Anda di halaman 1dari 13

PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS

(Study Kasus di Sekolah Luar Biasa Negeri 05 Bengkulu)

OUTLINE 2

OLEH :

INDRA BAYU
D1A018067

JURUSAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS BENGKULU

2021
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tujuan pembangunan nasional Indonesia adalah untuk mewujudkan masyarakat


Indonesia yang damai, demokratis, berkeadilan, berdaya saing, maju dan sejahtera dalam
wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain pembangunan nasional Indonesia,
mencerdaskan kehidupan bangsa merupakan bagian dari salah satu tujuan Negara Republik
Indonesia yang harus tetap dipertahankan sampai kapan pun, hal ini sesuai dengan
Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Berbicara
mengenai kecerdasan erat kaitannya dengan pendidikan, karena pendidikan merupakan salah
satu hak asasi setiap warga Negara Indonesia.

Hak memperoleh pendidikan secara khusus diamanatkan dalam Pasal 28C Ayat 1
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yang menentukan bahwa :
“Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni
dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”

Secara normatif, hukum telah menentukan bahwa anak penyandang disabilitas berhak
untuk memperoleh perlakuan khusus untuk memperoleh pendidikan. Hal tersebut telah
dijamin oleh Pasal 28H ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 yang menentukan “Setiap orang
berhak mendapat kemudahan dan perlakuan khusus untuk memperoleh kesempatan dan
manfaat yang sama guna mencapai persamaan dan keadilan”. Menindaklanjuti ketentuan Hak
Pendidikan Penyandang Disabilitas... 86 tersebut, Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (selanjutnya disebut UU No. 20 Tahun
2003) menentukan bahwa bahwa “Warga negara yang memiliki kelainan fisik, emosional,
mental, intelektual, dan/atau sosial berhak memperoleh pendidikan khusus”. Senada dengan
hal tersebut, Pasal 51 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga menentukan bahwa
“Anak Penyandang Disabilitas diberikan kesempatan dan aksesibilitas untuk memperoleh
pendidikan inklusif dan/atau pendidikan khusus”. Dengan dasar di atas, maka anak
penyandang disabilitas mempunyai hak untuk memperoleh pendidikan inklusi dan/atau
pendidikan khusus.

Untuk memberikan perlindungan maksimum terhadap penyandang disabilitas


termasuk hak atas pendidikan, maka telah ditetapkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016
tentang Penyandang Disabilitas (selanjutnya disebut UU No. 8 Tahun 2016). UU tersebut
mencabut UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat yang sudah tidak sesuai lagi
dengan kebutuhan penyandang disabilitas. Dalam konsideran UU No. 8 Tahun 2016
ditentukan bahwa:
a. Bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup setiap
warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai kedudukan
hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai Warga Negara Indonesia
dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara dan masyarakat
Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, untuk hidup maju
dan berkembang secara adil dan bermartabat;
b. Bahwa sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi
rentan, terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan, hambatan,
kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang disabilitas;
c. Bahwa untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang
disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi
diperlukan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin pelaksanaannya;
d. ….;

Berdasarkan konsiderans menimbang di atas terlihat sangat jelas bahwa negara mengakui
hak-hak penyandang disabilitas sebagai warga negara yang harus dipenuhi tanpa diskriminasi

Di dalam undang-undang tersebut dinyatakan negara memberikan perlindungan


sekaligus jaminan kepada warga negara terkait hak-hak yang diperolehnya. Dalam
perkembangan dan demi terciptanya sebuah tujuan yang ingin dicapai tentu peran ini tidak
hanya cukup dilakukan oleh pemerintah pusat saja, melainkan juga perlu sinergitas antara
pusat dan daerah. Sehingga, diharapkan daerah juga ikut ambil bagian dalam perlindungan
dan pemenuhan hak penyandang disabilitas lewat peraturan daerah yang terkait dan dirasa
mampu dalam menjebatani dari peraturan pemerintah pusat terkait dengan permasalahan ini,
salah satunya di daerah Kota Bengkulu.

