Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN

INTERVENSI KOMUNITAS ANAK TUNA RUNGU WICARA DI PANTI


SOSIAL BINA RUNGU WICARA (PSBRW) MEOHAI KOTA KENDARI

OLEH :
KELOMPOK IX (9)

SUKARDIN (C1B315034)
SUPIANTO (C1B316056)
ARDANA BASMA(C1B315007)
HARIS MUNANDAR
EGI SAPUTRA
LA ODE UMAR
SUNARDIN (C1B316064)
M YUSRIL SUANDI K (C1B316125)

JURUSAN ILMU KESEJAHTERAAN SOSIAL


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2016

disebutkan bahwa penyandang disabilitas setiap orang yansg mempunyai

keterbatasan fisik, intelektual, mental, atau sensorik dalam jangka waktu lama

yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan

kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara

lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Keterbatasan yang dimiliki penyandang disabilitas seringkali dipandang

sebelah mata oleh sebagian orang. Mempunyai kekurangan seringkali membuat

seseorang dianggap lemah oleh pihak lain. Seperti halnya kaum penyandang

disabilitas yang mempunyai kekurangan sering kali mendapat perlakuan yang

tidak adil. Padahal penyandang disabilitas mempunyai hak yang sama dengan

warga negara yang lainnya. Mempunyai keterbatasan fisik bukan berarti tidak

mempunyai hak yang sama untuk bermasyarakat maupun bernegara.

Walaupunmempunyai kekurangan, penyandang tunarunguwicara juga

mempunyai kesamaan kesempatan seperti penyandang non disabilitas.

Disebutkan dalam UU Nomor 8 Tahun 2016, kesamaan kesempatan

merupakan keadaan yang memberikan peluang dan/atau menyediakan akses

kepada penyandang tunarungu wicara untuk menyalurkan potensi dalam segala

aspek penyelenggaraan negara dan bermasyarakat Oleh karena itu,

penyandang tunarungu wicara berhak mendapatkan perlakuan yang sama dengan

2
warga negara yang lain. Dalam arti tidak ada diskriminasi atas kekurangan yang

dimilikinya.Setiap orang didunia ini pastilah memiliki kekurangannya masing-

masing. Namun bagi penyandang tunarunguwicara, kekurangan yang dimiliki

nya didefinisikan secara berbeda. Seperti yang telah disebutkan diatas,

penyandang tunarunguwicara perlu mendapat perhatian yang khusus. Seperti

dalam hal pendidikan, fasilitas umum, kehidupan bernegara maupun berbangsa

tentu fasilitas maupun sarana bagi penyandang tunarunguwicara berbeda dengan

penyandang non disabilitas.

Tunarungu wicara mempunyai kedudukan dan kesamaan hak dengan

penyandang non disabilitas. Salah satu hak penyandang tunarunguwicara adalah

tercapainya kesejahteraan sosial. Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun

2009 kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material,

spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu

mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialny.

Pemenuhan hak bagi anak-anak penyandang tunarunguwicara

dilakukan berbeda. Dalam proses mengembangkan diri, perlakuan kepada

penyandang tunarunguwicara khususnya anak-anak tentunya berbeda dengan

penyandang tunarunguwicara yang sudah dewasa, seperti dalam hal pendidikan

dibutuhkan perlakuan khusus dan berbeda dari penyandang non disabilitas.

Disebutkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Nomor 4 Tahun 2012 tentang

Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang tunarungu wicara

menyebutkan pada Pasal 1 ayat (2) bahwa Sistem Pendidikan Khusus adalah

sistem pendidikan bagi peserta didik berkelainan yang berfungsi memberikan

3
pelayanan bagi peserta didik yang mengalami kesulitan dalam mengikuti proses

pembelajaran karena kelainan fisik, emosional, mental, intelektual, dan/atau

sosial dengan tujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik secara

optimal sesuai kemampuannya.

Oleh sebab itu, bagi penyandang tunarunguwicara khususnya anak-

anak,diperlukan sistem pendidikan khusus seperti yang telah disebutkan

diatas.Pendidikan yang diterapkan kepada anak-anak penyandang

tunarunguwicara nantinya diharapkan dapat menjadi bekal untuk

meningkatkan kemampuan dan potensi yang ada dalam diri penyandang

tunarunguwicara. Sehingga setelah selesai menempuh pendidikan formal

disekolah, nantinya penyandang tunarunguwicara dapat lebih siap untuk

menghadapi kehidupan yang selanjutnya. Selain melalui pendidikan formal

disekolah, pemenuhan hak penyandang tunarunguwicara dapat berupa bimbingan

keterampilan yang berguna untuk mengasah kemampuan anak penyandang

tunarunguwicara.

Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) Kendari dibangun pada tahun

1997/1998 dengan spesifikasi dan prototype bangunan yang dapat menampung

100 (seratus) orang penerima manfaat penyandang disabilitas rungu wicara yang

berasal dari kawasan timur Indonesia. Pembangunan PSBRW didasarkan pada

pertimbangan banyaknya populasi rungu wicara di Provinsi Sulawesi Tenggara

khususnya dan Indonesia bangian timur pada umumnya. Panti Sosial Bina Rungu

Wicara sampai sekarang tidak mempunyai lokasi sebagaimana mestinya, sebab

4
lokasi yang dimiliki Panti yang layak dijadikan Kantor Dinas Sosial Provinsi

Sulawesi Tenggara.

Pada tahun 2000 sampai dengan bulan februari 2009 kegiatan pelayanan

yang dilakukan oleh PSBRW Kendari digabung dalam satu lokasi dengan Panti

Sosial Bina Remaja (PSBR) Poteana Kendari di jln. Mayjend, DI Panjaitan

No.222 Kendari karena berada dalam satu lingkup UPTD Panti Sosial Dinas

Sosial Provinsi Sulawesi Tenggara. Namun sejak bulan Februari 2009 hingga saat

ini PSBRW dipindahkan ke lokasi Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) di Jln.

