporkan, memilih, mengatakan, memilah, dan menolak.
♦ Valuing/Penilaian
Kategori ini berkenaan dengan memberikan nilai, penghargaan dan kepercayaan terhadap
suatu gejala atau stimulus tertentu. Peserta didik tidak hanya mau menerima nilai yang
diajarkan akan tetapi berkemampuan pula untuk menilai fenomena itu baik atau buruk. Hal
ini dapat dicontohkan dengan bersikap jujur dalam kegiatan belajar mengajar serta
bertanggungjawab terhadap segala hal selama proses pembelajaran.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengasumsikan,
meyakini, melengkapi, meyakinkan, memperjelas, memprakarsai, mengundang,
menggabungkan, mengusulkan, menekankan, dan menyumbang.
♦ Organization/Organisasi/Mengelola
Kategori ini meliputi konseptualisasi nilai-nilai menjadi sistem nilai, serta pemantapan dan
prioritas nilai yang telah dimiliki. Hal ini dapat dicontohkan dengan kemampuan menimbang
akibat positif dan negatif dari suatu kemajuan sains terhadap kehidupan manusia.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : menganut, mengubah,
menata, mengklasifikasikan, mengombinasi, mempertahankan, membangun, membentuk
pendapat, memadukan, mengelola, menegosiasikan, dan merembuk.
♦ Characterization/Karakteristik
Kategori ini berkenaan dengan keterpaduan semua sistem nilai yang telah dimiliki seseorang
yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah lakunya. Proses internalisais nilai
menempati urutan tertinggi dalam hierarki nilai. Hal ini dicontohkan dengan bersedianya
mengubah pendapat jika ada bukti yang tidak mendukung pendapatnya.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengubah perilaku,
berakhlak mulia, mempengaruhi, mendengarkan, mengkualifikasi, melayani, menunjukkan,
membuktikan dan memecahkan.
3. Ranah Psikomotor
Ranah ini meliputi kompetensi melakukan pekerjaan dengan melibatkan anggota badan serta
kompetensi yang berkaitan dengan gerak fisik (motorik) yang terdiri dari gerakan refleks,
keterampilan gerakan dasar, kemampuan perseptual, ketepatan, keterampilan kompleks, serta
ekspresif dan interperatif.
♦ Meniru
Kategori meniru ini merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan contoh yang
diamatinya walaupun belum dimengerti makna ataupun hakikatnya dari keterampilan itu.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengaktifan,
menyesuaikan, menggabungkan, melamar, mengatur, mengumpulkan, menimbang,
memperkecil, membangun, mengubah, membersihkan, memposisikan, dan mengonstruksi.
♦ Memanipulasi
Kategori ini merupakan kemampuan dalam melakukan suatu tindakan serta memilih apa yang
diperlukan dari apa yang diajarkan.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengoreksi,
mendemonstrasikan, merancang, memilah, melatih, memperbaiki, mengidentifikasikan,
mengisi, menempatkan, membuat, memanipulasi, mereparasi, dan mencampur.
♦ Pengalamiahan
Kategori ini merupakan suatu penampilan tindakan dimana hal yang diajarkan dan dijadikan
sebagai contoh telah menjadi suatu kebiasaan dan gerakan-gerakan yang ditampilkan lebih
meyakinkan.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengalihkan,
menggantikan, memutar, mengirim, memindahkan, mendorong, menarik, memproduksi,
mencampur, mengoperasikan, mengemas, dan membungkus.
♦ Artikulasi
Kategori ini merupakan suatu tahap dimana seseorang dapat melakukan suatu keterampilan
yang lebih kompleks terutama yang berhubungan dengan gerakan interpretatif.
Kata kerja operasional yang dapat dipakai dalam kategori ini adalah : mengalihkan,
mempertajam, membentuk, memadankan, menggunakan, memulai, menyetir, menjeniskan,
menempel, mensketsa, melonggarkan, dan menimbang.
Permasalahan Pendidikan di Indonesia
Pembangunan di Indonesia memang terus bergulir, akan tetapi sudah seimbangkah dengan
pembangunan di bidang pendidikannya? Pembangunan secara fisik memang baik, namun
tidak akan berdampak baik jika moral bangsanya terpuruk, karena akan berakibat
dihasilkannya lulusan pendidikan yang “pinter keblinger”. Sehingga perlu adanya suatu
perbaikan untuk permasalahan ini, cara yang tepat untuk memperbaiki moral bangsa adalah
dengan ilmu, dan ilmu didapat dari pendidikan. Oleh karena itu, pendidikan sangat penting
dan perlu dijadikan prioritas dalam pembangunan negeri ini.
1. Kualitas peserta didik rendah, dapat dikatakan demikian karena kurangnya minat dari
peserta didik untuk belajar dan mengenyam bangku sekolah serta malasnya peserta didik
untuk pergi bersekolah atau belajar.
2. Para pengajar kurang profesional, padahal keprofesionalan merupakan salah satu
kompetensi yang harus dimiliki oleh pengajar.
3. Biaya pendidikan yang mahal, sehingga warga masyarakat yang kurang mampu merasa tidak
sanggup untuk membayar uang sekolah dan memutuskan untuk memberhentikan anaknya
sekolah. Serta minimnya informasi terkait beasiswa bagi peserta didik yang kurang mampu
namun berprestasi.
4. Bahkan UU pendidikan pun terancam kacau, karena dalam implementasinya kurang
memberikan hasil yang memuaskan.
Permasalahan pendidikan yang akan lebih ditekankan dalam pembahasan ini adalah
mengenai poin nomor 3 diatas yaitu tentang biaya pendidikan yang mahal, belum
mencukupinya bantuan dari pemerintah serta tidak meratanya pemberian bantuan tersebut.
Pemerintah sudah berusaha dengan keras mengatasi masalah pendidikan ini. Hal ini sudah
terbukti dengan adanya sekolah-sekolah gratis bagi peserta didik yang kurang mampu yang
menandakan bahwa memang pendidikan itu adalah hak semua warga negara tanpa kecuali
(baik kaya maupun miskin). Namun, ternyata memang benar untuk mendapatkan pendidikan
yang baik itu memerlukan biaya yang memang tidak sedikit sehingga sebagian besar sekolah
masih menggalakan adanya pembayaran untuk sekolah.
1. Sekolah gratis memang ada, peserta didik bisa melaksanakan kegiatan belajar tanpa
memikirkan biaya, namun sayangnya sekolah-sekolah tersebut berada di daerah terpencil.
2. Fasilitas di sekolah kurang lengkap atau kurang memadai, hal ini dapat dikarenakan
komponen sekolah tidak terlalu paham dengan perkembangan zaman atau dapat pula
dikarenakan biaya dari pemerintahnya kurang mencukupi.