Saat permasalahan bagi penyandang disabilitas tidak lagi hanya sekedar dipandang
melalui pendekatan charity (kedermawanan) melainkan sudah harus menggunakan
pendekatan berbasis hak bagi penyandang disabilitas, dimana penyandang disabilitas dimana
penyandang disabilitas tentunya memiliki hak yang sama dan setara dengan manusia lain
pada umumnya.

Disisi lan mayarakat mengangap penyandang disabilitas mrupakan beban di dalam keluarga
serta tidak sedikit pula yang menganggap sebagai aib keluarga. Hal ini tentunya membuat
para penyandang disabilitas mengalami kesulitan dalam mengakses pendidikan atau bahkan
mengembangkan dirinya. Hal ini juga disebabkan oleh kuatnya persepsi masyarakat dan
penyedia lapangan kerja yang menilai bahwa Penyandang Disabilitas tidak memiliki
keterampilan dan kemampuan yang setara dengan orang kebanyakan. Hal ini dampak dari
diskriminasi yang bersifatnya berlapis lapis.

Pendidikan merupakan proses pembelajaran pengetahuan, keterampilan, dan


kebiasaan sekelompok orang yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya
melalui pengajaran, pelatihan, atau penelitian. Pendidikan sering terjadi di bawah bimbingan
orang lain, tetapi juga memungkinkan secara otodidak. Pendidikan juga merupakan
kebutuhan primer bagi setiap manusia karena pendidikan berperan penting dalam
pembentukan baik dan buruknya seseorang secara normatif. Pendidikan juga merupakan
aspek yang penting dalam proses peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM).

Hak penyandang disabilitas dalam hak asasi manusia John Locke menyatakan hak
asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta
sebagai hak yang kodrati.Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat
mencabutnya.Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupan
manusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan
manusia.Dengan demikian, tidak ada satu-pun manusia yang dilahirkan tanpa hak asasinya
(man abstracto-manusia tanpa hak).Semua manusia diciptakan dengan hak asasinya masing-
masing (man in concreto). Hal itulah yang ditekanlah oleh John Locke bahwa walaupun
masyarakat membentuk negara melalui kontrak sosial, namun hak asasi tetap melakat pada
masing-masing individu, dan manusia menyerahkan sebagian hak-hak alamiahnya kepada
masyarakat. Jadi, walaupun masyarakat membentuk negara, namun hak asasinya merupakan
suatu yang kodrati yang tidak diciptakan atau diberikan oleh negara.Bahkan bagi Rousseau,
negara/raja mempunyai tugas utama untuk memberikan perlindungan terhadap hak asasi
manusia.

Realitas ini menunjukkan bahwa upaya perlindungan dan pemenuhan hak-hak


Penyandang Disabilitas khususnya terhadap hak pendidikan bagi anak penyandang disabilitas
mutlak diperlukan dan dijamin oleh negara melalui peraturan perundangundangan. Dengan
demikian, peran daerah dalam mengakomodir terkait perlindungan dan pemenuhan hak-hak
Penyandang Disabilitas mutlak diperlukan. Sehingga, inilah yang menarik bagi peneliti untuk
mengetahui lebih dalam lagi mengenai bagaimana Pemenuhan Hak Pendidikan Bagi
penyandang disabilitas di Sekolah Luar Biasa Negeri 05 Bengkulu.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan permasalahan diatas yang dikemukakan oleh peneliti, maka dari itu
rumusan masalah adalah untuk mengetahui pemenuhan hak pendidikan bagi penyandang
disabilitas di lingkup Sekolah Luar Biasa Negeri 05 Kota Bengkulu ?

