Anda di halaman 1dari 18

PENDIDIKAN INKLUSI

( UTS )

Oleh

Nama : Lasemi
NIM/NPM : 220102020
Program Studi : Pendidikan Luar Biasa (PLB)
Mata Kuliah : Pendidikan Inklusi (UTS)
Semester :1
Dosen Pengampu : Setiawan Gema Budi, S.Pd.,M.Pd.

UNIVERSITAS SAN PEDRO


KUPANG
2022

UTS Perspektif Pendidikan Inklusif tahun 2022


1. Jelaskan pengertian penyandang disabilitas menurut UU No. 8 tahun 2016 tentang
penyandang disabilitas. Buat perbandingan apa persamaan dan perbedaan dengan
pengertian anak berkebutuhan khusus!
2. Identifikasi perbedaan cara pandang tentang Social Justice dari sudut pandang
medical model dan sosial model.
3. Bagaimana langkah-langkah yang harus dilakukan oleh satuan pendidikan dalam
penerimaan peserta didik baru ketika jumlah pendaftar peserta didik disabilitas
melebihi kuota yang disediakan?
4. Apa yang seharusnya dilakukan oleh sekolah dalam penentuan kelulusan apa bila
salah satu peserta didiknya mengalami hambatan, social, emosi, dan perilaku
sehingga ia harus mendapat pembinaan di lembaga pemasyarakatan khusus
anakk/LPKA?
5. Apabila ada permasalahan bahwa sekolah reguler tidak bisa menerima anak
penyandang disabilitas, dengan alasan karena di sekolah tersebut tidak memiliki
dan memahami kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus, dan tidak memiliki
guru Pendidikan khusus. Berikan solusi atas permasalahan tersebut berdasarkan
Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 2020 tentang akomodasi yang layak bagi
peserta didik disabilitas.
6. Buatlah rencana kerja atau kegiatan di tingkat sekolah jika sekolah tersebut ingin
mengkampanyekan kepada masyarakat luas tentang pendidikan inklusif.

Jawab:
1. Pengertian penyandang disabilitas menurut UU No. 8 tahun 2016 tentang
penyandang disabilitas.

a. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas,


Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,
intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara lainnya berdasarkan
kesamaan hak.
b. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang 
Disabilitas, Penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami
keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan atau sensorik dalam jangka waktu lama
yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan
kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga Negara
lainnya berdasarkan kesamaan hak.
Penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental,
intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan
lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan
untuk berpartisipasi penuh dan efektif berdasarkan kesamaan hak (Undang-Undang
Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas).
Istilah disabilitas berasal dari bahasa inggris yaitu different ability yang artinya
manusia memiliki kemampuan yang berbeda. Terdapat beberapa istilah penyebutan
menunjuk pada penyandang disabilitas, Kementerian Sosial menyebut dengan
istilah penyandang cacat, Kementerian Pendidikan Nasional menyebut dengan
istilah berkebutuhan khusus dan Kementerian Kesehatan menyebut dengan istilah
Penderita cacat.