3. Staf pengajarnya kurang berkompetensi, hal ini dikarenakan para pengajar dari kalangan
yang ingin mengajar saja, sukarela. Oleh karena sukarela itu, makanya para pegajar lebih
memilih sekolah yang dapat memberikan jaminan penghidupan yang lebih dibanding dengan
mengajar di sekolah yang jaminan penghidupannya lebih kecil.
4. Kurikulumnya tidak tepat. Pengajar akan merasa kewalahan dengan kurikulum disebabkan
fasilitas dan kemampuannya yang juga terbatas.
5. Sistem administrasi serta birokrasinya terkesan berbelit-belit. Dikatakan berbelit-belit
karena kurangnya pengalaman dalam menjalankan administrasi dan birokrasi pendidikan di
sekolah tersebut.
Sumber :
Jawaban no 4
Pada dunia Pendidikan telah dikembangkan berbagai jenis teori belajar yang dianggap paling
sesuai untuk diimplementasikan di sekolah. Seiring berkembangnya jaman, sudut pandang
praktisi dan pakar Pendidikan juga mengalami pergeseran paradigma tentang konsep dan
tujuan pembelajaran yang hendak dicapai siswa. Teori belajar behavioristik merupakan salah
satu teori pembelajaran paling tua yang berkembang pada abad ke-19. Meski terdengar kolot
dan sudah semakin berkembang menjadi teori-teori baru yang dianggap lebih baik untuk
digunakan, teori behavioristik ini pun nyatanya masih banyak digunakan dalam implementasi
dunia pendidikan kita.
Menurut B.F. Skinner teori belajar behaviorisme adalah hubungan antara stimulus dengan
respon yang ditunjukkan individu atau subyek terjadi melalui interaksi dengan lingkungan.
Teori ini menekankan bahwa tingkah laku yang ditunjukkan seseorang merupakan akibat dari
interaksi antara stimulus dengan respon. Teori ini berkembang dan cenderung mengikuti
aliran psikologi belajar, lantas menjadi dasar pengembangan teori pendidikan dan
pembelajaraan saat ini. Ciri dari implementasi sukses teori belajar behavioristik ini adalah
adanya perubahan perilaku yang ditunjukkan seseorang setelah mengalami kejadian di masa
lampau. Seseorang dinyatakan belajar jika telah merespon suatu kejadian dan menjadikannya
pembelajaran untuk tidak menggunakan respon yang sama di masa depan, guna menghindari
akibat yang pernah dialaminya.
Implementasi teori belajar behavioristik dalam dunia pendidikan ini terlihat dari beberapa
contoh. Misalkan: penerapan hukuman membersihkan halaman bagi siswa yang datang ke
sekolah terlambat, siswa disuruh lari lapangan jika tidak mengerjakan tugas atau PR. Teori
ini cukup menakutkan karena penekanan prinsip pemberian hukuman (punishment), akan
tetapi teori ini tak selamanya buruk. Pada kondisi tertentu siswa juga akan mendapatkan
penguatan (reinforcement) berupa pujian, hadiah atau penghargaan lainya jika menunjukkan
sikap positif dalam pembelajaran. Sehingga, teori behaviorisme dianggap merupakan pilihan
metode pembelajaran yang tepat dan dianggap mampu menghasilkan output yang diharapkan.
Teori behaviorisme ini hingga sekarang masih banyak ditemui di Indonesia. Hal ini nampak
mulai dari pembelajaran di Kelompok Bermain, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar,
Menengah, bahkan sekolah tinggi. Pembentukan perilaku siswa dengan drill (pembiasaan)
disertai reinforcement dan punishment masih sering ditemui. Secara teori dan praktek yang
telah dilaksanakan, teori ini kurang menekankan aktivitas secara kognitif pada anak.
Sehingga anak cenderung belum dapat mengeksplorasi pegetahuan secara optimal. Teori
behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang
kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan dan belajar
yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan stimulus dan respon. Teori ini tidak mampu
menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam hubungan stimulus dan
respon. Selain itu, berdasarkan teori behavioristik ini, potensi alami yang dimiliki oleh
seorang anak seakan tidak dianggap bahkan cenderung diabaikan. Hal inilah yang
menyebabkan teori ini ditinggalkan kemudian mengalami pergeseran dari teori
behaviorisme ke teori belajar kognitivisme.
Teori kognitivisme mengakui pentingnya faktor individu dalam belajar tanpa meremehkan
faktor eksternal atau lingkungan sehingga pengetahuan itu bersifat non-objektif, temporer,
serta selalu berubah. Belajar merupakan pemaknaan pengetahuan, sedangkan mengajar itu
menggali makna. Pada teori ini, otak berfungsi sebagai alat menginterpretasi sehingga
muncul makna yang unik, sehingga bisa memiliki pemahaman yang berbeda terhadap
pengetahuan yang dipelajari. Teori ini pun mengenal konsep bahwa belajar ialah hasil
interaksi yang terus-menerus antara individu dan lingkungan melalui proses asimilasi dan
akomodasi. Jadi dengan adanya teori kognitivisme seorang siswa akan memiliki pengetahuan
dan pengalaman yang lebih luas sehingga pengetahuan yang mereka dapatkan tetap setia
dalam ingatan.
Pada teori kognitivisme seorang peserta didik dilatih untuk berpikir secara cerdik untuk
menyelelesaikan masalahnya. Peserta didik harus dapat menggali pengetahuannya sendiri.
Menurut tokoh psikologi Pendidikan Jean Piaget menyatakan bahwa, teori belajar
kognitivisme adalah suatu proses belajar melalui interaksi antara individu dengan
lingkungannya dengan melibatkan proses berpikir/bernalar. Jadi dalam teori ini lebih
menekankan pada pemaknaan dalam belajar, sehingga belajar tidak hanya menghafal tetapi
yang lebih penting adalah seorang peserta didik harus menangkap makna dari proses belajar
yang dia lakukan.
Dengan adanya teori kognitivisme peserta didik akan memiliki pengetahuan yang lebih luas.
Namun, pada teori kognitivisme peserta didik akan memiliki kemampuan yang berbeda-beda.
Perbedaan ini akan dapat menimbulkan kesenjangan antar peserta didik, apabila seorang guru
tidak dapat mengontrol perbedaan yang terjadi. Sehinggga, siswa yang pandai akan semakin
pandai dan yang kurang pandai akan semakin tertinggal.
Dari semua teori apabila dianalisis dan dilihat dapat bergeser dari satu teori meuju ke teori
yang lain, maka didalam dunia pendidikan tidak ada teori yang abadi, dan dapat mendominasi
sepanjang zaman. Karena teori dapat bergeser sesuai dengan perkembangan zaman dan
kebutuhan pemakainya. Oleh karena itu, sebaiknya seorang pendidik tidak boleh mengatakan
jika salah satu dari teori ini dalah teori yang paling benar dan yang paling baik, karena pada
dasarnya masing-masing teori memiliki kelebihan dan kelemahanya masing-masing.