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk mengambarkan/mendeskripsikan bagaimana
pelaksanaan terhadap Hak akses Pendidikan bagi penyandang Disabilitas di lingkup
Universitas Bengkulu?
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Disabilitas
Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan
lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk
berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak (Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Istilah disabilitas berasal dari bahasa inggris yaitu different ability yang artinya manusia
memiliki kemampuan yang berbeda. Terdapat beberapa istilah penyebutan menunjuk pada
penyandang disabilitas, Kementerian Sosial menyebut dengan istilah penyandang cacat, Kementerian
Pendidikan Nasional menyebut dengan istilah berkebutuhan khusus dan Kementerian Kesehatan
menyebut dengan istilah Penderita cacat.
Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas,
Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual,
mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan
lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan
efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwasannya Disabilitas
merupakan orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental dan intelektual sehingga
menyebabkan kesulitan dalam berinteraksi di masyarakat dan juga kesulitan dalam
menjalankan keberfungsian sosial nya.

2.1.1 Jenis Jenis Penyandang Disabiltas

A. Cacat Fisik
Cacat fisik adalah kecacatan yang mengakibatkan gangguan pada fungsi tubuh, antara
lain gerak tubuh, penglihatan, pendengaran, dan kemampuan berbicara. Cacat fisik antara
lain: a) cacat kaki, b) cacat punggung, c) cacat tangan, d) cacat jari, e) cacat leher, f) cacat
netra, g) cacat rungu, h) cacat wicara, i) cacat raba (rasa), j) cacat pembawaan.Cacat tubuh
atau tuna daksa berasal dari kata tuna yang berarati rugi atau kurang, sedangkan daksa berarti
tubuh. Jadi tuna daksa ditujukan bagi mereka yang memiliki anggota tubuh tidak sempurna.
B. Cacat Mental

Cacat mental adalah kelainan mental dan atau tingkah laku, baik cacat bawaan
maupun akibat dari penyakit, antara lain: a) retardasi mental, b) gangguan psikiatrik
fungsional, c) alkoholisme, d) gangguan mental organik dan epilepsi.

C. Cacat Ganda atau Cacat Fisik dan Mental

Yaitu keadaan seseorang yang menyandang dua jenis kecacatan sekaligus. Apabila
yang cacat adalah keduanya maka akan sangat mengganggu penyandang cacatnya.

2.1.1 Hak penyandang Disabiltas


Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas Bagian Ke
Enam Hak pendidikan Pasal 10
Hak pendidikan untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:

a. mendapatkan pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur,
dan jenjang pendidikan secara inklusif dan khusus;
b. mempunyai Kesamaan Kesempatan untuk menjadi pendidik atau tenaga kependidikan
pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan;
c. mempunyai Kesamaan Kesempatan sebagai penyelenggara pendidikan yang bermutu
pada satuan pendidikan di semua jenis, jalur, dan jenjang pendidikan; dan
d. mendapatkan Akomodasi yang Layak sebagai peserta didik.

2.2 Pendidikan

Menurut ahli pedagogik dari Belanda, Langeveld, mengemukakan bahwa pendidikan


merupakan suatu bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak yang belum dewasa
untuk mencapai tujuan, yaitu kedewasaan. Mendidik dan pendidikan adalah dua hal yang memiliki
keterkaitan. Mendidik bermakna melakukan suatu tindakan berupa memberikan pendidikan kepada
pihak lain.

Menurut Ki Hajar Dewantara, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat


yang ada pada anak supaya mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Terdapat beberapa konsep dasar mengenai pendidikan, yakni

1. Bahwa pendidikan berlangsung selama seumur hidup (long life education) Hal
tersebut karena usaha pendidikan sejatinya telah dimulai sejak manusia lahir dari
kandungan ibu sampai meninggal.
2. Konsep pendidikan berlangsung sepanjang hayat ini seolah memberikan pengertian
bahwa pendidikan tidak identik dengan lingkungan sekolah saja, tetapi juga dalam
lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat.
3. Tanggung jawab pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara keluarga,
masyarakat, dan pemerintah.
4. Bagi manusia, pendidikan merupakan suatu kewajiban karena dari adanya pendidikan,
manusia dapat memiliki kemampuan dan kepribadian yang berkembang.