Mayjen DI Panjaitan No. 173 Kendari atau berhadapan dengan lokasi PSBRW

yang lama. Pemindahan lokasi ini didasarkan pada perubahan status struktur

kelembagaan dimana PSBRW berubah dari salah satu seksi di UPTD Panti Sosial

Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi UPTD yang berdiri sendiri.

Sejak tanggal 16 Maret 2012, UPTD PSBRW yang berada dibawah

wewenang Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara diserahkan ke Kementerian

Sosial Republik Indonesia, sehingga berubah nama menjadi UPT PSBRW

Kendari, untuk selanjutnya diberi nama UPT PSBRW “Meohai” Kendari,

Sulawesi Tenggara. Kata “Meohai” diambil dari bahasa Tolaki (suku asli yang

mendiami Sulawesi Tenggara) yang berarti Persaudaraan.

PSBRW “Meohai” Kendari Tahun 2017 dilaksanakan pada 17 (tujuh

belas) Kabupaten/kota yakni; Kota kendari, Kabupaten Kolaka, Kolaka Timur,

Kolaka Utara, Bombana, Muna, Muna Barat, Konawe, Konawe Utara, Konawe

Selatan, Konawe Timur, Konawe Kepulauan, Kota Bau-bau, Buton, Buton

Selatan, Buton Utara, dan Buton Tengah. Survey dilakukan secara bertahap pada

5
saat kegiatan Penjangkauan, Home Visit dan Bimbingan Lanjut Penerima Manfaat

dilakukan.

Adapun yang menjadi sasaran survei (responden) adalah masyarakat

umum yang merupakan bagian penting dari klien atau Penerima Manfaat

PSBRW “Meohai”, yang mana mereka merupakan orang tua kandung ataupun

orang tua asuh klien PSBRW “Meohai”. Anak-anak mereka adalah penyandang

disabilitas rungu wicara yang mendapatkan rehabilitasi di PSBRW “Meohai”.

Responden tidak dilakukan pada Penerima Manfaat, sebab keterbatasan penerima

manfaat dalam memahami pertanyaan-pertanyaan yang termaktub dalam

kuisioner IKM. Oleh karena itu responden yang dipilih adalah orang terdekat dari

Penerima Manfaat. Output dari pelayanan PSBRW “Meohai” dapat dirasakan

langsung oleh orang-orang terdekat Penerima Manfaat PSBRW “Meohai”.

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang bisa saya ambil dari latar belakang diatas

adalah

1. Bagaimana Deskripsi tentang anak tunarungu wicara?

2. Bagaimana Klasifikasi dan karakteristik anak tunarungu wicara?

3. Bagaimana pembelajaran bagi penyandang tuna rungu wicara melalui

media sentance scramble game?

4. Bagaimana Mengamati perkembangan anak tunarungu dalam pembela

jaran sentance scramble game?

6
1.3 Tujuan Masalah

Adapun tujuan masalah yaituh

1. Untuk mengetahui Deskripsi tentang anak tunarungu wicara

2. Untuk mengetahui Klasifikasi dan karakteristik anak tunarungu wicara

3. Untuk mengetahui pembelajaran bagi penyandang tuna rungu wicara

melalui media sentance scramble game

4. Untuk mengetahui Mengamati perkembangan anak tunarungu dalam pem

belajaran sentance scramble game

7
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Tunarungu

1. Pengertian Anak Tunarungu

Secara umum anak tunarungu dapat diartikan anak yang tidak

dapat mendengar. Tidak dapat mendengar tersebut dapat dimungkinkan kurang

dengar atau tidak mendengar sama sekali. Secara fisik, anak tunarungu tidak

berbeda dengan anak dengar pada umumnya, sebab orang akan mengetahui bahwa

anak menyandang ketunarunguan pada saat berbicara, anak tersebut berbicara

tanpa suara atau dengan suara yang kurang atau tidak jelas artikulasinya, atau

bahkan tidak berbicara sama sekali, anak tersebut hanya berisyarat. Agar dapat

diperoleh pengertian yang lebih jelas tentang anak tunarungu, berikut ini

dikemukakan definisi anak tunarungu oleh beberapa ahli.

Murni Winarsih (2007: 23), menyatakan tunarungu adalah seseorang yang

mengalami kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian

atau seluruhnya yang diakibatkan oleh tidak fungsinya sebagian atau seluruh alat

pendengaran, sehingga anak tersebut tidak dapat menggunakan alat

pendengarannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal tersebut berdampak terhadap

kehidupannya secara kompleks terutama pada kemampuan berbahasa sebagai alat

komunikasi yang sangat penting. Gangguan mendengar yang dialami anak

tunarungu menyebabkan terhambatnya perkebangan bahasa anak, karena

perkembangan tersebut, sangat penting untuk berkomunikasi dengan orang lain.

8
Berkomunikasi dengan orang lain membutuhkan bahasa dengan artikulasi atau

ucapan yang jelas sehingga pesan yang akan disampaikan dapat tersapaikan

dengan baik dan mempunyai satu makna, sehingga tidak ada salah tafsir makna

yang dikomunikasikan.

Sedangkan Iwin Suwarman (Edja Sadjaah. 2005: 75), pakar bidang medik,

memiliki pandangan yang sama bahwa anak tunarungu dikategorikan menjadi dua

kelompok. Pertama Hard of hearing adalah seseorang yang masih memiliki sisa

pendengaran sedemikian rupa sehingga masih cukup untuk digunakan sebagai alat

penangkap proses mendengar sebagai bekal primer penguasaan kemahiran bahasa

dan komunikasi dengan yang lain baik dengan maupun tanpa mengguanakan alat

bantu dengar. Kedua The Deaf adalah seseorang yang tidak memiliki indera

dengar sedemikian rendah sehingga tidak mampu berfungsi sebagi alat

penguasaan bahasa dan komunikasi, baik dengan ataupun tanpa menggunakan alat

bantu dengar. Kemampuan anak tunarungu yang tergolong kurang dengar akan

lebih mudah mendapat informasi sehingga kemampuan bahasanya akan lebih

baik. Anak tuli yang sudah tidak mempunyai sisa pendengaran otomatis untuk

mendapat informasi sulit sehingga kemampuan bahasanya kurang baik.