c. Menurut UU No.8 tahun 2016, istilah Disabilitas merupakan setiap orang yang
memiliki keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka
waktu lama, memiliki hambatan dalam berinteraksi dengan lingkungan, dan
menyebabkan keterbatasan dalam melaksanakan tugas atau kegiatan sehari-hari.
Apa saja ragam Disabilitas yang sudah Teman Inklusi ketahui?
1) Disabilitas Fisik
Berdasarkan UU No.8 tahun 2016, Disabilitas Fisik adalah individu yang
mengalami keterbatasan mobilitas atau stamina fisik yang mengganggu sistem otot,
pernafasan, atau saraf dan gangguan pada fungsi gerak. Disabilitas Fisik dapat
terdiri dari Paraplegia, Cerebral Palsy (CP), dan Dwarfism. Paraplegi yaitu
hilangnya kemampuan anggota tubuh bagian bawah seperti tungkai dan panggul.
Hal tersebut biasa disebabkan oleh faktor genetik dan sumsum tulang belakang.
Cerebral Palsy (CP) yang biasa disebabkan karena cidera otak pada saat sedang
berkembang sebelum atau sesudah kelahiran adalah gangguan yang terjadi pada
jaringan saraf dan otak yang mengendalikan gerakan, laju belajar, alat indera, dan
kemampuan berpikir. Dwarfism yaitu individu yang mengalami pertumbuhan
kerangka abnormal yang disebabkan oleh faktor genetik maupun medis.
2) Disabilitas Sensorik
Disabilitas Sensorik adalah individu yang mengalami keterbatasan pada fungsi alat
indera seperti penglihatan dan pendengaran. Hal tersebut biasanya disebabkan oleh
faktor genetik/usia, kecelakaan/cidera, dan kesehatan/penyakit serius. Disabilitas
Sensorik terdiri dari 2 kelompok yaitu Disabilitas Pendengaran dan Disabilitas
Penglihatan.
Disabilitas Pendengaran merupakan individu yang mengalami hambatan dengan
keterbatasan kemampuan mendengar. Biasanya Disabilitas Pendengaran dikenal
dengan istilah Disabilitas Rungu atau Tuli. Disabilitas Penglihatan yaitu indiviu
yang mengalami keterbatasan pada kemampuan melihat. Biasanya Disabilitas
Penglihatan disebut dengan Disabilitas Netra.
3) Disabilitas Mental
Disabilitas yang paling jarang dikenali masyarakat adalah Disabilitas Mental.
Disabilitas Mental merupakan individu yang mengalami gangguan pada fungsi
pikir, emosi, dan perilaku sehingga adanya keterbatasan dalam melaksanakan
kegiatan sehari-hari. Disabilitas Mental terdiri dari Disabilitas Psikososial dan
Disabilitas Perkembangan. Disabilitas Psikososial biasa dikenal dengan ODGJ
(Orang dengan Gangguan Jiwa) atau OMDK (Orang dengan Masalah Kejiwaan).
Disabilitas Perkembangan merupakan individu yang mengalami gangguan pada
perkembangan dalam kemampuan untuk berinteraksi sosial. Contoh Disabilitas
perkembangan yaitu Autisme dan ADHD.
4) Disabilitas Intelektual
Disabilitas Intelektual adalah individu yang mengalami gangguan pada fungsi
kognitif karena tingkat kecerdasan di bawah rata-rata. WHO mengatakan Disabilitas
Intelektual sebagai berkurangnya kemampuan dalam memahami informasi baru,
belajar, dan menerapkan keterampilan baru. Disabilitas intelektual disebabkan oleh
faktor internal seperti genetik dan kesehatan. Namun faktor eksternal seperti
keluarga dan lingkungan mampu mendukung perkembangan individu dengan
Disabilitas Intelektual. Disabilitas Intelektual dapat dibagi menjadi tiga ragam yaitu
gangguan kemampuan belajar, tuna grahita, dan down syndrome. (RYR)

d. Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas


Dengan ditetapkannya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas, maka UU No. 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Berikut ini kutipan teks/keterangan dari isi berkas Undang-Undang (UU) Nomor 8
Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas:

Pertimbangan ditetapkannya Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang


Penyandang Disabilitas, adalah:

1. bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia menjamin kelangsungan hidup


setiap warga negara, termasuk para penyandang disabilitas yang mempunyai
kedudukan hukum dan memiliki hak asasi manusia yang sama sebagai Warga
Negara Indonesia dan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari warga negara
dan masyarakat Indonesia merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha
Esa, untuk hidup maju dan berkembang secara adil dan bermartabat;
2. bahwa sebagian besar penyandang disabilitas di Indonesia hidup dalam kondisi
rentan, terbelakang, dan/atau miskin disebabkan masih adanya pembatasan,
hambatan, kesulitan, dan pengurangan atau penghilangan hak penyandang
disabilitas;
3. bahwa untuk mewujudkan kesamaan hak dan kesempatan bagi penyandang
disabilitas menuju kehidupan yang sejahtera, mandiri, dan tanpa diskriminasi
diperlukan peraturan perundang-undangan yang dapat menjamin
pelaksanaannya;
4. Bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat,
sudah tidak sesuai lagi dengan paradigma kebutuhan penyandang disabilitas
sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru;
5. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf
b, huruf c, dan huruf d, perlu membentuk Undang-Undang tentang Penyandang
Disabilitas;
Dasar Hukum Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas, adalah: Pasal 20, Pasal 21, Pasal 28H ayat (2), Pasal 28I ayat (1),
ayat (2), ayat (4), ayat (5), dan Pasal 28J Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945;

e. Yang dimaksud Pemberdayaan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang


Disabilitas adalah upaya untuk menguatkan keberadaan penyandang disabilitas
dalam bentuk penumbuhan iklim dan pengembangan potensi sehingga mampu
tumbuh dan berkembang menjadi individu atau kelompok penyandang disabilitas
yang tangguh dan mandiri.
Yang dimaksud Perlindungan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang
Disabilitas adalah upaya yang dilakukan secara sadar untuk melindungi,
mengayomi dan memperkuat hak penyandang disabilitas.