2.2.1 Tujuan Pendidikan


Tujuan pendidikan di suatu negara dengan negara lain tentu akan berbeda bergantung
dasar negara, falsafah hidup, dan ideologi negara. Sehingga sebagai manusia Indonesia,
pendidikan memiliki tujuan sebagai berikut:

1. Untuk mencapai suatu kehidupan yang lebih baik.


2. Untuk membentuk manusia Indonesia yang memiliki sikap dan perilaku sesuai pada
nilai-nilai Pancasila.

2.2.2 Asas-Asas Pelaksanaan Pendidikan


1. Asas semesta, menyeluruh, dan terpadu. Dalam asas ini berarti pendidikan terbuka bagi
setiap rakyat negara Indonesia, mencakup semua jenis dan jenjang pendidikan.
2. Asas pendidikan seumur hidup. Dalam asas ini, setiap individu harus memperoleh hak
dan kesempatan untuk mendapatkan pengajaran dan belajar kapanpun selama hidupnya.
3. Asas tanggung jawab antara keluarga, masyarakat, dan pemerintah.
4. Asas pendidikan berlangsung dalam lingkungan rumah tangga, sekolah, dan masyarakat.
5. Asas keselarasan dan keterpaduan dengan Ketahanan Nasional dan Wawasan Nusantara.
6. Asas Bhinneka Tunggal Ika
7. Asas keselarasan, keserasian, dan keseimbangan
8. Asas manfaat, adil, dan merata
9. Asas ing ngarso sung tulodho, ing madyo mangun karso, tut wuri handayani.
10. Asas kepastian hukum

2.3 Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)

Pengertian Hak Asasi Manusia Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki oleh
manusia sejak lahir, sebagai anugerah Tuhan. Berdasarkan Undang-undang no. 39 tahun
1999, pengertian HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan
manusia. Pengertian HAM menurut menurut Mukadimah Universal Declaration of Human
Right (Deklarasi Universal HAM) tahun 1948, menjelaskan setiap orang punya hak yang
sama untuk memperoleh kebebasan, keadilan, dan perdamaian dunia.

Pengertian HAM menurut para ahli :

 Adnan Buyung Nasution


HAM adalah hak yang tidak dapat dilenyapkan dari manusia. Hak ini merupakan hak
yang melekat dalam diri manusia. Hak yang dimiliki manusia telah diperoleh dan
dibawa bersama dengan kelahiran di dunia.
 Desire Fans Scheltens
HAM adalah hak yang diperoleh seseorang dan sifatnya universal. Adapun hak yang
diperoleh seseorang karena dia menjadi warga dari suatu negara disebut sebagai hak
dasar.
 Jack Donnelly
Hak asasi manusia merupakan hak setiap orang yang setara, tidak dapat dicabut, dan
bersifat universal.

 Mashood A. Baderin HAM


adalah hak semua manusia yang setara. Kita layak dianugerahi hak-hak itu semata-
mata karena kita manusia.

2.3.1 Pelanggaran Hak Asasi Manusia


Pasal yang memuat pelanggaran HAM adalah Undang-Undang No. 39 tahun 1999.
Pasal tersebut menjelaskan pelanggaran HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau
kelompok termasuk aparat negara baik senagaja atau tidak membatasi, mengurangi dan
mencabut HAM.

Ada beberapa faktor pemicu terjadinya pelanggaran HAM di masyarakat. Mengutip dari buku
Explore Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jilid 2 untuk Kelas XI, faktor penyebab
terjadinya pelanggaran HAM antara lain: Adanya kesenjangan sosial antara masyarakat
Rendahnya toleransi dan tenggang rasa antar masyarakat. Kurangnya pemahaman dan
penegakan mengenai hak asasi manusia Lembaga penegak hukum kurang bekerja secara
maksimal untuk mengusut pelanggaran HAM.