Tentunya akan lebih baik, jika seorang pendidik dapat mengkombinasikan dari setiap teori
belajar ini, untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna, apabila dari setiap teori kita
ambil segi positifnya kemudian kita padukan dengan segi positif dari teori lain maka tujuan
pembelajaran akan tercapai dengan efektif.
Pendidik harus dapat menciptakan suatu teori baru dengan kekuataan yang lebih baik, tetapi
juga jangan lupa untuk tetap memperhatikan kondisi dan kesiapan peserta didik. Jadi, inilah
sebenarnya yang dinamakan inovasi dalam pembelajaran. Seorang guru harus dapat
menciptakan inovasi baru. Sehingga guru tidak hanya menggunakan teori belajar yang sudah
ada dan menggganti nama teori belajar lain agar terlihat baru. Namun, pendidik ketika akan
menciptakan inovasi pembelajaran akan lebih penting untuk memperbaiki substansinya
dengan tujuan pembelajaran yang terukur dan dapat dicapai dengan baik dan optimal.
Jawaban no 5
Pandangan menurut ilmu psikolog tentang peserta didik adalah individu yang
sedang berkembang baik jasmani maupun rohani. Perubahan jasmani biasa disebut
pertumbuhan, ialah terdapatnya perubahan aspek jasmani menuju kearah kematangan
fungsi, misal kaki, tangan sudah mulai berfungsi secarea sempurna. Sedangkan
perkembangan adalah perubahan aspek psikis secara lebih jelas.
Peserta didik adalah setiap manusia yang berusaha mengembangkan potensi diri
melalui proses pembelajaran pada jalur pendidikan baik pendidikan formal maupun
pendidikan nonformal, pada jenjang pendidikan dan jenis pendidikan tertentu.
Setiap pesrta didik tidak sama dalam hal minat untuk mempelajari sesuatu ilmu
pengetahuan. Dan peserta didik memiliki minat serta kecakapan yang berbeda beda untuk
mengembangkan kemampuan intelektual yang dimilikinya.
Imran Manan (1989: 12-13) menjelaskan bahwa dari dimensi Anthropologi peserta
didik dapat dijelaskan dari tiga dimensi:
Anak didik merupakan salah satu komponen terpenting dalam pendidikan. Tanpa
anak didik, proses kependidikan tidak akan terlaksana. Oleh karena itu pengertian tentang
anak didik dirasa perlu diketahui dan dipahami secara mendalam oleh seluruh pihak.
Sehingga dalam proses pendidikannya nanti tidak akan terjadi kemelencengan yang
terlalu jauh dengan tujuan pendidikan yang direncanakan.
Dalam paradigma pendidikan Islam, peserta didik merupakan orang yang belum
dewasa dan memiliki sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu
dikembangkan.
Paradigma di atas menjelaskan bahwasanya manusia / anak didik merupakan subjek dan
objek pendidikan yang memerlukan bimbingan orang lain (pendidik) untuk membantu
mengarahkannya mengembangkan potensi yang dimilikinya, serta membimbingnya
menuju kedewasaan.
Menurut Samsul Nizar (2002) beberapa hakikat peserta didik dan implikasinya terhadap
pendidikan Islam, yaitu :
1. Peserta didik bukan merupakan miniatur orang dewasa, akan tetapi memiliki
dunia sendiri.
3. Peserta didik adalah manusia yang memiliki kebutuhan, baik yang menyangkut
kebutuhan jasmani maupun rohani yang harus dipenuhi.
4. Peserta didik adalah makhluk Allah yang memiliki perbedaan individual.
5. Peserta didik terdiri dari dua unsur utama, yaitu jasmani dan rohani.
6. Peserta didik adalah manusia yang memiliki potensi (fitrah) yang dapat
dikembangkan dan berkembang secara dinamis.
Ibn Khaldun, seseorang yang terkenal sebagai sejarawan, sosiolog, dan juga
antropolog, mencoba mengemukakan gagasan pemikirannya mengenai anak didik,
yang dalam hal ini anak didik menduduki objek sekaligus subjek dalam pendidikan.
Pada bagian lain, Ibn Khaldun berpendapat bahwa dalam proses belajar atau
menuntut ilmu pengetahuan, manusia disamping harus sungguh-sungguh juga harus
memiliki bakat. Menurutnya, dalam mencapai pengetahuan yang bermacam-macam
itu seseorang tidak hanya membuuhkan ketekunan, tetapi juga bakat. Berhasilnya
suatu keahlian dalam satu bidang ilmu atau disiplin memerlukan pengajaran.
Dalam Al Qur`an sendiri manusia terdiri dari materi (jasad) dan immateri (ruh,
jiwa, akal, qalb). Jika dihubungkan dengan pendidikan, maka manusia yang diberi
pendidikan itu adalah jiwa dan akalnya. Pendidikan pada manusia adalah suatu proses
pengembangan potensi jiwa dan akal yang tumbuh secara wajar dan seimbang, dalam
masyarakat yang berkebudayaan.
A. Prinsip-prinsip Perkembangan
– Perkembangan mengikuti pola dan arah tertentu dan terjadi dalam tempo berlainan
B. Fase Perkembangan
a.Analisis Biologis
1) Aristoteles
3) Elizabeth Hurlock
Tahap IV : 2 – 11 Childhood
b. Bedasar didaktis
1) Commenius
2) Rosseau
c. Berdasar psikologis :
– Masa pra sekolah : 0 – 6 tahun (masa vital(Freud :masa oral)& masa estetik
– Masa sekolah dasar : 6 – 12 tahun (masa kelas rendah dan kelas tinggi)
1. Anak adalah makhluk hidup yang merupakan suatu kesatuan dari keseluruhan
aspek yang terdapat dalam dirinya.
Sebagai suatu totalitas, anak dipandang sebagai makhluk hidup yang utuh, yakni
sebagai suatu kesatuan dari keseluruhan aspek fisik dan psikis yang terdapat dalam
dirinya. Keseluruhan aspek fisik dan psikis anak tersebut tidak dapat dapat
dipisahkan satu sama lain. Karena itu anak dipandang sebagai suatu individu.
Dalam hal ini kita tidak akan memandang anak sebagai kumpulan organ-organ
misalnya ada kepala, kaki, tangan, dan bagian tubuh
Keseluruhan aspek yang terdapat dalam diri anak tersebut secara terintegrasi saling
terjalin dan memberikan dukungan satu sama lain. Sebagai misal, anak yang
dimarahi orang tuanya bisa tidak berselera makan, anak yang sedang sakit nafsu
makannya berkurang dan lain-lain. Contoh tersebut mengilustrasikan adanya
keterkaitan dan perpaduan dalam proses kehidupan dan aktivitas anak. Reaksi-
reaksi psikis anak selalu disertai dengan reaksi fisiknya, begitu pula sebaliknya.