Pendapat yang sama dari Permanarian Somad dan Tati Hernawati (1995:

27) menyatakan bahwa anak tunarungu adalah seseorang yang mengalami

kekurangan atau kehilangan kemampuan mendengar baik sebagian atau

seluruhnya yang diakibatkan karena tidak berfungsinya sebagian atau seluruh alat

pendengaran, sehingga ia tidak dapat menggunakan alat pendengarannya dalam

9
kehidupan sehari-hari yang membawa dampak terhadap kehidupananya secara

kompleks.

Mencermati berbagai pengertian di atas maka dapat disimpulkan bahwa

ketunarunguan adalah seseorang yang mengalami gangguan pendengaran yang

meliputi seluruh gradasi ringan, sedang, dan sangat berat yang dalam hal ini dapat

dikelompokkan menjadi dua golongan yaitu kurang dengar dan tuli, yang

menyebabkan terganggunya proses perolehan informasi atau bahasa sebagai alat

komunikasi.

Dalam penelitian ini terdapat satu anak yang mengalami tunarungu

sebagian, dengan artian masih dapat mendengarkan suara orang lain, meskipun

demikian artikulasi anak masih rendah karena artikulasinya tidak terlatih dengan

baik, baik di rumah maupun di sekolah sering menggunakan isyarat dan oral yang

kurang jelas. Selain itu juga lingkungan yang kurang mendukung anak mendapat

model berbicara dengan artikulasi yang benar dan jelas. Dan dua anak

mengalami tunarungu total, mereka termasuk anak yang rajin belajar di kelas,

tetapi kalau disuruh mengucapkan kata dengan artikulasi yang tepat dan jelas

anak tersebut selalu berkata “aku tidak bisa bicara, karena aku tidak bisa

mendengar suara”. Anak tersebut merasa minder untuk mengucapkan sesuatu

kata, merasa tidak mampu mengucapkan kata-kata dengan tepat dan jelas.

2.2 Klasifikasi Anak Tuna Rungu

Kemampuan mendengar dari individu yang satu berbeda dengan individu

lainnya. Apabila kemampuan mendengar dari sesorang ternyata sama dengan

10
kebanyakan orang, berarti pendengaran anak tersebut dapat dikatakan normal.

Bagi tunarungu yang mengalami hambatan dalam pendengaran itu pun masih

dapat dikelompokkan berdasarkan kemampuan anak yang mendengar. Lebih

lanjut untuk mengetahui pengelompokkannya, penulis memaparkan sebagai

berikut :

Klasifikasi anak tunarungu yang dikemukakan oleh Samuel A.

Kirk (Permanarian Somad 1996: 29) adalah sebagai berikut :

a. 0 dB: menunjukan pendengaran optimal

b. 0-26 dB: menunjukan masih mempunyai pendengaran normal.

c. 7-40 dB : menunjukkan kesulitan mendengar bunyi-bunyi yang

jauh, membutuhkan tempat duduk yang strategis letaknya dan

memerlukan terapi wicara (tergolong tunarungu ringan).

d. 41-55 dB: mengerti bahasa percakapan, tidak dapat mengikuti

diskusi kelas, membutuhkan alat bantu dengar dan terapi bicara

(tergolong tunarungu sedang).

e. 56-70 dB : hanya bisa mendengar suara dari arak yang dekat,

masih mempunyai sisa pendengaran untuk belajar bahasa

ekspresif ataupun reseptif dan bicara dengan menggunakan alat

bantu dengar serta dengan cara yang khusus tergolong tuna rungu

agak berat).

f. 71-90 dB: hanya bisa mendengar bunyi yang sangat dekat, kadang

dianggap tuli, membutuhkan pendidikan luar biasa yang intensif,

11
membutuhkan alat bantu mendengar (ABM) dan latihan bicara

secara khusus (tergolong tunarungu berat).

g. 91 dB keatas : mungkin sadar akan adanya bunyi atau suara dan

getaran, banyak tergantung pada penglihatan dari pada

pendengarannya untuk proses menerima informasi dan yang

bersangkutan dianggap tuli (tergolong tunarungu barat sekali)

h. Kehilangan pendengaran pada anak tunarungu dapat

diklasifikasikan dari 0dB-91 dB ke atas. Setiap tingkatan

kehilangan pendengaran mempunyai pada kemampuan

mendengar suara atau bunyi yang berbeda-beda, sehingga

mempengaruhi kemampauan komunikasi anak tunarungu.

Terutama, pada kemampuan anak berbicara dengan artikulasi

yang tepat dan jelas. Semakin tinggi kehilangan pendengarannya,

maka semakin lemah kemampuan artikulasinya. Berdasarkan

tingkat kehilangan ketajaman pendengaran yang diukur dengan

satuan desiBell (dB), klasifikasi anak tunarungu menurut Heri

Purwanto (1998: 7) adalah seperti berikut :

a. Sangat ringan (light) 25 dB - 40 dB


b. Ringan (mild) 41 dB - 55 dB
c. Sedang (moderate) 56 dB - 70 dB
d. Berat (severe) 71 dB - 90 dB
e. Sangat berat (profound) 91 B – lebih

Tingkat kehilangan pendengaran dapat di bagi menjadi 5 tingkatan,

yaitu sangat ringan, ringan, sedang, berat, sangat berat. Semakin tinggi

12
kehilangan pendengaran, semakin lemah kemampuan mendengar suara atau

bunyi bahkan hanya merasakan getaran dari suara saja. Selain itu juga,

biasanya berdampak pada kemampuan komunikasi, terutama kemampuan

bicara dengan artikulasi yang jelas sehingga pesan yang disampaikan dapat

dipahami orang lain.