2.3.2 Macam-Macam Hak Asasi Manusia


Macam-Macam Hak Asasi Manusia John Locke menjelaskan tentang hak asasi
manusia membagi macam hak asasi manusia yaitu hak hidup, hak milik, dan hak
kemerdekaan. Mengutip dari buku Pendidikan Kewarganegaraan, menurut deklarasi
Universal Hak Asasi tahun 1948 pasal 30, menjelaskan macam-macam hak asasi manusia,
antara lain:

1. Hak memperoleh kemerdekaan dan kesetaraan dalam martabat.


2. Hak tanpa perbedaan apapun serta hak kehidupan, kebebasan, dan keamanan pribadi.
3. Hak tidak boleh dibelenggu oleh peradaban dalam segala bentuknya.
4. Hak untuk tidak diperlakukan dengan keji.
5. Hak di bidang hukum seperti kesamaan di bidang hukum, perlindungan hukum, ganti
rugi dan hak untuk tidak melakukan penangkapan, pengadilan yang adil dan terbuka,
dan hak atas pribadi.
6. Hak untuk meninggalkan negara serta kembali ke negaranya.
7. Hak untuk mendapatkan suaka di negara lain.
8. Hak atas kewarganegaraan.
9. Hak atas kekayaan.
10. Hak atas kebebasan keyakinan agama.
11. Hak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat.
12. Hak untuk berserikat dan berkumpul.
13. Hak untuk ikut serta dalam pemerintahan.
14. Hak untuk mendapatkan bidang pekerjaan.
15. Hak mendapatkan pendidikan.
16. Hak untuk bidang kebudayaan.
17. Hak atas tatanan sosial dan internasional. Kewajiban untuk melaksanakan hak asasi
manusia
18. Pembatasan untuk tidak merusak hak dan kebebasan dalam deklarasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode penelitian kualitatif. Menurut Lexy J.
Moloeng (2004:6) mendefinisikan penelitian kualitatif sebagai penelitian yang bermaksud
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistik dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah.
Penelitian ini bermaksud untuk mendeskripsikan/ mengetahui gambaran secara rinci
tentang pengimplementasian Hak Akses Pendidikan dari Penyandang Disabilitas. Peneliti
harus berupaya mengumpulkan data secara lengkap melalui observasi, wawancara mendalam,
dengan mencatat, serta menggunakan dukungan alat perekam, sesuai dengan pokok
permasalahan penelitian.

3.2 Batasan/Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup penelitian ini akan difokuskan pada hal-hal yang berkaitan dengan
Akses Pnedidikan bagi Penyandang Disabilitas di Sekolah Luar Bias (SLB) Kota Bengkulu.
Agar supaya konsep penelitian ini menjadi jelas maka diperlukan batasan-batasan penelitian
yang meliputi : HAK AKSES PENDIDIKAN BAGI PENYANDANG DISABILITAS di
Sekolah Luar Biasa Negeri Bengkulu).

3.3 Sasaran Penelitian dan Teknik Penentuan Informan


Penentuan informan dalam penelitian ini diperoleh dengan cara teknik sampel
bertujuan (purposive sampling). Teknik sampel bertujuan (purposive sampling) adalah teknik
penentuan sampel dengan mempertimbangkan tujuan tertentu (Sugyono, 2014:45). Dimana
informan dipilih secara khusus berdasarkan tujuan penelitian. Menurut Koentjaraningrat
(1977:130) Informan penelitian merupakan individu yang menjadi sasaran wawancara. Agar
penelitian tidak terjadi subjektif peneliti harus punya latar belakang pengetahuan tertentu
mengenai sampel yang dimaksud. Informan dalam penelitian ini antara lain : Pekerja Sosial,
Pendamping Pekerja Sosial, perawat,
1.4 Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan sumber data primer dan data skunder,
yaitu mendapatkan dan menerima data langsung dari sumber dan mengumpulkan data dengan
dokumen-dokumen yang mendukung jalanya penelitian adapun teknik pengumpulan data
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1.4.1 Observasi
Observasi adalah cara pengumpulan data yang dilakukan dengan sistematis
dan dengan sengaja melalui pengamatan secara langsung terhadap segala objek
yang diselidiki guna melengkapi data yang diperoleh dari hasil wawancara. Disini
peneliti lebih dahulu mengamati tentang lokasi tempat penelitian sehingga
nantinya peneliti akan mendapat kepastian tentang lokasi penelitian, serta kondisi
lingkungan lanjut usia dilokasi penelitian Lembaga Kesejahteraan Sosial Lanjut
Usia Payung Besurek Kota Bengkulu. Objek yang akan diamati peneliti pada
penelitian ini adalah lanjut usia.
1.4.2 Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu, percakapan dilakukan
oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interview) yang mengajukan pertanyaan dan
yang diwawancarai (interviewer) yang memberikan pertanyaan atas jawaban itu.
Koentjoroningrat (2001) mengatakan bahwa untuk memperdalam perolehan data
dan informasi peneliti menggunakan teknik wawancara semi terstruktur dalam
bentuk wawancara terarah yang dilakukan secara mendalam (indepth interview).