3. Anak berbeda dari orang dewasa bukan sekedar fisik, tetapi secara keseluruhan.
Anak bukan miniature orang dewasa, tetapi anak adalah anak yang dalam
keseluruhan aspek dirinya bisa berbeda dengan orang dewasa, baik dalam segi
fisik, cara berfikir, rasionalitas, daya pikir maupun pola pikirnya. Jadi jangan
memaksa anak sesuai dengan yang kita inginkan karena anak itu juga mempunyai
dunianya sendiri. Biarlah mereka menjadi diri mereka sendiri, suatu saat dengan
kematangan dan pengalaman mereka akan menjadi dewasa.
D. Perkembangan sebagai Proses Holistik dari aspek biologis, kognitif, dan psikososial.
Sesuai dengan konsep anak sebagai suatu totalitas atau sebagai individu,
perkembangan juga merupakan suatu proses yang sifatnya menyeluruh (holistik).
Artinya perkembangan terjadi tidak hanya dalam aspek tertentu, melainkan
melibatkan keseluruhan aspek yang saling terjalin satu sama lain. Secara garis besar,
proses perkembangan individu dapat dikelompokkan ke dalam 3 domain, yaitu :
1. Proses Biologis
ini. Tetapi domain perkembangan ini tidak mencangkup perubahan fisik karena kecelakaan,
sakit, atau peristiwa-peristiwa khusus lainnya.
2. Proses Kognitif
3. Proses Psikososial
Aspek-aspek tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi satu sama lain. Misalnya saja
jika seorang anak mengalami gangguan pendengaran maka dia dapat mengalami
keterlambatan dalam perkembangan bahasa dikarenakan tidak adanya kata-kata yang
dapat masuk dan dicerna di otaknya.
1. Perkembangan Fisik
2. Perkembangan Perseptual
a. Persepsi Visual
4) Persepsi Kedalaman
Kemampuan seseorang untuk mengukur jarak dari posisi tubuh ke suatu
objek.persepsi ini memerlukan ketajaman visual yang baik
6) Persepsi Gerakan
b. Persepsi Pendengaran
2) Persepsi Perbedaan
a. Faktor Hereditas
Faktor hereditas ada dalam diri manusia itu sendiri. Disini terjadi totalitas
karakter dari orang tua kepada anak, dari sini pula kepribadian anak mulai
terbentuk karena didikan orang tua.
b. Faktor Lingkungan
Faktor ini juga dapat disebut dengan faktor luar. Dalam lingkungan anak
diajarkan tentang nilai-nilai budaya setempat.
Dengan faktor tertentu dan faktor lingkungan tertentu pula maka akan
menghasilkan pola pertumbuhan dan perkembangan tertentu pula. Setiap individu lahir
dengan hereditas tertentu. Namun individu itu tumbuh dan berkembang tidak lepas dari
lingkungannya baik lingkungan fisik, lingkungan psikologi, maupun lingkungan social.
Setiap pertumbuhan dan perkembangan yang kompleks merupakan hasil interaksi dari
hereditas dan lingkungan.
Diantara kedua faktor tersebut tidak ada faktor yang lebih dominan karena
keduanya saling mengisi dan mempengaruhi satu sama lain. Tidak selamanya yang
diinginkan lingkungan kepada seorang anak akan menjadi kenyataan, begitu pula
sebaliknya.
Hal ini tampak dalam meniru sesuatu yang tertunda sehingga menghasilkan suatu
tindakan yang telah dilihat di masa lalu dan dalam imajinasi anak-anak atau pura-pura
bermain (Piaget, 1951) yang dikutip Mussen, Conger, Kagen dan Huston (1984). Nalar
anak-anak pada tahap ini belum tampak logis dan mereka cenderung sangat egosentris.
Egosentris pada anak usia prasekolah tidak berarti ia mementingkan diri sendiri,
melainkan anak usia prasekolah tidak dapat melihat sesuatu dari pandangan orang lain.
Mengenal karakteristik peserta didik untuk kepentingan proses pembelajaran
merupakan hal yang penting. Adanya pemahaman yang jelas tentang karakteristik peserta
didik akan memberikan kontribusi terhadap pencapaian tujuan pembelajaran secara
efektif. Berdasarkan pemahaman yang jelas tentang karakteristik peserta didik, para guru
dapat merancang dan melaksanakan kegiatan pembelajaransesuai perkembangan anak.
Anak usia dini (0 – 8 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai
lompatan perkembangan karena itulah maka usia dini dikatakan sebagai golden age
(usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya. Usia
tersebut merupakan fase kehidupan yang unik. Secara lebih rinci akan diuraikan
karakteristik anak usia dini sebagai berikut :
a. Usia 0 – 1 tahun
Pada masa bayi perkembangan fisik mengalami kecepatan luar biasa, paling cepat
dibanding usia selanjutnya. Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar dipelajari
anak pada usia ini. Beberapa karakteristik anak usia bayi dapat dijelaskan antara
lain :
1. Mempelajari ketrampilan motorik mulai dari berguling, merangkak, duduk,
berdiri dan berjalan.
2. Mempelajari ketrampilan menggunakan panca indera, seperti melihat atau
mengamati, meraba, mendengar, mencium dan mengecap dengan
memasukkan setiap benda ke mulutnya.
3. Mempelajari komunikasi sosial. Bayi yang baru lahir telah siap melaksanakan
kontrak sosial dengan lingkungannya. Komunikasi responsif dari orang
dewasa akan mendorong dan memperluas respon verbal dan non verbal bayi.
Berbagai kemampuan dan ketrampilan dasar tersebut merupakan modal penting
bagi anak untuk menjalani proses perkembangan selanjutnya.
b. Usia 2 – 3 tahun
Anak pada usia ini memiliki beberapa kesamaan karakteristik dengan masa
sebelumnya. Secara fisik anak masih mengalami pertumbuhan yang pesat.
Beberapa karakteristik khusus yang dilalui anak usia 2 – 3 tahun antara lain :
1. Anak sangat aktif mengeksplorasi benda-benda yang ada di sekitarnya. Ia
memiliki kekuatan observasi yang tajam dan keinginan belajar yang luar biasa.
Eksplorasi yang dilakukan oleh anak terhadap benda-benda apa saja yang
ditemui merupakan proses belajar yang sangat efektif. Motivasi belajar anak
pada usia tersebut menempati grafik tertinggi dibanding sepanjang usianya
bila tidak ada hambatan dari lingkungan.
2. Anak mulai mengembangkan kemampuan berbahasa. Diawali dengan
berceloteh, kemudian satu dua kata dan kalimat yang belum jelas maknanya.
Anak terus belajar dan berkomunikasi, memahami pembicaraan orang lain dan
belajar mengungkapkan isi hati dan pikiran.
Anak mulai belajar mengembangkan emosi. Perkembangan emosi anak
didasarkan pada bagaimana lingkungan memperlakukan dia. Sebab emosi bukan
ditemukan oleh bawaan namun lebih banyak pada lingkungan.
c. Usia 4 – 6 tahun
Anak usia 4 – 6 tahun memiliki karakteristik antara lain :
1. Berkaitan dengan perkembangan fisik, anak sangat aktif melakukan berbagai
kegiatan. Hal ini bermanfaat untuk mengembangkan otot-otot kecil maupun
besar.