Klasifikasi anak tunarungu bermacam-macam dan dapat dilihat dari

beberapa sudut pandang. Klasifikasi subjek dalam penelitian ini adalah satu anak

tunarungu yang masih mempunyai sedikit sisa pendengaran tetapi belum

dioptimalkan fungsinya dan dua anak tunarungu yang sudah tidak mempunyai

sisa pendengaran atau tuli. Subjek belum dapat mengucapkan kata-kata dengan

artikulasi yang tepat dan jelas, anak terbiasa berkomunikasi dengan isyarat dan

oral tetapi tidak mengeluarkan suara yang jelas. Salah satu metode untuk

meningkatkan kemampuan artikulasi anak tunarungu adalah metode drill.

Metode drill disini anak dituntut mengucapkan kata-kata secara berulang-

ulang, sehingga anak terbiasa bicara dengan ucapan yang tepat dan jelas yang

disertai suara.

2.3 Karakteristik Anak Tunarungu

Karakteristik anak tunarungu sangat kompleks dan berbeda-beda satu

sama lain. Secara kasat mata keadaan anak tunarungu sama seperti anak normal

pada umumnya. Apabila dilihat beberapa karakteristik yang berbeda. Karakteristik

bahasa dan bicara anak tunarungu. Suparno (2001: 14), menyatakan karakteristik

anak tunarungu dalam segi bahasa dan bicara adalah sebagai berikut :

a. Miskin kosa kata

13
b. Mengalami kesulitan dalam mengerti ungkapan bahasa yang

mengandung arti kiasan dan kata-kata abstrak.

c. Kurang menguasai irama dan gaya bahasa

d. Sulit memahami kalimat-kalimat yang kompleks atau kaliamat-

kalimat yang panjang serta bentuk kiasan.

Anak tunarungu juga mempunyai beberapa karakteristik, terutama

keterbatasan kosakata. Hal tersebut yang menyebabkan anak tunarungu kesulitan

berkomunikasi dengan orang lain. Terlebih lagi permasalahan tentang kejelasan

dalam berbicara. Anak tunarungu biasanya mengalami masalah dalam artikulasi,

yaitu mengucapkan kata-kata yang tidak atau kurang jelas. Namun, hal itu dapat

diatasi dengan metode drill, yaitu anak melakukan latihan menucapkan kata-kata

secara berulang-ulang sampai anak terampil atau terbiasa berbicara dengan

artikulasi yang tepat dan jelas. Heri Purwanto (1998: 58-59) menyatakan

karakteristik anak tunarungu wicara pada umumnya memiliki kelambatan dalam

perkembangan bahasa wicara bila dibandingkan dengan perkembangan bicara

anak-anak normal, bahkan anak tunarungu total (tuli) cenderung tidak dapat

berbicara (bisu).

Anak tunarungu mempunyai karakteristik yang spesifik bahwa anak

tunarungu mempunyai hambatan dalam perkembangan bahasa

(mendapatkan bahasa). Bahasa sebagai alat komunikasi dengan orang lain.

Sedangkan, Anak tunarungu mempunyai permasalahan dalam wicaranya untuk

berkomunikasi dengan orang lain, karena wicara sebagai alat yang sangat penting

dalam komunikasi. Dalam berbicara pun harus menggunakan artikulasi yang

14
jelas agar pesan mudah diterima oleh orang lain, maka dari itu anak harus dilatih

secara berulang-ulang sehingga anak terampil mengucapkan kata-kata dengan

artikulasi yang tepat dan jelas.

Mencermati beberapa definisi di atas dapat diketahui bahwa

seorang tunarungu memiliki keterbatasan dalam memperoleh bahasa dan

mengalami permasalahan dalam bicaranya. Kurang berfungsinya indera

pendengaran menyebabkan anak tidak dapat menirukan ucapan kata-kata

dengan tepat dan jelas. Oleh sebab itu, anak tunarungu untuk mendapatkan

bahasa atau kosa kata harus melalui proses belajar mengenal kosakata dan belajar

mengucapkan kata- kata dengan artikulasi yang jelas. Belajar mengucapkan kata-

kata tersebut harus dilakukan secara berulang-ulang agar anak menjadi terampil

dan terbiasa mengucapkan kata-kata dengan artikulasi yang tepat dan jelas.

2.4 Sentence scramble game

1. Scramble Kalimat

Scramble merupakan sebuah per- mainan berupa aktivitas menyusun kem-

bali suatu struktur bahasa yang sebe- lumnya telah dikacaubalaukan (Soepar- no,

1988: 76). Bentuk scramble dapat dibagi ke dalam empat macam, yaitu: a)

scramble kata, b) scramble kalimat, c) scramble paragraf, dan d) scramble

wacana, Soeparno (1988: 76). Dalam penulisan ini kami akan lebih

fokus membahas jenis scramble kalimat. Scramble kalimat merupakan suatu

permainan berupa aktivitas me- nyusun kembali susunan kalimat yang sebelumnya

telah dikacaubalaukan ter- lebih dahulu (Soeparno, 1988: 77). Jadi scramble

sejenis permainan untuk me- nyusun kata yang acak agar terbentuk kalimat yang

15
utuh. Manfaat secara umum dari permainan ini adalah untuk melatih menyusun

kata menjadi sebuah kalimat yang padu sehingga mempunyai makna tertentu.

2. Game sebagai Media Pembelajaran

Kata media berasal dari bahasa Latin dan merupakan bentuk jamak dari

kata “medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Bila dilihat

definisinya, media pembelajaran adalah adalah segala sesuatu yang dapat menjadi

perantara pesan dalam proses belajar mengajar dari sumber informasi kepada

penerima informasi sehingga terjadi proses belajar yang kondusif (Main

Sufanti, 2010: 62). Penggunaan media pembelajaran mampu menciptakan kondisi

untuk menambah pengetahuan dan wawasan, mengubah sikap komunikan, atau

untuk menambah keterampilan, (Wina Sanjaya: 2008). Media pembelajaran dapat

membantu komunikator untuk memberikan pengalaman yang bermakna, salah

satunya dapat mempermudah siswa dalam memahami sesuatu yang abstrak

menjadi lebih konkret. Media dalam penyampaian pembelajaran memiliki

kontribusi yang sangat penting dan mendukung dalam proses pembelajaran, Kemp

and Daylon (Wina Sanjaya: 2008). Game yang ber- kedudukan sebagai media

pembelajaran yang sangat disukai anak-anak ini bertujuan untuk dapat

memudahkan anak dalam memahami suatu materi pembelajaran.