1.4.3 Dokumentasi
Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
mempelajari dokumen-dokumen tertulis seperti literature berupa buku-buku,
arsip-arsip, profil Sekolah Luar Biasa Negeri 05 Kota Bengkulu. Studi
dokumentasi dimaksudkan untuk mendapatkan data sekunder yang mendukung
proses penelitian. Selain itu teknik dokumentasi juga dilakukan dengan
menggunakan metode foto, rekaman vidio, ataupun rekaman suara dari objek yang
diteliti.
1.5 Teknik Analisis Data

Analisa data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data
yang diperoleh, teknik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penyederhanaan data yang diperoleh dalam bentuk data yang mudah dibaca, dipahami dan
diinterpretasikan dimana hal itu dilakukan upaya mencari jawaban atas permasalahan yang
ada. Menurut Miles dan Huberman (dalam Emzir 2010:129) adalah proses pengorganisasian
dan mengurutkan data kedalam pola, kategori dan uraian dasar sehingga dapat di kemukakan
hipotesis kerja. Adapun langkah-langkah yang diambil yaitu:

1. Reduksi Data atau Data Reduction: Reduksi data merujuk pada proses pemilihan,
pemokusan, penyederhanaan, abstraksi,dan pentransformasian “data mentah” yang
terjadi dalam catatan-catatan lapangan tertulis.

2. Model Data atau Display Data: Dimaksudkan agar memudahakan bagi peneliti untuk
melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian-bagian tertentu dari penelitian. Data
dapat disajikan dalam bentuk tabel atau uraian naratif.

3. Penarikan Kesimpulan atau Verification: Muara dari kesimpulan kegiatan analisis


data kualitatif terletak pada pelukisan atau penuturan tentang apa yang dihasilkan,
dapat dimengerti berkenaan dengan suatu masalah yang diteliti. Dari sinilah lahir
kesimpulan atau permasalahan yang bobotnya tergolong komprehensif dan mendalam
(Indepth).
Daftar Pustaka
Wiwik Afifah. And Syofyan Hadi, Volume 14 Nomor 28 Agustus 2018 – Januari
2019. Dih Jurnal Ilmu Hukum.

Hamidi, Jazim. “Perlindungan Hukum terhadap Disabilitas dalam Memenuhi Hak


Mendapatkan Pendidikan dan Pekerjaan” Jurnal Hukum Ius Quia Iustum No. 4 Vol.23

Ni Putu Rai Yuliartini, 2021. Jurnal PEMENUHAN HAK PENDIDIKAN BAGI


ANAK-ANAK PENYANDANG DISABILITAS DI KABUPATEN BULELENG. No. 6 Vol.
1

https://www.google.com/search?q=penddikan&oq=penddikan+&aqs=chrome..69i57
j0i10i433l2j0i10i131i433j0i10i433j0i10l2j0i10i131i433j0i10l2.2277j0j7&sourceid=chrome
&ie=UTF-8

https://www.google.com/search?q=kebutuhan+pendidikan+adalah&source=lmns&b
ih=657&biw=1366&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwiG-aaZ96z4AhUgAbcAHaE-
AU8Q_AUoAHoECAEQAA

https://spa-pabk.kemenpppa.go.id/index.php/perlindungan-khusus/anak-penyandang-
disabilitas/723-penyandang-disabilitas

https://scholar.google.co.id/citations?user=LpPNMtsAAAAJ&hl=id&oi=sra

Anda mungkin juga menyukai