2. Perkembangan bahasa juga semakin baik. Anak sudah mampu memahami
pembicaraan orang lain dan mampu mengungkapkan pikirannya dalam batas-
batas tertentu.
3. Perkembangan kognitif (daya pikir) sangat pesat, ditunjukkan dengan rasa
ingin tahu anak yang luar biasa terhadap lingkungan sekitar. Hl itu terlihat dari
seringnya anak menanyakan segala sesuatu yang dilihat.
4. Bentuk permainan anak masih bersifat individu, bukan permainan sosial.
Walaupun aktifitas bermain dilakukan anak secara bersama.
d. Usia 7 – 8 tahun
Karakteristik perkembangan anak usia 7 – 8 tahun antara lain :
1. Perkembangan kognitif anak masih berada pada masa yang cepat. Dari segi
kemampuan, secara kognitif anak sudah mampu berpikir bagian per bagian.
Artinya anak sudah mampu berpikir analisis dan sintesis, deduktif dan
induktif.
2. Perkembangan sosial anak mulai ingin melepaskan diri dari otoritas
orangtuanya. Hal ini ditunjukkan dengan kecenderungan anak untuk selalu
bermain di luar rumah bergaul dengan teman sebaya.
3. Anak mulai menyukai permainan sosial. Bentuk permainan yang melibatkan
banyak orang dengan saling berinteraksi.
4. Perkembangan emosi anak sudah mulai berbentuk dan tampak sebagai bagian
dari kepribadian anak. Walaupun pada usia ini masih pada taraf pembentukan,
namun pengalaman anak sebenarnya telah menampakkan hasil.
Anak-anak usia 2-4 tahun menurut Musthafa (2002) mempunyai cirri sebagai berikut;
3. Modus belajar yang umumnya disukai adalah melalui aktivitas fisik dan berbagai
situasi yang bertautan langsung dengan minat dan peng- alamannya;
4. Walaupun mereka umumnya memiliki rentang perhatian yang pendek,
Sementara itu, anak-anak usia 5-7 tahun sebagai tahun-tahun awal memasuki
sekolah dasar mereka mempunyai ciri sebagai berikut;
3. mereka belajar melalui bahasa lisan dan pad tahap ini bahasanya telah
berkembang dengan pesat; dan
5. Anak memiliki rasa ingin tahu yang kuat dan antusias terhadap
banyak hal.Anak pada usia ini juga mempunyai sifat banyak memper-
hatikan, membicarakan den mempertanyakan berbagai hal yang dilihat
dan didengarnya terutama berkenaan dengan hal-hal yang baru.
Banyak hal yang dapat mempengaruhi kondisi anak usia dini, secara garis
besar dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu :
Pertama, faktor bawaan adalah faktor yang diturunkan dari kedua orangtuanya,
baik yang bersifat fisik maupun psikis. Faktor bawaan lebih dominan dari pihak ayah
daripada ibu atau sebaliknya. Faktor ini tidak dapat direkayasa oleh orangtua yang
menurunkan. Dan hanya ditentukan oleh waktu satu detik, yaitu saat bertemunya sel
sperma dan ovum. Oleh karena itu, saat ovulasi merupakan saat paling berharga untuk
sepanjang hidup manusia, karena pada saat itulah diturunkan sifat bawaan yang akan
terbawa sepanjang usia manusia.
Kedua, faktor lingkungan yaitu faktor yang berasal dari luar faktor bawaan,
meliputi seluruh lingkungan yang dilalui oleh anak. Lingkungan dapat dipisahkan
menjadi dua, yaitu lingkungan dalam kandungan dan lingkungan di luar kandungan.
a. Lingkungan keluarga, yaitu lingkungan yang dialami anak dalam berinteraksi
dengan anggota keluarga baik interaksi secara langsung maupun tidak
langsung. Lingkungan keluarga khususnya dialami anak usia 0 – 3 tahun. Usia
ini menjadi landasan bagi anak untuk melalui proses selanjutnya.
Perkembangan Fisik
Proses perkembangan diawali dari bertemunya sel sperma dan ovum yang disebut
ovulasi, dan terus secara berkesinambungan hingga kematian. Kadang perlahan,
kadang cepat, kadang maju terus, kadang sejenak mundur. Satu tahap
perkembangan menjadi landasan bagi tahap perkembangan selanjutnya. Tidak ada
pengalaman anak yang sia-sia atau hilang terhapus. Hanya tertutupi oleh
pengalaman-pengalaman berikutnya.
d. Terhadap tugas perkembangan yang harus dilalui anak dari waktu ke waktu
Tugas perkembangan adalah sesuatu yang harus dilakukan atau dicapai oleh anak
berdasarkan tahap usianya. Tugas perkembangan bersifat khas, sesuai dengan
tuntutan dan ukuran yang berlaku di masyarakat. Misalnya bayi lahir dia akan
melaksanakan tugas perkembangan berguling, tengkurap, duduk, berdiri, berjalan,
bermain dan seterusnya. Kualitas dan kuantitas tugas perkembangan antara satu
daerah berbeda dengan daerah lain.
Ciri Fisik Anak :
a. Anak prasekolah umumnya sangat aktif. Anak pada usia ini sangat
menyukai kegiatan yang dilakukan atas kemauan sendiri. Kegiatan mereka yang
dapat diamati adalah seperti; suka berlari, memanjat dan melompat.
b. Anak membutuhkan istirahat yang cukup. Dengan adanya sifat aktif,
maka biasanya setelah melakukan banyak aktivitas anak me-merlukan
istirahat walaupun kadangkala kebutuhan untuk beristirahat ini tidak disadarinya.
c. Otot-otot besar anak usia prasekolah berkembang dari control jari dan
tangan. Dengan demikin anak usia prasekolah belum bisa me-lakukan aktivitas
yang rumit seperti mengikat tali sepatu.
Anak pada usia dini (0 – 8 tahun) memiliki kemampuan belajar yang luar
biasa. Khususnya pada masa kanak-kanak awal. Keinginan anak untuk belajar
menjadikan ia aktif dan eksploratif. Anak belajar dengan seluruh panca inderanya
untuk dapat memahami sesuatu, dan dalam waktu singkat ia akan beralih ke hal lain
untuk dipelajari. Lingkungan lah yang kadang menjadikan anak terhambat dalam
mengembangkan kemampuan belajarnya. Bahkan seringkali lingkungan mematikan
keinginannya untuk bereksplorasi.
Perkembangan anak dari berbagai aspek sudah semakin baik. Walau demikian
proses perkembangan anak masih terus berlanjut. Anak melakukan proses belajar
dengan cara yang semakin kompleks. Ia menggunakan panca inderanya untuk
menangkap berbagai informasi dari luar. Anak mulai mampu membaca dan
berkomunikasi secara luas. Hal itu menjadi bagian dari proses belajar anak.