Sentence scramble game yaitu permainan acak kata untuk disusun menjadi

kalimat padu sesuai pola kalimat yang dirancang dengan tujuan untuk mengasah

penguasaan kemampuan sintaksis bagi anak tunarungu berupa kalimat fungsional.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan masalah yaitu

bagaimana pengembangan media pembelajaran Sentence Scramble Game dalam

16
melatih kemampuan sintaksis anak tunarungu tingkat sekolah dasar bertujuan

yaitu untuk mengembangkan Sentence Scram- ble Game sebagai media

pembelajaran sintaksis anak tunarungu tingkat sekolah dasar

3. Kemampuan Sintaksis Pada Anak Tunarungu

Dardjowidjojo (1991:167), mengemukakan bahwa sintaksis adalah

penggabungan dua kata atau lebih yang membentuk satu kesatuan dengan makna

tertentu. Pada anak normal, kemampuan sintaksis mulai terdengar pada usia 1,8

tahun dengan bunyi ujaran dua kata (Bambang Kaswanti, 1997: 23). Sintaksis

memperluas cakrawala komunikasi dengan memungkinkan sang anak

mengemukakan pertanyaan, membuat kalimat penyangkal, cara dan

mengekspresikan kebutuhan-kebutuhannya secara lengkap serta kreatif (Mc

Givern (et.al) dalam Henry G. Tarigan,2009: 150). Kemampuan sintaksis ini

merupakan salah satu aspek yang harus dimiliki oleh setiap orang dalam hal

perkembangan bahasa, tak terkecuali anak tunarungu. Anak tunarungu

mengalami kesulitan dalam menyusun pola kalimat yang padu (sintaksis).

Sehingga dibutuhkan suatu metode maupun media pembelajaran agar anak

mempunyai kemampuan sintaksis yang baik. Berdasarkan paparan di atas

sintaksis menjadi hal yang sangat mendasar karena ini berkaitan dengan pola

kalimat yang menjadi inti utama seorang dalam berkomunikasi.

17
BAB III

METODE PENELITIAN

2.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian kegiatan intervensi komunitas di dilaksanakan dipanti

sosisal bina rungu wicara meohai kendari, adapun Waktu pelaksanaan selama 4

hari, terhitung dari tanggal 29 maret sampai mei 2019

a. Tahapan Pelaksanaan Praktikum

Tahapan kegiatan yang dilakukan mahasiswa dalam intervensi Makro:

Pengembangan Klien adalah

1. Tahap Persiapan Lapangan

a. Pembentukan kelompok intervensi komunitas.

Mahasiswa dilompokkan ke dalam kelompok yang terdiri dari beberapa

anggota. Pengelompokan ini ditentukan oleh dosen pengampu mata kuliah agar

mereka dapat menggabungkan diri dengan orang-orang yang dapat saling bekerja

sama.

2. Tahap Pelaksanaan

Membangun kesepakatan dengan kepala sekolah maka dimulai selama

beberapa hari pada awal intervensi komunitas tanggal 29 mei 2019 pada jam

13.00 wita dengan diterima dengan resmi. Pertemuan tersebut menghasilkan

kesepakatan untuk melakukan praktikum dengan tujuan untuk mengetahui metode

yang diberikan kepada anak –anak yang berkebtuhan khusus yang berada di

PANTI SOSIAL BINA RUNGU WICARA MEOHAI Kota kendari tersebut.

18
3. Tugas intervensi komunitas

a. Membangun akses serta kepercayaan kepada guru dan siswa-siswi

tuna rungu wicara yang berada di PANTI SOSIAL BINA RUNGU

WICARA MEOHAI Kota kendari

b. Membangun kesepakatan bersama rangka untuk kenyamanan

peneliti dan kenyamanan siswa-siswi serta mengidentifikasi

masalah klien dan memperhatikan metode pembeljaran yang

digunakan .

a. Identifikasi Klien

1) Menyusun instrumen untuk Identifikasi Klien

2) Klien Dapat ditentukan melalui konslutasi Bersama

pimpinan Lembaga

3) Apabila sudah teridentifikasi dilakukan indepth interview

untuk melihat kemungkinan pelibatan mereka dalam

a. Kendala Yang Dihadapi

Untuk kendala yang dihadapi di PANTI SOSIAL BINA RUNGU

WICARA MEOHAI Kota kendari dalam proses praktikum 2 ini adalah

berkomunikasi bersama klien yang menggunakan bahasa isyarat, dan yang sering

digunakan atau bahasa isyarat yang dipakai sehari-hari yaitu SIBI. Sebetulnya

bahasa isyarat diindonesia ada dua kategori yaitu bahasa isyarat BISINDO dan

ada juga SIBI namun yang digunakan di PANTI SOSIAL BINA RUNGU

19
WICARA MEOHAI Kota kendariyaitu SIBI karna lebih mudah dan simpel,

selain bahasa yang menjadi kendala kadang siswi yang kami ajar tidak mengerti

apa yang kami ajarkan dan harus mengulang smpai berkali-kali agar mereka

mengerti dan paham apa maksud dari yang kita ajarkan. Namun kami sebagai

pengajar harus sabar dan ikhlas mengajari mereka, agar mereka tidak dipandang

sebelah mata oleh orang normal seperti mereka. Dan seharusnya diperlakukan

sama seperti orang normal lainya.