Dengan lahirnya UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang disabilitas maka


kedudukan penyandang disabilitas sebagai subjek (diakui keberadaannya) yaitu
manusia yang bermartabat yang memiliki hak yang sama dengan warga negara
lainnya.
Perubahan pandangan terhadap Penyandang disabilitas dapat dilihat dari definisi
penyandang disabilitas dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang
Penyandang disabilitas, yaitu ; “setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik,
intelektual, mental dan atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam
berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan
kesamaan hak”. Pengaturan mengenai Penyandang disabilitas ini telah memasukkan
perspektif hak asasi manusia sebagaimana dinyatakan dalam pasal 3 UU
Penyandang disabilitas yang berbunyi : “Pelaksanaan dan pemenuhan hak
Penyandang disabilitas bertujuan: (a) Mewujudkan penghormatan, pemajuan,
perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia serta kebebasan dasar penyandang
disabilitas secara penuh dan setara; (b) Menjamin upaya penghormatan, pemajuan,
perlindungan dan pemenuhan hak sebagai martabat yang melekat pada diri
Penyandang disabilitas; (c) … ; (d) Melindungi Penyandang disabilitas dari
penelantaran dan eksploitasi, pelecehan dan segala tindakan diskriminatif serta
pelanggaran hak asasi manusia;…”

Perbedaan dan persamaan pengertian disabilitas dengan anak berkebutuhan


khusus!
a. Perbedaan :
Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang mempunyai kelainan/penyimpangan
dari kondisi rata-rata anak normal umumnya dalam hal fisik, mental maupun
karakteristik perilaku sosialnya. Anak berkebutuhan khusus tentu akan menghadapi
berbagai masalah yang berhubungan dengan kekhususannya.
Sedangkan
Arti disabilitas adalah keadaan ketika aktivitas seseorang terbatas disebabkan
keterbatasan yang berupa keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik pada
jangka waktu yang lama. Orang yang mengidap disabilitas akan merasakan
hambatan dan kesulitan berpartisipasi dengan efektif di lingkungan sekitar
berdasarkan kesamaan hak.
Selain itu, disabilitas adalah istilah yang berkaitan dengan penurunan nilai,
keterbasan aktivitas, dan partisipasi atau keterlibatannya dalam aktivitas sehari-hari.

b. Persamaan
ABK adalah istilah atau singkatan dari Anak Berkebutuhan Khusus yang mana hal
teresebut mencakup segala bentuk gangguan atau keterbatasan aktivitas dan
kemampuan individu. yang menjelaskan segala bentuk disabilitas (ketidakmampuan)
individu dalam melakukan sesuatu sehingga membutuhkan bantuan atau perhatian
khusus untuk dapat beraktivitas.
Secara umum bentuk dari disabilitas dapat sangat bervariasi, berupa:
 Gangguan penglihatan
 Gangguan pendengaran atau tuli
 Gangguan/kondisi mental tertentu
 Kecacatan/disabilitas intelektual
 Gangguan spektrum autisme
 Kecacatan/disabilitas fisik
Selain itu beberapa istilah yang juga sering di gunakan antara lain:
 Disability (disabilitas) yaitu keterbatasan atau ketidakmampuan seseorang untuk
melakukan suatu aktivitas, yang merepresentasikan seorang individu
 Impairment yaitu kehilangan atau gangguan baik secara psikologis maupuan
struktur dan fungsi anatomi tubuh, yang merepresentasikan tingkat organ
 Handicap yaitu kondisi ketidakberuntungan seseorang yang idak dapat atau
memiliki keterbatasan dalm menjalankan aktivitas secara normal yang
disebabkan oleh disabilitas atau impairmenttersebut

Peserta didik berkebutuhan khusus terdiri dari peserta didik yang memiliki


kelainan atau penyandang disabilitas dan peserta didik yang memiliki potensi
kecerdasan dan/atau bakat istimewa.jadi disabilitas adalah bagian dari Anak
berkebutuhan khusus.