Pertumbuhan fisik pada usia SD cenderung lebih lambat dan relatif konsisten.
Laju perkembangan seperti ini berlangsung sampai terjadinya perubahan-
perubahan besar pada awal masa pubertas. Kaki anak lazimnya menjadi lebih
panjang dan tubuhnya menjadi lebih kurus. Massa dan kekuatan otot anak secara
bertahap terus meningkat di saat semakin menurunnya kadar ‘lemak bayi’. Selama
usia SD ini, kekuatan fisik anak lazimnya meningkat dua kali lipat. Gerakan-
gerakan lepas pada masa sebelumnya sangat menbantu pertumbuhan otot ini.
Anak SD kelas awal umumnya masih memiliki proporsi tubuh yang kurang
seimbang. Kekurangseimbangan ini sedikit demi sedikit berkurang sampai terlihat
perbedaannya ketika anak mencapai kelas 5 atau 6. Pada kelas-kelas akhir SD,
lazimnya proporsi tubuh anak sudah mendekati keseimbangan. Berdasarkan
tipologi Sheldon ada tiga kemungkinan bentuk primer tubuh anak SD. Tiga bentuk
primer tubuh tersebut adalah :
1) Endomorph, yakni yang tampak dari luar berbentuk gemuk dan berbadan
besar
3) Ectomorph, yakni yang tampak jangkung, dada pipih, lemah, dan seperti tak
berotot.
Anak yang berada di kelas awal SD adalah anak yang berada pada rentangan
usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa perkembangan anak yang pendek
tetapi merupakan masa yang sangat penting bagi kehidupannya. Oleh karena itu, pada
masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan
berkembang secara optimal.
Akan tetapi anak-anak usia sekolah lebih dapat berpikir secara logik daripada
waktu mereka masih muda, cara berpikir mereka’masih terikat pada kenyataan atau
kejadian pada waktu sekarang, artinya terikat pada hal-hal yang sedang dihadapi
saja.
Menurut Piaget kordisi semacam ini berlaku jampai pada tahap berbagai operasi
formal, di mana biasanya sampai pada tahap remaja, anak-anak mampu berpikir
secara abstrak, tes hipotesis, dan mengerti tentang kemungkinan (probabilitas).
3. Konservasi
Dalam suatu tugas konservasi tertentu, Stay menunjukkan dua bola dari tana’i
Mat. Dia setuju bahwa bola tersebut mem.ang sama. Dia mengatakan bahwa substansi
konservasi tersebut sekalipun bola yang satu digelindingkan, keadaannya tetap tidak
berubah, artinya jumlah bola tersebut tetap sama. Dalam konservasi berat, dia juga
mengetahui bahwa berat bola tersebut tetap sama sekalipun dipanaskan, demikian
pula apabila bola tersebut dimasukkan ke dalam air, beratnya akan tetap sama.
Pada tahap ketiga, yaitu tahap terakhir, anak-anak dapat mengkonservasi dan
dapat memberikan alasan secara logis atas jawaban yang mereka berikan. Alasan-
alasan tersebut mengacu pada perubahan, identitas, atau kompensasi. Jadi anak-annk
pada opernsional konkret menunjukkan snatii kualitas konitif lebih lanjut daripada
anak-annk preoperasional. Mereka dapat berpikir lebih luas dan peduli pada berbagai
transformasi yang hanya merupakan persepsi.
Piaget menekankan bahwa perkembangan kemampuan anak-anak untuk
mengkonservasi akan lebih baik apabila secara nalar telah cukup matang. Piaget
berpendapat bahwa konservasi hanya sedikit sekali dapat dipengaruhi oleh
pengalaman. Sekalipun demikian terdapat faktor-faktor lain dari kematangan yang
dapat mempengaruhi konservasi. Anak-anak yang belajar konservasi sejak dini akan
mampu mencapai tingkat yang lebih dalam hal: IQ, kemampuan verbal dan tidak
didominasi oleh ibunya (Almy, Chitenden & Miller,1966; Goldsmid & Bentler,
1968).
Anak laki-laki di Afrika d?n Amerika, dan anak-anak dari keluarga yang tidak
mampu, mengalami risiko yang ‘inggi, karena tekanan hidup dan stres selama
hidupnya, akibatnya mereka sering kali mengulang kelas di sekolahhya. Hal ini juga
dapat disebabkan karena orang tuanya sering kali bermasalah dengan psikiater
(Costello, et. al., 1988). Beberapa masalah kelihatannya berkaitan dengan fase
tertentu dalam kehidupan anak dan ‘dibiarkan hilahg dengan sendirinya. namun bagi
yang lain memerlukan perawatan yang baik untuk meneegah timbulnya berbagai
masalah waktu-waktu yang akan datang.
Akan tetapi ketika anak telah berusia lebih dari 6 atau 7. tahun sekalipun mereka
tetap membuat cerita yang bohong, mereka merasa sadar dan tidak aman perasaannya.
Oleh karena itu dia membuat ceritfra yang muluk-muluk agar orang lain percaya
kepadanya; dapat pula mereka lakukan berbuat bohong tersebut karena untuk
menyenangkan orang tuanya. (Chapman, 1974).
Sering kali juga terjadi pencurian kecil-kecilan yang dilakukan oleh anak-anak.
Namun hal semacam ini tidak selamanya merupakan perbuatan yang salah. Kecuali
apabila perbuatan semacam itu dilakukan secara terus-menerus terhadap orang ruanya
atau bahkan dilakukan secara terbuka terhadap orang lain; mereka dapat ditangkap,
namun untuk kesekian kalinya mereka berusaha ingkar dan berusaha menyenangkan
atau mengelabui orang tuanya. Seiiap periiaku anti sosial yang kronis harus dianggap
sebagai suatu tanda adanya emosional yang terganggu.
Anak-anak yang menderita gangguan keinginan semacam ini sering kali tidak mau
berteman; dengan kata lain dia suka menyendiri dan selalu peduli terhadao
penyakitnya, misalnya sakit kepala, sakit perut. Kondisi semacam ini dapat
mempengaruhi anak laki-laki maupun perempuan semenjak kanak-kanak bahkan
sampai dewasa usia mahasiswa.
Suatu ketakutan yang tidak realistik adalah apabila seorang anak tidak mau
sekolah, mungkin kondisi semacam ini juga merupakan keinginan terpisah. Ketakutan
terhadap guru yang keras (galak) atau mendapat tugas yang berat di sekoiah.