20
BAB IV

PEMBAHASAN DAN HASIL PENELITIAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Berdirinya PSBRW Meohai Kendari

Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW) Kendari dibangun pada tahun

1997/1998 dengan spesifikasi dan prototype bangunan yang dapat menampung

100 (seratus) orang penerima manfaat penyandang disabilitas rungu wicara yang

berasal dari kawasan timur Indonesia. Pembangunan PSBRW didasarkan pada

pertimbangan banyaknya populasi rungu wicara di Provinsi Sulawesi Tenggara

khususnya dan Indonesia bangian timur pada umumnya.

Setahun kemudian tepatnya pada tahun 1998/1999 Panti ini mulai

dioperasikan dengan menerima penerima manfaat sebanyak 50 orang yang berasal

dari jazirah Provinsi Sulawesi tenggara dan jangkauannya belum mencakup

kawasan timur Indonesia lainnya.

Panti Sosial Bina Rungu Wicara sampai sekarang tidak mempunyai lokasi

sebagaimana mestinya, sebab lokasi yang dimiliki Panti yang layak dijadikan

Kantor Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada tahun 2000 sampai dengan

bulan februari 2009 kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh PSBRW Kendari

digabung dalam satu lokasi dengan Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Poteana

Kendari di jln. Mayjend, DI Panjaitan No.222 Kendari karena berada dalam satu

21
lingkup UPTD Panti Sosial Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tenggara. Namun

sejak bulan Februari 2009 hingga saat ini PSBRW dipindahkan ke lokasi Panti

Sosial Asuhan Anak (PSAA) di Jln. Mayjen DI Panjaitan No. 173 Kendari atau

berhadapan dengan lokasi PSBRW yang lama. Pemindahan lokasi ini didasarkan

pada perubahan status struktur kelembagaan dimana PSBRW berubah dari salah

satu seksi di UPTD Panti Sosial Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Tenggara menjadi

UPTD yang berdiri sendiri.

Sejak tanggal 16 Maret 2012, UPTD PSBRW yang berada dibawah

wewenang Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara diserahkan ke Kementerian

Sosial Republik Indonesia, sehingga berubah nama menjadi UPT PSBRW

Kendari, untuk selanjutnya diberi nama UPT PSBRW “Meohai” Kendari,

Sulawesi Tenggara. Kata “Meohai” diambil dari bahasa Tolaki (suku asli yang

mendiami Sulawesi Tenggara) yang berarti Persaudaraan.

2. Kedudukan, Tugas Fungsi dan Pokok

Visi :

mewujudkan panti bina rungu wicara meohai kendari sebagai lembaga

rehabilitas sosial bagi penyandang disabilitas rungu wicara secara prima

Misi :

1. melaksanakan rehabilitas sosial bagi penerim manfaat sesuai dengan

standar pelayanan

Melaksanakan program dan advokasi pelayanan dan rehabilitasi sosial

bagi penerima manfaat secara efisien dan efektif.

22
1. Melaksanakan dukungan manajemen rehabilitasi sosial yang

akuntebel transparan dan efisien

MOTO:

Diam kami adalah emas dan isyarat kami mampu mengubah dunia

3. Tugas Pokok dan Fungsi

Unit Pelaksana Teknis Panti Sosial Bina Rungu Wicara (UPT PSBRW)

merupakan unsur penunjang operasional Kementerian Sosial RI yang mempunyai

fungsi menyelenggarakan pelayanan dan rehabilitasi sosial bagi penyandang

disabilitas rungu wicara yang dipimpin oleh seorang Kepala yang berada di bawah

dan bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal Rehabilitas Penyandang

Disabilitas Kementerian Sosial RI.

UPT PSBRW Meohai Kendari mempunyai tugas pokok sebagai berikut:

1. Menyelenggarakan kegiatan penyantunan dan pelayanan kepada

penyandang disabilitas;

2. Menyelenggarakan kegiatan penerimaan dan bimbingan kepada

penyandang disabilitas;

3. Menyelenggarakan koordinasi penyelenggaraan kegiatan panti

sosial;

4. Melaksanakan informasi usaha kesejahteraan sosial bagi

penyandang disabilitas.

Untuk melaksanakan tugas tersebut, UPT PSBRW Meohai mempunyai

fungsi sebagai berikut:

23
1. Pusat pelayanan kesejahteraan sosial penyandang disabilitas

rungu wicara;

2. Pusat rujukan kesehatan sosial penyandang disabilitas rungu

wicara;

3. Pusat pengembangan keterampilan penyandang disabilitas rungu

wicara;

4. Pusat data dan informasi kesejahteraan sosial penyandang

disabilitas rungu wicara;

5. Pusat penelitian dan pengembangan metode pelayanan

kesejahteraan sosial penyandang disabilitas rungu wicara;