Referensi
1. berdasarkan uu no 8 tahun 2016, penyandang disabilitas terbagi atas empat
kelompok utama. peserta didik berkebutuhan khusus yang mengalami hambatan
dalam penglihatan seperti buta total termasuk dalam kelompok disabilitas apa? -
2. Pengertian, Jenis dan Hak Penyandang Disabilitas (kemenpppa.go.id)
3. Mengenal Ragam Disabilitas Menurut Undang-Undang No 8 Tahun 2016 - Klob
Sumber: https://www.klobility.id/disabilitas

4. Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas -


Berkas Edukasi
5. PERGESERAN PARADIGMA TENTANG PENYANDANG DISABILITAS
DALAM UU NO. 8 TAHUN 2016 (binus.ac.id)
6. www.academia.edu/31661651/
MENGENAL_ANAK_BERKEBUTUHAN_KHUSUS
7. https://www.alodokter.com/komunitas/topic/abk-dan-disabilitas
8. Perbedaan Anak Berkebutuhan Khusus Dengan Disabilitas? - Tanya Alodokter
2. Medical model dan sosial model

a. Medical Model
Medical model berfokus kepada individu sebagai penyandang disabilitas.
Model ini melihat disabilitas sebagai sebuah masalah yang dimiliki seseorang
yang menjadikan seseorang tersebut berbeda. Hal ini karena semata-mata
keterbatasan yang dimiliki dilihat sebagai kekurangan. Kekurangan tersebut
dianggap membuat orang yang mengalaminya menjadi tidak dapat melakukan
fungsi sosial secara mandiri sehingga membutuhkan bantuan.
b. Social Model
Social model memandang disabilitas disebabkan oleh adanya hambatan karena
faktor-faktor yang ada disekitarnya. Model ini juga memandang keterbatasan
yang dimiliki penyandang disabilitas bukan sebuah kekurangan atau
“ketidaknormalan”, melainkan sebuah kekuatan untuk dapat menjadi bagian
dalam masyarakat. Social model adalah cara pandang yang lebih bijak terhadap
Penyandang Disabilitas.

a. MEDICAL MODEL ini adalah gaya pendekatan calassic yang hanya
mempercantik kasingnya bukan kapasitas secara internal para penyandang
disabilitas dari hasil diskusi dengan HWDI sulsel mereka merasa tersiksa
dengan menggunakan kaki palsu (Tuna Daksa) pendekatan seperti ini melihat
manusia sebagai robot yang bisa kapan saja di model dan diperbaiki secara fisik
banyak teman disabilitas menyayangkan ini belum lagi hambatan keluarga
yang menjadi benteng penghalang bagi disabilitas untuk berkreasi dan
berinteraksi karena masih banyak menganggap bahwa ini adalah AIB dan
akumulasi Dosa orang tua sehinga melahirkan anak disabilitas.
b. SOSIAL MODEL
menjadi solusi dimana membangun metal dan rasa percaya diri disabilitas bisa
membantu mereka untuk berdaya, mandiri dan berinterkasi layaknya
masyarakat pada umumnya serta pelekatan disabilitas buat mereka bukan
lagi pelabelan yang kita lakukan yang bisa membuat mereka
semakin terpuruk, kegiatan pembangunan kapasitas, pelatihan yang
ditunjang dengan fasilitas serta pasar membuat mereka semakin berdaya dan
mampu untuk tersenyum sebagai kado ulang tahun buat indonesia

a. MEDICAL MODEL
Medical Model ini adalah gaya pendekatan calassic yang hanya mempercantik
kasingnya bukan kapasitas secara internal para penyandang disabilitas dari hasil
diskusi dengan HWDI sulsel mereka merasa tersiksa dengan menggunakan kaki palsu
(Tuna Daksa) pendekatan seperti ini melihat manusia sebagai robot yang bisa kapan
saja di model dan diperbaiki secara fisik banyak teman disabilitas menyayangkan ini
belum lagi hambatan keluarga yang menjadi benteng penghalang bagi disabilitas untuk
berkreasi dan berinteraksi karena masih banyak menganggap bahwa ini adalah AIB
dan akumulasi Dosa orang tua sehinga melahirkan anak disabilitas.
b. SOSIAL MODEL
menjadi solusi dimana membangun metal dan rasa percaya diri disabilitas bisa
membantu mereka untuk berdaya, mandiri dan berinterkasi layaknya
masyarakat pada umumnya serta pelekatan disabilitas buat mereka bukan lagi
pelabelan yang kita lakukan yang bisa membuat mereka semakin terpuruk,
kegiatan pembangunan kapasitas, pelatihan yang ditunjang dengan fasilitas
serta pasar membuat mereka semakin berdaya dan mampu untuk tersenyum
sebagai kado ulang tahun buat indonesia.