Ketakutan anak tersebut adalah wajar, hal in bukannya dsebabkan oleh anak
melainkan lingkungan yang tidak kondusif. oleh karena itu suasana seko!ah perlu
dirubah. Berkaitan dengan masalar tersebut, apa yang dapat kiti hkukan? Pertama,
dijaga jangan sampai anak tersebut suka membolos/meninggalkan kelas. Orang tua
mereka tahu bahwa anak-anaknya tidak hadir di sekolah. Namun anak-anak tersebut
dapat memperoleh nilai rata-rata,bahkan lebih tinggi daripada temanriya, memiliki
intelegensi melebihi rata-rata dan merupakan anak yang baik. Usianya antara 5
sampai 15 tahun dan dapat terjadi baik pada anak laki-laki maupun perempuan.
Sekalipun mereka datang dari beibagai keluarga dengan latai belakang yang berbeda,
namun orang tuanya cenderung profesional. Orang tua mereka justru lebih
menyukai/mencintai mereka dan bukannya suka menekan anak-anaknya; gangguan
keinginan tersebut disebabkan oleh periiaku anak itu sendiri. Unsur yang paling
penting dalam memperlakukan anak yang takut (phobia”) pada sekolah dapat dimulai
sejak dini dan dilakukan secara terus menerus. Apabila perlakuan semacam ini
dilakukan secara teratur dan dibimbing dengan baik, maka pada saat kembali ke
sekolah anak tersebut tidak akari mengalami kesukaran apapun. Berbagai penelitian
yang dilakukan beberapa waktu belakangan ini hasilnya kurang jelas. sekalipun dapat
menentukan bahwa perlakuan yang baik dapat menolong anak menyesuaikan diri
pada lingkungannya (D.Gordon & Young, 1976).
Secara umum, usia anak yang dianggap matang sekolah adalah lima atau enarn
tahun. Pada rentang usia ini, anak telah mencapai perkembangan fisik sebagai dasar
yang dibutuhkan untuk dapat melaksanakan segala sesuatu di sekolah, antara lain,
anak telah mampu mengurus dirinya sendiri, menguasai penggunaan alat tulis dengan
betul, dan dapat menerima makanan padat. Di samping itu perkembangan kognitif
yang memadai juga sangat dibutuhkan, misalnya anak mulai dapat membaca dan
menuiis. Kemampuan membaca dan menulis sangat penting karena merupakan dasar
untuk memahami seluruh materi atau bahan pelajaran yang diberikan di sekolah.
Secara psikis, pada usia ini umumnya anak telah mampu mengatur proses buang
air kecil mulai bersosialisasi dalam pengertian telah dapat membedakan teman laki-
laki atau perempuan serta berusaha membedakan antara salah dan benar.
Anak-anak yang mulai sadar akan popularitas sering kali mengatakan, “tidak ada
orang seperti saya”. Namun ketika ucapan tersebut ditujukan kepada Kepala Sekolah
oleh seorang anak berusia 8 tahun yang kebetulan teman kelasnya telah menuduh dia
mencuri dompet gurunya, hal semacam ini merupakan tanda bahaya bagi sekolah.
Akibatnya anak tersebut tidak suka dan tidak mau datang lagi ke sekolab ‘rarena
malu. Untunglah bahwa anak yang tertekan tersebut jarang yang berkepanjangan,
walaupun angka bunuh diri pada anak-anak muda meningkat. Gejala-gejala dasar
yang mempengaruhi gangguan tersebut adalah serupa pada masa kanak-kanak hingga
dewasa. Awlanya pada usia tertentu yang terdapat seidikit perbedaan, Keakraban
hanya merupakan salah satu tanda dari masa kanak-kanak yang mengalami depresi.
Gangguan tersebut juga dapat mengakibatkan anak tidak suka bersenang-senang tidak
dapat berkonsentrasi dan menunjukkan berbagai reaksi emosional yang normal:
Anak-anak yang mengalami oepresi sedikit sekali suka berjalan atau berteriak.
Gejala-gejala depresi antara lain: gangguan konsentrasi, tidur kurang, selera makan
kurang, mulai berbuat kejelekan di sekolah tidak merasa bahagia, selalu mengeluh
karena penyakit jasmani yang dideritanya, selalu merasa bersalah. Takut sekolah atau
sering kali memikirkan bunuh diri (Malmquist, 1988, Poznanski, 1982).
Setiap empat atau lima dari gejala-gejala tersebut banyak mendukung suatu
diagnosa ada depresi terutama apabila anak menunjukkan perilaku lain tidak seperti
anak-anak normal. Pada umumnya orang tua tidak memahami adanya berbagai
masalah kecil seperti gangguan waktu tidur, kehilangan nafsu makan, dan sebagainya,
namun sering kali anak sendiri dapat menunjukkan adanya gangguan tersebut.
Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui penyebab timbulnya depresi
semacam ini secara tepat. Para orang tua yang memiliki anak yang menderita depresi
merasa seakan-akan dia sendiri yang sedang mengalami depresi. Ada yang
berpendapat bahwa hal ini merupakan faktor keturunan, ada yang mengatakan bahwa
depresi tersebut dikar;nakan adanya stres umum dalam keluarga, atau dikarenakan
kurang perhatian orang tua karena mereka juga sedang mengalami gangguan
(Weisseman et al, 1987).
Anak usia sekolah yang sedang menderita depresi biasanya kurang bergaul dan
tidak memiliki kompetisi akademik, namun hal tersebut masih belum jelas
penyebabnya apakah kurangnya kompetisi tersebut dikarenakan adanya depresi atau
sebaliknya, yaitu depresi akibat tidak kompetennya anak (Blechman, McEnroe,
Carella & A’iderte, 1986).
Bahasa itu adalah alat komunikasi dengan orang lain. Dan bahasa sangat
penting bagi manusia, karena manusia adalah makhluk sosial yang berinteraksi
dengan lingkungannya. Anak sekolah dasar dalam berbahasa terus berkembang, dari
mulai satu kalimat, dan seterusnya. Untuk itu perlu kita telusuri apa saja
perkembangan bahasa yang dialami oleh perserta didik. Tentunya bagi sorang guru itu
perlu mengetahui bagaimana perkembangan bahasa perserta didiknya. Perkembangan
bahasa pada usia sekolah yaitu antara lain,
Penggunaan bahasa pada anak, aspek pada penggunaan bahasa adalah narasi
dan percakapan. Umumnya pada usia ini, tugas komunikasi menjadi kompleks dan
sulit , sehingga anak-anak usia ini mengalami kesulitan untuk memahami perasann
orang lain, lalu anak usia 5-6 tahun cenderung kurang mampu mengkomunikasikan
informasi dari anak yang lebih tua, jadi informasi yang abstrak belum mampu
dikomuikasikan pada anak-anak.
Secara rinci dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa,
yaitu:
a. Kognisi (Proses Memperoleh Pengetahuan)
Tinggi rendahnya kemampuan kognisi individu akan mempengaruhi cepat lambatnya
perkembangan bahasa individu. Ini relevan dengan pembahasan sebelumnya bahwa terdapat
korelasi yang signifikan antara pikiran dengan bahasa seseorang.
b. Pola Komunikasi Dalam KeluargaDalam suatu keluarga yang pola komunikasinya banyak
arah akan mempercepat perkembangan bahasa keluarganya.