6. Pusat pengembangan kesempatan kerja penyandang disabilitas

rungu wicara;Pusat penyegaran pelayanan kesejahteraan sosial

penyandang disabilitas rungu wicara

4.2 Gambaran Umum Struktur Organisasi Lembaga Penyelenggara Panti

Sosial Bina Rungu Wicara Meohai Kendari

No. Nama Jabatan Kelas Jabatan

1. Budi Sucahyono, S.ST Kepala PSBRW Meohai 10

2. Ali Fauddin, S.IP Kasi Tata Usaha 8

3. Nur Alim, S.ST Kasi Program & Advokasi 8

4. La Sitari, Bsw., S.Si Kasi Rehabilitasi Sosial 8

5. Andi Asmah, SE Bendahara 7

6. Untung Pengelola BMN 7

7. La Hamuri Teknisi Listrik dan Bangunan 5

8. La Faila Pengelola Administrasi Kepegawaian 6

9. Sitti Rasnah, S.Si Pengelola Kehumasan 7

24
10. Suliyem, SH Calon Pranata Humas 7

11. Rahmayanti, SE Penyusun Laporan Keuangan 7

12. Syamsul Rida Pramubakti 3

13. Wati, S.IP Pengadministrasi Pelayanan 5

14. Yuli Ariyani Pekerja Sosial Pelaksana Pemula 5

15. Dra. Hasnawati Psikolog 7

16. Firman, S.Pd Penyusun Bahan Kesos 7

17. Aji Wibowo Hariyanto, S.S Penyusun Bahan Kesos 7

18. Armawanto Calon Pekerja Sosial Pelaksana Pemula 5

19. Sitti Ernawati Petugas Perpustakaan 5

20. Bawia, S.Sos Pekerja Sosial Madya 11

21. Dalima, S.ST Pekerja Sosial Muda 9

22. Margono, SH Pekerja Sosial Pertama 8

23. Bayu Bagaskoro, S.ST Pekerja Sosial 8

24. Agil Rizky Pranata Pekerja Sosial 8

25. Atika Mauliani Umar Pekerja Sosial Pelaksana 5

26. Tri Lara Nonia Zebua, S.ST Calon Penyuluh Sosial 7

27. Esri Toding, S.Kp Perawat Pertama 8

4.3 Program Pelayanan Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW)

KENDARI

1. Pendekatan awal, kegiatannya berupa seleksi, orientasi bimbingan

motivasi, konsultasi dan identifikasi.

2. Pemberin pelayanan, terdiri registrasi, kegiatan penempatan di panti,

pemeliharaan fisik dan mental, bimbingan mental dan latihan

keterampilan, penelaahan dan pengungkapan masalah(assesment).

3. Bimbingan fisik, mental, sosial dan keterampilan terdiri dari:

25
1) Bimbingan fisikberupa teori dan praktik olah raga, bimbingan kerja

bakti, peraturan baris berbaris (PBB) dan bimbingan kesehatan dan

kebersihan, perawatan diri (ADL) serta lingkungan asrama.

2) Bimbingan mental meliputi kedisiplinan dan budi pekerti, agama

dan bimbingan konseling.

3) Bimbingan sosial meliputi konseling individu, bimbingan

koomunikasi SIBI, bimbingan Bina Wicara , Bimbingan

pengetahuan umum dan Bimbingan usaha kemandirian.

4) Bimbingan keterampilan kerja meliputi percetakan/sablon, tata

rias/salon, dan penjahitan, keterampilan plus rungu wicara putra

maupun putri seperti pertanian, perikanan dan kerajinan tangan.

5) Reososialisasi terdiri dari:

a. Bimbingan kewirasusahaan bagi kelayan yang dipersiapakan

penyaluran.

b. Praktek belajar kerja.

4.4 Hasil Praktikum Merupakan Uraian Terperinci Berdasarkan Tahapan

Praktikum yang Bersinggungan Langsung dengan Klien

Dari penelitian yang telah saya amati melalui pembelajaran Sentence

Scramble Game pada anak tunarungu dipanti sosial bina rungu wicara meohai

kendari, saya diberi tugas untuk mengajar sekaligus mengamati perkembangan

siswa dikelas A yang jumlah muridnya ada 21 orang yang mempunyai

karakteristik yang berbeda-beda. Dari 21 siswa ada beberapa siswa yang kurang

perkembangannya yaitu bernama usman iya berusia 28 tahun dia berasal dari

26
Konawe Selatan tepatnya Di Palangga meski ia kurang dalam belajar tapi ai cepat

tanggap dalam keterampilan tata rias yang ia tekuni saat ini. Usman sendiri

sangatlah aktif dalam kelas dan suka sekali bertanya jika ia kurang mengerti

namun kami harus sabar mengajari usman karna ia kuarang menangkap apa yang

kita ajarkan jadi kita harus berulang-ulang kali untuk mengajari dia supaya dia

mengerti.

Selain usman ada juga gusti ayu sinta wahyu ia berudia 18 ia berasal dari

konawe selatan tepatnya landono namun ia sedikit mengerti ketika kami

menjelaskan namun jika ia disuruh mengerjakan tugas ia sangat kesulitan padahal

soal sangatlah mudah dan sudah berulang kali kami beri contoh dan kami jelaskan

namun ia masih lambat dalam mengerjakan dalam bidang keterampilan pun ia

sedikit kesulitan. Dan saat kita lagi mengikuti keterampilan menenun ia mondar

mandir dan melihat pekerjaan orang lain, bahkan meminta ia meminta tolong pada

temanya untuk dibuatkan pola gambar bunga.

Siswa yang cepat tanggap ialah muhammad asnawi ia berasal sulawesi

selatan tepatnya di daerah bone, ia berumur 24 tahun asnawi ini lah siswa yang

perkembanganya cukup baik dan ia sangat aktif dikelas dia lah jembatan kami jika

kami tidak mengerti bahasa mereka dia lah yang membantu mengartikan bahasa

isyarat mereka. Dan dia juga bisa dibilang ketua gang dikelas A, kenapa bisa

dibilang ketua gang karna semua siswi kelas A sangat menurut perintah asnawi

jika asnawi tidak mau belajar atau tidak suka dengan kami maka asnawi memberi

isyarat pada temanya agar mereka tidak memperhatikan kami sebagai pengajar.

Karna pernah pertemuan pertama kami masuk untuk mengajar namun kami tidak

27
disambut dengan baik namun setelah kami memberi pengertian kepada siswi

kelas A bahwa kami adalah guru pembantu ia mampu menerima dan bahkan

sangat berantusias dengan kami bahkan jika kami tidak datang mengajar kami

mendapat pesan atau sms dari siswi kelas A agar kami datang dan mengajar.

Dari semua siswa/i kelas A ada 12 orang yang memiliki sifat

ketunarunguuan bawaan dari lahir, dan 11 orang lainya karna faktor sakit, ada

yang terkena demam tinggi atau step, ada juga faktor kecelakaan, dan ada juga

yang dari kecil ia bisa mendengar dan bicara namun setelah ia berusia 3 atau 5

tahun ia mulai kurang pendengaranya dan akhirnya aia tidak bisa mendengar sama

sekali.

hambatan yang lalui anak tunarungu wicara ini mungkin cara berbicara

dan berinteraksi dengan orang normal karna mereka ini sangat susah atau sedikit

kesulitan untuk berbicara karna artikulasi yang ia ucapkan tidak jelas dan kadang

suaranya pelan sekali sehingga kami pendengar kurang mengerti. Dan hambatan

sebelum masuk panti ialah kurang pahamnya bahasa isyarat dan bersosialisasi

dengan teman-temanya sehingga ada beberapa dari mereka ingin pulang kembali

kepada orang tuanya namun para peksos terus berusaha memberikan motifasi dan

dorongan agar siswa/i tersebut dapat bertahan dipanti tersebut, namun setelah ia

akrab dan berbaur dilingkungan panti mereka malah lupa akan kampungnya dan

mereka mulai menikmati proses pembelajaran yang ada dipanti.

Potensi yang mereka miliki ialah keterampilan yang kini mereka tekuni,

keterampilan yang ada di panti tersebut ada penjahitan, ada juga sablon dan salon

sehingga selepas keluar dari panti ia sudh memiliki pengalaman dibidangnya

28
masing-masing sehingga ia bisa membuka usaha sendiri nanti dikampunya, selain

itu mereka nantinya diberikan modal usaha untuk mengembangkan bakan atau

keterampilan yang pernah ia tekuni .

4.5 Analisa atau Kajian Terhadap Hasil Praktikum yang Dilakukan

Kegiatan yang telah kami lakukan pada saat meneliti yaitu kami

membantu para pengajar atau guru untuk membantu memberikan materi

pelajaran, seperti mengajar matematika, bahasa indonesia, sibi, biwi, ipa seperti

yang telah dijadwalkan kami. kami juga turut mengikuti kegiatan keterampilan

menjahit, salon, dan sablon. Meski kadang kita sulit untuk berbaur dengan mereka

namun kita sebagai calon pekerja sosial harus mampu berbaur dengan klien agar

kita bisa memahami mereka dan mampu mengikuti kegiatan yang mereka

lakukan, dan akhirnya setelah beberapa minggu kita mengajar dipanti sedikit demi

sedikit saya mampu memahami bahasa mereka dan bahkan saya diajarkan cara

menjahit, cara menggunakan mak-up dan menyablon. Keterampian yang banyak

diminati yaitu salon dan menjahit hanya beberapa orang saja yang berminat

disablon. Dan pada tanggal 06 april 2018 kami membuat kegiatan pekan olehraga

yang pesertanya oleh anak tunarungu mereka sangat antusias dengan kegiatan

yang kami buat bahkan kami melihat kekompakan, keseruan dan kebagaian dari

mereka. Disitulah kami bisa melihat perkembangan siswa dan ketanggapan selain

itu kami juga kita mendapatkan momen yang mungkin kami tidak akan lupa yaitu

saat kita makan snak sama-sama, ya meski hadiahnya snek tapi kebersamaan

mereka sangat erat karna mereka selalu berbagi dengan teman-temanya meski itu

hal kecil.

29
BAB V

ANALISIS KEBIJKAN

6.1 Kritik

Untuk kritik yang diberikan kepada panti bina rungu wicara meohai,

mungkin tidak ada. Namun sebagai saran untuk lebih baik lagi, sebaiknya agar

pegawai atau guru lebih memperhatikan siswa/i-nya agar mereka tidak

ketertinggalan dalam pelajaran, meski pengajar sedang keluar kota atau

berhalangan hadir seharusnya ada penggangtinya agar mereka tidak keluar masuk

ruangan, dengan adanya guru pengganti mereka tetap didalam ruangan dan

medapatkan materi.

6.2 Rekomendasi

1. Sebaiknya metode pembelajaran Sentence scramble game tetap

dilanjutkan karna metode ini sangat bagus digunakan anak tunarungu

wicara untuk mempermudah pembelajaran anak tunarungu wicara dan

melalui metode ini anak-anak menjadi tidak cepat bosan karna dengan

metode ini bukan hanya belajar pengetahuan namun kita juga bisa melihat

potensi pengembangan dari anak itu sendiri.

2. Penambahan tenaga profesional yang menangani bidang pengajar agar

siswa/i dapat mendapatkan layanan pendidikan yang cukup.

30
BAB VI

PENUTUP

7.1 Kesimpulan

Melalui pelatihan dan pendampingan Sentence Scramble Game yang

dilakukan selama beberapa bulan, dapat disimpulkan bahwa keterampilan anak

dalam sintaksis meningkat. Selain itu Guru dapat memilih media pembelajaran yang

tepat sesuai karakteristik anak tunarungu, mengoperasikan serta menerapkan

media Sentence Scramble Game dalam pembelajaran SPOK di panti. Dengan

demikian kualitas pembelajaran siswa menjadi lebih baik. Selain itu kami telah

menerapkan Sentence Scramble Game sebagai media pembelajaran yang akan

digunakan dalam pembelajaran Bahasa Indonesia.

Sentence Scramble Game bisa digunakan untuk orang tua siswa tunarungu

yang memiliki hambatan sintaksis dan ingin mendampingi pembelajaran

anaknya sendiri. Orang tua dapat memakai media ini untuk mendampingi anak

belajar SPOK di rumah. Selain dapat digunakan bagi anak tunarungu, media ini

dapat dikembangkan sebagai media pembelajaran bagi siswa dengan kecacatan

lain.

7.2 Saran

1. Bagi siswa

Hendaknya mengikuti pelajaran siswa harus memperhatikan penjelasan

guru dan konsentrasi. Siswa harus rajin latihan mengucapkan kata secara

berulang- ulang dengan artikulasi yang jelas.Selain itu, siswa harus rajin

masuk sekolah.

31
2. Bagi panti

Hendaknya hasil penelitian ini yang telah membuktikan bahwa

penerapan metode Sentence scramble game dapat meningkatkan

kemapuan anak tunarungu agar dapat digunakan sekolah sebagai dasar

pembuatan kebijakan dalam pembelajaran yang dilakukan guru kelas.

Sekolah memberikan saran kepada guru untuk melakukan metode

Sentence scramble game dalam pembelajaran artikulasi

32

Anda mungkin juga menyukai