1. Social Model.
Merupakan suatu model pembelajaran yang beranjak dari pandangan bahwa
segala sesuatu tidak terlepas dari realitaskehidupan, individu tidak mungkin
melepaskan dirinya dari orang lain.
2. Medical Model.
Merupakan fondasi dari praktek-praktek kebidanan yg sudah meresapdi
masyarakat. meliputi proses penyakit, pemberian tindakan, dan kom plikasi
dari penyakit/tindakan, konsekuensi, jika medical model digunakan dalam
praktek kebidanan.
Referen
1) Cara Pandang terhadap Penyandang Disabilitas
https://www.dnetwork.net/news/cara-pandang-terhadap-penyandang-disabilitas
2) https://www.kompasiana.com/andihendrapaletterihidayat/
5579ee05949373601c8b4567/disabilitasinklusi-medical-model-ataukah-sosial-
model
3) Disabilitas,Inklusi 'Medical model ataukah Sosial model -
Kompasiana.com
4) Tugas Social Vs Medical Model (Bu Indah Risnawati) -
Dikonversi | PDF (scribd.com)

3. Langkah-langkah yang harus dilakukan oleh satuan pendidikan dalam


penerimaan peserta didik baru ketika jumlah pendaftar peserta didik
disabilitas melebihi kuota yang disediakan.
Secara umum kita dapat mengetahui bagaimana cara penerimaan peserta didik baru,
yakni sebagai berikut:
a. Objektivitas
Artinya bahwa penerima peserta didik baru maupun pindahan harus memenuhi
ketentuan umum yang diatur dalam Keputusan Mentri Pendidikan Nasionl
Nomor: 0511U17002 tanggal 10 April 2002; dan atau ketentuan lain sesuai
peraturan pemerintah.
b. Transparan,
Artinya pelaksanaan penerimaan peserta didik baru bersifat terbuka dan dapat
diketahui oleh masyarakat terutama orang tua peserta didik, untuk menghindari
penyimpangan - penyimpangan yang mungkin terjadi.
c. Akuntabilitas,
Artinya penerimaan peserta didik baru, harus dipertanggungjawabkan kepada
masyarakat baik prosedur maupun hasilnya.
d. Tidak diskriminatif,
Arinya setiap warga negara yang berusia sesuai umur yang disyratkan pada sutu
pendidikan atau sekolah dapat mengikuti program pendidikan di wilayah negara
kesatuan republik Indonesia tanpa membedakan suku, agama etnis / ras dan
golongan.
e. Tidak ada penolakan dalam penarimaan peserta didik baru.
Kecuali daya tampung sekolah terbatas dan waktu yang tidak memungkinkan.
f. Mengutamakan calon peserta didik baru dari lingkungan masyarakat terdekat /
sekitar sekolah tanpa pembatasan nilai ujian yang dipersyaratkan, terutama bagi
jenjang dikdas sebagai implementasi wajib belajar pendidikan dasar sembilan
tahun.
Namun disini bila peserta didik baru ketika jumlah pendaftar peserta didik
disabilitas melebihi kuota yang disediakan, maka disini perlu adanya seleksi
peserta didik disabilitas sebelum diterima masuk dan menempuh pendidikan di
suatu sekolah. Penyeleksian ini bertujuan untuk melihat sejauh mana kemampuan
peserta didik disabilitas secara akademik dan juga secara emosional.
Sehingga sekolah dapat mengambil keputusan siswa disabilitas yang mempunyai
terbaik yang dapat diterima, guna menghindari kuato yang berlebih.

4. Yang seharusnya dilakukan oleh sekolah dalam penentuan kelulusan apa bila
salah satu peserta didiknya mengalami hambatan, social, emosi, dan perilaku
sehingga ia harus mendapat pembinaan di lembaga pemasyarakatan khusus
anak/LPKA

Referensi
Menentukan Kelulusan Peserta Didik Pendidikan Kesetaraan – BP PAUD dan Dikmas
DIY (kemdikbud.go.id)
Sebelum membahas bagaimana cara menentukan kelulusan peserta didik pendidikan
kesetaraan, marilah kita bahas terlebih dahulu Peraturan Mendikbud Nomor 3 Tahun
2017 tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pemerintah dan Penilaian Hasil Belajar Oleh
Satuan Pendidikan.
Pada pasal 18 ayat (1) Permendikbud Nomor 3 Tahun 2017 disebutkan bahwa peserta
didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan/program pendidikan setelah memenuhi
kriteria
(a) menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
(b) memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik;
(c)  lulus ujian satuan pendidikan/program pendidikan.
Dari ayat tersebut dapat disimpulkan bahwa ujian nasional tidak sebagai penentu
kelulusan, justru ujian satuan pendidikan atau ujian pendidikan kesetaraan sebagai
penentu kelulusan.
Memperhatikan ayat di atas, ada tiga paramater yang menentukan kelulusan.
Pertama, menyelesaikan seluruh program pembelajaran. Bukti menyelesaikan seluruh
program pembelajaran pada pendidikan kesetaraan adalah telah menempuh keseluruhan
bobot satuan kredit kompetensi (SKK) yang dituangkan di dalam laporan hasil belajar
(rapor).
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam pengisian laporan hasil belajar,
yaitu pengisian kolom bobot SKK dan semua mata pelajaran dalam struktur kurikulum
memiliki nilai hasil belajar. Setiap mata pelajaran dalam struktur kurikulum Paket A,
Paket B dan Paket C wajib diisi bobot SKK-nya, cara menentukan bobot SKK dengan
melakukan pemetaan SKK atau mendistribusikan SKK untuk setiap mata pelajaran.
Bobot SKK ini dituliskan pada kolom setelah kolom nama mata pelajaran. Adanya
kolom bobot SKK inilah yang menjadi salah satu pembeda antara buku laporan hasil
belajar sekolah dan buku laporan hasil belajar pendidikan kesetaraan.
Berikutnya, semua mata pelajaran dalam struktur kurikulum memiliki nilai hasil belajar.
Persoalannya tidak semua mata pelajaran disajikan dalam jadwal pembelajaran,
biasanya hanya mata pelajaran tertentu atau yang diujiannasionalkan yang dijadwalkan
dalam pembelajaran. Mata pelajaran lain yang tidak terjadwal diakui dilakukan sebagai
pembelajaran mandiri. Sah-sah saja ada mata pelajaran yang tidak dijadwalkan
pembelajarannya dan dilakukan pembelajaran mandiri, namun penentuan pembelajaran
mandiri harus dilakukan dengan pemetaan SKK dan mengikuti ketentuan yang berlaku.
Ketentuan pembelajaran mandiri sudah diatur dalam standar proses pendidikan
kesetaraan sebagaimana diatur dalam Permendiknas Nomor 3 Tahun 2008. Berdasarkan
ketentuan, pembelajaran mandiri hanya bisa dilakukan apabila ada kontrak belajar,
peserta didik melakukan belajar mandiri sesuai kontrak belajar, dan di akhir semester
dilakukan penilaian hasil belajar. Dengan demikian mata pelajaran yang dilakukan
dengan bentuk pembelajaran mandiri tetap ada nilai hasil belajar yang dituangkan dalam
buku laporan hasil belajar.
Karena itulah, jika prosedur pembelajaran mandiri diikuti maka akan diperoleh nilai
hasil belajar dan secara utuh peserta didik dinyatakan telah menyelesaikan seluruh
program pembelajaran. Jika prosedur pembelajaran mandiri tidak dilakukan, penilaian
hasil belajar tidak dilakukan maka peserta didik tidak dapat dinyatakan menyelesaikan
seluruh program pembelajaran.
Keseluruhan nilai laporan hasil belajar setiap semester kemudian dirata-rata dan
dimasukkan ke dalam kolom nilai derajat kompetensi pada ijazah pendidikan
kesetaraan. Paket B nilai rata-rata meliputi nilai semester 1 sampai dengan semester 6.
Paket C nilai rata-rata meliputi nilai semester 3 sampai dengan semester 6. Jadi nilai
derajat kompetensi pada ijazah pendidikan kesetaraan merupakan bukti bahwa peserta
didik telah menyelesaikan seluruh program pembelajaran.
Kedua, memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik. Untuk menentukan nilai
sikap/perilaku baik peserta didik pendidikan kesetaraan dapat dilakukan dengan rapat
dewan tutor yang memiliki agenda penentuan kelulusan peserta didik. Penentuan
penilaian sikap atau perilaku melalui rapat dewan tutor agar diperoleh penilaian yang
obyektif dengan memperhatikan keseharian peserta didik pendidikan kesetaraan ketika
mengikuti proses pembelajaran. Di samping itu setiap semester tutor wali kelas
melaporkan sikap atau perilaku dalam kolom Ahlak Mulia dan Kepribadian pada
laporan hasil belajar pendidikan kesetaraan. Data pada kolom tersebut juga dapat
dijadikan rujukan untuk menentukan sikap atau perilaku peserta didik selama mengikuti
pembelajaran.
Ketiga, lulus ujian satuan pendidikan/program pendidikan. Pada pendidikan kesetaraan
diartikan peserta didik harus lulus ujian pendidikan kesetaraan. Ujian pendidikan
kesetaraan dilakukan untuk semua mata pelajaran sesuai dengan struktur kurikulum,
tidak hanya mata pelajaran yang diujiannasionalkan.
Pasal 61 ayat (2) Undang Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional berbunyi “Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap
prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang
diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.” Pasal ini mengisyaratkan
bahwa ujian pendidikan kesetaraan (UPK) diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang
terakreditasi dan kelulusan UPK ditentukan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
Kriteria kelulusan UPK dicantumkan dalam Pedoman Operasional Standar (POS) Ujian
Pendidikan Kesetaraan (UPK). Jadi di dalam POS UPK wajib hukumnya dicantumkan
kriteria kelulusan. Kriterita kelulusan inilah yang dijadikan satuan pendidikan
terakreditasi untuk menentukan lulus tidaknya peserta didik dari UPK.
Satuan pendidikan terakreditasi setelah memeriksa hasil UPK, kemudian membuat
daftar nilai UPK dan mencantumkan keterangan kelulusan dalam daftar nilai tersebut.
Daftar nilai UPK kemudian diserahkan kepada satuan pendidikan asal dengan tembusan
Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota sebagai laporan.
Satuan pendidikan setelah menerima nilai UPK dari satuan pendidikan terakreditasi
kemudian menyelenggarakan rapat dewan tutor untuk melakukan penetapan kelulusan
peserta didik. Nilai UPK inilah yang kemudian akan dimasukkan pada kolom terakhir
nilai ijazah.
Penentuan kelulusan tidak didasarkan pada prosentase nilai derajat kompetensi dan nilai
UPK, karena menurut Permendikbud nomor 3 Tahun 2017 tidak ada nilai gabungan.
Penentuan kelulusan ditentukan oleh nilai UPK. Periksa kriteria ketiga kelulusan dari
satuan pendidikan. Sedangkan UPK diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang
terakreditasi. Artinya nilai UPK yang ujiannya diselenggarakan oleh satuan pendidikan
terakreditasi sangat menentukan.
Yang seharusnya dilakukan oleh sekolah dalam penentuan kelulusan Peserta didik yang
mengalami hambatan, social, emosi, dan perilaku sehingga ia harus mendapat
pembinaan di lembaga pemasyarakatan khusus anak/LPKA
Disini sekolah melihat kembali ketentuan
Pada pasal 18 ayat (1) Permendikbud Nomor 3 Tahun 2017 disebutkan bahwa peserta
didik dinyatakan lulus dari satuan pendidikan/program pendidikan setelah memenuhi
kriteria
Bahwa peserta didik yang memenuhi kriteria sebagai berikut;
a. menyelesaikan seluruh program pembelajaran;
b. memperoleh nilai sikap/perilaku minimal baik;
c. lulus ujian satuan pendidikan/program pendidikan.
Sehingga peserta didik yang mengalami hambatan, emosional, social, emosi dan
perilaku bila peserta didik masih bisa memenuhi beberapa kriteria diatas diatas yang
sudah ditentukan dalam sebuah sekolah, namun bila peserta didik bulum juga bisa untuk
memenuhi kriteria tersebut karena harus mendapat pembinaan di lembaga
pemasyarakatan khusus anak/LPKA maka dari sekolah pembelajarannya dapat
dilakukan pembelajaran mandiri, namun penentuan pembelajaran mandiri harus
dilakukan dengan pemetaan SKK dan mengikuti ketentuan yang berlaku.
Ketentuan pembelajaran mandiri sudah diatur dalam standar proses pendidikan
kesetaraan sebagaimana diatur dalam Permendiknas Nomor 3 Tahun 2008. Berdasarkan
ketentuan, pembelajaran mandiri hanya bisa dilakukan apabila ada kontrak belajar,
peserta didik melakukan belajar mandiri sesuai kontrak belajar, dan di akhir semester
dilakukan penilaian hasil belajar. Dengan demikian mata pelajaran yang dilakukan
dengan bentuk pembelajaran mandiri tetap ada nilai hasil belajar yang dituangkan dalam
buku laporan hasil belajar.
Karena itulah, jika prosedur pembelajaran mandiri diikuti maka akan diperoleh nilai
hasil belajar dan secara utuh peserta didik dinyatakan telah menyelesaikan seluruh
program pembelajaran. Jika prosedur pembelajaran mandiri tidak dilakukan, penilaian
hasil belajar tidak dilakukan maka peserta didik tidak dapat dinyatakan menyelesaikan
seluruh program pembelajaran. Tentunya disini kita juga melihat kembali kondisi
peserta didik.

5. Permasalahan bahwa sekolah reguler tidak bisa menerima anak penyandang


disabilitas, dengan alasan karena di sekolah tersebut tidak memiliki dan
memahami kurikulum untuk anak berkebutuhan khusus, dan tidak memiliki
guru Pendidikan khusus. Berikan solusi atas permasalahan tersebut
berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 13 tahun 2020 tentang akomodasi yang
layak bagi peserta didik disabilitas.
Yang isinya sebagai berikut :
PP 13 tahun 2020 tentang Akomodasi yang Layak untuk Peserta Didik Penyandang
Disabilitas adalah Peraturan Pemerintah untuk melaksanakan UU 8 tahun 2016
tentang Penyandang Disabilitas. PP ini memiliki perjalanan yang cukup panjang,
untuk dapat meyakinkan bahwa Penyandang Disabilitas berhak mendapatkan
Akomodasi yang Layak, tidak seperti selama ini.
Salah satu hak Penyandang Disabilitas adalah hak untuk mendapatkan layanan
pendidikan yang bermutu pada satuan pendidikan di semua jalur, jenjang, dan jenis
pendidikan secara inklusif dan khusus. Selain itu, Penyandang Disabilitas memiliki
kesempatan yang sama baik sebagai penyelenggara pendidikan, Pendidik, Tenaga
Kependidikan, maupun Peserta Didik.
Definisi Akomodasi yang Layak menurut PP 13 tahun 2020 tentang Akomodasi yang
Layak untuk Peserta Didik Penyandang Disabilitas dan UU 8 tahun 2016 tentang
Penyandang Disabilitas disebutkan bahwa Akomodasi yang Layak adalah modifikasi
dan penyesuaian yang tepat dan diperlukan untuk menjamin penikmatan atau
pelaksanaan semua hak asasi manusia dan kebebasan fundamental untuk Penyandang
Disabilitas berdasarkan kesetaraan.
Jadi disini pihak yang persangkutan atau orang tua dari anak disabilitas bisa
berhubungan langsung dengan dinas pendidikan dan dapat menceritakan alur
permasalahannya kalau memeng dirasa anak dapat mengikuti kurikulum pembelajaran
disekolah reguler, supaya anak disabilitas mendapat pelayanan pendidikan yang sama
seperti anak pada umumnya, sehingga dinas pendidikan bisa mengambil tidakan
dengan cara mengomunikasikan kembali dengan pihak sekolah.
Selain itu orang tua juga harus bisa bekerja sama dengan sekolah agar dapat
memenuhi kebutuhan belajar anak karena memang sekolah reguler tidak mempunyai
pengajar khusus anak disabilitas. Sehingga disini anak berkebutuhan khusus dapat
mendapatkan pendidikan seperti anak pada umumnya.

6. Rencana kerja atau kegiatan di tingkat sekolah mengkampanyekan kepada


masyarakat luas tentang pendidikan inklusif.

Sekolah inklusif mengadakan kerjasama dengan pihak terkait, disini pihak terkait
yang dimaksud di sini adalah pemerintah setempat dan juga pemerintah daerah untuk
pelaksanaan kampanye pendidikan inklusif. Sehingga pemerintah daerah bersama staf
sekolah inklusif dapat mengadakan kampanye berupa sosialisasi, menyampaikan
melalui kegiatan ini untuk mengingatkan kepada semua orang bahwa hak semua anak
adalah untuk sekolah khususnya mendapat pendidikan.Termasuk juga anak-anak yang
disabilitas jadi semua orang itu boleh dan harus bisa diterima di sekolah dan
bersama-sama mengingatkan kepada semua orang di lingkungan sekitar bahwa kita
semua ikut berhak untuk diterima di sekolah di manapun dari mulai PAUD sampai
bangku kuliah.
Program sekolah Inklusif ini berupaya membuka akses bagi semua anak terutama
penyendang disabilitas, seluas mungkin untuk untuk memperoleh pendidikan di
sekolah terdekat tempat tinggal mereka.

Tujuan kerjasama dengan pemerintah daerah setempat adalah agar pemerintah daerah
mendampingi sekolah penyelenggara pendidikan inklusif dalam melaksanakan
kegiatan kampanye pendidikan inklusif,

~ TRIMAKASIH~

Anda mungkin juga menyukai