Pembelajaran yang optimal maka sangat perlu bahasa yang komunikatif yang
memungkinkan semua pihak yang terlibat dalam interaksi belajar mengajar dapat
berperan secara aktif dan produktif. Bahasa itu merupakan alat komunikasi dalam
pergaulan social sehingga dengan komunikasi bisa menghasilkan pembelajaran efektif
untuk mendapat pendidikan yang optimal. apabila guru dan siswa saling komunikasi
dengan baik dan anak mengerti apa yang dikatakan oleh seorang guru, tentunya dapat
menghasilkan pembelajaran yang optimal. untuk itu, diharapkan seorang guru agar
menggunakan bahasa anak di dalam kelas daripada bahasa orang dewasa.
Dari terjalinnya suatu komunikatif antara seorang guru dan peserta didik,
tentunya pemberian lingkungan kondusif bagi perkembangan bahasa itu sangat
penting. Dengan adanya lingkungan kondusif yang tercipta sesuai dengan kebutuhan
anak untuk perkembangan bahasa pada saatnya, akan berdampak sangat positif
terhadap perkembangan bahasa anak, tidak hanya sebagai pengguna bahasa yang
pasif, tapi juga menjadi pengguna bahasa yang aktif. Untuk menciptakan suatu
lingkungan kondusif dikelas yaitu pengaturan tata letak meja kursi dan lainnya, dan
juga suara seorang guru agar tidak begitu lirih di dalam kelas, sehingga seorang guru
harus mengatur suaranya agar dapat didengar siswa semuanya.
Pada awal manusia dilahirkan belum bersifat sosial, dalam artian belum
memiliki kemampuan dalam berinteraksi dengan orang lain. Kemampuan sosial anak
diperoleh dari berbagai kesempatan dan pengalaman bergaul dengan orang-orang
dilingkungannya.
Kebutuhan berinteraksi dengan orang lain telah dirsakan sejak usia enam
bulan, disaat itu mereka telah mampu mengenal manusia lain, terutama ibu dan anggota
keluarganya. Anak mulai mampu membedakan arti senyum dan perilaku sosial lain,
seperti marah (tidak senang mendengar suara keras) dan kasih sayang. Sunarto dan
Hartono (1999) menyatakan bahwa:
Pada usia ini anak mulai memiliki kesanggupan menyesuaikan diri sendiri
(egosentris) kepada sikap yang kooperatif (bekerja sama) atau sosiosentris (mau
memperhatikan kepentingan orang lain).
1. Keluarga
Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status kehidupan sosial
keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat akan memandang anak,
bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi akan dipandang dalam
konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu. “ia anak siapa”. Secara tidak
langsung dalam pergaulan sosial anak, masyarakat dan kelompoknya dan
memperhitungkan norma yang berlaku di dalam keluarganya.
Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak memperhatikan kondisi
normatif yang telah ditanamkan oleh keluarganya. Sehubungan dengan itu, dalam
kehidupan sosial anak akan senantiasa “menjaga” status sosial dan ekonomi
keluarganya. Dalam hal tertentu, maksud “menjaga status sosial keluarganya” itu
mengakibatkan menempatkan dirinya dalam pergaulan sosial yang tidak tepat. Hal
ini dapat berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi “terisolasi” dari kelompoknya.
Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya sendiri.
4. Pendidikan
2. Kemampuan berfikir dengan pendapat sendiri, belum disertai pendapat orang lain
dalam penilaiannya.
Dalam masa mencari dan ingin menentukan jati dirinya anak memiliki sikap
yang terlalu tinggi menilai dirinya atau sebaliknya. Mereka belum memahami benar
tentang norma-norma social yang berlaku di dalam kehidupan bermasyarakat.
Keduanya dapat menimbulkan hubungan social yang kuarang serasi, karena mereka
sukar untuk menerima norma sesuai dengan kondisi dalam kelompok atau
masyarakat. Sikap menentang dan sikap canggung dalam pergaulan akan merugikan
kedua belah pihak. Oleh karena itu, diperlukan adanya upaya pengembangan
hubungan social anak yang diawali dari lingkungan keluarga, sekolah serta
lingkungan masyarakat.
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan
senantiasa memberikan penjelasan yang masuk akal terhadap setiap keputusan
dan perlakuan yang diambil oleh anaknya.
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan
senantiasa memaksakan kehendaknya untuk dipatuhi oleh anak meskipun anak
tidak dapat menerimanya.
c) Pola asuh lepas kasih (love withdrawal)
Yaitu pola asuh yang diterapkan orang tua dalam mendidik anaknya dengan
cara menarik sementara cinta kasihnya ketika anak tidak menjalankan apa yang
dikehendaki orang tuanya, tetapi jika anak sudah mau melaksanakan apa yang
dihendaki orang tuanya maka cinta kasihnya itu dikembalikan seperti sediakala.
Dalam konteks pengembangan kepribadian remaja, termasuk didalamnya
pengembangan hubungan sosial, pola asuh yang disarankan oleh Hoffman (1989)
untuk diterpakan adalah pola asuh bina kasih (induction). Artinya, setiap
keputusan yang diambil oleh orang tua tentang anak atau setiap perlakuan yang
diberikan orang tua terhadap anak remajanya harus senantiasa disertai dengan
penjelasan atau alasan yang rasional. Dengan cara demikian, remaja akan dapat
mengembangkan pemikirannya untuk kemudian mengambil keputusan mengikuti
atau tidak terhadap keputusan atau perlakuan orang tuanya
1. Fisik
2. Intelegensi
3. Keluarga
Suasana atau iklim keluarga sangat penting bagi perkembangan kepribadian anak.
Seorang anak yang dibesarkan di lingkungan keluarga yang harmonis dan agamis,
dalam arti orang tua memberikan curahan kasih sayang, perhatian serta bimbingan
dalam kehidupan berkeluarga, maka perkembangan kepribadian anak tersebut
cenderung positif. Adapun anak yang dikembangkan dalam lingkungan keluarga yang
broken home, kurang harmonis, orangtua bersikap keras terhadap anak atau tidak
memperhatikan nilai-nilai agama dalam keluarga, maka perkembangan
kepribadiannya cenderung akan mengalami distorsi atau mengalami kelainan dalam
penyesuaian dirinya.
1. Karakteristik anak usia SD adalah senang bermain, senang bergerak, senang
bekerja dalam kelompok, serta senang merasakan/ melakukan sesuatu secara
langsung. Oleh karena itu, guru hendaknya mengembangkan pembelajaran
yang mengandung unsur permainan, memungkinkan siswa berpindah atau
bergerak dan bekerja atau belajar dalam kelompok, serta memberikan
kesempatan kepada siswa untuk terlibat langsung dalam pembelajaran.
2. Menurut Havighurst tugas perkembangan anak usia SD adalah sebagai
berikut: